Anda di halaman 1dari 7

FARMAKOTERAPI 2 HIPOTIROID

Disusun oleh:

Yeni Natalia S. Isabela Anjani Christian Januari P. Suryo Halim Ketut Noveryka L. Siti Ruchaniyati F.U. Gissela Haryuningtiyas

108114161 108114164 108114166 108114169 108114171 108114173 108114175

Stien Dwiny Swaseli Waskitajani Rinda Meita P. Eva Ekayanti Archie Tobias Mega Wiro Sanu S. Maria Theresia Ghea

108114176 108114178 108114184 108114185 108114188 108114189 108114195

FKK B

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

HIPOTIROID

A. Definisi Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar hormon tiroid yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh hormon tiroid pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar hormon tiroid yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun hormon tiroid. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus

menyebabkan rendahnya kadar hormon tiroid, TSH, dan TRH.

B. Penyebab Hipotiroidisme 1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. 2. 3. 4. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Kekurangan yodium jangka panjang (Ismail, 2008).

C. Gejala dan Tanda: Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung Penurunan curah jantung Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan pergelangan kaki Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema

Konstipasi Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

D. Diagnosis Hipotiroid merupakan keadaan hipometabolik yang disebabkan karena defisiensi T4 dan T3. Manifestasi klinis utamanya adalah kelelahan, kelesuan, intoleransi terhadap dingin, kelambanan bicara dan fungsi intelektual, kelambanan reflex, rambut rontok, kulit kering, peningkatan berat badan, dan konstipasi. Hipotiroid banyak terjadi pada wanita daripada pria. Penyebab utama hipotiroid adalah malfungsi kelenjar tiroid, yaitu hipotiroid primer. Penyebab hipotiroid yang paling sering yaitu tiroiditis kronis autoimun (Hashimotos disease), dimana tiroid dihancurkan oleh antibodi atau limfosit yang menyerang kelenjar tersebut. Penyebab lainnya yaitu karena terapi radioiodine dan pembedahan pada kasus hipertiroid serta kanker tiroid, inflamasi tiroid, defisiensi iodine dan beberapa obat yang mempengaruhi sintesis atau ketersediaan hormon tiroid. Hipotiroid akibat defisiensi TRH atau TSH sangat jarang terjadi (< 1% kasus). Kasus ini diketahui sebagai hipotiroid sekunder (sentral). Penderita hipotiroid primer memiliki kadar serum TSH yang tinggi. Apabila kadar serum TSH tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan FT4. Penegakan diagnosis hipotiroid primer ditunjukkan dengan kadar serum TSH yang tinggi dengan kadar FT4 rendah. Diagnosis hipotiroid sekunder dilakukan berdasarkan kadar FT4 rendah dan kadar serum TSH yang normal atau rendah.

E. Patofisiologi Hipotiroid dapat disebabkan karena malfungsi hipotalamus, pituitary, atau kelenjar tiroid itu sendiri, dengan mekanisme umpan balik negative yang sama. Gangguan pada hipotalamus dan pituitary jarang menyebabkan hipotiroid. Hipotiroid primer, yaitu gangguan pada kelenjar tiroid itu sendiri merupakan penyebab hipotiroid yang paling sering. Tiroiditis autoimun kronis, yang disebut juga tiroiditis limfositik kronis, terjadi pada saat autoantibodi merusak jaringan pada kelenjar tiroid. Tiroid autoimun kronis

yang berhubungan dengan goiter disebut tiroiditis Hashimoto. Penyebab penyakit autoimun ini tidak diketahui, tetapi salah satu faktor resikonya yaitu faktor genetic/keturunan. Selain kelenjar tiroid, antibodi dapat mengurangi efek hormon tiroid melalui 2 jalur. Pertama, antibodi memblokir reseptor TSH dan mencegah produksi TSH. Kedua, antibodi antitiroid dapat menyerang sel tiroid.

F. Komplikasi Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem organ di dalam tubuh, maka komplikasi hipotiroid dapat bermacam-macam tergantung organ yang terlibat dan durasi serta keparahan kondisi. a. Komplikasi kardivaskular meliputi hiperkolesterolemia yang berhubungan dengan arteriosklerosis dan ischemic heart disease. Kurangnya sirkulasi perifer, pembesaran jantung, gagal jantung, dan efusi pleural dan perikardial juga dapat terjadi. Dalam keadaan normal, hormon tiroid akan menginduksi peningkatan jumlah reseptor LDL yang mengarah pada ekskresi LDL dari plasma. Sedangkan apabila terjadi defisiensi hormon tiroid, dapat meningkatkan jumlah kolesterol dalam darah karena terganggunya metabolism lemak dan kolesterol, serta berkurangnya ekskresi kolesterol oleh hati ke dalam empedu. Hal ini akan menyebabkan pengendapan lemak secara berlebihan. Sangat meningkatnya jumlah lipid dalam sirkulasi darah pada pasien hipotiroid berasosiasi dengan timbulnya aterosklerosis. b. Komplikasi gastrointestinal Dalam keadaan normal, hormon tiroid dapat meningkatkan baik kecepatan sekresi getah pencernaan dan motilitas saluran cerna. Apabila terjadi defisiensi hormon tiroid, dapat menurunkan sekresi getah pencernaan dan mengurangi motilitas saluran cerna, sehingga memicu terjadinya konstipasi. c. Gangguan reproduksi Pada wanita, kekurangan hormon tiroid menyebabkan timbulnya menoragia (darah menstruasi berlebihan) dan polimenore (frekuensi menstruasi lebih sering). Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. Namun, pada beberapa kasus, kekurangan hormon tiroid juga dapat menimbulkan periode menstruasi tidak

teratur bahkan timbul amenore. Hal ini yang menyebabkan terjadinya infertilitas. Pada wanita dan pria hipotiroid akan cenderung mengalami penurunan libido yang sangat besar.

G. Terapi Non-Farmakologis Pada penderita hipotiroid, sangat penting diketahui bahwa diperlukan diet yang dapat membantu mengurangi gejala dan mengontrol berat badan, yang umumnya terjadi pada kasus hipotiroid. Beberapa hal yang dapat dilakukan terkait dengan pengaturan pola dan jenis konsumsi makanan, yaitu: Diet sehat untuk penderita hipotiroid meliputi biji-bijian, makanan alami, banyak buah dan sayuran, serta asupan yang baik dari makanan laut dan protein lainnya. Yang harus dikurangi adalah daging yang berlemak. Mineral yang penting bagi penderita hipotiroid adalah Selenium. Mineral ini merupakan antioksidan dan penting dalam mengkonversi hormon tiroid yang diproduksi oleh tubuh, yaitu T4, menjadi bentuk aktifnya, yaitu T3. Makanan yang banyak mengandung selenium yaitu kacang-kacangan dan daging tidak berlemak. Mengkonsumsi nutrisi yang mengandung banyak serat. Serat dapat menyebabkan rasa kenyang dan dapat membantu dalam penurunan berat badan serta membantu pada kejadian konstipasi pada pasien hipotiroid. Serat dapat diperoleh dalam bentuk sediaan obat, tetapi lebih baik serat yang berasal dari makanan, seperti kacang, beras, biji-bijian, serta gandum. Diet pada penderita hipotiroid disarankan untuk lebih baik makan dalam porsi kecil tetapi frekuensinya sering (5-6 kali), daripada makan dalam porsi besar tetapi frekuensinya hanya 3 kali. Apabila makan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering, akan membantu menyeimbangkan metabolisme yang lambat yang terjadi pada tubuh penderita hipotiroid.

H. Terapi Farmakologis 1. Pengganti Hormon Tiroid Levo-thyroxin

Dalam pengobatan hipotiroidisme, senyawa tiroksin dan triiodotironin yang dipakai adalah isomer L (Levo). Isomer ini digunakan karena memiliki aktivitas yang jauh lebih tinggi daripada isomer dextro. Dosis permulaan 1 kali sehari 25 mcg, 0.5-1 jam sebelum makan, setiap 2 minggu dinaikkan dengan 25 mcg. Untuk dosis pemeliharaan, 1 kali sehari 100-125 mcg sebelum makan. Untuk lansia dan pasien jantung dengan dosis awal 1 kali sehari 12.5 mcg. Preparat pilihan untuk pengganti hormone tiroid adalah levotiroksin. Levotiroksin memiliki waktu paruh yang panjang (7 hari), lebih stabil, tidak menimbulkan alergi, murah, dan konsentrasinya dalam plasma mudah diukur. Liotironin (T3) Liotironin (T3) memiliki efek yang lebih poten daripada levotiroksin. Namun liotironin jarang dipakai karena waktu paruhnya yang singkat (24 jam), lebih mahal, dan sulit untuk memonitor kadarnya dalam plasma. Efek samping liotironin lebih berbahaya, khususnya pasien dengan infark jantung, maka kurang layak untuk terapi jangka panjang. Terapi ini digunakan bila dibutuhkan kerja cepat dan kuat, misalnya pada mixudema. Pada hipotiroid berat digunakan dosis awal 25 mcg/hari, kemudian berangsurangsur dinaikkan sampai 75 mcg. Pada mixudema dan struma, 1 kali sehari, 2.5-5 mcg. 2. Pengobatan komplikasi dan gejala serta hipotiroidisme kasus khusus. Pada pasien yang mengalami miksedema dan penyakit jantung coroner, pemberian hormone tiroid dapat berbahaya karena meningkatkan aktifitas jantung. Pada kasus ini harus menyembuhkan penyakit jantung coroner lebih dahulu baru mengobati miksedema. Kasus gawat darurat hipotirodisme adalah koma miksedema. Faktor predisposisinya adalah infeksi paru, penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung kongestif. Pada kasus ini diberikan levotiroksin melalui intravena sebanyak 300-400 mikrogram, yang dilanjutkan dengan dosis 50-100 mikrogram per hari.

I. Daftar Pustaka Birney, M.H., et al., 2005, Pathophysiology: A 2-in-1 Reference for Nurses, Lippincott Williams & Wilkins, Pennysylvania, pp. 516-517. Brown, P., 2006, The Ideal Diet for Hypothyroidism, http://ezinearticles.com/?The-IdealDiet-for-Hypothyroidism&id=284849, diakses pada tanggal 29 April 2013. Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Ismail, 2008, Jurnal Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme, diakses pada tanggal 17 April 2013. National Academy of Sciences, 2003, Medicare Coverage of Routine Screening for Thyroid Dysfunction, The National Academies Press, pp. 18-19. Sherwood, 1996, Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta, pp. 675-682.

Tjay, T.H., et al., 2002, Obat-Obat Penting, Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 720.

Anda mungkin juga menyukai