Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA

Oleh : 1. 2. 3. Wahidaturrahmah Suriansyah Hikmah Shandylia Fitriah Handayani (122774201) (122774233) (122774211)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA MANDARIN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya, Kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila serta untuk membantu mahasiswa lain memahami memahami paradigma pembangunan bangsa dan juga watak dan jati diri bangsa Indonesia. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat.

Surabaya, 9 mei 2013

penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... A. B. C. LATAR BELAKANG ........................................................................................ RUMUSAN MASALAH .................................................................................... TUJUAN ..............................................................................................................

i ii 1 1 1 1 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 1. KESIMPULAN ...................................................................................................

iii iv

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah/filsafah negara dan ideologi negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Pancasila dalam pengertian ini sering disebut sebagai pandangan hidup/ pegangan hidup/ pedoman hidup/ petunjuk hidup. Dalam hai ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup atau perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain,Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan masyarakat di segala bidang. Semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang bertujuan untuk melaksanakan pembangunan nasional.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian paradigma ? 2. Apa pengertian pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa indonesia ? 3. Bagaimana pembangunan watak dan jatidiri bangsa ?

C. Tujuan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila serta untuk memahami paradigma pembangunan bangsa dan juga watak dan jati diri bangsa Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Paradigma
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdikbud 1990) istilah paradigm memiliki beberapa pengertian yaitu : (1) Daftar dari semua pembentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut. (2) Model dalam teori ilmu pengetahuan. (3) Kerangka berpikir. Dalam konteks ini pengertian paradigm adalh pengertian kedua dan ketiga, khususnya yang ketiga yaitu kerangka berpikir. (syahrial Syarbaini, 2004, 163) Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Pembangunan memerlukan sebuah paradigma yaitu sebuah kerangka berpikir atau sebuah model atau patron mengenai hal-hal yang sangat essensial dilakukan. Dengan demikian pembangunan yang sedang digalakkan ini memerlukan suatu paradigma yaitu Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bangsa Indonesia


Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif berisi anggapan dasar, kerangka acuan, keyakinan, acuan, serta pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta pemanfaatan hasil-hasil pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.Sehingga dalam segala aspek pembangunan nasional harus berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga, sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial ,dan kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan. Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Hasil maupun pelaksanaan pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu hanya mementingkan kebutuhan manusia, namun mengabaikan pertimbangan etis. Untuk mencapai pembangunan seperti yang diharapkan diatas, harus terpenuhi 3 syarat, yaitu: Menghormati Hak Asasi Manusia artinya pembangunan tidak mengorbankan manusia tetapi harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pembangunan harus dilaksanakan dengan

demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan dari pembangunan untuk mengambil keputusan apa yang menjadi kebutuhannya, Pembangunan itu penciptaan taraf minimum keadilan sosial, sehingga tidak terjadi kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi bukan semata-mata karena kemalasan individu tetapi karena struktur sosial yang tidak adil. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi: bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan ,dan agama

3.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Politik

Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada silasila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral. Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari; Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan; Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan; Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab; Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah: nilai toleransi, nilai transparansi hukum dan kelembagaan, nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata), bermoral berdasarkan konsensus.

5.

Perwujudan Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembangunan Kehidupan Politik

Sistem politik Negara harus berdasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem politik yang berlaku dalam negara harus mampu mewujudkan sistem yang menjamin tegaknya HAM. Para penyelenggara negara beserta elit politik harus senantiasa memegang budi pekerti kemanusiaan, serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia. Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai objek politik penguasa semata. Mewujudkan tujuan Negara demi meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia.

Mencerdaskan rakyat dan memahami politik, tidak hanya menjadikan rakyat sebagai sarana mencapai tujuan pribadi ataupun golongan. Amanah dalam menjalankan amanat rakyat.

6. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi


Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila. Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyatyang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional, oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam

Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.

7. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum


Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.

Hukum tertulis seperti UUDtermasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila sila Pancasila dasar negara). Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).

8. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ketahanan Nasional


Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan.

Salah satu Negara tujuan Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan negara Indonesia. Ini berarti bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh pejabat negara, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Sistem untuk pertahanan dasar, dan bahwa Keamanan adalah untuk melibatkan semua bagian dari bangsa. Pengembangan sistem yang disebut Indonesia pertahanan dan sistem keamanan dan keamanan rakyat dalam pertahanan total (Sishankamrata). Pertahanan sistem yang bersifat universal, bahwa semua warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, serta sebelumnya dikembangkan oleh pemerintah dan menyampaikan terintegrasi, efisien, dan untuk melanjutkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keamanan untuk membela bangsa dari semua ancaman. Pertahanan implementasi sistem didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara dan berbasis kepercayaan dalam kekuatan mereka sendiri.Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat memiliki (orang-orang) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal pertahanan nasional dan pertahanan negara. Pancasila paradigma pembangunan,

pertahanan dan keamanan nasional, Indonesiaberdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara. Undang-undang mengatakan bahwa awal pertahanan negara dengan filosofi dan ideologi Indonesia untuk menjamin integritas dan pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan basis. UUD 1945.

9. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama


Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakanseakan merefresentasikan umat muslim. Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut: 1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah). 2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi: a. Bertentangga yang baik b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama c. Membela mereka yang teraniaya d. Saling menasehati e. Menghormati kebebasan beragama. Lima prinsip tersebut mengisyaratkan: 1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama; 2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.

Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti Pela di Maluku, Mapalus di Sulawesi Utara, Rumah Bentang di Kalimantan Tengah dan Marga di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.

10. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya


Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan citacita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat

persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga). Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncakpuncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan kebudayaan di daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

11. Nation and Character Building


Terdapat lima pilar nation and character building yang harus kita bangun kembali dengan Pancasila. Yang dengan ini, Ir. Soekarno sangat dihormati oleh hampir semua bangsa dan negara dari dulu hingga kini. BERDIKARI Berdikari, berdiri di atas kaki sendiri atau kemandirian. Hal ini harus dimiliki oleh setiap individu. Logikanya, ketika seseorang memiliki ketergantungan yang besar terhadap orang lain, maka ia krisis kepercayaan diri dan tidak dapat berkembang dengan kemampuan dirinya secara maksimal. Parahnya, jika dia bergantung pada seseorang yang tidak tepata, maka dia akan dijadikan boneka atau budak oleh orang tersebut. Begitupun suatu bangsa yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bangsa lain, maka bangsa itu akan dimanfaatkan oleh bangsa lain. Diambil potensinya, namun hanya diberikan sangat sedikit hasil jerih payahnya. Lantas, setelah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan, maka bangsa itu akan dicampakkan begitu saja tanpa masa depan. Indonesia, negeri yang sangat kaya, baik potensi alam maupun sumber daya manusianya sudah diatur dalam butir-butir pengamalan sila kelima, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwasanya, bangsa yang Pancasilais adalah bangsa yang mandiri, suka kerja keras, dan tidak hidup bermewah-mewah sehingga pasak tak lebih besar daripada tiang. Serta suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Kini, kita berjuang tak lagi dengan pedang, namun dengan perantara ilmu dan kalam.

KEDAULATAN RAKYAT Kedaulatan rakyat ditujukan untuk mengganti sistem-sistem sebelumnya seperti feodalisme dan kolonialisme. Kedaulatan rakyat, dimana rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi, bukan para raja atau pemilik modal. Untuk itu, perlunya penegakkan hukum untuk menjamin keadilan sosial, bukan hukum atau peraturan yang memiliki 'standar ganda' dalam pelaksanaannya, tidak hanya efektif untuk rakyat kecil tapi bisa toleran bagi orang-orang dalam lingkar kekuasaan dan para pemodal. Bangsa dan negara yang Pancasilais adalah bangsa yang mampu mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila sila keempat, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

PERSATUAN Persatuan adalah kondisi yang sangat penting terjalin guna menumbuhkan sikap nasionalisme yang ditekankan oleh Soekarno yaitu sosionasionalisme, dimana nasionalisme yang tidak hanya sekedar mencintai tanah air dan bangsanya saja, tapi lebih mendasarkan diri kepada kecintaannya untuk memperjuangkan rakyat kecil. Indonesia adalah negara kepulauan yang dihuni oleh beragam suku, ethnik yang harus dipersatukan dalam satu kesadaran berbangsa. Lebih lanjut, pernah juga Soekarno mengungkapkan "nasionalismeku adalah perikemanusiaanku" yang juga memberi perbedaan secara tegas antara nasionalisme yang harus ada di Indonesia dengan nasionalisme bangsa Eropa. Menurut Soekarno nasionalisme Eropa telah memunculkan kolonialisme dan imperialisme yang menghisap, sedang nasionalisme Indonesia itu harus berdasarkan kegotong royongan dan kesetaraan (egalitarian). Sebagaimana yang tertuang dalam pengamalan Sila Ketiga, yaitu Persatuan Indonesia yang selain menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, namun juga berkeadilan sosial. Bangsa yang mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

BANGSA YANG BERMARTABAT DAN BERWIBAWA Sebagaimana cita-cita Indonesia untuk membetuk negara yang aman dan tertib untuk mencapai kesejahteraan nasional. Maka, yang diperlukan adalah bangsa yang bermartabat dan berwibawa.Kewibawaan negara meredup tatkala hukum peraturan perundang-undangan mulai dapat dinegosiasi, yang terjadi adalah berlakunya hukum rimba: yang kuat yang menang. Hal ini tentu tidak akan terjadi jika setiap individu memahami dan menerapkan pengamalan Sila Kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dimana kita berani membela kebenaran dan keadilan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan. Sadar bahwa bangsa kita adalah bangsa yang mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. BERMORAL DAN BERKARAKTER KETUHANAN YANG MAHA ESA Sikap yang paling penting dan tidak boleh ditinggalkan adalah moral dan karakter yang Berketuhanan Yang Maha Esa.Sikap yang berlandaskan sila pertama ini merupakan dasar dari segala benteng dan filter bangsa. Sadar bahwa apa yang kita lakukan di dunia ini selalu dalam pengawasan-Nya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya kelak. Bukan hanya di dunia, tetapi di akhirat. Keadilan tertinggi yang tak mungkin dapat dimanipulasi. Jika setiap individu memiliki kesadaran penuh akan hal ini, maka tidak akan ada lagi korupsi, kecurangan, kebohongan, konspirasi, eksplorasi dan perusakan lingkungan, serta banyak hal lain yang merugikan orang lain dan alam semesta. Dengan sikap ini pula, kita membentengi diri untuk tidak terbawa arus globalisasi dan multikultural yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan jati diri kebangsaan. Sebagai umat Islam, saya berpegang pada Al-Quran dan Al-Hadist bahwa saya diciptakan di bumi ini sebagai khalifah yang diamanahi untuk menjaga alam semesta dan menjalankan hubungan baik kepada Tuhan dan sesama manusia.

12. Pancasila Sebagai Watak dan Jati Diri Bangsa


Terbangunnya jati diri dan karakter anak bangsa yang baik secara akumulatif akan menjadi modal utama dalam pembangunan bangsa selanjutnya. Dengan modal karakter anakanak bangsa yang baik tersebut, maka nilai luhur budaya bangsa (Pancasila) pasti akan dapat teraktualisasikan secara baik pula. Teraktualisasinya nilai-nilai Pancasila merupakan perwujudan kebajikan universal yang ditampilkan oleh anak-anak bangsa yang berjati diri dan berkarakter. Pancasila adalah kebajikan yang mencakup nilai-nilai spiritualitas, keadilan, dan kemanusiaan. Dengan demikian Negara dan Bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berdaulat dan bermartabat bukan lagi hanya sebagai impian, tapi akan menjadi kenyataan. Cita-cita bangsa dan negara kita

yang tersurat dan tersirat dalam pembukaan UUD45, akan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, sekali lagi peran KEMENDIKNAS dalam gerakan membangun karakter dan jati diri bangsa, melalui sistem pendidikan berbasis kompetensi adalah mutlak sangat-sangat menentukan.Dalam bahasa politik secara popular karakter anak-anak bangsa ini sering kita sebut karakter bangsa. Jati diri bangsa merupakan nilai luhur budaya bangsa yang oleh para pendiri bangsa dirumuskan sebagai Pancasila. Sebagai nilai luhur budaya bangsa, nilai-nilai Pancasila harus teraktualisasikan dan menjiwai perilaku segenap anak bangsa pada kesehariannya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Teraktualisasikannya nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kehidupan anak bangsa tidak mungkin hanya dilakukan melalui : diajarkan, diceramahkan, ditatarkan bahkan di indoktrinasikan sekalipun. Nilai-nilai tersebut harus dibudayakan melalui pembiasaan-pembiasaan dengan menggunakan berbagai jalur, baik jalur keluarga, jalur masyarakat dan terutama jalur persekolahan. Strategi yang ditempuh adalah dengan membangun jati diri dan karakter pribadi anak bangsa secara bottom up, dibarengi ketauladanan secara top down, dengan menggunakan Pancasila sebagai perangkat nilainya. Jati diri bangsa juga mengandung pengertian sebagai identitas bangsa yang berfungsi sebagai penanda keberadaan, pencerminan kondisi dan pembeda dengan bangsa lain. Dalam pengertiannya sebagai identitas bangsa, jati diri bangsa mencakup Pancasila, UUD45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Keempatnya merupakan empat pilar bagi bangsa dan negara kita yang harus kita jaga keberadaannya. Dalam perkembangan selanjutnya kita mengharapkan Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia menjadi IKON bagi bangsa kita, sebagaimana kata BUSHIDO bagi orang Jepang yang terpacu semangatnya bila mendengar kata tersebut.

13. pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa Indonesia


Melalui proses pendidikan dalam rangka pembanguna bangsa dan watak bangsa Indonesia menggunakan prinsip dasar : 1. Membina warga Negara Indonesia sebagai manusia seutuhnya baik jasmani maupun rohani. 2. Pelaksanaan pendidikan bangsa dan watak bangsa harus berkembang dan ditingkatkan secara terus-menerus.

3. Meningkatkan kesadaran nasional dan budaya nasional khusunya pemahaman tentang bahasa nasional, sejarah perjuangan nasional, ideology Negara Pancasila serta Kewarganegaraan. 4. Mengembangkan potensi pendidikan formal, maupun non-formal,dan informal dalam menanamkan nilai nilai kepribadian bangsa secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.

14. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus


Menurut http://www.empatpilarkebangsaan.web.id, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama. Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.

BAB III PENUTUP Kesimpulan


Istilah paradigma yang semula lahir dikalangan dunia ilmu (filsafat ilmu) kemudian berkembang dalam bidang-bidang ehdupan lainnya misalnya dalam bidang pembangunan. Dalam hai ini istilah paradigma mengandung arti: kerangka berpikir, sumber nilai, orientasi dasar dan arah. Pembangunan nasional meupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambunhgan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pancasila harus dijadikan peradigma pembangunan nasional, artinya pancasila dijadikan kerangka berpikir, sumber nilai, arah atau orientasi dasar dari pembangunan nasional. Nation pada hakekatnya adalah rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk membangun masa depan bersama dengan mendirikan sebuah negara yang akan mengurus terwujudnya aspirasi dan kepentinga bersama secara adil. Karakteristik dan watak bangsa Indonesia tercermin dalam nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 dalam wujud sosio-budaya bangsa Nation and character building adalah upaya untuk mewujudkan cita-cita nasional dengan meperjuangkan perwujudan karakteristik atau watak khas atau unik bangsa Indonesia yang dilandasi pancasila. Cita-cita ini hanya dapat dicapai melalui tekad yang kuat untuk membangun masa depan bangsanya. Membangun bangsa dan watak bangsa harus dilakukan secara terus menerus melalui proses pendidikan baik formal, non-formal maupun informal, serta para pemimpin/ tokoh member teladan yang baik dan bawahan wajib mendukung usaha yang baik dari pimpinan. Perguruan tinggi sebagai bagian integral dari system pendidikan nasional, bukan saja berperan dalam pengembangan IPTEKS tetapi sekaligus mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas serta berbudi luhur yang siap beroartisipasi dalam setiap udaha pembanguna masyarakat, bangsa dan Negara berdasarkan pancasila dan dan UUD 1945. Masyarakat kampus merupakan masyarakat yang ilmiah dengan kategori maysarakat yang warganya selalu ingin mengetahui segala fenomena yang ada secara ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.gudangmateri.com/2010/04/makalah-pancasila-sebagai-paradigma.html http://www.scribd.com/doc/18184016/Pancasila-Sebagai-Sumber-Nilai-Dan-Paradigma-Pembangunan http://ayya3.blogspot.com/2008/12/bab-i-pendahuluan-1.html http://www.empatpilarkebangsaan.web.id/pancasila-sebagai-paradigma Tim Dosen Pendidikan Pancasila, 2011, Modul Pendidikan Pancasila, Surabaya. Unesa University Press

Anda mungkin juga menyukai