Anda di halaman 1dari 14

Infeksi saluran kemih terbagi menjadi dua kategori umum berdasarkan anatominya yaitu infeksi saluran kemih bawah

(uretritis dan sistitis) dan infeksi saluran kemih atas (pielonefritis, abses intrarenal dan perinefrik) (Stamm, 2008). Infeksi pada beberapa tempat dapat muncul secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Infeksi saluran kemih merupakan respon inflamasi terhadap adanya invasi mikroorganisme yang biasanya berkaitan dengan adanya bakteriuria dan piuria (Schaeffer et al., 2007). Pada kebanyakan kasus, bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme 105 cfu/ml pada sampel urin yang diambil dari urin pancar tengah. Namun, bakteriuria yang bermakna dapat lebih rendah pada infeksi saluran kemih yang simtomatik yaitu 102-104 cfu/ml. infeksi saluran kemih terjadi mikroorganisme pathogen (uropatogen) terdeteksi di urin, uretra, kandung kemih, ginjal atau prostat (Stamm, 2008). Infeksi saluran kemih uncomplicated (sederhana) yaitu infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih. Sedangkan infeksi saluran kemih complicated (rumit) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik atau struktur saluran kemih. Infeksi saluran kemih uncomplicated akut paling sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena uretra wanita lebih pendek. Selain itu, jarak antara anus dan uretra lebih besar daripada wanita; lingkungan sekitar uretra pria lebih kering dan terdapat aktivitas antibakteri pada cairan prostat (Hoton, 2000). Sedangkan infeksi saluran kemih complicated sering terjadi pada pria karena adanya obstruksi aliran urin akibat pembesaran prostat (Schaeffer et al., 2007). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih yaitu adanya keabnormalan fungsi dan anatomi dari saluran kemih yang menghambat aliran urin seperti batu ginjal atau neurogenik kandung kemih, adanya benda asing seperti pada saat pemasangan kateter, adanya beberapa obat yang resisten terhadap uropatogen, penggunaan imunosupresi, hubungan seksual dan penggunaan spermisidal (Hooton, 2000). Patogenesis terjadinya infeksi saluran kemih merupakan interaksi antara faktor host dan faktor mikroorganisme. Dengan kata lain merupakan keseimbangan antara virulensi mikroorganisme dan resistensi host. Keadaan inilah yang menentukan apakah infeksi akan terjadi atau tidak, seberapa berat terjadinya infeksi dan bagian mana dari saluran yang kemih akan terkena infeksi. (Hastuti & Noer, 2005; Schaeffer et al., 2007). Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui beberapa cara yaitu ascending; hematogen seperti pada penularan M. Tuberculosis, Candida atau S. Aureus; limfogen; ataupun langusng dari organ sekitarnya yang sebelumnya terinfeksi. Sebagian besar mikroorganisme memasuki

saluran kemih melalui cara ascending yaitu mikroorganisme dari flora normal usus dapat hidup diintroitus vagina, preputium penis, dan disekitar anus menyerang uretra, vesika urinaria, ureter dan sampai ke ginjal (Purnomo, 2003). Penyebab infeksi saluran kemih yang paling sering adalah bakteri Uropthogenic Eschericia coli (UPEC). Sejumlah penentu virulensi memfasilitasi kemampuan UPEC untuk membentuk koloni dan menimbulkan efek sitopatik pada saluran kemih termasuk diantaranya yaitu fimbria tipe 1, fimbria p, adhesion Dr, hemolisin, cytotoxic necrotizing factor, flagella, kapsul polisakrida, antigen lipopolisakarida O dan sistem transpor TonB-dependent iron. Kemampuan melekat kuman ke uroepitel berkat adanya fimbria P, yang mudah menempel pada reseptor spesifik epitel saluran kemih yaitu sejenis karbohidrat yang berisi glikolipid galaktosa 1-4 galaktosa (GalGal positive) (Hagan, 2007). UPEC dapat secara aktif menekan produksi sitokin oleh sel epitel kandung kemih dan filamentasi bakteri juga menyebabkan bakteri dapat menghindari respon imun host (Justice et al., 2007). Manifestasi klinis dari infeksi saluran kemih yang simtomatik sangat bervariasi tergantung pada host, bakteri (serotipe & virulensi), interaksi antara host-bakteri dan lokasi infeksi saluran kemih tersebut. Pada pasien asimtomatik dapat dijumpai riwayat infeksi sebelumnya tetapi pada saat diperiksa tidak dijumpai keluhan yang menyebabkan pasien datang untuk berobat. Manifestasi klinis utama infeksi saluran kemih yaitu disuria (nyeri seperti terbakar saat berkemih), sering berkemih (frequency), tidak bisa menahan untuk berkemih (urgency) dan juga demam (Hastuti & Noer, 2005). Penegakan diagnosis infeksi saluran kemih memerlukan metode pengambilan urin yang tepat sebagai sampel. Pada umumnya terdapat empat metode yang digunakan yaitu aspirasi suprapubik, kateterisasi per-uretra, miksi dengan pengambilan urin porsi tengah (mid stream clean catch) dan penampang urin steril (steril urin bag). Aspirasi suprapubik merupakan metode terbaik untuk menghindari kontaminasi pada distal uretra. Akan tetapi, metode ini jarang digunakan karena invasif dan tidak nyaman. Metode yang paling banyak digunakan pada pasien dewasa adalah pengambilan urin porsi tengah karena tidak invasif, sederhana dan tidak mahal, tetapi resiko terkontaminasi lebih besar dibandingkan dengan aspirasi suprapubik dan kateterisasi. Pengambilan sampel urin untuk urinalisis lebih baik dilakukan dengan cara kateterisasi dari pada steril urine bag (Schroeder et al., 2005).

Kultur urin merupakan baku standar untuk mendiagnosis infeksi saluran kemih (American Academy of Pediatrics, 1999). Diagnosis infeksi saluran kemih salah satunya ditentukan dengan mengidentifikasi jumlah minimum terbentuknya koloni per milliliter pada kultur yang hasilnya tergantung pada metode pegambilan urin. Pada spesimen aspirasi aspirasi suprapubik didapatkan paling tidak 102 cfu/mL dengan satu mikroorganisme pathogen (Schroeder et al., 2005). Selain kultur urin, urinalisi (tes nitrit dan leukosit esterase) juga dapat dilakukan untuk memberikan terapi awal saat menunggu hasil kultur. Dinyatakan positif jika terdapat >5 leukosit per lapangan pandang besar (American Academy of Pediatrics, 1999).

American Academy od Pediatrics. 1999. Practice parameter: The diagnosis, treatment and evaluation of the initial urinary tract infection in febrile infants and young children. Pediatrics. Vol. 103:843-852. Diakses tanggal 6 April 2011 dari http//www.aapolcy.aappublication.org.

Hastuti R., Noer M.S. 2005. Infeksi Saluran Kemih dalam Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.

Hooton, M.T. 2000. Pathogenesis of urinary tract infection:an update. Journal of Antimicrobial Chemotherapy.146,Suppl.SI,1-7. Diakses tanggal 5 April 2011 dari http://jac.oxfordkournals.org.

Schaeffer A.J. dan Schaeffer E.M. 2007. Infection of the urinary tract. In kavoussi L.R., Novick A.C., Partin A.W., Peters C.A. (Eds), Campbell-Wash Urology (9th Ed). China: Saunderz Elseiver.

Schroeder A.R., Newmann T.B., Wasserman R.C., Finch S.A., Pantell R.H. 2005. Choice of urine collection methods for the diagnosis of urinary tract infection in young, febrile infants. Arch Pediatry Adolescene Med. Vol159:915-922. Diakses tanggal 5 April 2011 dari http//www.archpedi.ama-assn.org. Purnomo B.B. 2003. Dasar-dasar urologi (2nd Ed). Jakarta: CV. Sagung Seto.

Justice S.S.,Hunstand D.A., Seed P.C., Hultgren S.C. 2006. Filamentation by Eschericia Coli subvert innate defenses during urinary tract infection. National Academy of Science. Diakses tanggal 6 April 2011 dari

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1750882&tool=pmcentrez.

Stamm W.E. 2008. Urinary tract infection, pyelonephritis and prostatitis. In A.S Fauci (Eds), Harrisons Principle of Internal Medicine (17th Ed). United Stated of America: The McGrawHill Companies,Inc.

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan yang serius di kalangan masyarakat saat ini. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih adalah infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain sampai mencapai distal uretra (Ramzan et al., 2004). Infeksi saluran kemih merupakan masalah kesehatan yang serius karena dapat menyerang berjuta-juta orang tiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 150 juta pasien didiagnosis infeksi saluran kemih tiap tahun. Sedangkan di Amerika sendiri dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang ke dokter setiap tahunnya dengan diagnosis infeksi saluran kemih. Di suatu rumah sakit di Yogyakarta infeksi saluran kmeih merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan kedua dan masuk dalam sepuluh besar penyakit. (Aris dkk., 2004) Infeksi saluran kemih menyerang pasien dari segala usia mulai dari bayi baru lahir hingga orang tua. Pada umumnya, wanita lebih sering mengalami episode infeksi saluran kemih daripada pria karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Namun, pada masa neonatus infeksi saluran kemih lebih banyak terdapat pada laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia, insidensi infeksi saluran kemih terbalik yaitu pada msa sekolah infeksi saluran kemih pada anak perempuan sekitar 3% sedangkan anak lakilaki 1,1%. Insidensi infeksi saluran kemih ini pada usia remaja perempuan meningkat 3,3-5,8% yang akan terus meningkat insidensinya pada usia lanjut (Purnomo, 2003). Morbiditas dan mortalitas akibat infeksi saluran kemih paling banyak terjadi pada pasien dengan usia kurang dari satu tahun dan usia lebih dari 65 tahun (Shortliffe & McCue, 2002). Penyebab infeksi saluran kemih yang paling sering adalah bakteri Eschericia coli yaitu sekitar 85% (Coyle & Prince, 2005). Berdasarkan penelitian di laboratorium Mikrobiologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, infeksi saluran kemih paling banyak disebabkan oleh mikroorganisme Eschericia coli (E.coli) (39,4%) dan diurutan kedua terbanyak ialah Klebseilla pneumonia (26,3%) (Samirah dkk., 2004). Investigasi terhadap penyebab infeksi saluran kemih pada wanita hamil juga ditemukan Eschericia coli (41,2%), Staphylococcus aureus (28,7%), Klebseilla aerogenes (7,1%), Pseudomonas aeruginosa (2,7%), Candida albicans (11,8%), Proteus mirabilis (5,1%) dan Stretococcus faecalis (3,4%) (Aiyegoro et al., 2007). Mikroorganismemikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak didalam urin. Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara ascending yaitu

mikroorganisme dari flora normal usus dapat hidup diintroitus vagina, preputium penis, disekitar anus, dan disekitar anus menyerang uretra-vesika urinaria-ureter dan sampai ke ginjal (Purnomo, 2003). Infeksi saluran kemih yang tidak diterapi dengan baik dapat mengakibatkan munculnya berbagai macam penyulit yang membahayakan seperti diantaranya yaitu gagl ginjal akut, terjadinya nekrosis papilla ginjal, terbentuknya batu saluran kemih (Purnomo, 2003).

Ramzan M., Bakhsh S., Salam A., Khan G.M., Mustafa G. 2004. Risk factors in urinary tract infection. Gomal journal of Medical Sciences; Vol. 2, No.1. Diakses tanggal 6 April 2011 dari http://www.gjms786.com

Aris , W., Wirawan, I.P.E., Kusharwanti W.A.M. 2004. Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan hasil kultur dan uji sensitivitas serta efektivitasnya berdasarkan parameter angka leukosit urin pada pasien infeksi saluran kemih rawat inap di rumah sakit panti rapih Yogyakarta (Juli-Desember 2004). Diakses tanggal 6 April 2011 dari http://www.usd.ac.id

Coyle & Prince. 2005. Urinary Tract Infection. In Dipiro J.T.(Eds), Pharmacotherapy a pathophysiologic approach (6th Ed). Stamford: Apleton&Lange.

Shortliffe & McCue J.D. 2002. Urinary Tract Infection at The Age Extremes: Pediatric and Geriatric (Abstract). The American Journal of Medicine; Vol.113,p.55-56. Diakses tanggal 6 April 2011 dari www.amjmed.com

Aiyegoro, O.A., Igbinosa O.O., Ogunmwonyi I.N., Odjadjare E.E., Igbinosa O.E., Okoh A. 2007. Incidence of urinary tract infections (UTI) among children and adolescents in Ile-Ife Nigeria. African Journal Microbiology Research;013-019. Diakses tanggal 5 April 2011 dari http://www.academicjournals.org.

Sedimen urin dapat member informasi penting bagi klinisi dalam membantu menegakkan diagnosis dan memantau perjalanan penyakit penderita dengan kelainan ginjal dan saluran kemih (Langlois et al., 1999; Morrison & Lum, 1986).

Langlois MR, Delanghe JR, Steyaert SR, Everaert KC, De Buyzere ML. 1999. Automated flow cytometry compared with an automated dipstick-reader for urinalysis. Clin Chem; 45:118-22.

Morrison MC&Lum G. 1986. Dipstick testing of urine can it replace urine microscopy?. Am J Clin Pathol;85:590-4.

Penyebab terbanyak ISK pada anak sekitar 80-90%, baik pada simtomatik maupun yang asimtomatik adalah Eschericia coli. Penyebab lain yang umumnya ditemukan adalah

Klebseilla, Proteus, Staphylococcus saprophyticus. Proteus spesies ditemukan pada 30 % anak laki-laki dengan sistitis tanpa komplikasi dan Staphylococcus saphophyticus ditemukan dengan proporsi yang serupa pada adolesen baik laki-laki maupun perempuan pada ISK akut. Tetapi, penderita dengan disfungsi saluran kemih dapat terinfeksi spesies bacteria yang virulensinya rendah (less virulent) misalnya Enterococci, Pseudomonas, Staphylococcus aureus atau epidermidis, Hemophillus influenza dan Group B Streptococcus (Harson&Jodal, 1999; Tambunan, 2001). ISK nosokomial sering disebabkan oleh E.coli, Pseudomonas sp., Coagulative-negative Staphylococcus, Klebseilla sp., Aerobacter spesies (Jacobson et al., 1999). Bakteri anaerob, Lectobacillus, Corynebacteria, Streptococcus dan Staphylococcus epidermidis merupakan organism yang predominan dari flora normal perineum dan uretra distal, tetapi jarang menyebabkan ISK. Ureaplasma urealyticum dan Mycobacterium hominis dapat dijumpai pada beberapa kasus sistouretritis (Stamm, 2001)

Harson S&Jodal U. 1999. Urinary Tract Infection. Pediatric nephrology. Baltimore:Lippincott Williams&Wilkins:835-50. Tambunan, T. 2001. Infeksi Saluran Kemih; Naskah Lengkap Kuliah Umum PIT IDAI I. Palembang: IDAI: 111-34. Jacobson B., Ebsjourner E., Hansson S. 1999. Minimum incidence and diagnosis rate of first urinary tract infection. Pediatrics;104:222-6.

Patogenesis Saluran kemih secara normal adalah steril, kecuali bagian distal uretra. Infeksi dapat mencapai saluran kemih dengan cara hematogen, limfogen, perkontinuitatum, ascenderen dari orifisium uretra eksterna masuk ke dalam kandung kemih, dan akhirnya samapai ke ginjal. Penjalaran secara hematogen paling sering terjadi pada neonates, sedangkan pada anak sering terjad secara ascenderen (Rusdidjas&Rafita, 1993). Faktor yang berperan pada pathogenesis antara lain pejamu, mekanisme pertahanan tubuh, virulensi bakteri. factor pejamu antara lain perempuan, laki-laki tidak disirkumsisi, instrumentasi uretra, toilet training, uropati obstruktif, disfungsi kemih, cebok dari belakang ke depan, celana

ketat, investasi cacing kremi, konstipasi, kehamilan, aktivitas seksual, neuropatic bladder, kelainan anatomi, peningkatan sel adherens uroepitelial (Elder, 2000) Mekanisme pertahanan tubuh antara lain mekanisme pertahanan saluran kemih, antiadherens. Mekanisme pertahanan saluran kemih yaitu kemampuan mengeliminasi bakteri dengan pengosongan saluran kemih dan pemusnahannya oleh sel epithelial (Jodal, 1994). Stanly dalam penyelidikannya seperti yang dikutip Kher, menyebutkan bahwa mekanisme perlekatan bakteri pada sel uroepitel yang menyebabkan kepekaan dan resistensi terhadap ISK (Kher&Leichter, 1992).

Rusdidjas&Rafita R. Infeksi saluran kemih. 1993. Buku ajar Nefrologi anak jilid I. Jakarta: IDAI:109-31. Elder JS. 2000. Urinary tract infectons. Nelson Textbook of Pediatrics, 16th ed. Philadelphia: WB Saunders:1621-5. Jodal U. 1994. Urinary tract infections; significance, pathogenesis, clinical features and diagnosis. Clinical paediatric nephrology, edisi II. London: Butterworth-Heinemann:151-9. Kher KK.&Leichter HE. 1992. Urinary tract infection. Clinical pediatric nephrology. New York:Mc Graw-Hill Inc:277-30.

Manifestasi Klinis Bakteri meyebabkan respon inflamasi saluran kemih, namun gambaran klinisnya bervariasi. Penderita dengan pielonefritis akut menyebabkan inflamasi di ginjal dengan respon inflamasi secara umum misalnya demam, C-reaktif protein, leukositosis. Penderita sistitis akut sering mengalami rekasi inflamasi yang terbatas pada saluran kemih bawah. Penderita asimptomatik bakteriuria terjadi inflamasi local saluran kemih tetapi tidak cukup memadai untuk timbul gejala klinis (Jodal, 1994) Faktor yang berpengaruh pada terjadinya gejala dantanda klinis ISK tergantung intensitas interaksi reaksi inflamasi antara pejamu dengan parasit, umur, lokasi infeksi, yang dapat bersifat asimptomatik hingga peradangan akut berat pada parenkim ginjal (Jodal, 1994; Tambunan, 2001). Pada bayi gejalanya tidak spesifik, kadang timbul demam, tumpah, malas minum, rasa tidak nyaman di perut. Sedangkan pada anak usia lebih tua dapat dijumpai gejala klasik misalnya

dysuria, urgency dan kencing yang frekuen, dan sakit pinggang. Perempuan yang menderita sistitis dapat mengalami kencing yang sering, namun dalam volume kecil. Gejala lainb yaitu terjadinya hematuria dapa terjadi pada 1/3 kasus, inkontinensia, dan nokturia. Disamping itu pada demam yang tidak jelas penyebabnya wajib dicari kemungkinan adanya ISK. Bakteriuria juga dapat menyebabkan gagal tumbuh (Jodal, 1994) Bahkan pada kasus yang sudah mengenai saluran kemih bagian atas dapat terjadi tumpah, demam tinggi dan menggigil. Anak dengan sistitis akut sering mengalami kenaikan suhu 38C, bila 38,5C perlu dicurigai keterlibatan saluran kemih bagian atas (Harson&Jodal, 1999).

Dampak Jangka Panjang ISK menyebabkan morbiditas yang bermakna dan penderitaan untuk anak, kekhawatiran orangtua dan pemakain obat-obatan. Meskipun sebagian besar anak dengan ISK prognosisnya baik, namun terdapat risiko terjadinya komplikasi yang serius pada sebagian diantaranya, khususnya pada penderita dengan kelainan congenital berupa hipoplastik akut atau displastik dan dilatasi refluks vesikouretral. Proses parut ginjal setelah pielonefritis akut dapat terjadi 1-2 tahun pada 10-15% kasus. Laporan penelitian di Prancis, pielonefritis dengan refluks berkontribusi 12% terjadinya gagal ginjal kronik. Studi di Australia dan Inggris menunjukkan risiko terjadinya hipertensi akibat ISK 10% (Helerstein, 2000). Pada perempuan yang mengalami ISK berulang, cenderung mengalami ISK lagi saat hamil. Demikian pula perempuan dengan parut ginjal risiko terjadinya hipertensi saat hamil meningkat (Jodal, 1994; Helerstein, 2000).

Helerstein S. 2000. Long-term consequences of urinary tract infections. Pediatrics;12: 125-8.

SEDIMEN URIN

Ambil sampel urin pagi porsi tengah Siapkan bahan kontrol Kova-Trol dnegan melarutkan dengan air suling pH 5-7 sebanyak 15 ml Setelah itu botol Kova Trol ditutup rapat dan di putar secara perlahan-lahan sampai isinya homogen Kemudian, urin di dalam penampung dicampur sampai homogen Seelah itu dipindahkan ke dalam tabung pemeriksaan sedimen Carik multistix 10 SG dicelupkan ke dalam urin sampai semua bagian pita terendam, kemudian carik celup segera dipindahkan sambil meletakkannya tegak lurus permukaan meja pada posisi horizontal, diatas kertas penyerap untuk menyerap kelebihan urin agar tidak terjadi carryoker antar pita reagen )69).

Sedimen Urin Cara pemeriksaan sedimen ada beberapa cara, yaitu: Pemeriksaan sedimen urin konvensional dilakukan dengan mengendapkan unsure sedimen menggunakan sentrifuge. Endapan kemudian diletakkan di atas kaca objek dan ditutup dengan

kaca penutup. Unsure sedimen dilaporkan dalam rerata 10 lapangan pandang besar (LPB) atau lapangan pandang kecil (LPK) (Ottiger&Huber, 2000). Sistem KOVA membuat kamar hitung standarisasi pemeriksaan sedimen urin, cara ini masih menggunakan cara manual dan dihitung secara semikuantitatif dengan pelaporan unsure sedimen dalam LPB atau LPK (Ottiger&Huber, 2000) Automated urine analyzer yang telah terstandarisasi dengan pelaporan unsure sedimen secara kuantitatif yaitu per mkiroliter urin, namun alat ini harganya sangat mahal (Ottiger&Huber, 2003). Cara manual pemeriksaan sedimen urin secara kuantitatif menggunakan sistem Shih-Yung (SY). pada sistem ini, baik volume urin yang dipakai maupun peralatan, dan sentrifugasi telah distandarisasi. Cara ini diharapkan memiliki ketelitian dan ketepatan yang lebih baik dibandingkan dengan cara konvensional (Anonim, 2000).

Ottiger C, Huber AR. 2003. Quantitative urine particle analysis: integrative approach for the optimal combination of automation with UF-100 and microscopic review with KOVA cell chamber. Clin Chem; 49: 617-23. Anonim. 2000. S-Y double grids microscopic slide system (leaflet). Taiwan: Shih-Yung Medical Instruments Co. Ltd.

Prosedur a. Pengumpulan sampel : Urin sewaktu yang diambil dari pancar tengah. b. Prosedur pemeriksaan 1. Makroskopis Urin 1.a.Warna Urin. Prosedur Pemeriksaan : Pada tabung reaksi diisi urin kira kira tabung tingginya,Kemudian dengan cahaya tembus dilihat warna dari urin itu. Urin yang dinyatakan dengan tidak berwarna, merah, kuning, kuning muda, kuning bercampur merah, coklat, dsb. 1.b. Kekeruhan Prosedur Pemeriksaan : Urin dimasukkan pada tabung reaksi sampai kirakira tabung tingginya. Kemudian dengan cahaya tembus dilihat adanya kejernihan. Urin dinyatakan dengan jernih atau keruh. 1.c. Bau Urin Prosedur Pemeriksaan : Urin dimasukkan pada tabung reaksi sampai kirakira tabung tingginya. Kemudian urin di bau dengan cara tangan dikibaskibaskan diatas tabung. 1.d. Keasaman Urin. (pH) Prosedur pemeriksaan : Stick untuk pemeriksaan test cepat dapat dicelupkan ke dalam urin dan warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar warna yang ada pada alat itu. Warna yang sama dengan standar itu menunjukkan pHnya 1.e. Berat Jenis Urin. Prosedur pemerksaan : Stik untuk pemeriksaan tes cepat dapat dicelupkan ke dalam urin dan warna yang terjadi

dibandingkan secara visual dengan standar warna yang ada pada alat itu. Warna yang sama dengan standar itu menunjukkan berat jenisnya.

2. Mikroskopis Urin Untuk melihat adanya elemen elemen dalam urin, maka dilakukan pengamatan di bawah mikroskop, dimana sebelumnya dilakukan centrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 2000 rpm. sehingga elemen elemen yang berat akan mengendap dan yang ringan akan berada diatasnya. Prosedur Pemeriksaan : a. Urin dikocok supaya sedimen bercampur dengan cairan diatasnya. b. Pada tabung centrifugasi dimasukkan urin sebanyak 5 ml dan dipusing selama 5 menit pada kecepatan 1500 2000 rpm. c. Cairan atas dibuang dan tabung ditegakkan lagi hingga cairan yang masih melekat pada tabung mengalir ke dasar tabung. d. Tabung dikocok untuk mensuspensikan sedimen.

e. Dengan menggunakan pipet tetes, sedimen diletakkan pada gelas benda dan ditutup dengan deck glass. f. Kemudian sedimen dilihat di bawah mikroskop menggunakan obyektif kecil (perbesaran 10 X / LPK untuk melihat adanya epitel dan amorf) obyektif besar (40 X / LPB untuk melihat adanya eritrosit, lekosit, bakteri, Ca Oxalat). Interpretasi Hasil : Penilaian dilakukan terhadap abnormalitas atau penyimpangan masing masing unsur berdasarkan dari nilai rujukan sebagai berikut : 1. Warna Urin : normalnya jernih kekuningan 2. Kekeruhan : normalnya jernih 3. Bau urin : normalnya baunya tidak keras ( khas ) 4. Derajat keasaman ( pH ) : normalnya 4,5 7,0 5. Berat jenis urin : normalnya 1003 1030 6. Lekosit : normalnya ditemukan 4 5 / LPB 7. Eritrosit : normalnya 0 1 / LPB 8. Epitel : normalnya hanya beberapa saja dalam urin 9. Bakteri : normalnya negatif ( tidak ditemukan dalam urin ) 10. Kristal : normalnya negatif ( tidak ditemukan dalam urin ) 11. Amorf : normalnya negatif ( tidak ditemukan dalam urin )

Anda mungkin juga menyukai