Anda di halaman 1dari 252

Manual

Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya
Alam untuk Masyarakat
Perdesaan
PERNYATAAN (DISCLAIMER)
Buku Manual ini dipublikasikan oleh PNPM Support
Facility (PSF) yang dipersiapkan melalui Program PNPM
Lingkungan Mandiri Perdesaan, dengan dukungan dana
dari Pemerintah Denmark. PSF memberikan apresiasi
yang setinggi-tingginya kepada Tim PNPM LMP dan Tim
Penyusun Buku Manual ini.
Dipersilahkan memperbanyak seluruh atau sebagian buku
ini sepanjang dipergunakan untuk keperluan pelatihan
dan peningkatan kesadaran masyarakat. Kami amat
menghargai jika Anda mencantumkan judul dan penerbit
buku ini sebagai sumber.
PSF tidak bertanggungjawab atas data dan informasi yang
terdapat dalam publikasi ini, atau dengan ketidaksesuaian
dalam penerapan dari data dan informasi yang terdapat
dalam Buku Manual ini.
Pendapat, angka dan perhitungan yang terkandung dalam
Buku Manual ini adalah tanggungjawab Tim Penyusun dan
tidak harus mencerminkan pandangan dari Pemerintah
Indonesia, Pemerintah Denmark, maupun Bank Dunia.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 1
Manual
Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam
untuk Masyarakat Perdesaan
2 | Manual Pelatihan
UCAPAN TERIMAKASIH
P
ada tahun 2011, PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP) telah
menerbitkan Manual Pelatihan berjudul Teknologi Energi Terbarukan yang
Tepat untuk Aplikasi di Masyarakat Perdesaan. Dan pada tahun 2012 PNPM-
LMP kembali menerbitkan Manual Pelatihan berjudul Pengelolaan Sumberdaya
Alam untuk Masyarakat Perdesaan.
Manual Pelatihan ini disusun dan didisain untuk digunakan dalam pelatihan yang
akan dilaksanakan dalam rangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di
Perdesaan khususnya di Sulawesi dan Sumatera.
Tim Penyusun menghaturkan banyak terimakasih kepada Kedutaaan Kerajaan
Denmark untuk Jakarta/DANIDA yang telah mensponsori pembuatan Buku
Manual Pelatihan ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak
yang telah terlibat secara aktif dalam pembuatan Manual Pelatihan ini, yaitu:
1. Sren Moestrup, Danida Senior Adviser, atas saran dan bimbingannya yang
sangat bermanfaat dalam penyusunan Manual Pelatihan ini.
2. Fransiskus Harum, Consultant of Royal Danish Embassy in Jakarta/DANIDA, atas
kerja kerasnya mengkoordinasikan penyusunan Manual Pelatihan ini dan
berkontribusi dalam penyusunan Modul 3 dan 4, serta sebagai Editor Utama
dari Manual Pelatihan ini.
3. Sunjaya, sebagai kontributor utama penyusunan Modul 1 dan Editor untuk
Manual Pelatihan ini.
4. Dr. Edi Purwanto, Ahli Managemen DAS dan Direktur Yayasan Operation
Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2 dan 3.
5. Ujang S. Irawan, Senior Staf Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas
kontribusinya dalam penyusunan Modul 2, 3 dan 4.
6. Hendra Gunawan, Senior Staf Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas
kontribusinya dalam penyusunan Modul 2 dan 4.
7. Akbar A. Digdo, Senior Staf Wildlife Conservation Society (WCS), atas
kontribusinya dalam penyusunan Modul 5 dan 6.
8. Agustinus Wijayanto, Senior Staf Wildlife Conservation Society (WCS), atas
kontribusinya dalam penyusunan Modul 5 dan 6.
9. Abdul Rahman, Senior Staf Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas
kontribusinya dalam penyusunan Modul 7.
10. Nassat Idris, sebagai kontributor penyusunan Modul 7.
11. Yoga Adhiguna, yang telah membuat Disain dan Layout dari Manual
Pelatihan ini.
12. Ida Lestari, Staf PNPM-LMP, atas dukungannya dalam penyelenggaraan
lokakarya penyusunan Manual Pelatihan ini.
Terimakasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Tim Green PNPM-
PSF, Tim dari National Management Consultant (NMC) dan PMD (Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, Depdagri) atas dukungannya dalam
menyusun Manual Pelatihan ini.
Semoga Manual Pelatihan ini dapat bermanfaat bagi para Fasilitator dan Asisten
Teknis Program PNPM-LMP serta pihak lain yang terlibat di dalam upaya
pengelolaan sumberdaya alam perdesaan yang arif dan bijaksana di seluruh
wilayah Indonesia.
Jakarta, April 2012
Penyusun
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 3
daftar isi
1 15
Pengantar
Pengelolaan
Sumberdaya Alam
di Perdesaan
Halaman
MODUL
I. PENDAHULUAN
II. SUMBERDAYA ALAM DI PERDESAAN
II.1. Apa itu PSDA?
II.2. SDA di Perdesaan
II.3. Persoalan SDA dan Lingkungan
II.3.1. Jenis Ancaman
II.3.2. Pengaruh Kerusakan SDA
III. MERANCANG PSDA BERSAMA MASYARAKAT
III.1. Faktor Sosial Budaya dalam PSDA
1). Kemiskinan
2). Tenurial
3). Nilai tukar hasil SDA
4). Gender
5). Pengetahuan lokal
6). Konfik dengan satwa
III.2. Prinsip Dasar
1). Peran serta masyarakat
2). Pemanfaatan potensi lokal
3). Pendampingan
III.3. Masalah Dalam Pengembangan Program
1). Kesiapan masyarakat dan pendamping
2). Perencanaan yang lemah
3). Pengorganisasian kegiatan tidak memadai
4). Kebijakan tak mendukung
III.4. Merencanakan PSDA di Desa
III.4.1. Desa: Sebuah Kehidupan Sosial
III.4.2. Tahap Perencanaan
1. Sampaikan, apa tujuan program
2. Kumpulkan informasi, pahami masalahnya
a. Pemetaan
b. Pertemuan masyarakat
3. Susunlah rencana kegiatan
4. Peliharalah hasil kegiatan
EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
4 | Manual Pelatihan
daftar isi
2 45
I. KONSEP DAERAH TANGKAPAN AIR
I.1. Pengertiaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
I.2. DAS Sebagai Cekungan Peresapan dan Pengaliran Air
I.3. DAS Sebagai Ekosistem
I.4. Konsep Daerah Tangkapan Air (DTA)
II. PERENCANAAN REHABILITASI DAERAH TANGKAPAN AIR
II.1. Pemetaan Batas DTA
II.1.1. Pembatasan DTA Secara Visual/Sketsa
II.1.2. Pembatasan DTA Menggunakan Peta Topograf
II.1.3. Pembatasan DTA Menggunakan Program GIS
II.2. Identifkasi Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA)
II.2.1. Sasaran Rehabilitasi DTA
II.2.2. Kriteria Tingkat Kekritisan Suatu Lahan
II.2.3. Metode Identifkasi Lahan Kritis Perdesaan
a. Penutupan vegetasi
b. Kedalaman tanah
c. Penggunaan lahan
II.2.4. Pemetaan Lahan Kritis Pada DTA
II.3. Perencanaan Rehabilitasi DTA
II.3.1. Rancangan Pembibitan
II.3.2. Rancangan Penanaman
II.3.3. Rancangan Pemeliharaan
II.3.4. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
a. RAB Pembibitan
b. RAB Penanaman
c. RAB Pemeliharaan Tanaman
EVALUASI KEMAMPUAN
DAFTAR PUSTAKA
Pengelolaan
Daerah Tangkapan
Air
Halaman
MODUL
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 5
3 67
I. KONSEP AGROFORESTRI
I.1. Defnisi Agroforestri
I.2. Ciri-ciri Agroforestri
I.3. Komponen Agroforestri
I.4. Sistem Agroforestri
I.4.1. Agroforestri Sederhana
I.4.2. Agroforestri Kompleks
I.5. Manfaat Agroforestri
I.6. Keunggulan Agroforestri
I.6.1. Produktivitas
I.6.2. Keberagaman
I.6.3. Kemandirian (Self-Regulation)
I.6.4. Stabilitas (Stability)
I.7. Ruang Lingkup Agroforestri
I.8. Sasaran Agroforestri
II. PRAKTEK AGROFORESTRI DI
INDONESIA
II.1. Pulau Sumatera
II.1.1. Sistem Parak
II.1.2. Repong Damar
II.2. Pulau Jawa
II.2.1. Di Jawa Barat dan Banten
II.2.2. Di Jawa Timur
II.2.3. Perum Perhutani
II.3. Kalimantan
II.3.1. Sistem Tembawang
II.3.2. Sistem Lembo
II.4. Sulawesi
II.4.1. Sulawesi Utara
II.4.2. Sulawesi Tenggara
II.4.3. Sulawesi Selatan
II.5. Pulau Bali
Agroforestry
Halaman
MODUL
II.6. Nusa Tenggara
III. IMPLEMENTASI
AGROFORESTRI DI INDONESIA
III.1. Implementasi Agroforestri
III.2. Strategi Pemilihan Jenis
III.3. Agroforestri Pada Lahan
Bervegetasi Jarang
III.4. Agroforestri Pada Lahan
Terbuka
a. Pola Agroforestri Berbagai
Tanaman Kayu
b. Pola agroforestri karet
c. Pola agroforestri kelapa sawit
d. Sistem agroforestri lada/kopi
EVALUASI KEMAMPUAN
DAFTAR PUSTAKA
daftar isi
6 | Manual Pelatihan
daftar isi
4 93
I. PEMBANGUNAN DAN
PENGELOLAAN PERSEMAIAN DESA
I.1. Penyiapan Sarana dan Prasarana
Persemaian
I.1.1. Penetapan Lokasi Persemaian
I.1.2. Kebutuhan Bahan dan Peralatan
a. Bahan
b. Peralatan
I.1.3. Fasilitas Persemaian
a. Tempat Penyemaian
b. Bedeng Sapih
c. Naungan Persemaian
d. Sarana Perairan
e. Gubuk Kerja
f. Rumah Produksi Pupuk
Organik
g. Alat Pembuat Arang Sekam
I.2. Teknik Pembibitan
I.2.1. Pemilihan Jenis Tanaman
I.2.2. Pengadaan Benih
I.2.3. Penyemaian Benih
a. Perlakuan Benih Sebelum
Penyemaian
b. Penyiapan Media Kecambah
c. Teknik Penyemaian Benih
I.2.4. Penyapihan
b. Teknik Penyapihan
I.2.5. Pemeliharaan Bibit
I.2.6. Seleksi Bibit Sebelum Penanaman
I.2.7. Tata Waktu Pembibitan
II. PENANAMAN DI DAERAH
TANGKAPAN AIR
II.1. Persyaratan Penanaman
II.1.1. Kesesuaian Tempat Tumbuh/
Jenis
II.1.2. Kesesuaian Musim Tanam
II.1.3. Kesesuaian Teknik Menanam
II.1.4. Kualitas Bibit
II.2. Teknik Penanaman
II.2.1. Cara Penanaman
II.2.1.1. Cara penanaman Pada Lahan
Terbuka
II.2.1.2 . Cara penanaman di Lahan
Tegalan/Pekarangan
II.2.2. Sistem Penanaman
II.2.3. Pola Penanaman
II.3. Tahapan Penanaman
II.3.1. Persiapan Bahan dan Alat
II.3.2. Pembersihan Lapangan dan Jalur
Tanam
II.3.2.1. Kondisi Lahan Terbuka dan
Datar
II.3.2.2. Kondisi Lahan Terbuka, Miring
dan Tidak Rawan Erosi
II.3.2.3. Kondisi Lahan Terbuka, Miring,
dan Rawan Erosi
II.3.2.4. Kondisi Lahan Terbuka, Sangat
Curam, Tanah Subur, dan Rawan Erosi
II.3.2.5. Kondisi Lahan Tegalan/Vegetasi
Jarang dan Datar
II.3.3. Penentuan Arah Larikan, Jarak
Tanam, dan Pemasangan Ajir
II.3.3.1. Lahan Terbuka, Datar atau
Landai
II.3.3.2. Lahan Terbuka dan Miring
II.3.3.3. Lahan Tegalan/Pekarangan
II.3.4. Pembuatan Lubang Tanam
II.3.5. Pengangkutan Bibit
II.3.6. Pelaksanaan Penanaman
II.4. Tahap Pemeliharaan
II.4.1. Penyulaman
II.4.2. Penyiangan
II.4.3. Pendangiran
II.4.4. Pemberian Pupuk
II.4.5. Pencegahan Hama dan Penyakit
Tanaman
EVALUASI KEMAMPUAN
DAFTAR PUSTAKA
Pembangunan
Persemaian di Desa dan
Penanaman Pohon
Halaman
MODUL
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 7
5 129
I. PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU
I.1. Kawasan Pesisir
I.2. Pengenalan Ekosistem Bakau
1.3. Sistem Perakaran Bakau
II. PENGELOLAAN HUTAN BAKAU
II.1. Manfaat Bakau
II.2. Pelestarian Alam
II.3. Wisata Alam
II.4. Kegiatan Ekonomi
a. Kendala Aspek Teknis
b. Kendala Aspek Kelembagaan
III. REHABILITASI HUTAN BAKAU
IV. PEMBUATAN PERSEMAIAN JENIS-JENIS BAKAU
IV.1. Pengumpulan Buah
IV.2. Penyiapan bibit
IV.4. Pemilihan Bibit Bakau
IV.5. Lokasi Persemaian bibit bakau dan Pembuatan bedeng persemaian
IV.6. Menyemaikan Benih atau Buah Bakau
IV.7. Sumber Benih atau Bibit Bakau
IV.8. Pemeliharaan Persemaian Bakau
IV.9. Penyapihan
V. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN BAKAU
V.1 Teknik Penanaman Bibit Bakau
V.2 Penanaman Bakau
V.2. Pemeliharaan Bakau
V.2.1. Teknik Pemeliharaan Bakau
V.2.2. Penyiangan dan Penyulaman
V.2.3. Penjarangan
V.2.4. Perlindungan Dari Hama
EVALUASI KEMAMPUAN
DAFTAR PUSTAKA
Rehabilitasi Hutan
Bakau
Halaman
MODUL
daftar isi
8 | Manual Pelatihan
daftar isi
6 163
I. PENGENALAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR
I.1. Pengenalan Perlindungan Satwa Liar Pada Lahan Pertanian dan di
Sekitar Wilayah Perdesaan
I.1.1. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)
I.1.2. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
I.1.3. Orangutan Sumatera (Pongo abelii)
I.1.4. Yaki (Macaca nigra)
I.1.5. Anoa (Bubalus sp.)
I.2. Pengenalan Kawasan Konservasi di Sekitar Wilayah Pedesaan
I.2.1. Kawasan Suaka Alam (KSA)
I.2.1.1. Kawasan Cagar Alam
I.2.1.2. Kawasan Suaka Marga Satwa
I.2.2. Kawasan Perlindungan Alam (KPA)
I.2.2.1. Kawasan Taman Nasional
I.2.2.2. Kawasan Taman Wisata Alam
I.2.2.3. Kawasan Taman Hutan Raya
I.2.3. Taman Buru
I.2.4. Cagar Biosfr
I.2.5. Hutan Lindung
I.3. Mengenal Beberapa Kawasan Konservasi di Sulawesi dan Sumatera
I.3.1. Kawasan Konservasi di Sulawesi
I.3.2. Kawasan Konservasi di Sumatera
II. PERAN SERTA MASYARAKAT
III. CONTOH PENANGANAN KONFLIK ANTARA SATWA LIAR DAN MA-
SYARAKAT (GAJAH, HARIMAU, ORANGUTAN DAN YAKI)
III.1. Penanganan Konfik Antara Manusia dan Gajah
III.2. Penanganan Konfik Antara Manusia dan Harimau
III.3. Penanganan Konfik Antara Manusia dan Orangutan
III.4. Penanganan Konfik Antara Manusia dan Monyet Hitam Sulawesi
(Yaki)
EVALUASI KEMAMPUAN
DAFTAR PUSTAKA
Perlindungan
Satwa Liar
Halaman
MODUL
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 9
7 207
I. PENDAHULUAN
II. RUANG LINGKUP KEGIATAN IGA
II.1. Ekonomi Produktif
II.2. Peningkatan Nilai Tambah (Added Value)
II.3. Peningkatan Efsiensi dan Kapasitas
III. TAHAPAN PERENCANAAN KEGIATAN IGA
III.1 Faktor yang Diperhatikan Dalam
III.2. Langkah Memberikan Motivasi Kepada Masyarakat
III.3. Perencanaan Strategis
III.4. Identifkasi Kapasitas Masyarakat
III.5. Identifkasi Potensi SDA yang akan dikembangkan
III.6. Permodalan dan Tingkat Konsumsi Keluarga
III.7. Analisa Pasar
III.8. Memilih Kegiatan IGA
III.8.1. Memutuskan Usulan Kegiatan IGA Dalam Musyawarah Desa
III.8.2. Studi Kelayakan
Menentukan bagaimana usulan kegiatan IGA akan berjalan
Menentukan Biaya Dalam Memulai Usaha Baru
IV. CONTOH KEGIATAN PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
BERBASIS SDA
IV.1. Beberapa Jenis Kegiatan Usaha Ekonomi Rakyat Ramah Lingkungan
IV.2. Dua Contoh Sukses Kegiatan Usaha Ekonomi Berbasis Sumberdaya
Alam
IV.2.1. Usaha Pembuatan Minuman Saraba Instan
IV.2.2. Kerajinan Tas Berbahan Sampah Plastik
Perencanaan Kegiatan
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis
Sumberdaya Alam
Halaman
MODUL
daftar isi
10 | Manual Pelatihan
BLM Bantuan Langsung Masyarakat
BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BKSDA Balai Konservasi Sumberdaya Alam
BPDAS Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
BPS Biro Pusat Statistik
CA Cagar Alam
CITES Convention on International Trade in Endegered
Species
CSO Civil Society Organization
DAS Daerah Aliran Sungai
DANIDA Danish International Development Assistance
DEM Digital Evaluation Model
DPL Daerah Perlindungan Laut
DPM Daerah Perlindungan Mangrove
(Mangrove protected area)
DTA Daerah Tangkapan Air
GIS Geographical Information System
GPS Geographical Positioning System
HOK Hari Orang Kerja
ICRAF (WAC) International Centre for Research in Agro-Forestry
(World Agro-forestry Centre
IGA Income Generating Activity
IUCN International Union for Conservation Nature
KMG Konfik Manusia dan Gajah
KPA Kawasan Pelestarisan Alam
KPH Kesatuan Pemangkuan Hutan
KPMD Kader Pembangunan Masyarakat Desa
KSA Kawasan Suaka Alam
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MPTS Multi Purpose Tree Species (Jenis Pohon Serba Guna)
Daftar Singkatan
10 | Manual Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 11
NMC National Management Consultant
NTFP Non-Timber Forest Products
OWT Operation Wallacea Trust
PERDES Peraturan Desa
PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PKG Pusat Konservasi Gajah
PNPM-LMP Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Lingkungan Mandiri Perdesaan
PMD Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
PSF PNPM Support Facility
PSDA Pengelolaan Sumber Daya Alam
PTO Petunjuk Teknis Operasional
RAB Rancangan Anggaran Biaya
RHL Rehabilitasi Hutan dan Lahan
RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah
SDA Sumber Daya Alam
SM Suaka Margasatwa
SWOT Strength Weakness Opportunity and Treats
TN Taman Nasional
TWA Taman Wisata Alam
UU Undang-Undang
WCS Wildlife Conservation Society
ZEE Zona Ekonomi Ekslusif
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 11
12 | Manual Pelatihan
Manual Pelathan Pengelolaan
Sumberdaya Alam Untuk Masyarakat
Perdesaan ini merupakan seri
lanjutan Manual Pelathan
yang dipublikasikan oleh PNPM
Lingkungan Mandiri Perdesaan
(PNPM-LMP). Pengetahuan dan
informasi prakts yang tersedia
di dalam Manual ini mencakupi
uraian umum tentang potensi dan
permasalahan SDA di perdesaan,
konsep, prinsip utama , tahapan
perencanaan dan rekomendasi
kegiatan yang berbasis SDA, sepert:
pengelolaan daerah tangkapan
air, penerapan pola agroforestri,
pembangunan persemaian dan
penanaman pohon, rehabilitasi
hutan mangrove, perlindungan satwa
liar, dan bagaimana merencanakan
kegiatan-kegiatan peningkatan
ekonomi berbasis SDA.
Manual Pelathan ini disusun agar
tersedia pengetahuan dan informasi
bagi para fasilitator lapangan,
penyuluh pertanian dan kehutanan
tentang teknologi pengelolaan
sumberdaya alam (SDA) yang tepat
dan bermanfaat untuk masyarakat
perdesaan di seluruh Indonesia serta
digunakan sebagai pedoman dalam
pelathan yang akan dilaksanakan
Program PNPM LMP atau
program pendampingan lain yang
berhubungan dengan pengelolaan
SDA di perdesaan.
Manual Pelathan ini disusun
dengan menggunakan bahasa ,
struktur dan muatan yang mudah
dipahami oleh praktsi di lapangan
khususnya facilitator dan penyuluh
lapangan yang menjalankan program
pendampingan masyarakat. Pada
setap modul terdapat bahan evaluasi
yang digunakan pada setap pelathan
guna mengukur kemampuan peserta
pelathan sebelum dan setelah
selesai pelathan. Pada bagian
lampiran tersedia penjelasan istlah-
istlah teknis yang ada di setap
modul.
Manual Pelathan ini terdiri dari tujuh
modul , yaitu:
Modul 1. Pengantar Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Perdesaan.
Menguraikan tentang konsep
pengelolaan sumberdaya alam di
perdesaan, permasalahan lingkungan
pentng di perdesaan dan dampaknya
Pengenalan Manual
12 | Manual Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 13
terhadap kehidupan masyarakat,
prinsip dasar dalam upaya
pengelolaan SDA, dan bagaimana
merencanakan pengelolaan SDA di
perdesaan.
Modul 2. Pengelolaan Daerah
Tangkapan Air (DTA). Menguraikan
tentang konsep DTA dan bagaimana
merencanakan rehabilitasi DTA yang
rusak.
Modul 3. Agroforestri. Menguraikan
secara lugas tentang konsep
agroferestri yang meliput ciri-ciri,
sistem, manfaat dan keunggulan
agroforestri, serta ruang lingkup
agroforestri. Kemudian menjelaskan
praktek agroforestri yang telah
dilaksanakan di Indonesia
serta pedoman bagaimana
mengimplementasikan agroforestri
oleh masyarakat perdesaan di
Indonesia.
Modul 4. Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon.
Menguraikan secara rinci prinsip
dan tahapan teknis pembangunan
persemaian skala kecil di desa, dan
menjelaskan secara khusus tentang
tahapan kegiatan penanaman,
teknik dan pola penanaman pada
berbagai bentuk dan kondisi lahan
di dalam suatu unit DTA serta teknik
pemeliharaannya.
Modul 5. Rehabilitasi Hutan
Bakau. Menguraikan tentang
ekosistem kawasan pesisir dan lebih
spesik tentang ekosistem hutan
mangrove (bakau), bagaimana
masyarakat dapat berpartsipasi
dalam pengelolaan dan rehabilitasi
hutan bakau. Kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan tentang
teknik rehabilitasi hutan bakau
yang mencakup pembuatan
persemaian, teknik penanaman dan
pemeliharaan.
Modul 6. Perlindungan Satwa Liar.
Menguraikan tentang perlindungan
satwa liar di sekitar wilayah
perdesaan dengan penjelasan khusus
tentang beberapa jenis satwa liar
pentng, kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan tentang
kawasan konservasi dan informasi
sejumlah kawasan konservasi yang
berada di Sulawesi dan Sumatera.
Selanjutnya terdapat uraian tentang
partsipasi masyarakat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 13
14 | Manual Pelatihan
Pengenalan Manual
upaya perlindungan satwa liar dan
beberapa contoh penanganan konik
antara manusia dan satwa liar.
Modul 7. Perencanaan Kegiatan
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumberdaya
Alam. Modul ini secara khusus
menguraikan tentang ruang lingkup
kegiatan peningkatan pendapatan
masyarakat berbasis SDA, tahapan
perencanaan dan beberapa contoh
sukses kegiatan peningkatan
pendapatan berbasis SDA.
14 | Manual Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 15
1
MODUL
Pengantar Pengelolaan
Sumberdaya Alam
di Perdesaan
16 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Perdesaan
I. Pendahuluan
Salah satu tujuan dari Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat-Lingkungan
Mandiri Pedesaan (PNPM-LMP) adalah
terciptanya kualitas sumberdaya alam dan
lingkungan yang mampu meningkatkan
taraf hidup masyarakat desa setempat
secara berkelanjutan. Pada dasarnya,
beberapa jenis kegiatan di dalam skema
PNPM-LMP selama ini merupakan bentuk
dari pengelolaan sumberdaya alam
(PSDA) dan perbaikan lingkungan di mana
masyarakat desa diberi peran paling besar
untuk membuat keputusan, menjalankan
dan mengawasi pelaksanaan kegiatan,
serta menjaga dan memelihara hasil-hasil
kegiatan.
Hubungan timbal balik antara SDA dengan
masyarakat di sekitarnya selalu dinamis
dan terus berkembang dengan berbagai
permasalahannya. Hal itu harus disadari
dalam kegiatan PSDA dan penataan
lingkungan yang dilakukan bersama
masyarakat. Maka, seorang fasilitator PNPM-
LMP perlu memahami betul karakteristik
kedua faktor tersebut, yaitu: SDA dan
masyarakat desa.
Mengapa fasilitator PNPM-LMP perlu memahami hubungan antara SDA dan masyarakat
perdesaan (rural)?
1. Seorang fasilitator LMP harus bisa menjadi mitra diskusi yang berbagi pengetahuan
dan kemampuan pada masyarakat tentang pengelolaan SDA. Meski tidak menguasai
seluruh persoalan SDA , setidaknya tahu ke mana informasi tentang hal tersebut dapat
diperoleh.
2. Fasilitator harus berhadapan dan berinteraksi dengan masyarakat desa yang beragam
kondisi sosial, ekonomi, budaya dan persoalan politiknya. Tak hanya di satu desa,
bahkan beberapa desa. Persoalan dalam satu desa juga memiliki kaitan dengan faktor-
faktor di luar mereka, misalnya kebijakan pemerintah atau kehadiran perusahaan yang
mengeksploitasi SDA di sekitar desa.
3. Fasilitator adalah salah satu agen perubahan bagi masyarakat desa dan SDA. Untuk
itu, dia perlu mengetahui dan mampu mengantisipasi berbagai dampak perubahan
dari setiap kegiatan PSDA atau PNPM-LMP yang dilakukan masyarakat desa. Dalam
hal ini, dampak kegiatan adalah segala pengaruh positif dan negatif bagi SDA sebagai
sebuah ekosistem maupun bagi kehidupan masyarakat setempat.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 17
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
Menjadi fasilitator atau pendamping dalam
proses pengembangan PSDA bersama
masyarakat memang sebuah pekerjaan
berat dan rumit. Tak hanya membutuhkan
komitmen kerja, tapi keinginan belajar terus
menerus untuk mengembangkan diri.
Mengingat ruang lingkup dari PSDA
begitu luas, maka aspek-aspek yang
disampaikan dalam modul ini pun sangat
terbatas, meliputi: pemahaman dasar
tentang masyarakat desa, beberapa
contoh persoalan SDA yang ada di
desa, serta langkah penting dalam
perencanaan kegiatan PSDA bersama
masyarakat desa. Dalam Modul-modul
selanjutnya akan dibahas secara khusus
semua aspek teknis yang tercakup dalam
PSDA di perdesaan yaitu 1). Pengelolaan
Daerah Tangkapan Air, 2). Agroforestri
sebagai model pemanfaatan lahan yang
bermanfaat eknomis dan ekologis, 3).
Rehabilitasi hutan bakau oleh masyarakat
perdesaan, 4). Perlindungan Satwa Liar oleh
masyarakat perdesaan dan 5). Kegiatan yang
meningkatkan pendapatan masyarakat
perdesaan.
II. Sumberdaya Alam di Perdesaan
II.1. Apa itu PSDA?
Sumberdaya alam (SDA) adalah seluruh
unsur alami, baik biotik maupun abiotik,
yang dapat dimanfaatkan untuk menopang
kehidupan manusia. Contoh-contoh jenis
SDA di Indonesia antara lain: tumbuhan,
hewan, tanah, air, angin, sinar matahari,
panas bumi (geothermal), mineral, gas
bumi, bahkan mikroba sekalipun. Inovasi
teknologi dan ilmu pengetahuan telah
mengubah berbagai unsur di alam yang
semula dianggap tidak berguna menjadi
sebuah SDA yang bermanfaat, misalnya:
sampah organik menjadi pupuk, kotoran
ternak menjadi biogas, serta berbagai jenis
tumbuhan menjadi obat-obatan berkhasiat.
Pengelolaan SDA (PSDA) pada dasarnya
adalah proses memahami, memanfaatkan
serta memelihara dan melindungi kualitas
SDA agar terus bermanfaat bagi masyarakat
setempat dan sekitarnya. Dengan demikian,
masyarakat di mana SDA berada menjadi
pihak yang paling berkepentingan, sehingga
perannya dalam PSDA menjadi sangat besar.
Peran dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan SDA atau lingkungan
hidup juga telah diatur dalam berbagai
18 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
perundang-undangan Indonesia. Beberapa
peraturan memang tumpang tindih, bahkan
bertentang satu sama lain, sehingga
membingungkan. Namun pada dasarnya
masyarakat berhak untuk memperoleh
manfaat dari SDA dan lingkungan yang baik,
sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Dasar RI.
II.2. SDA di Perdesaan
Sebagian besar penduduk Indonesia
tinggal di desa atau wilayah perdesaan
(rural), baik yang berada di kawasan pesisir
pantai, dataran rendah, hingga di kawasan
pegunungan dataran tinggi. Mereka
umumnya bekerja sebagai petani dan
peladang, peternak, nelayan, atau pemburu.
Ada pula yang berperan sebagai pedagang
atau penyedia jasa yang terhubung secara
langsung maupun tak langsung dengan
pemanfaatan SDA. Data Biro Pusat Statistik
(BPS) menyebutkan, tahun 2010 ada sekitar
41,4 juta penduduk Indonesia berusia di atas
15 tahun yang bekerja di sektor pertanian,
kehutanan, perikanan dan perburuan (www.
bps.go.id).
Selain iklim, ketersediaan dan kualitas SDA
menjadi faktor yang sangat menentukan
bagi kehidupan sosial ekonomi di desa.
Tanah ladang dan persawahan, perairan
sungai dan danau serta rawa, fora dan
fauna hutan, aneka bahan galian atau
tambang serta berbagai sumber daya alam
Beberapa peraturan perundangan yang bisa menjadi acuan bagi masyarakat dalam PSDA
dan penataan lingkungan hidup:
UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
UU No. 5 tahun 1990 tentang Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem-
nya,
UU No. 5 tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological
Diversity (Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati), di
dalamnya terdapat pengakuan hak masyarakat adat/lokal dan wanita dalam konser-
vasi alam.
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan,
UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air,
UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Peraturan lain di bawah undang-undang.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 19
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
di laut dan pesisir adalah contoh jenis
lingkungan alami yang penting bagi orang
desa. Sebagai contoh, keberlimpahan ikan
atau biota laut yang bernilai bagi nelayan
sangat ditentukan oleh kondisi air laut,
hutan mangrove, padang lamun (seagrass)
dan terumbu karang sebagai sebuah
ekosistem. Demikian pula dengan kondisi
hutan yang berperan menyediakan produk
hutan yang bernilai sosial ekonomi, menjaga
tata air (fungsi hidrologis), menjamin
rantai makanan bagi aneka spesies fauna
di dalamnya, serta mencegah terjadinya
bencana alam.
Nelayan, petani, peternak, pemburu dan
pengumpul hasil hutan adalah contoh
profesi yang digeluti oleh kebanyakan
penduduk di desa. Hasil produksi mereka ada
yang hanya untuk konsumsi sendiri bersama
keluarga, atau disebut subsisten. Dalam suatu
masyarakat tertentu sistem pertukaran atau
barter mungkin masih diterapkan. Tetapi,
kebanyakan penduduk desa kini menjual
hasil produksi mereka ke luar desa sebagai
nilai tukar dalam ekonomi pasar yang lebih
luas. Peran perantara, tengkulak, atau broker
juga menjadi amat penting di tengah
rantai perdagangan komoditas pertanian,
kehutanan, dan perikanan yang dihasilkan
penduduk desa. Terutama bila petani
atau nelayan tak memiliki kemampuan
menjangkau pasar di luar desa.
Sumberdaya alam juga berpengaruh pada
aspek sosal budaya. Beberapa praktek dan
pengetahuan lokal dalam pemanfaatan
SDA telah menjadi bagian dari identitas
budaya suatu kelompok masyarakat. Subak
atau sistem pengairan sawah di Bali, repong
damar pada masyarakat Krui di Lampung,
pengetahuan tentang terumbu karang
dan jenis ikan pada suku Bajau, sistem
perladangan dan lumbung padi (leuit)
oleh orang Baduy di Jawa Barat, atau pola
perburuan pada masyarakat di Mentawai,
semuanya tak bisa dilepaskan dari SDA yang
ada. Apa yang terjadi pada mereka ketika
areal persawahan, hutan atau terumbu
karang telah hilang?
Bagi masyarakat desa, beberapa jenis
SDA berperan penting dalam aspek:
1. Ekonomi: sebagai modal produksi
atau aset bagi kegiatan ekonomi
(lahan, sumberdaya hutan dan
perikanan, bahan galian, ternak
dsb); sebagai bentuk investasi
masa depan (tabungan atau
warisan).
2. Sosial, misalnya: sumber nutrisi
20 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
II.3. Persoalan SDA dan Lingkungan
II.3.1. Jenis Ancaman
Indonesia kaya akan sumberdaya alam,
baik berupa sumber daya hutan, laut dan
pesisir, perairan air tawar, maupun bahan
tambang. Namun, hampir seluruh jenis SDA
tersebut tengah menghadapi kerusakan
dan penyusutan akibat pemanfaatan secara
berlebihan.
Data dari Kementerian Kehutanan tahun
2009 menyebutkan, Indonesia memiliki
sekitar 45,2 juta ha hutan primer, sekitar 41,4
juta ha hutan sekunder berada di kawasan
(tanaman pangan, hewan buruan,
dsb); material bangunan (rumah,
jembatan, lumbung padi, dsb);
sumber energi (kayu bakar, arang
tempurung, minyak jarak untuk
lampu, sungai untuk penggerak
turbin listrik, kincir angin, dsb);
bahan obat-obatan (jamu/herbal);
alat transportasi (bahan membuat
perahu, gerobak, dsb).
3. Budaya, misalnya: penunjang
kegiatan/ritual adat (misal: bambu
bagi adat Toraja, mangrove bagi
suku Bobongko di Teluk Tomini,
mata air bagi upacara adat di Bali,
dsb); identitas sosial kelompok
(terutama pada lokasi ekowisata).
Gambar 1. Lanskap perdesaan dan sumberdaya alamnya foto-Sundjaya - 2011
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 21
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
hutan negara dan 5,3 juta ha hutan di luar
kawasan hutan negara, yang dianggap
hutan sekunder (Murdiyarso, dkk., 2011).
Indonesia juga memiliki sekitar 26,5 juta
ha lahan gambut dengan perincian 8,9
juta ha di Sumatera, sekitar 6,5 juta ha di
Kalimantan, di Papua sekitar 10,5 juta ha
dan lainnya 0,2 juta ha (www.forda-mof.org).
Akan tetapi, luasan hutan di Indonesia terus
menyusut dengan laju kerusakan sekitar 1,1
juta hektar per tahun (www.kompas.com,
2009).
Sumberdaya alam di laut dan pesisir
Indonesia mengalami hal serupa. Hasil
berbagai penelitian mencatat kerusakan
terumbu karang di perairan Indonesia saat
ini telah mencapai angka 31,5 persen dari
total luasan terumbu karang yang ada
(www.jurnas.com, 2011).Kerusakan juga
terjadi pada hutan mangrove di pesisir
pulau-pulau di Indonesia. Menurut Menteri
Kehutanan Zulkifi Hasan, sekitar 41,9
persennya atau 3,25 juta hektare dari 7,7 juta
hutan mangrove di Indonesia mengalami
kerusakan (www.tribunnews.com, 2011).
Lahan subur juga SDA yang vital bagi
masyarakat perdesaan yang hidup dari
bercocok tanam. Jumlah penduduk yang
terus meningkat tak hanya menyebabkan
peningkatan kebutuhan pangan, tapi juga
berakibat pada peningkatan kebutuhan
lahan-lahan pertanian dan perkebunan.
Kesuburan lahan mulai menurun akibat
penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi
yang meningkat. Berkurangnya sumber-
sumber air juga menyebabkan lahan-lahan
pertanian tak terairi dengan baik. Pola
pertanian dengan sistem agroforestri atau
kebun campur mulai tergantikan dengan
tanaman monokultur karena harganya yang
menarik bagi petani, misalnya sawit.
Tak hanya itu, luas lahan pertanian
berkurang juga disebabkan perkembangan
wilayah perkotaan, pemukiman dan
industri, terutama di wilayah perdesaan
yang berbatasan dengan kota (desa semi-
Gambar 2. Pemandangan desa dengan sumberdaya alam air,
tumbuhan dan lahan pertanian foto- Sundjaya-2011
22 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
urban). Sebagai contoh, konversi lahan
pertanian di pulau Jawa yang dianggap
mulai menghawatirkan. Hasil sensus lahan
oleh Kementerian Pertanian (Kementan)
menyebutkan lahan sawah di Pulau Jawa
pada 2010 telah menyusut menjadi 3,5 juta
hektare (ha) dari 4,1 juta ha pada tahun 2007.
Hanya dalam waktu tiga tahun, konversi
lahan mencapai 600 ribu ha (www.nvestor.
co.id, 2011). Kasus di pulau Jawa ini bukan tak
mungkin akan dialami di daerah luar Jawa.
Meski SDA sangat menopang kehidupan
masyarakat perdesaan. Ironisnya, sebagian
dari kerusakan alam juga melibatkan
masyarakat desa di sekitarnya, di samping
ekploitasi oleh berbagai perusahaan
pemegang ijin pertambangan, perkebunan,
perikanan tangkap, kehutanan, industri dan
pembangunan pemukiman. Keterlibatan
penduduk desa dalam proses kerusakan SDA
tak hanya dipicu oleh faktor ekonomi, namun
juga oleh lemahnya pemahaman mereka
tentang efek dari pemanfaatan SDA secara
berlebihan, ditambah kebijakan pemerintah
yang belum berjalan dengan baik.
Berikut adalah sebagian dari persoalan SDA
dan lingkungan di perdesaan:
Kerusakan SDA dan lingkungan di wilayah
PERSOALAN
SDA
PENYEBAB
Penurunan
kualitas lahan
pertanian
Kekeringan, pencemaran
bahan kimiawi,
penggunaan pupuk dan
pestisida kimiawi secara
intensif, dsb.
Kerusakan
ekosistem
hutan
Konversi hutan,
penebangan liar,
pemanfaatan hasil non-
kayu secara berlebihan,
penangkapan satwa,
kebakaran hutan, dsb
Kerusakan
terumbu
karang
Penangkapan hasil
laut secara berlebihan
(overharvesting),
penambangan karang,
sedimentasi, pencemaran
laut, penangkapan dengan
alat yang merusak, dsb, ;
Kerusakan
mangrove
Penebangan mangrove
untuk kebutuhan
rumahtangga dan
komersil, konversi
menjadi lahan
pertambakan atau
pemukiman, dsb.
Abrasi pantai Hilangnya hutan
mangrove dan kerusakan
terumbu karang
Penurunan
kualitas
sumberdaya
perairan (laut,
sungai atau
danau).
Limbah industri
dan rumah tangga,
sedimentasi, ledakan
tanaman pengganggu
(eceng gondok dll),
penggunaan alat tangkap
ikan yang merusak (racun,
setrum, bahan peledak),
dsb.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 23
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
perdesaan tak hanya berdampak pada
penduduk setempat, tapi juga terhadap
pihak lainnya yang mengandalkan
komoditas yang dihasilkan desa, misalnya
pabrik pengolahan, konsumen di perkotaan,
para pedagang perantara di dalam dan
luar desa, atau para pelaku pariwisata
yang mengandalkan keindahan alam.
Efek kerusakan SDA dan lingkungan
akan menyentuh pada banyak sektor
terkait, mulai dari perdagangan, industri,
transportasi hingga pariwisata. Efek juga
terjadi dari tingkat lokal, regional, nasional
hingga internasional.
II.3.2. Pengaruh Kerusakan SDA
Ketika kualitas SDA di perdesaan menurun,
berbagai aspek kehidupan mereka
pun sedikit demi sedikit mengalami
perubahan sebagai bentuk adaptasi dari
perubahan alam. Masalahnya, seberapa
besar ongkos atau kerugian yang harus
mereka korbankan? Mari lihat kasus
kerusakan terumbu karang di kepulauan
Togean dalam box kasus 1. Menurut anda,
dampak ekonomi apa saja yang terjadi
pada masyarakat? Bagaimana masyarakat
beradaptasi terhadap kerusakan terumbu
karang?
AKIBAT
Produktiftas petani menurun, ledakan
hama, dsb.
Sumber air berkurang, longsor, ledakan
hama, konfik satwa dengan petani,
hilangnya hasil hutan non-kayu untuk
penduduk, hilangnya jasa lingkungan
lainnya.
Fungsi pemecah ombak berkurang, hasil
tangkapan nelayan menurun, hilang
atraksi wisata, dsb.
Hilangnya tempat pemijahan ikan,
hasil tangkapan menurun, sedimentasi,
hilangnya penahan ombak dan angin
Penyusutan luas pantai, kerusakan
pemukiman dan fasilitas milik penduduk.
Produksi hasil laut, sungai dan danau
menurun. Kehilangan sumber air untuk
berbagai keperluan.
24 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
Adaptasi atau penyesuaian terhadap
perubahan lingkungan seringkali tak hanya
mempengaruhi aktivitas masyarakat,
tetapi juga pengetahuan lokal dan budaya
mereka. Bukan tak mungkin, semakin lama
pengetahuan tersebut tidak digunakan,
karena dianggap tak mampu mengatasi
perubahan lingkungan, maka pengetahuan
budaya tersebut semakin hilang.
Dalam sistem pertanian sawah di pulau
Jawa misalnya, penggunaan pestisida dan
pupuk kimia yang intensif dan penanaman
berbagai benih varietas unggul sejak tahun
70-an tak hanya mengubah ekosistem
pertanian tapi juga turut mengubah
perilaku beberapa jenis hama padi. Di sisi
lain, masyarakat petani padi semakin hilang
pengetahuannya dalam mengenali hama
Kasus 1:
Mengail Sampai Jauh
O
rang-orang Bajau di desa Kabalutan, kepulauan Togean, Sulawesi Tengah telah turun
temurun hidup dengan mencari hasil laut seperti ikan, teripang, kepiting, dan berbagai
jenis udang. Sebagian besar dari mereka masih menggunakan teknik penangkapan secara
tradisional dengan kail, tombak, maupun jaring. Namun, sebagian lainnya secara intensif
menggunakan bahan peledak dan racun sianida untuk menangkap ikan.
Para tetua kampung menceritakan bahwa saat mereka masih muda ikan dan jenis hasil
laut lainnya cukup berlimpah di perairan sekitar Kabalutan yang dipenuhi hamparan
terumbu karang dan hutan mangrove. Kondisi tersebut membuat mereka tak perlu
mendayung perahu terlalu jauh dari kampung menuju lokasi mengail dan hasil laut pun
sangat mudah didapat.
Namun, sejak awal 90-an mereka mulai merasakan sulitnya mencari hasil laut. Selain itu,
lokasi di mana hasil laut masih berlimpah pun semakin jauh sehingga sulit dijangkau dengan
mendayung perahu. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat maraknya penggunaan bom
ikan rakitan dan racun sianida oleh sebagian nelayan di Kabalutan dan desa-desa lain di
kepulauan Togean.
Kerusakan terumbu karang tak hanya berpengaruh pada jumlah tangkapan hasil laut.
Ketergantungan mereka semakin besar pula pada mesin perahu, meski dengan ukuran
kecil, yaitu kapasitas mesin 5.5 PK. Dengan menggunakan mesin, nelayan memang bisa
menjangkau lokasi penangkapan hasil laut yang lebih jauh dalam waktu lebih singkat
dibanding mendayung. Namun, pengeluaran mereka pun bertambah untuk membeli mesin
perahu, bahan bakar, serta perawatan mesin. Semakin banyak orang Bajau di Kabalutan
yang berhutang pada tauke untuk memiliki perahu tersebut.
(sumber: riset pribadi oleh Sundjaya)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 25
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
akibat ketergantungan yang begitu lama
pada pestisida kimia. Bagi petani, pestisida
adalah obat bagi padi mereka yang sakit
karena terserang penyakit (hama). Padi
bagaikan manusia yang harus diberi obat
atau pestisida agar sembuh dan sehat
kembali (Winarto, 1998).
Cobalah lihat box kasus 2 berikut ini.
Perubahan alam seperti apa saja yang terjadi?
Apa penyebabnya? Budaya seperti apa yang
akhirnya berubah dan hilang pada masyarakat?
Dengan membaca dua kasus di atas,
semakin terlihat bahwa hubungan antara
kondisi lingkungan atau SDA dengan
kehidupan masyarakat tak hanya pada
masalah ekonomi belaka, namun juga pada
persoalan sosial budaya mereka.
III. Merancang PSDA Bersama
Masyarakat
Mengingat besarnya keterkaitan antara
SDA dan lingkungan dengan masyarakat
di perdesaan, maka sebuah pengelolaan
SDA yang baik perlu dikembangkan di
desa. Adapun bentuk pengelolaan SDA
yang paling baik tentu yang sesuai dengan
karakteristik sosial ekonomi mereka. Oleh
karenanya, partisipasi masyarakat desa
menjadi sangat penting dalam sebuah
program PSDA di perdesaan.
Kasus 2:
Hutan Hilang, Budaya pun Berubah
M
enjelang tahun 2000 banyak penduduk desa Guwa Kunthi, Kabupaten Wonogiri,
Jawa Tengah, mengalami kesulitan ekonomi. Mereka lalu beramai-ramai menebangi
hutan jati dan sono di kawasan itu. Setelah hutan jati habis, kini bukit kecil itu tidak bisa
lagi menampung air. Oleh karena itu, banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo
dua pekan lalu bisa dimengert, air langsung mengalir ke sungai tanpa sempat disimpan di
dalam tanah. Sejak hutan di bukit itu rusak, kami kesulitan air. Kalau musim hujan, ada
banyak air, tetapi keruh. Kalau kemarau, kami harus ke desa tetangga untuk mendapatkan
air, kata Slamet (47), sambil menunjuk Alas Guwa Kunthi.
Beban masyarakat bertambah ketika iklim juga berubah. Dalam hitungan mereka, dengan
menggunakan pranatamangsa, yaitu kalender musim tradisional dalam kebudayaan Jawa,
persiapan musim tanam biasanya dimulai bulan kapat (bulan keempat dalam penanggalan
Jawa). Lalu mereka menanam padi pada bulan kanem (bulan keenam) karena hujan telah
tiba. Sekarang ini petani mulai terkecoh karena petunjuk dalam kalender Jawa semakin
26 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
Gambar 3. Solidaritas dalam mengolah SDA/lahan oleh suku Bobongko, Sulawesi Tengah. Sundjaya
tak cocok dengan kenyataan karena perubahan musim.
Penduduk menceritakan bahwa pada bulan keempat dalam kalender Jawa hujan
harusnya sudah turun hingga petani tergoda untuk segera menanam. Petani menduga
saat itulah saat untuk menanam. Tetapi, ternyata hujan hanya turun sebentar. Petani yang
terlanjur menanam hanya menggigit jari karena padi yang ditanam tidak bertahan lama
alias rusak karena hujan terhenti sehingga tak ada pasokan air ke sawah.
Tanda-tanda alam seperti perubahan perilaku hewan dan pertumbuhan tanaman
yang biasa digunakan dalam pranatamangsa juga semakin hilang dalam kehidupan
mereka. Kalender pranatamangsa mengajarkan petani untuk menentukan musim tanam
berdasarkan kehadiran burung srigunting. Namun, Sekarang, untuk menentukan waktu
tanam, petani mengandalkan turunnya hujan semata yang kadang mengecohkan petani
itu.
Burung srigunting biasa memakan serangga kecil di hutan. Hutan yang telah rusak
menyebabkan makanannya makin langka. Lingkungan yang berubah telah menyebabkan
srigunting sulit ditemukan lagi. Kini petani telah kehilangan tanda-tanda alam.
(Sumber: Kompas, Sabtu, 19 Januari 2008, hal. 22)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 27
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
III.1. Faktor Sosial Budaya dalam PSDA
Sebelum bekerja bersama masyarakat,
seorang fasilitator atau perencana program
PSDA membutuhkan pemahaman tentang
permasalahan sosial budaya setempat
yang saling terkait dengan SDA yang akan
dikelola. Beberapa faktor tersebut antara
lain:
1). Kemiskinan.
Kemiskinan dan SDA bagai dua sisi
mata uang. Sebagian orang menilai
kemiskinan penduduk di desa
menyebabkan kerusakan SDA. Sebagian
lainnya menganggap kerusakan SDA
justru menyebabkan penduduk desa
menjadi miskin. Faktor-faktor penyebab
kemiskinan tak berdiri sendiri, tapi
saling terkait. Kemiskinan adalah kondisi
ketidakberdayaan secara ekonomi, sosial
budaya dan politik. Ada pula kondisi
miskin yang bersifat musiman, misalnya
pada nelayan dan petani padi saat
paceklik. Di desa, kemiskinan biasanya
terkait dengan penguasaan modal/aset
dan alat-alat produksi, misalnya buruh
tani tanpa lahan. Kondisi miskin juga
sangat dinamis dan banyak ditentukan
faktor-faktor di luar desa. Orang desa
yang semula tidak miskin karena
mampu mengolah SDA, bisa jatuh pada
kondisi miskin karena SDA yang mereka
manfaatkan beralih pada pihak lain,
misalnya oleh perusahaan pemegang
ijin konsesi perikanan atau perkebunan.
Oleh karenanya, sulit mengukur
kemiskinan dan mengidentifkasi siapa
orang miskin hanya berdasarkan satu
faktor. Namun, masyarakat biasanya
memiliki pengetahuan kolektif tentang
kategori miskin di desa mereka.
Pertanyaan penting tentang kemiskinan:
- Apa saja kategori kemiskinan di desa setempat? Siapa saja mereka? Bagaimana
kondisinya?
- Apa saja penyebab kondisi miskin di desa setempat? pengaruh dalam masyarakat
atau akibat faktor luar? Apakah terkait dengan kondisi SDA? Apakah terkait dengan
penguasaan (tenurial) atas SDA? Atau terkait kebijakan pemerintah?
- Pada saat (musim) seperti apa kondisi miskin di desa paling dirasakan masyarakat?
- Bagaimana orang atau keluarga miskin memenuhi kebutuhan hidup mereka?
Penghasilan dan pola konsumsi mereka?
- Bagaimana masyarakat bersikap terhadap kondisi miskin di desa setempat?
- Apa saja program yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan? Bagaimana hasilnya?
28 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
2). Tenurial.
Secara sederhana, tenurial adalah
segala hal terkait dengan penguasaan
dan kepemilikan (lahan/SDA). Masalah
tenurial biasanya muncul karena ada
dua pihak atau lebih yang memiliki klaim
atau hak atas SDA yang sama sehingga
menimbulkan konfik atau sengketa.
Konfik tenurial bisa juga terjadi di dalam
masyarakat desa atau antardesa. Masalah
tenurial lainnya adalah kesenjangan
dalam pemilikan SDA, misalnya petani
pemilik lahan, petani penggarap, buruh
tani yang bekerja dengan imbalan upah.
Tenurial juga berlaku pada wilayah
laut, hutan mangrove, atau lokasi
pertambangan. Oleh karenanya, sebuah
program PSDA perlu mengidentifkasi
secara mendetail persoalan tenurial
ini. Hal yang perlu diidentifkasi antara
lain: Sistem tenurial sering sangat
menentukan akses atau kemampuan
seseorang dalam menerima manfaat dari
SDA yang dikelola. Contoh: bagaimana
bantuan bibit pohon bisa dimanfaatkan
oleh penduduk yang tak punya lahan?
Atau ia hanya menjadi penyewa lahan
orang lain?
3). Nilai tukar hasil SDA.
Nilai tukar hasil pemanfaatan SDA
oleh masyarakat desa seringkali tak
sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pertanyaan penting tentang tenurial:
- Objek: Apa saja jenis SDA yang dikuasai atau dimiliki? Misalnya: tanah, pohon, lokasi
penangkapan ikan, hutan, sarang lebah, sumber mata air, bahan galian, dsb.
- Apa status kawasan di mana SDA itu berada? Hutan lindung? Kawasan konservasi?
Areal konsesi perusahaan, dsb.
- Aktor: Siapa saja pihak yang memiliki hak atas SDA? Apakah individual, perusahaan,
negara, kelompok/suku/keluarga/dsb?
- Bagaimana penguasaan atau kepemilikan itu diperoleh? Misal: keputusan adat, jual
beli, sewa, gadai, pinjam pakai, ijin pemerintah (konsesi), warisan, dsb.
- Akses terhadap manfaat: Siapa saja yang memperoleh manfaat dari SDA? Misal:
pemegang hak, pekerja/buruh tani, perantara, pemerintah (pajak/retribusi), pedagang,
dsb? seberapa besar manfaat yang diperoleh masing-masing pihak?
- Bagaimana konfik tenurial selama ini terjadi? Bagaimana cara penyelesaiannya
(pengadilan,sidang adat, mediasi, dibiarkan, dsb)? Bagaimana hasilnya?
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 29
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
Hal ini bisa disebabkan karena panen
berlimpah, persaingan dengan tempat
lain, akses pasar yang sulit, komoditas
berupa bahan mentah/bukan olahan,
atau ketergantungan pada perantara/
tengkulak yang terlalu tinggi. Program
PSDA sering pula memilih strategi
peningkatan nilai tambah bagi produk
yang dihasilkan, misalnya pengolahan
hasil pertanian dan perkebunan menjadi
makanan olahan, mengemas atraksi
ekowisata, atau membuat kerajinan.
Namun, analisis ekonomi yang lebih
lengkap seringkali terabaikan. Tak heran
jika beberapa kegiatan peningkatan
penghasilan (Income Generating
Activities/IGA) terhenti pada tahap
produksi atau menghasilkan produk.
Kalaupun hingga dipasarkan, tidak
berlangsung lama.

4). Gender.
Di desa, pembagian kerja berdasarkan
jenis kelamin biasanya masih cukup
ketat. Perempuan tak hanya bekerja
dalam urusan domestik (rumahtangga),
tapi juga memiliki peran-peran tertentu
dalam pengelolaan SDA. Sedangkan
lelaki lebih banyak menjadi pengambil
keputusan dalam keluarga. Pengetahuan
dan kemampuan perempuan tentang
SDA seringkali terabaikan karena
mereka dianggap tergantung pada
lelaki, terutama yang telah menikah
dan memiliki anak. Padahal, perempuan
juga sering menjadi penentu dalam
memutuskan jenis tanaman apa yang
akan ditanam. Bahkan ikut mencari
penghasilan untuk keluarga. Mereka juga
lebih memahami kebutuhan ekonomi
Pertanyaan penting tentang nilai tukar
SDA:
- Apa saja komoditas yang
dihasilkan masyarakat? Bagaimana
dimanfaatkan (konsumsi sendiri,
dijual, barter)?
- Bagaimana komoditas dihasilkan?
Berapa investasi/modal yang
dikeluarkan?
- Rantai komoditas: ke mana produk/
komoditas didistribusikan? Siapa
saja yang terkait dalam distribusi?
Bagaimana posisi masyarakat dalam
rantai komoditas ini?
- Siapa yang menentukan harga
atau nilai tukar bagi masyarakat?
Mengapa?
- Pengembangan nilai tukar:
bagaimana ketersediaan bahan
baku dan alat produksi, manajemen
kerja, infrastruktur untuk distribusi
produk, pangsa pasar, serta
kemampuan dalam mengelola
pendapatan.
30 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
keluarga, seperti kebutuhan pangan,
kayu bakar, Meski demikian, peran
perempuan dalam PSDA juga perlu
mempertimbangkan kultur di dalam
masyarakatnya. Tak semua masyarakat
memiliki toleransi terhadap keterlibatan
perempuan pada kegiatan tertentu.
Kondisi seperti ini perlu diperhatikan
ketika mendorong partisipasi
perempuan dalam program PSDA di
desa.
5). Pengetahuan lokal.
Pengetahuan lokal bersifat kultural yang
terbentuk melalui proses belajar dengan
cara pengamatan, ujicoba, praktek
dan penyebarannya pada orang lain.
Pengetahuan lokal tersimpan dalam
fkiran penduduk setempat, baik secara
individu maupun kelompok. Contohnya
pengetahuan tentang: jenis atau varietas
tanaman dan kegunaannya, sumber air,
musim, penanggulangan hama, satwa
dalam hutan, sejarah pengelolaan SDA,
lokasi ikan, dsb. Makna pengetahuan
lokal jauh lebih luas ketimbang istilah
kearifan tradisional yang berkesan statis
atau kurang adaptif terhadap perubahan.
Tak selalu yang bersifat tradisional
mampu mengatasi persoalan SDA dan
lingkungan dengan baik, atau selaras
dengan aspek pelestarian. Pengetahuan
lokal terus berkembang, bisa merupakan
hasil penggabungan antara pengalaman
dalam masyarakat dengan pengetahuan
dari orang luar. Sebaiknya jangan terlalu
terfokus pada pemisahan antara sifat
tradisional atau modern dalam memahami
Pertanyaan penting tentang gender:
- Apa saja aktivitas yang dilakukan kelompok perempuan dan lelaki di desa? Apa saja
bentuk kegiatan perempuan dan lelaki yang terkait dengan PSDA?
- Berapa waktu yang dihabiskan perempuan dan lelaki pada tiap jenis aktivitas (dalam
rumah dan di luar rumah)?
- Siapa pengambil keputusan dalam urusan rumah tangga, kegiatan ekonomi, dll?
Bagaimana keputusan dibuat (termasuk dalam PSDA)?
- Hal atau norma apa saja yang diajarkan pada perempuan dan lelaki? Adakah
perbedaannya?
- Pengetahuan apa saja yang dimiliki perempuan dan lelaki terkait SDA?
- Bagaimana sikap anggota keluarga terhadap peran perempuan dalam kegiatan di luar
rumah? Misal: penjadi KPMD, ketua TPK, ikut rapat desa, ikut pelatihan di kota, dsb?
- Bagaimana sikap perempuan terhadap peran mereka dalam masyarakatnya?
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 31
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
pengetahuan lokal. Hal paling penting
adalah seberapa jauh pengetahuan
memberi pedoman bagi seseorang atau
masyarakat dalam menanggapi persoalan
SDA dan lingkungan dengan baik. Ingat,
cukup banyak orang desa yang muncul
sebagai inovator yang manfaatnya
dirasakan masyarakatnya.
6). Konfik dengan satwa
Konfik manusia dengan satwa terjadi
ketika salah satu atau keduanya
menerima kerugian materil maupun
jiwa. Konfik dengan satwa biasa terjadi
dengan masyarakat yang berbatasan
dengan hutan atau habitat satwa. Jenis
satwa yang sering terlibat konfik adalah
gajah, harimau, orangutan, beberapa
jenis monyet atau kera, beruang, atau
hewan lain yang umumnya endemik
dan dilindungi UU. Mereka yang
berkecimpung dalam menangani konfik
satwa-manusia ini sering dihadapkan
pada pertanyaan dari masyarakat, yaitu:
mana lebih penting, menyelamatkan
hewan atau perut [nasib] petani. Hal
ini disebabkan persepsi petani yang
menganggap satwa tersebut adalah
pengganggu sekaligus ancaman bagi
keselamatan mereka. Sementara pihak
Pertanyaan penting tentang
pengetahuan lokal:
- Pengetahuan tentang apa saja yang
terkait dengan PSDA?
- Siapa saja yang menguasai
pengetahuan tersebut (individu atau
kelompok)?
- Dari mana sumber pengetahuan
diperoleh? Bagiamana diperoleh?
- Pada situasi seperti apa pengetahuan
itu dipraktekkan? Bagaimana
hasilnya?
- Apakah ada pengetahuan lokal
dilembagakan sebagai bagian dari
adat, peraturan desa, dsb?
Pertanyaan penting tentang konfik satwa:
- Apa saja jenis satwa yang dilindungi di sekitar desa?
- Apa saja pengetahuan dan persepsi masyarakat tentang satwa (liar) di sekitar mereka?
Dari mana mereka memperoleh pengetahuan tentang satwa-satwa tersebut?
- Bagaimana kaitan satwa-satwa tersebut dengan kehidupan mereka? Ada manfaatnya?
- Apa saja yang dilakukan masyarakat dalam habitat satwa? Berburu, mencari kayu,
membuat kebun, dsb?
- Di mana lokasi terjadinya konfik dengan satwa?
- Apa dampak yang diterima masyarakat akibat konfik dengan satwa?
- Bagaimana konfik dengan satwa diselesaikan? Bagaimana hasilnya?
32 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
lain menilai justru masyarakat yang
telah mengambil habitat tempat satwa
hidup, lalu menjadikannya sebagai lahan
pertanian.
III.2. Prinsip Dasar
Setidaknya ada tiga prinsip dasar sebagai
landasan dalam menjalankan program PSDA
di desa, yaitu:
1). Peran serta masyarakat.
Asumsi: Semakin tinggi peran masyarakat (baca:
partisipatif) dalam PSDA, maka hasil-hasil
kegiatan akan semakin berkelanjutan.
Partisipasi yang dianggap mampu
pendukung PSDA memang sulit untuk
diukur karena sangat tergantung pada
motivasi dan komitmen tiap individu dalam
waktu tertentu, bukan dari kehadiran
atau keberadaan mereka pada kegiatan-
kegiatan yang dilakukan. Akan tetapi,
tanpa partisipasi masyarakat, kegiatan
yang direncanakan dan dilaksanakan
biasanya menjadi tidak efektif dan mudah
putus di tengah jalan. Mereka cenderung
kurang peduli dan menjadi tidak merasa
bertanggungjawab atas hasil kegiatan.
2). Pemanfaatan potensi lokal.
Asumsi: semakin banyak potensi lokal yang
dimanfaatkan dalam kegiatan PSDA, maka
masyarakat akan lebih memiliki kapasitas untuk
mandiri karena tak terlalu tergantung pada
pihak lain di luar desa.
Potensi lokal adalah segala bentuk material
dan non-material di dalam desa yang dapat
memberi kontribusi bagi pengelolaan
SDA. Wujud potensi material misalnya:
ketersediaan dan kondisi lahan, aneka
jenis tanaman, bebatuan dan bahan
mineral, sungai, dan sebagainya. Adapun
potensi non-material misalnya: solidaritas
dalam masyarakat, sikap saling percaya,
pengetahuan lokal tentang SDA, aturan
dan lembaga lokal/adat, aktor-aktor
yang mampu dan mendukung kegiatan,
peran aktif perempuan serta mental
Gambar 4. Contoh rumah masyarakat miskin yang kehidupannya
bergantung pada SDA foto Sunjaya 2011
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 33
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
kerja keras masyarakat. Pemanfaatan dan
pengembangan potensi lokal di desa ikut
menentukan kemandirian masyarakat dalam
PSDA, misalnya: membuat kebun bibit di
desa untuk proyek penanaman, bukan
membeli bibit dari luar.
3). Pendampingan
Asumsi: Masyarakat desa tidak selalu memiliki
kemampuan mengatasi persoalan tersebut
karena persoalan SDA kadang bersifat kompleks
dan terkait dengan faktor luar desa.
Masyarakat desa tidak selalu mampu
mengembangkan kegiatan secara mandiri.
Mengingat masalah-masalah lingkungan
dan pengelolaan SDA seringkali bersifat
kompleks atau rumit, maka bantuan teknis
atau pendampingan oleh petugas khusus
yang menguasai bidangnya menjadi
sangat penting, misalnya dalam kegiatan
ekowisata, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian, biogas, pembangunan mikro-
hidro, rehabilitasi terumbu karang atau
pengendalian erosi.
Banyak kegiatan di desa yang sesungguhnya
bagus namun pada akhirnya terhenti di
tengah jalan karena masyarakat dibiarkan
bekerja sendiri dalam pelaksanaannya.
Pendampingan teknis, apalagi dengan
menyediakan petugas khusus yang tinggal
bersama masyarakat memungkinkan
masalah mendesak dapat segera ditangani
sebelum berkembang menjadi lebih
rumit. Namun, pendampingan tetap
perlu mengedepankan peran masyarakat
dalam bertindak. Untuk itu, peningkatan
kapasitas yang efektif melalui pelatihan dan
pendidikan perlu diberikan.
Gambar 5. Contoh masyarakat yang telah mengelola dan
memanfaatkan SDA dengan arif dan bijaksana foto Aqbar
Digdo 2011
34 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
III.3. Masalah Dalam Pengembangan
Program
1). Kesiapan masyarakat dan pendamping.
Program pengelolaan SDA oleh masyarakat
desa sering kali tidak berjalan baik karena
masyarakat desa belum siap menerima
gagasan tersebut. Penyebabnya antara lain:
- Komunikasi antara perencana program
dengan masyarakat yang tidak efektif.
Masyarakat belum sepenuhnya
memahami tujuan program namun
dipaksakan untuk dijalankan.
- Masyarakat belum berani
mengorbankan waktu dan tenaganya
untuk terlibat dalam program, misalnya:
kegiatan yang direncanakan ternyata
berbarengan dengan masa tanam
atau panen. Partisipasi masyarakat
menjadi sedikit karena sibuk dengan
pekerjaannya.
- Masyarakat menganggap ada
resiko yang akan muncul namun
mereka belum yakin akan mampu
mengatasinya, misalnya: kerugian ketika
sebuah produk yang dihasilkan dari
program ternyata tak laku dipasaran.
Bukan hanya masyarakat, adakalanya
pendamping juga belum siap untuk
menjalani perannya di masyarakat.
Ketidaksiapan tersebut bisa disebabkan
mental dan perbedaan budaya dari
pendamping, tidak terbiasa hidup lama
di masyarakat, pengetahuan dan keahlian
pendamping tentang aktivitas yang
dikembangkan sangat terbatas, dan
sebagainya.
INGAT
Di beberapa tempat, masyarakat tak selalu punya kemampuan untuk mandiri dalam
memahami dan mengatasi persoalan lingkungan atau sumberdaya alam. Oleh karena itu,
pada situasi tertentu pendampingan dan dukungan pihak lain tetap diperlukan.
Ada masyarakat yang:
Tidak tahu akar masalah SDA yang mereka hadapi, sehingga tak tahu cara
penyelesaiannya;
Tahu akar masalahnya, namun tak tahu cara penyelesaiannya;
Tahu akar masalah dan penyelesaiannya, namun tak ada dukungan, baik dari
masyarakatnya sendiri maupun pihak lain. Contoh hal ini: tak ada keswadayaan, terjadi
konfik, cara penyelesaian masalah bertentangan dengan adat istiadat, atau kebijakan
pemerintah tak sejalan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 35
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2). Perencanaan yang lemah.
Kesalahan dalam merencanakan program
juga bisa terjadi. Hal seperti itu dapat
disebabkan oleh:
- Kesalahan dalam mengidentifkasi
akar masalah, sehingga kegiatan
yang diusulkan tidak mengarah pada
penyelesaian dan tidak tepat sasaran;
- Terburu-buru dalam mengidentifkasi
masalah karena waktu yang tersedia
tidak memadai;
- Salah mengidentifkasi aktor-aktor kunci
yang terkait dengan masalah atau yang
berpotensi mendukung kegiatan;
- Identifkasi masalah tidak bersifat
menyeluruh, atau tdak melihat
keterkaitannya dengan faktor-faktor
lain, terutama dalam pengembangan
ekonomi alternatif dan ekowisata.
3). Pengorganisasian kegiatan tidak
memadai
Yang dimaksud dengan pengorganisasian
kegiatan adalah upaya-upaya sistematis
dan terencana untuk memberdayakan
dan memanfaatkan berbagai faktor atau
hal yang dibutuhkan program. Faktor-
faktor tersebut misalnya: waktu, dana, dan
tenaga yang akan mendukung tercapainya
tujuan program. Sebuah rencana kegiatan
(workplan) tak sekedar menyusun aktivitas-
aktivitas yang akan dijalankan, tapi harus
mempertimbangkan:
- Waktu: kapan kegiatan dilakukan?
Berapa lama akan dilakukan? Kapan
hasilnya akan tercapai?
- Dana: Apakah seluruh kegiatan
membutuhkan dana? berapa banyak
yang diperlukan? Bagaimana dana
dialokasikan? Dari mana dana
didapatkan: apakah swadaya, bantuan
pemerintah atau lembaga lain, atau
kemitraan dengan masyarakat?
- Tenaga: Pengetahuan dan keahlian
seperti apa yang dibutuhkan dalam
kegiatan? Siapa saja orang-orang yang
memenuhi persyaratan tersebut? Apa
insentif atau imbalan (tak selalu berupa
uang) yang mereka dapatkan dan
bagaimana itu diberikan? Bagaimana
peran dan tugas mereka dapat
dipertanggungjawabkan?
4). Kebijakan tak mendukung
Salah satu penentu keberhasilan PSDA
adalah dukungan kebijakan pemerintah.
Ada beberapa situasi di mana kebijakan
pemerintah, baik pusat maupun daerah,
berpengaruh terhadap kegagalan sebuah
program:
36 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
- Institusi pemerintah yang terkait
dengan program tidak dilibatkan dalam
proses perencanaan;
- Ada alasan tertentu bagi pemerintah
untuk tidak mendukung program.
Bisa saja efek dari pilkada, pemilihan
kepala desa atau konfik antara instansi
pemerintah dengan desa bersangkutan;
- Program atau kegiatan dianggap tidak
sesuai dengan kebijakan atau rencana
pembangunan dari pemerintah,
misalnya berada di dalam kawasan
lindung atau konservasi, atau lokasi
SDA yang akan dikelola akan telah
direncanakan untuk kegiatan lain oleh
Pemda setempat sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW).
III.4. Merencanakan PSDA di Desa
Semua bersumber dari rencana. Program
PSDA, terutama yang ditawarkan dari
luar masyarakat seperti PNPM-LMP,
membutuhkan perencanaan yang baik
bersama masyarakat setempat. Namun,
seorang pendamping perlu memahami dulu
karakteristik umum dari masyarakat (desa)
sebelum menjalankan tugas.
II.4.1. Desa: Sebuah Kehidupan Sosial
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah RI
No. 75 tahun 2005 tentang Pemerintahan
Desa mendefnisikan: Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam tata pemerintahan
di Indonesia, desa merupakan wilayah
administratif pemerintahan terkecil yang
dapat menjalankan kegiatan-kegiatan
pembangunan bagi masyarakatnya. Oleh
karenanya, UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah juga mengatur
adanya Pemerintahan Desa yang terdiri dari
Kepala desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD).
Secara sosiologis desa, atau sebutan lainnya,
merupakan sebuah kehidupan sosial yang
dinamis, di mana penduduknya saling
berinteraksi, menerapkan sistem kehidupan
sosial/adat istiadat/norma-norma tertentu,
dan melakukan berbagai kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, baik
sebagai individu maupun kelompok.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 37
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
Hal lain yang perlu dipahami tentang
masyarakat desa adalah:
a. Dinamika sosial: Perkembangan teknologi
komunikasi, sarana dan prasarana
transportasi, dan hubungan sosial
dengan orang luar telah mempengaruhi
perubahan sosial di desa. Kini, sulit
menemukan desa yang benar-benar
terisolir dan tak terhubung dengan
dunia luar. Tak ada yang dapat mengukur
seberapa lama perubahan sosial bisa
terjadi, atau sebuah kondisi sosial di desa
bisa bertahan. Perubahan bisa terjadi
setiap saat.
b. Konfik: Konfik adalah hal lumrah dan
terjadi dalam berbagai hal. Mulai dari
yang sederhana hingga yang sangat
rumit karena melibatkan banyak pihak
dan penyebabnya yang beragam.
Penyelesaian konfik juga beragam, mulai
dari konfrontasi (kadang menggunakan
kekerasan), negosiasi dengan mediator/
penengah, gugatan hukum (sidang
adat/pengadilan), atau dibiarkan hingga
terlupakan. Konfik dapat dikelola dan
dihindari.
Peran individu: Masyarakat terdiri
dari individu-individu yang memiliki
pengetahuan, pemahaman, kemampuan
dan kepentingan berbeda-beda.
Mengabaikan peran individu sering
menyebabkan kegagalan dalam sebuah
program PSDA atau konservasi lingkungan
Beberapa ciri sosial yang masih menonjol pada kebanyakan masyarakat perdesaan di
Indonesia antara lain:
- Penduduknya masih terikat dalam hubungan kekerabatan, baik berdasarkan garis
keturunan maupun perkawinan.
- Kehidupan, terutama ekonomi, yang sangat bergantung pada keberadaan jenis-jenis
sumberdaya alam tertentu serta faktor alam lainnya seperti iklim.
- Sebagian norma atau pranata dalam kehidupan masih diterapkan sebagai adat istiadat,
meski sedikit banyak telah mengalami perubahan dan penyesuaian.
- Beberapa kegiatan masih dilakukan secara kolektif (bersama) karena ketergantungan
satu sama lain yang masih tinggi, misalnya gotong royong.
- Pembagian kerja berdasarkan gender atau jenis kelamin dan status sosial cenderung
masih ketat, terutama dalam kegiatan ekonomi dan ritual adat.
- Alam seringkali memiliki nilai budaya bagi sebagian masyarakat desa. Kedekatan
mereka dengan alam terlihat dalam sistem kepercayaan, adat istiadat atau ritual dalam
pemanfaatan SDA.
38 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
(Agrawal dan Gibson, 1999). Mem-fasilitasi
masyarakat berarti pula menggiring
kepentingan-kepentingan individu ke dalam
tujuan dan rencana kerja bersama.
III.4.2. Tahap Perencanaan
Secara khusus, langkah-langkah sederhana
yang dapat dilakukan dalam merencanakan
PSDA adalah:
1. Sampaikan, Apa Tujuan Program
Sosialisasi atau pemaparan program adalah
kegiatan awal untuk menyampaikan
bentuk, tujuan dan tahapan kegiatannya.
Kegiatan sosialisasi ini terutama dilakukan
dalam program-program yang datang
dari lembaga atau organisasi di luar desa.
Biasanya sosialisasi dilakukan dengan cara
pertemuan khusus dengan berbagai pihak,
individu atau organisasi, yang memiliki
keterkaitan dengan program yang akan
dijalankan.
Mengingat kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan seringkali
berkaitan pula dengan peraturan atau
Gambar 6. Contoh kearifan masyarakat perdesaan dalam melndungi sumber mata air foto Frans Harum 2011
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 39
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
kebijakan pemerintah, sebaiknya sosialisasi
juga disampaikan kepada instansi atau
dinas-dinas yang berkaitan dengan program
tersebut, misalnya: Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kantor
Lingkungan Hidup di daerah, Dinas
Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan,
Dinas Pertanian, Balai Konservasi dan
Sumber Daya Alam (BKSDA) di propinsi, dan
sebagainya.
2. Kumpulkan Informasi, Pahami
Masalahnya
Sebelum menyusun program, masyarakat
maupun pendamping perlu memahami
persoalan yang akan ditangani. Kumpulkan
informasi atau data sebagai bahan atau
masukan dalam pembuatan usulan kegiatan,
misalnya: masalah pengelolaan hutan desa,
sumber air, penanganan banjir atau erosi,
atau pemanfaatan sumberdaya hutan bakau,
dll. Informasi, pengetahuan, atau data yang
lengkap dan sesuai, misalnya: tentang lokasi,
tentang jenis tanaman, kondisi tanah atau
lahan, tingkat ketergantungan masyarakat
terhadap sumberdaya alam, nilai-nilai
ekonomi sumberdaya alam yang sudah
dimanfaatkan, kepemilikan atas SDA dan
sebagainya.
Informasi, data, atau pengetahuan dapat
diperoleh dari pengetahuan masyarakat
desa, buku atau terbitan, ahli khusus,
dan sebagainya. Pengumpulan informasi
dan memahami masalah dapat dilakukan
dengan cara:
a. Pemetaan
Pemetaan dapat dilakukan dengan cara-
cara yang sangat mudah. Peta yang
dihasilkan juga bisa sangat sederhana,
seperti sketsa yang berisi lokasi sumberdaya
alam dan permasalahan lingkungannya,
batas-batasnya, lokasi lahan masyarakat,
lahan tidur, sungai, atau tempat-tempat
khusus lainnya seperti lokasi upacara adat,
lokasi longsor dan banjir, dan sebagainya.
Informasi tersebut dapat diperoleh
berdasarkan pengetahuan masyarakat Gambar 7. Contoh aktiftas masyarakat perdesaan yang tidak
arif dalam memanfaatkan SDA foto Frans Harum 2011
40 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
desa sendiri. Yang pasti, pemetaan harus
dilakukan secara langsung ke lokasi
sumberdaya alam.
Pemetaan yang lebih akurat, tepat
dan lengkap dapat dilakukan dengan
menggunakan GPS untuk menentukan titik
dan koordinat di mana sumberdaya alam
berada. Hal ini dapat dilakukan dengan
meminta bantuan LSM atau lembaga
lain yang memiliki pengalaman dalam
melakukan pemetaan.
b. Pertemuan Masyarakat
Pertemuan masyarakat atau musyawarah
desa merupakan cara yang paling sering
dilakukan untuk mengumpulkan informasi
dan memahami suatu persoalan lingkungan
atau sumberdaya alam yang dihadapi desa.
Caranya, dengan mengumpulkan sebagian
warga desa yang dianggap mewakili
kelompok-kelompok masyarakat yang
ada, misalnya: petani, nelayan, pemburu,
kelompok perempuan, pendidik (guru),
tokoh agama, kepala dusun, dan lain-lain.
Bisa dilakukan dengan metode PRA atau
diskusi kelompok sederhana.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam
pertemuan kampung antara lain:
3. Susunlah Rencana Kegiatan
Bersama masyarakat, buat prioritas kegiatan
dari daftar penyelesaian masalah di atas.
Prioritas tersebut dapat menjadi usulan
Kegiatan Tujuan
Penilaian manfaat mencari manfaat apa saja yang bisa diperoleh masyarakat desa dari
adanya SDA di desa.
Penilaian ancaman mencari hal-hal yang dianggap dapat mengurangi dan
menghilangkan manfaat dari SDA, atau hal-hal yang dapat
membawa kerugian akibat hilang/rusaknya SDA tersebut.
Penilaian pelaku atau
pihak terkait
mencari dan memahami pihak-pihak (individu, lembaga atau
perusahaan) yang berkepentingan dengan SDA dan pengelolaannya,
langsung maupun tak langsung. Para pelaku/pihak terkait ini sering
disebut sebagai stakeholder.
Daftar penyelesaian
masalah
hal-hal yang diyakini sebagai jalan keluar atau cara menyelesaikan
persoalan dalam PSDA, misalnya: penerapan sanksi adat atau
peraturan desa, patroli laut, membuat daerah-daerah perlindungan,
penanaman lahan kritis, pengembangan agroforestri, pengaturan
hewan ternak, mengembangkan pupuk organik dan sebagainya.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 41
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
kegiatan dalam PNPM-LMP atau PSDA.
Intinya, apa yang direncanakan sebaiknya
sesuai dengan problem SDA dan lingkungan
yang dihadapi. Bukan sebagai cara untuk
mendapatkan bantuan dana. Bukan pula
program yang hanya sesuai keinginan
individu tertentu sehingga tidak mengatasi
persoalan yang dihadapi bersama.
Dengan demikian, tahap pengumpulan
informasi, mengenali masalah, cara
penyelesaiannya, hingga penyusunan usulan
kegiatan saling terkait, sebagaimana alur
yang tergambar berikut ini:
4. Peliharalah hasil kegiatan
Ini adalah upaya yang tak kalah penting,
yaitu menjaga keberlanjutan kegiatan
PSDA. Menciptakan keberlanjutan program
PSDA oleh masyarakat memang sulit karena
membutuhkan berbagai kondisi dalam
rentang waktu tertentu. Kita bisa saja
menilai bahwa kegiatan oleh masyarakat
memiliki keberlanjutan ketika berjalan dua
atau lima tahun. Namun, siapa yang dapat
menjamin saat menginjak tahun keenam
situasinya justru berbalik?
Salah satu penyebab kegagalan program
PSDA adalah masyarakat dan pelaksana
kegiatan tak mampu menciptakan
kelembagaan untuk memelihara hasil-hasil
yang dicapai (Acheson, 2006). Kelembagaan
dimaksud bukan sekedar sebuah
organisasi atau kelompok, melainkan
ALUR PROSES DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PSDA DI DESA
Penilaian manfaat dan
potensi SDA
Penilaian ancaman
terhadap SDA
Buatlah Rencana
Kerja dan Usulan
Kegiatan
Carilah cara
penyelesaian
masalah SDA/
Lingkungan
Kumpulkan
informasi dan
pahamilah
masalah SDA di
desa
Identifkasi pelaku/pihak
terkait
Pemetaan SDA dan kondisi
lingkungan
42 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
Gambar 8. Sumberdaya alam perdesaan yang dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik foto Frans Harum 2011
sebuah mekanisme di mana aturan, cara
pengambilan keputusan, kepemimpinan,
serta hak dan tanggungjawab disepakati
dan dijalankan bersama. Salah satu contoh
kelembagaan ini adalah kesepakatan
masyarakat yang dijadikan hukum adat atau
Peraturan Desa (perdes).
Dalam PNPM-LMP dimungkinkan untuk
membentuk kelompok pemelihara kegiatan.
Namun, jika hanya sebatas membentuk
kelompok atau organisasi, tanpa hal-hal
di atas, bukan tak mungkin keberadaan
kelompok tersebut tak berlangsung lama.
Untuk itu, proses sosial tetap diperlukan
setelah kegiatan berjalan, meliputi:
Beberapa situasi yang mempengaruhi keberlanjutan kegiatan PSDA di masyarakat:
- Masyarakat tak merasa memiliki program karena tak terlibat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan kegiatan;
- Masyarakat (pada akhirnya, di tengah jalan) menyadari bahwa program yang mereka
usulkan dan jalankan tidak memberi manfaat sebagaimana yang mereka bayangkan;
- Tak ada pendampingan intensif dalam jangka waktu cukup lama, di mana masalah yang
dihadapi tak mampu ditangani masyarakat;
- Muncul konfik yang tak terselesaikan di antara para pelaksana kegiatan atau di antara
penerima manfaat program;
- Tak ada peningkatan kapasitas bagi masyarakat sesuai kebutuhan program;
- Muncul faktor eksternal yang tak terfkirkan sebelumnya, dan masyarakat tak mampu
mengatasinya, misalnya: perubahan iklim, bencana alam, gejolak politik dan keamanan;
- Ada kebijakan sektoral yang tak konsisten dan menghambat jalannya program, misalnya:
pemerintah mengeluarkan ijin pertambangan di dekat lokasi ekowisata, atau konversi
areal persawahan menjadi pabrik padahal petani setempat tengah mengembangkan
pupuk organik.
membangun kesepakatan untuk mengelola
hasil kegiatan, menentukan aturan, memilih
individu yang memiliki kemampuan dan
kepemimpinan, serta mengembangkan
kerjasama dengan pihak lain.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 43
1
MODUL
6
4
3
2
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
Evaluasi
1. Sebutkan jenis-jenis sumberdaya alam di
perdesaan sekitar tempat tinggal anda,
bagaimana kondisinya? Dan apa saja
permasalahannya?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
2. Mengapa seorang fasilitator atau
pendamping PNPM-LMP perlu
memahami persoalan SDA dan
karakteristik masyarakat desa?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
3. Banyak kehidupan masyarakat desa
dipengaruhi faktor dari luar, jelaskan
maksudnya.
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
4. Apa saja dampak dari kerusakan
sumberdaya alam dan lingkungan bagi
masyarakat di perdesaan?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
...................................................................................
5. Apa saja persoalan sosial budaya dan
ekonomi di perdesaan yang terkait
dengan PSDA? Jelaskan secara singkat.
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
6. Apa saja prinsip-prinsip dasar dalam
pengembangan program PSDA dengan
masyarakat? Sebutkan pula asumsi
masing-masing.
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
7. Apa saja tahapan yang dapat dilakukan
saat merencanakan kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam bersama masyarakat di
perdesaan?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
44 | Manual Pelatihan
MODUL I.
Pengantar Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Perdesaan
Daftar Pustaka
Acheson, James M. 2006. Institutional Failure in Resource Management. Annual Review of
Anthropology, vol: 35. pp:11734. Australian National University.
Agrawal, Arun and Clark C. Gibson. 1999. Enchantment and Dischantment: the Role of
Community in Natural Resource Conservation. World Development. Vol. 27. No. 4: 629-649.
Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. Jakarta: LP3ES.
Murdiyarso, D., Dewi, S., Lawrence, D. dan Seymour, F. 2011. Moratorium Hutan Indonesia:
Batu Loncatan untuk Memperbaiki Tata Kelola Hutan? Working Paper 77. CIFOR, Bogor,
Indonesia.
Winarto, Yunita T., 1998. Hama dan Musuh Alami, Obat dan Racun: Dinamika Pengetahuan
Petani dalam Pengendalian Hama. Antropologi Indonesia. Vol. 55/XXII. Depok: Jurusan
Antropologi UI. Hal. 53-68.
Unduhan
http://www.forda-mof.org/fles/RPI_5_Pengelolaan_Hutan_Rawa_Gambut.pdf.
http://www.jurnas.com/news/45926.Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia Capai 31,5%.
http://sains.kompas.com/read/2009/11/27/18190192/edan.11.juta.hektar.laju.kerusakan.
hutan.indonesia). Edan! 1,1 Juta Hektar, Laju Kerusakan Hutan Indonesia.
http://www.investor.co.id/agribusiness/dikonversi-ke-industri-lahan-pertanian-di-jawa-susut-
600-ribu-ha/7198. Dikonversi ke Industri, Lahan Pertanian di Jawa Susut 600 ribu Ha
http://id.berita.yahoo.com/3-25-juta-hektare-hutan-mangrove-alami-kerusakan-110344638.
html. 3,25 Juta Hektare Hutan Mangrove Alami Kerusakan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 45
Pengelolaan Daerah
Tangkapan Air
2
MODUL
46 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Gambar 1. DAS sebagai unit hidrologi. Sumber OWT, 2011
I. Konsep Daerah Tangkapan Air
I.1. Pengertiaan Daerah Aliran Sungai
(DAS)
DAS biasa diberi nama sesuai nama sungai
utamanya, satu sungai utama biasanya
memiliki puluhan anak sungai, satu anak
sungai memiliki puluhan anak-anak sungai.
Setiap anak-anak sungai memiliki anak-anak
sungai lagi di wilayah hulunya. Daerah Aliran
Sungai (DAS), sering didefnisikan:
Daerah yang dibatasi oleh batas topograf
(punggung-punggung bukit) dimana air hujan
yang jatuh di permukaan bumi mengalir
ke sungai-sungai kecil, kemudian ke sungai
utama menuju ke laut
Undang-Undang Sumberdaya Air (No.
7/2004) mendefnisikan DAS sebagai berikut:
DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topograf dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktiftas daratan.
I.2. DAS Sebagai Cekungan Peresapan
dan Pengaliran Air
Dilihat dari udara, permukaan bumi terdiri
atas cekungan-cekungan (basin) yang
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 47
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
mengatur (mengontrol) arah aliran curah
hujan yang jatuh ke tanah sesuai dengan
gaya gravitasi bumi. Aliran curah hujan yang
jatuh di permukaan bumi yang tidak sempat
meresap ke dalam tanah dan mengalir
menuju saluran drainase (baik alami
maupun buatan) disebut sebagai aliran
permukaan (surface run-of/overland fow).
Aliran permukaan mengalir dari tempat
tinggi ke tempat rendah mengikuti bentuk
cekungan permukaan bumi. Sebagian
aliran permukaan, dalam perjalanannya,
akan meresap ke dalam tanah pada saat
sifat fsik tanah, kelerengan dan kondisi
penutupannya kondusif untuk terjadinya
peresapan air (infltration). Sebagian akan
terus mengalir menuju kaki-kaki bukit,
lembah-lembah cekungan, mengumpul
membentuk alur-alur pengaliran yang
kemudian berkembang menjadi sungai-
sungai kecil. Kumpulan aliran air yang
berasal dari alur dan sungai-sungai kecil
berkembang menjadi sungai yang lebih
besar dan seterusnya, hingga akhirnya
bermuara ke laut, danau atau penampungan
alami/buatan lainnya.
Cekungan alami, dapat diibaratkan sebagai
sebuah mangkuk air yang diletakkan dalam
posisi miring (Gambar 2), memiliki dua
fungsi utama, yaitu sebagai penampung
dan pengaliran air. Pada saat terjadi hujan,
sebagian curah hujan tertampung kedalam
mangkuk, apabila mangkuknya telah penuh
air, maka air akan meluber.
Gambar 2. Cekungan permukaan bumi diibaratkan sebagai mangkuk air. Sumber OWT, 2011
48 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Sifat cekungan adalah menangkap,
meresapkan dan mengalirkan curah hujan
(catchment area). Kondisi dan karakteristik
cekungan mempengaruhi besarnya proporsi
curah hujan yang mampu meresap maupun
yang mengalir sebagai aliran permukaan
menuju ke laut. Cekungan yang memiliki
penutupan vegetasi yang baik serta memiliki
kondisi tanah dan batuan yang kondusif
terjadinya peresapan air akan mampu
berperan sebagai gudang air (watershed
area) yang mampu menangkap curah
hujan dalam jumlah besar. Sebaliknya
cekungan yang telah rusak, penutupan
lahannya didominasi oleh pemukiman dan
perkotaan (built-up area) atau didominasi
oleh kelerengan terjal dan batuan kedap air
lebih berperan sebagai wilayah pengaliran
(drainage area) daripada peresapan air
(recharge area).
DAS biasa dibagi menjadi daerah hulu,
tengah dan hilir. Karakteristik biogeofsik,
daerah DAS hulu: (a) topograf terjal,
berbukit dan bergunung; (b) memiliki
kerapatan drainase tinggi; (c) bukan
merupakan daerah banjir; (d) sungai lurus
dan kecepatan alirannya tinggi; (e) biasanya
didominasi oleh penutupan vegetasi alami
(hutan). Karakteristik biogeofsik DAS Hilir:
Gambar 3. DAS membatasi aliran permukaan, aliran bawah permukaan dikontrol oleh struktur dan formasi geologi. Sumber OWT, 2011
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 49
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
(a) topograf landai; (b) kerapatan drainase
rendah; (c) merupakan daerah banjir; (d)
sungai berkelok-kelok (meandering); (e)
pengaturan air diatur oleh saluran irigasi;
(f) biasanya didominasi oleh sawah dan
perkotaan. Sedangkan karakteristik DAS
bagian tengah merupakan wilayah transisi
dari kedua karakteristik biogeofsik tersebut
DAS hulu merupakan bagian terpenting,
karena mempunyai fungsi perlindungan,
baik dari segi tata air maupun tata tanah
terhadap keseluruhan bagian DAS. DAS
hulu sering menjadi fokus perencanaan
konservasi dan rehabilitasi DAS.
DAS hanya mengontrol aliran permukaan
(surface run-of), DAS tidak mengontrol
aliran di bawah permukaan (sub-surface
fow/inter-fow), maupun aliran air tanah
(groundwater fow). Kedua aliran tersebut
dikontrol oleh struktur dan formasi geologi
(Gambar 3).
I.3. DAS Sebagai Ekosistem
DAS dapat dipandang sebagai ekosistem,
dimana didalamnya terdiri atas berbagai
komponen ekosistem, yang memiliki
keterkaitan dan ketergantungan satu
sama lain. Komponen utama ekosistem
DAS adalah vegetasi, tanah dan air serta
seluruh makluk hidup yang ada di dalamnya,
Gambar 4. Satu DAS terbagi kedalam banyak Sub-DAS. Sumber OWT, 2011
50 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Gambar 5. Perbedaan batas DTA dan batas desa. Sumber OWT, 2011
termasuk satwa dan manusia. Manusia
bisa menjadi perusak maupun pelestari
sumberdaya alam di dalam ekosistem
DAS yang sangat berpengaruh terhadap
karakteristik sebuah DAS.
Memperhatikan uraian di atas batas DAS
sangat penting untuk (a) melihat dan
mengalisa keterkaitan dan ketergantungan
antara daerah hulu dan hilir, antara berbagai
komponen ekosistem DAS, seperti hutan
(penutupan lahan), tanah dan air, serta
aktiftas manusia, (b) untuk menganalisa
kegiatan on-site di hulu dan dampak atau
manfaatnya secara of-site di hilir,
I.4. Konsep Daerah Tangkapan Air (DTA)
DAS mencakup seluruh cekungan dimana
sungai utama mengalir. Bagian cekungan
yang dialiri anak sungai dari sungai utama
disebut Sub-DAS, misalnya Sub-DAS
Cikapundung yang terletak di sekitar
Lembang, Bandung, Provinsi Jawa Barat
yang merupakan salah satu Sub-DAS dari
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 51
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
DAS Citarum Hulu. Penamaan menjadi
kurang praktis untuk menunjuk DAS yang
lebih kecil dari Sub-DAS (berarti Sub-Sub
DAS) dan kemudian yang lebih kecil lagi
(Sub-Sub-Sub DAS?). Memperhatikan
hal tersebut, modul ini menggunakan
terminologi DTA (daerah tangkapan air)
yang setara dengan istilah DAS mikro yang
sudah banyak digunakan di Kementerian
Kehutanan.
Sebagimana DAS, DTA merupakan batas
alam (natural boundary) yang berbeda
dengan batas desa, kecamatan, atau
kabupaten yang merupakan batas
administratif. Satu desa bisa memiliki
beberapa DTA atau sebaliknya satu DTA
dapat mencakup beberapa desa (periksa
Gambar 5).
II. Perencanaan Rehabilitasi Daerah
Tangkapan Air
Agar kondisi DTA tetap member manfaat
lingkungan maka perlu dilakukan
perencanaan pengelolaan yang baik.
Salah satu bentuk pengelolaan DTA adalah
Gambar 6. Hasil pembatasan DTA secara visual/sketsa DTA. Sumber JKPP, 2005
52 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
melakukan rehabilitasi DTA yang telah rusak.
Agar rehabilitasi dapat dilakukan dengan
tepat sesuai dengan akar permasalahannya
diperlukan pemetaan batas dan identifkasi
kondisi DTA.
II.1. Pemetaan Batas DTA
Pemetaan batas DTA dilakukan untuk
mengetahui posisi batas DTA terhadap batas
administrasi wilayah (batas desa, kecamatan,
dst-nya.). Pemetaan batas DTA dilakukan
berdasarkan kemampuan sumberdaya
manusia yang ada dan pada dasarnya dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
II.1.1. Pembatasan DTA Secara Visual/
Sketsa
Sketsa DTA merupakan gambaran kasar dari
batas DTA berdasarkan pengamatan visual.
Pengamatan visual dilakukan dengan cara
mengamati batas punggung-punggung
bukit dan aliran sungai. Hasil pengamatan
visual kemudian digambarkan dalam peta
desa, sehingga masyarakat akan mengatahui
posisi DTA terhadap batas desa mereka.
Dengan melakukan pembatasan DTA secara
visual masyarakat desa akan mengetahui
apakah di dalam desa mereka memiliki
beberapa DTA atau desa mereka hanya
menjadi bagian dari suatu DTA. Informasi
seperti ini walaupun sederhana namun
penting sebagai dasar penyusunan RPJM
Desa. Informasi yang terdapat dalam sketsa
DTA meliputi : batas DTA dan sungai dengan
berbagai jenis pengalirannya.
Batas DTA diberi warna yang berbeda
dengan batas desa, sehingga terlihat
perbedaan antara batas desa dengan
DTA. Titik-titik tertinggi dari punggung-
punggung bukit yang merupakan batas
alam DTA diberi tanda segitiga disertai
nama-nama lokasi atau nama bukit.
Pengaliran sungai atau anak-anak sungai
biasa dibagi menjadi tiga : (1) sungai yang
memiliki aliran terus-menerus sepanjang
tahun, (2) sungai yang hanya mengalir
pada musim hujan, (3) sungai yang hanya
mengalir sesaat setelah hujan. Berbagai
bentuk pengaliran sungai tersebut ditandai
dengan garis yang berbeda, misalnya (1)
sungai menerus dengan garis tidak terputus,
(2) sungai musiman dengan garis putus-
putus, dan (3) sungai sesaat dengan garis
titik-titik. Tingkat kerapatan sungai sesaat
(torehan) biasanya dapat digunakan sebagai
indikator tingkat kekritisan lahan. Sungai
sesaat terjadi oleh jurang-jurang yang
terbentuk dari kerusakan lahan pada lahan
yang miring.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 53
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL MODUL
II.1.2. Pembatasan DTA Menggunakan
Peta Topograf
Cara pemetaan ini pada prinsipnya sama
pemetaan DTA secara visual, namun
dineliasi batasnya menggunakan peta
topograf. Peta Topograf adalah peta yang
menggambarkan relief (perbedaan tinggi)
suatu wilayah, terdiri atas gari-garis yang
menghubungkan titik-titik yang memiliki
ketinggian yang sama. Tahapan pembatasan
DTA adalah sebagai berikut :
- Sediakan peta topograf
Peta topograf yang digunakan untuk
menentukan batas DTA adalah peta
topograf dengan skala 1 : 50.000.
Peta ini dapat diperoleh dari Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal), atau dapat juga diperoleh
dari instansi terkait (BPDAS, Dinas
Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, dll.).
- Penyiapan kertas transparan
Peta topograf selanjutnya dilapisi
kertas transparan sebagai media untuk
mengambarkan garis kontur dan jaringan
sungai. Perhatikan sungai utama yang
terdapat di wilayah DTA untuk dilakukan
Gambar 7. Hasil delineasi DTA menggunakan peta topograf secara manual. Sumber OWT, 2011
54 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
penggambaran pada kertas transparan.
Kemudian lakukan pembatasan DTA
dengan cara menghubungkan puncak-
puncak bukit. Adapun tanda lainnya
menggambarkan DTA didahului dengan
mencari ujung anak-anak sungai,
kemudian tariklah garis menggunakan
pensil dengan mengikuti kontur pada
peta topograf sehingga tergambar
batas sebuah DTA. Hasil delineasi atau
pembatasan DTA dengan menggunakan
peta topograf disajikan sebagai berikut:
II.1.3. Pembatasan DTA Menggunakan
Program GIS
Selain dapat dilakukan interpretasi batas
DTA secara visual dari peta topograf, saat
ini juga sudah berkembang cara cepat
untuk membatasi DTA secara otomatis
dengan menggunakan perangkat lunak
seperti: Arcview, ArcGIS, dan Global
Mapper. Dengan cara ini penentuan batas
DTA diproses berdasarkan hasil tumpang
tindih (overlay) antara soft copy data Digital
Elevation Model (DEM) dan peta RBI pada
skala 1 : 25000 untuk pulau Jawa dan
skala 1:50000 untuk di luar Jawa. Metode
yang digunakan ada dua macam, yaitu :
(1) melakukan digitasi mengikuti kontur
dan aliran sungai, dan (2) menggunakan
automatic system tool hidrology dalam
software yang dipilih (menentukan arah
Gambar 8. Hasil delineasi DTA menggunakan program GIS. Sumber OWT, 2010
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 55
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
Tabel 1. Kebutuhan Data Biofsik dan Sosial Ekonomi untuk Identifkasi Kondisi DTA
No Jenis Data Cara Pengambilan
Data
Keterangan
A Biofsik
a. Iklim (curah hujan, suhu,
kelembaban, dll.)
sekunder BMG
b. Media tumbuh (kedalaman tanah,
jenis tanah, struktur tanah, dll.)
Primer dan sekunder Peta tanah
c. Ketinggian tempat Primer atau sekunder Peta topograf
d. Kelerengan Primer atau sekunder Peta topograf
e. Tingkat penutupan vegetasi Primer
f. Penggunaan lahan Primer
g. Jenis pohon tumbuh baik Primer
h. Sebaran lahan kritis Primer
i . Nama sungai/danau Primer
j. Jenis pengaliran sungai Primer
B Sosial Ekonomi
a. Luas dan status kepemilikan lahan sekunder Monograf desa
b. Jumlah penduduk sekunder Monograf desa
c. Nama kelompok tani primer
d. Mata pencaharian sekunder Monograf desa
e. Standar upah primer
f. Tingkat pendapatan primer dan sekunder Monograf desa
g. Tingkat pendidikan sekunder Monograf desa
h. Jenis tanaman diminati primer
i. Pola tanam diminati primer
aliran, akumulasi aliran, jaringan aliran, dan
kemudian delianasi batas DTA).
II.2. Identifkasi Kondisi Daerah
Tangkapan Air (DTA)
Identifkasi kondisi DTA bertujuan untuk
mengetahui dan mengenal kondisi suatu
DTA saat ini, yang meliputi aspek biofsik
dan sosial ekonomi masyarakat sehingga
dapat diperoleh strategi yang tepat untuk
melakukan rehabilitasi DTA. Metode
pengumpulan data dapat dilakukan dengan
pengambilan data primer maupun sekunder.
Data biofsik dan sosial ekonomi yang
diidentifkasi disajikan pada tabel berikut :
56 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
II.2.1. Sasaran Rehabilitasi DTA
Pada dasarnya rehabilitasi DTA diprioritaskan
pada lahan kritis baik di dalam maupun
di luar kawasan hutan negara. Namun
rehabilitasi DTA dapat juga dilakukan pada
lahan-lahan yang berpotensi kritis.
Menurut Permenhut No P.3 /Menhut-
II/2011 yang dimaksud lahan kritis adalah
lahan tidak produktif dan tidak berfungsi
lagi sebagai media pengatur tata air dan
perlindungan tanah, dengan kriteria
penutupan vegetasi kurang dari 25% dan
ada gejala erosi permukaan dan parit.
Sedangkan pusat penelitiaan tanah dan
agroklimat (1997) mendefenisikan lahan
kritis sebagai lahan yang telah mengalami
kerusakan fsik tanah karena berkurangnya
penutupan lahan yang bervegetasi (tajuk
pohon) serta adanya gejala erosi yang
akhirnya membahayakan fungsi hidrologi
dan lingkungannya.

II.2.2. Kriteria Tingkat Kekritisan Suatu
Lahan
Menurut Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat (1997) tingkat kekritisan suatu
lahan dibedakan menjadi empat tingkat,
yaitu lahan (1) potensial kritis, (2) semi
kritis, (3) kritis, dan (4) sangat kritis yang
dikelompokkan berdasarkan parameter:
kondisi penutupan vegetasi, kerapatan
drainase, penggunaan lahan, dan kedalaman
tanah sebagiamana disajikan dalam Tabel 2
berikut :
Tabel 2. Kriteria Penilaian Lahan Kritis
Parameter Potensial Kritis Semi Kritis Kritis Sangat Kritis
Penutupan
vegetasi
>75%
(rapat)
50-75% (jarang/
sedang)
25-50%
(terbuka)
<25%
(sangat terbuka)
Tingkat torehan/
kerapatan
drainase
Agak tertoreh Cukup tertoreh Sangat tertoreh Sangat tertoreh
Penggunaan
lahan/vegetasi
Hutan, kebun
campuran,
perkebunan,
belukar
Pertanian, lahan
kering, semak
belukar, alang-
alang
Pertanian, lahan
kering, rumput
semak
Gundul, rumput
semak
Kedalaman
tanah
Dalam
(>100 cm)
Sedang
(60-100 cm)
Dangkal
(30-60 cm)
Sangat dangkal
(<30 cm)
Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1997)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 57
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
Rehabilitasi DTA di dalam kawasan hutan
negara memerlukan koordinasi dengan
lembaga terkait seperti Kementrian
Kehutanan. Sedangkan rehabilitasi DTA di
luar kawasan hutan negara dilakukan pada
lahan-lahan kering (tidak beririgasi),seperti
tegalan, kebun campuran, dan lahan tidur
(semak belukar/lahan kurang produktif )
sebagai berikut :
- Tanah milik rakyat yang terlantar dan
berada di bagian hulu maupun hilir
- Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah
lainnya yang sudah ada tanaman kayu-
kayuan tetapi masih perlu pengkayaan
tanaman
- Tanah desa, tanah adat, tanah negara
bebas, serta tanah lainnya yang terlantar
dan bukan kawasan hutan negara
II.2.3. Metode identifkasi Lahan Kritis
Perdesaan
Identifkasi lahan kritis dalam suatu desa
perlu dilakukan sebelum implementasi
kegiatan rehabilitasi lahan. Melalui kegiatan
identifkasi tersebut akan diperoleh
informasi lokasi, luas, dan tingkat kekritisan
suatu lahan yang akan direhabilitasi.
Mengingat rehabilitasi akan difokuskan di
lahan masyarakat, maka identifkasi lahan
kritis harus dilakukan secara partisipatif
bersama masyarakat. Identifkasi dilakukan
pada lahan kritis di dalam wilayah DTA yang
menjadi target rehabilitasi.
Identifkasi lahan kritis pada sebuah DTA
dilakukan dengan metode observasi
lapangan dengan mempertimbangkan
kriteria lahan kritis. Metode ini bertujuan
untuk memudahkan para fasilitator,
masyarakat, dan pelaku di desa dalam
mengenali kondisi kekritisan sebuah DTA.
Langkah identifkasi dilakukan sebagai
berikut :
- Kenali dahulu batas DTA karena kita akan
bekerja dalam wilayah DTA target
- Lakukan identifkasi bersama masyarakat
karena mereka yang paling mengenal
kondisi wilayahnya
- Lakukan identifkasi lahan kritis yang
masuk dalam wilayah DTA target dengan
melakukan pengambilan data sebagai
berikut :
a. Penutupan vegetasi
Penutupan vegetasi dapat diamati
dengan dua cara, yaitu :
1) Melakukan pengamatan tingkat
penutupan tajuk tegakan pohon,
yaitu berapa persen cahaya yang
tidak sampai ke lantai hutan karena
terhalang tajuk tegakan pohon. Jika
58 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
yang diamati adalah keterbukaan
tajuk tegakan pohon (besarnya
persentase cahaya yang sampai
ke lantai hutan), maka penutupan
tajuk tegakan = 100% - persentase
keterbukaan tajuk tegakan.
Mengamati penutupan tajuk
tegakan dapat dilakukan secara
visual. Namun untuk ketepatannya
dapat digunakan alat densiometer
yang dikembangkan oleh SEAMEO-
BIOTROP seperti gambar berikut :
2) Menghitung kerapatan populasi
jenis pohon (meliputi tingkat semai,
pancang, tiang, atau pohon) dalam
setiap ha. Kerapatan populasi
dibedakan menjadi tiga, yaitu (1)
Rapat (jika pohon > 500 individu/
ha atau >5 individu dalam setiap
plot ukuran 10 m x 10 m), (2) Sedang
(2-5 individu setiap plot ukuran
10 m x 10 m), dan (3) Terbuka (< 2
individu setiap plot ukuran 10 m x
10 m).
Gambar 9. Alat Densiometer. Sumber Biotrop, 2000
Gambar 10. Berbagai kondisi penutupan vegetasi : rapat (A), jarang (B), dan terbuka (C). Sumber OWT, 2010, 2011, dan Ujang 2009
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 59
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
b. Kedalaman tanah
Kedalaman tanah dapat diukur
menggunakan penggaris atau meteran
dengan cara menggali tanah hingga
ditemukan bahan dasar (batuan).
Kedalaman tanah dibedakan menjadi :
(1) Dalam (> 100 cm), (2) Sedang (60
100 cm), (3) Dangkal (30 60 cm), dan
(4) Sangat dangkal (< 30 cm).
c. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan dapat diamati
secara visusal di lapangan.
Penggunaan lahan difokuskan pada
areal yang akan dijadikan sasaran
rehabilitasi. Beberapa penggunaan
lahan yang mungkin ditemukan
antara lain : hutan, kebun campuran,
perkebunan, pertanian lahan kering,
semak belukar, alang-alang, rumput
semak, atau gundul.
Bersamaan dengan identifkasi lahan kritis,
dapat dilakukan pengambilan data lain yang
berkaitan, yaitu : (a) Tingkat kelerengan, (b)
Ketinggian tempat, (c) Jenis pohon yang
tumbuh baik, (d) Status kepemilikan lahan,
(e) Nama pemilik, batas, dan luas lahan
melalui kegiatan pemetaan lahan sasaran
rehabilitasi DTA.
II.2.4. Pemetaan Lahan Kritis Pada DTA
Pemetaan lahan kritis pada DTA dilakukan
secara partisipatif. Pemetaan partisipatif
adalah pemetaan yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat mengenai tempat
atau wilayah di mana mereka hidup. Hal
ini dilakukan oleh masyarakat setempat
karena masyarakat yang hidup dan bekerja
di tempat itulah yang memiliki pengetahuan
dan kepentingan terhadap wilayahnya.
Dari hasil pemetaan secara partisipatif akan
tergambar posisi di mana rencana lokasi
rehabilitasi DTA.
Berdasarkan hasil pengumpulan data
biofsik, dapat ditetapkan lahan yang
layak untuk direhabilitasi. Pemetaan perlu
dilakukan terhadap lahan yang telah
ditetapkan untuk mengetahui batas dan luas
lahan.
Setelah diketahui batas DTA, maka di dalam
DTA dilakukan pemetaan batas areal sasaran
rehabilitas DTA yang antara lain berupa
lahan kritis yang tersebar di dalam DTA
tersebut. Prinsip-prinsip pemetaan lahan
lahan kritis dilakukan sebagai berikut :
- Untuk memulai pemetaan lahan kritis,
tentukanlah titik awal yang dapat
menentukan rute pemetaan
60 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
- Titik awal sebaiknya adalah objek yang
mudah dikenali dan mudah dicari dalam
peta topograf, misalnya jembatan
atau persimpangan jalan. Kemudian
ambillah koordinat titik awal tersebut
menggunakan GPS
- Pasanglah patok pertama sebagai
awal pemetaan pada lokasi lahan kritis
atau lahan sasaran rehabilitasi lainnya,
kemudian ambil datanya menggunakan
GPS.
- Aktifkan track pada GPS. Lalu dari patok
I bergeraklah mengelilingi lahan kritis
yang menjadi sasaran hingga kembali lagi
ke patok pertama. Gunakan tanda-tanda
patok lain sepanjang perjalanan ketika
melakukan pemetaan lahan kritis untuk
memberikan informasi penting yang
dijumpai seperti batas kepemilikan lahan.
- Jika lahan kritis terpencar, maka proses
pemetaan tetap berjalan seperti cara di
atas dengan memberi tanda patok yang
lain.
- Patok-patok yang telah dipasang akan
diikuti dengan entry data pada GPS
dengan kode sesuai nomor patok
sehingga informasi rute pemetaan akan
tergambarkan dalam GPS.
- Sepanjang perjalanan pengukuran
lahan kita dapat mencatat informasi
penting yang terdapat di dalam wilayah
pemetaan, antara lain : kelerengan lahan,
ketinggian tempat, kedalaman tanah,
tingkat penutupan vegetasi, jenis pohon
yang tumbuh baik, nama pemilik/status
kepemilikan lahan, dan luas lahan.
II.3. Perencanaan Rehabilitasi DTA
Perencanaan rehabilitasi DTA memuat antara
lain :
- Rancangan Pembibitan, pengadaan
bibit maupun pembuatan bibit oleh
masyarakat
- Rancangan Penanaman
- Rancangan Pemeliharaan
- Rancangan Anggaran Biaya pembibitan,
penanaman, dan pemeliharaan tanaman
II.3.1. Rancangan Pembibitan
Rancangan pembibitan meliputi : rencana
lokasi pembibitan, jenis bibit, metode
pembibitan yang akan diterapkan, target
jumlah bibit. Untuk target jumlah bibit
dihitung berdasarkan kebutuhan bibit untuk
penanaman tahun berjalan, penyulaman
tahun berjalan, dan penyulaman tahun
pemeliharaan I. Contoh perhitungan
disajikan sebagai berikut:
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 61
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
II.3.2. Rancangan Penanaman
Rancangan penanaman memuat antara lain :
a. Komponen pekerjaan penanaman,
meliputi pembersihan lahan, pembuatan
jalur tanaman, pembuatan dan
pemasangan ajir, pembuatan lubang
tanaman, penanaman dan pemupukan.
b. Cara Penanaman, meliputi : (a) pola
tanam dapat diatur dalam pola tanaman
sela (interplanting), campuran (mixed
planting) atau penyangga (bufer zone)
melingkar batas petak tanaman. (b) tata
tanam dapat digunakan jalur kontur dan
dengan tata letak zig-zag atau lurus (grid).
c. Rincian kebutuhan bahan dan biaya tiap
komponen pekerjaan pada setiap petak.

II.3.3. Rancangan Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan melalui
tiga tahap, yaitu : Pemeliharaan Tahun
Berjalan, Pemeliharaan Tahun I, dan
Pemeliharaan Tahun II. Jenis kegiatan
pada masing-masing tahap pemeliharaan
disajikan sebagai berikut :
No Tahap Pemeliharaan Jenis Kegiatan
1 Pemeliharaan Tahun Berjalan Penyulaman 10%, penyiangan, pendangiran,
pemupukan, pencegahan hama penyakit
2 Pemeliharaan Tahun I Penyulaman 20%, penyiangan, pendangiran,
pemupukan, pencegahan hama penyakit
3 Pemeliharaan Tahun II Penyiangan, pendangiran, pemupukan, pencegahan
hama penyakit. Pada tahap ini tidak dilakukan
penyulaman
Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Bibit
No Jenis
Rehabilitasi
Luas
(ha)
Kebutuhan
Bibit
Penanaman
(btg)
Bibit Penyulaman
Pemeliharaan Tahun
Berjalan = 10 %
(btg)
Bibit
Penyulaman
Pemeliharaan
Tahun I = 20%
(btg)
Total
(btg)
1 Penuh 40 16.000 1.600 3.200 20.800
2 Pengkayaan 20 4.000 400 800 5.200
Total 26.000
Keterangan :
Kebutuhan bibit untuk rehabilitasi penuh disepekati 400 batang/ha, dan pengkayaan 200 batang/ha
62 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
II.3.4. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
a. RAB Pembibitan
Kebutuhan biaya dihitung berdasarkan target
jumlah bibit yang akan dikembangkan,
selanjutnya dapat dibuat persemaian
dalam bentuk persemaian sementara atau
permanen. Kebutuhan bahan, alat, dan
tenaga kerja yang akan menjadi komponen
biaya pembangunan persemaian disajikan
pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil musyawarah dengan
masyarakat, maka dari daftar tabel
kebutuhan bahan, alat, dan tenaga ini,
akan diperoleh kesepakatan komponen-
komponen mana yang bisa diswadayakan/
digotongroyongkan dan komponen-
komponen mana yang harus dibiayai.
b. RAB Penanaman
Perencanaan pembiayaan penanaman
disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3. Komponen Pembiayaan Pembangunan Persemaian
No Komponen Biaya
1 Pengadaan bambu untuk tiang dan rangka atap persemaian (tiang bedeng sapih dan
bedeng tabur)
2 Pengadaan bambu untuk pembuatan bedeng sapih (ukuran 1 m x 5 m ). Kapasitas bedeng
sapih tergantung dari ukuran diameter polybag,
3 Pengadaan alang-alang/nipah untuk atap persemaian, jika dana cukup tersedia maka
atap persemaian lebih baik menggunakan paranet dengan intensitas penutupan 65%.
4 Pengadaan papan untuk pembuatan bedeng tabur ukuran 1 m x 4 m.
6 Pengadaan media tumbuh di polybag : tanah, pupuk kandang, arang sekam padi
7 Pengadaan peralatan pembuatan persemaian (cangkul, gergaji, ember, selang air,
penampung air, handsprayer, sekop, dll.) dan bahan pembibitan (fungisida, pestisida,
dll.)
8 Pengadaan polybag (standar ukuran 12 cm x 15 cm)
9 Tenaga kerja pembangunan atap peersemaian, bedeng sapih, dan bedeng tabur
10 Borongan pengisian media ke polybag
11 Borongan penyapihan bibit
12 Pemeliharaan bibit di persemaian selama 5-6 bulan
13 Pengadaan benih dan transportasi pengiriman
14 Bahan-bahan pembangunan persemaian (paku, kawat, dll.)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 63
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
c. RAB Pemeliharaan Tanaman
Perencanaan pembiayaan pemeliharaan
tanaman meliputi tahap pemeliharaan tahun
berjalan, tahun I, dan Tahun II sebagaimana
disajikan pada tabel berikut :
Komponen Biaya Pemeliharaan Tahun Berjalan
No. Komponen Biaya Jumlah
1 Pemupukan 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
2 Penyulaman 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
3 Penyiangan dan Pendangiran (2x) 15 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
4 Pengadaan pupuk 100 kg/ha x luas x Rp harga/kg
Kompnen Biaya Pemeliharaan Tahun I
No. Komponen Biaya Jumlah
1 Distribusi bibit ke lubang tanam 0,5 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
2 Penyulaman 4 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
3 Penyiangan, pendangiran, dan pemupukan
(2x)
10 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
4 Pengadaan pupuk 100 kg/ha x luas x Rp harga/kg
Kompnen Biaya Pemeliharaan Tahun II
No. Komponen Biaya Jumlah
1 Penyiangan, pendangiran, dan pemupukan (2x) 9 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
2 Pengadaan pupuk 100 kg/ha x luas x Rp harga/kg
Nilai HOK pada masing-masing komponen kegiatan adalah acuan standar HOK maksimal berdasarkan Ancar-
ancar biaya RHL Kementrian Kehutanan
No. Komponen Biaya Jumlah
1 Pengadaan ajir Borongan sesuai jumlah target tanaman
2 Pengadaan patok batas Sesuai kondisi di lapangan
3 Pembersihan lapangan dan jalur tanam 6 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
4 Penentuan arah larikan dan jarak tanam 3 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
5 Pemasangan ajir 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
6 Pembuatan lubang tanam dan piringan 11 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
7 Distribusi bibit ke lubang tanam 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas
8 Pengangkutan kompos/pupuk kandang ke
lubang tanam
3 HOK/ha x Rp 35.000/HOK x luas
9 Penanaman 6 HOK/ha x Rp 35.000/HOK x luas
Nilai HOK pada masing-masing komponen kegiatan merupakan angka prestasi kerja menurut Kementerian
Kehutanan, sedangkan satuan Rupiah hanya angka ilustrasi saja.
64 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Evaluasi Kemampuan
Modul 2 (Konsep DTA dan Perencanaan)
Soal Essay
1. Apa yang anda ketahui tentang defnisi
DAS (Daerah Aliran Sungai) dan DTA
(Daerah Tangkapan Air)?
2. Sebutkan karakteristik biogeofsik DAS
hulu!
3. Mengapa DAS hulu sering menjadi fokus
perencanaan konservasi dan rehabilitasi?
4. Jelaskan tentang pemetaan batas DTA!
5. Sebutkan secara ringkas kebutuhan
data biofsik dan sosek apa saja dalam
melakukan identifkasi kondisi suatu DTA!
Soal Pilihan Ganda
6. Berikut ini adalah tujuan rehabilitasi DTA,
kecuali :
a. Memperbesar kapasitas peresapan air
b. Memperpendek lereng
c. Memperpanjang lereng
d. Memperkecil volume dan kecepatan
aliran permukaan
7. Jika diketahui luas areal yang akan
ditanami memiliki vegetasi jarang 1 ha
dan vegetasi terbuka 1 ha, tanaman akan
ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m
untuk rehabilitasi penuh, dan 400 batang/
ha untuk rehabilitasi pengkayaan, maka
kebutuhan bibit untuk penanaman hingga
pemeliharaan tahun berjalan adalah :
a. 1650 batang
b. 2200 batang
c. 1500 batangir
d. 1800 batang
8. Salah satu kegiatan perencanaan adalah
menentukan jenis bibit yang akan
dikembangkan, berikut adalah yang
termasuk jenis tanaman kelompok MPTS :
a. Sengon, akasia, eukaliptus
b. Mahoni, jati, suren
c. Manggis, durian, nangka
d. Mahoni, sengon, nangka
9. Berikut adalah yang termasuk dalam
perencanaan kegiatan Pemeliharaan
Tahun II :
a. Pendangiran, penyiangan, dan
pemupukan, tidak ada penyulaman
b. Penyulaman 10 %, pendangiran,
penyiangan, dan pemupukan
c. Penyulaman 20%, pendangiran,
penyiangan, dan pemupukan
d. Penyulaman saja
10. Berikut ini adalah komponen yang bukan
termasuk dalam RAB penanaman
a. Pengadaan ajir
b. Penentuan arah larikan dan jarak tanam
c. Distribusi bibit ke lubang tanam
Pendangiran dan pemupukan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 65
4
3
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
MODUL
Daftar Pustaka
Purwanto E. dan U.S. Irawan,2011. Modul Penyadaran dan Perencanaan Perlindungan Daerah
Tangkapan Air. Program Penyediaan Air Bersih dan Perbaikan Sanitasi Berbasiskan
Masyarakat (Pamsimas), Jakarta
Purwanto E. dan U.S. Irawan, 2012. Modul Implementasi Perlindungan Daerah Tangkapan Air.
Pamsimas, Jakarta
Purwanto, E. 1999. Erosion, Sediment Delivery and Soil Conservation in Upland Agricultural
Catchment in West Java,Indonesia. PhD Thesis, Vrje Universiteit Amsterdam, The
Netherlands
66 | Manual Pelatihan
MODUL 2.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 67
Agroforestri
3
MODUL
68 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
MODUL 3.
Agroforestri
I. Konsep Agroforestri
I.1. Defnisi Agroforestri
Dalam bahasa Indonesia agroforestri dikenal
dengan istilah wanatani. Istilah agroforestri
telah didefniskan oleh berbagai pihak baik
lembaga penelitian maupun para peneliti
agroforestri. Namun dari berbagai istilah
yang ada, pada dasarnya agroforestri
berarti: sistem-sistem dan teknologi-teknologi
penggunaan lahan, yang secara terencana
dilaksanakan pada satu unit lahan dengan
mengkombinasikan tumbuhan berkayu
(pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan
tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak)
dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu
yang bersamaan atau bergiliran sehingga
terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis
antar berbagai komponen yang ada.
I.2. Ciri-ciri Agroforestri
Beberapa ciri penting agroforestri antara lain:
1. Biasanya tersusun dari dua jenis tanaman
atau lebih yaitu tanaman semusim
dan tahunan dan paling tidak satu di
antaranya adalah tumbuhan berkayu dan
atau terdapat juga hewan ternak,
2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari
satu tahun,
3. Waktu pelaksanaannya dapat secara
bersamaan atau bergilir dalam suatu
periode,
4. Ada interaksi ekologi dan ekonomi antara
tanaman berkayu dengan tanaman tidak
berkayu serta interaksi soisal,
5. Memiliki dua macam produk atau lebih
(multi product), misalnya pakan ternak,
kayu bakar, buah-buahan dan obat-
obatan,
6. Minimal mempunyai satu fungsi
pelayanan jasa, misalnya pelindung angin,
penaung, penyubur tanah, dan peneduh.
I.3. Komponen Agroforestri
Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan
untuk memecahkan permasalahan
pemanfaatan lahan dan pengembangan
pedesaan serta memanfaatkan potensi-
potensi dan peluang-peluang yang ada
untuk kesejahteraan manusia. Oleh karena
itu manusia merupakan komponen yang
terpenting dari suatu sistem agroforestri.
Dalam melakukan pengelolaan lahan,
manusia melakukan interaksi dengan
komponen-komponen agroforestri lainnya,
yaitu : lingkungan abiotis (air, tanah,
iklim, topograf, dan mineral), lingkungan
biotis (tumbuhan berkayu, tumbuhan tidak
berkayu, dan binatang), dan lingkungan
budaya.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 69
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
Terkait dengan penggunaan lahan, secara
sederhana sistem penggunaan lahan
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
: (1) Hutan alami, (2) Hutan buatan, dan
(3) Pertanian. Selanjutnya agroforestri
itu sendiri menjadi bagian dari sistem
penggunaan lahan hutan buatan
sebagaimana disajikan pada gambar
berikut:
I.4. Sistem Agroforestri
Berdasarkan bentuk kegiatannya,
agroforestri dapat dibagi kedalam dua
sistem, yaitu agroforestri sederhana dan
agroforestri komplek/agroforest.
I.4.1. Agroforestri Sederhana
Agroforestri sederhana adalah perpaduan
antara tanaman pohon (kelapa, karet,
cengkeh, jati, sengon, dadap, petai cina, dll.)
dan tanaman semusim (jagung, padi, sayur-
mayur, rerumputan, pisang, kopi, coklat,
dll.) yang ditanam dalam suatu lahan yang
sama yang biasa diterapkan dalam sistem
tumpangsari, misalnya: (1) palawija dan jati,
(2) kelapa dan padi sawah, (3) kelapa dan
palawija, (4) kopi dan dadap, (5) nanas dan
sengon, (6) cokelat dan jati putih, dll.
Jenis-jenis pohon yang ditanam dengan
system agroforestri sederhana ini sangat
Gambar 1. Klasifkasi Sistem Penggunaan Lahan
Argoforestry Perkebunan
Kebun/Pekarangan Argoforest/Hutan
Argoforestry
Sederhana
Argoforestry
Komplek
Hutan Tanaman
Industri (HTI)
Hutan Alami
Sistem Penggunaan Lahan
Hutan Buatan Pertanian
70 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
beragam, yaitu : (a) pohon bernilai ekonomi
tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao,
nangka, melinjo, petai, jati, mahoni, suren,
dll.), (b) pohon bernilai ekonomi rendah
(dadap, lamtoro, kaliandra, gamal).
Adapun jenis tanaman semusim yang
ditanam antara lain: (a) tanaman pangan
(padi gogo, jagung, kedelai, kacang-
kacangan, ubikayu), (b) Sayuran, (c)
rerumputan, dan lain-lain.
Agroforestri sederhana dilakukan dengan
cara menanam pepohonan secara
tumpangsari dengan satu atau lebih jenis
tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam
sebagai pagar yang mengelilingi petak
lahan tanaman pangan, secara acak dalam
petak lahan, atau dengan pola lain misalnya
berbaris dalam larikan sehingga membentuk
lorong/pagar.
Bentuk agroforestri sederhana yang paling
banyak dibahas adalah tumpangsari, yang
merupakan sistem versi Indonesia yang
diwajibkan di areal hutan jati di Jawa.
Sistem ini dikembangkan dalam program
perhutanan sosial Perum Perhutani. Dalam
sistem agroforestri sederhana ini pepohonan
adalah khusus jenis penghasil kayu dan
bukan milik masyarakat dimana tanaman
palawija milik masyarakat ditumpangsarikan
dengan tanaman jati. Setelah pohon
dewasa tidak ada lagi pemaduan.

I.4.2. Agroforestri Kompleks
Agroforestri kompleks adalah sistem
Gambar 2. Sistem agroforestri sederhana cokelat dan jati putih di Kolaka (kiri), sengon dan nanas di Perhutani KPH Kediri (kanan).
Sumber OWT, 2011 dan RSSNC, 2009
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 71
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
pertanian menetap yang melibatkan banyak
jenis pepohonan (berbasis pohon) baik
sengaja ditanam maupun tumbuh secara
alami pada sebidang lahan yang dikelola
petani mengikuti pola tanam dan ekosistem
yang menyerupai hutan.
Dalam sistem ini, selain terdapat beraneka
jenis pohon, juga terdapat tanaman
perdu, tanaman memanjat (liana),
tanaman musiman dan rerumputan
dalam jumlah banyak. Penciri utama dari
sistem agroforestri kompleks ini adalah
kenampakan fsik dan dinamika di dalamnya
yang mirip dengan ekosistem hutan alam
baik hutan primer maupun hutan sekunder.
Oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut
sebagai agroforest (ICRAF, 1996).
Kebun agroforest dibangun pada lahan-
lahan yang sebelumnya dibabati kemudian
ditanami dan diperkaya. Pada sistem
agroforest, pepohanan dimiliki petani. Pada
tahap tanaman pepohonan dewasa, petani
tetap memadukan bermacam tanaman
lain yang bermanfaat. Semua agroforest
memiliki satu ciri tetap, yaitu tidak ada
produksi bahan makanan pokok (beras,
ubi kayu, dll.). Selain itu sejumlah besar
keanekaragaman fora dan fauna asal hutan
alam tetap berkembang.
Gambar 3. Sistem agroforestri komplek jenis durian di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Sumber OWT, 2011
72 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
Berdasarkan jaraknya terhadap tempat
tinggal, sistem agroforestri kompleks ini
dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Kebun atau
pekarangan berbasis pohon (home garden)
yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan
(2) Agroforest yang biasanya disebut hutan
yang letaknya jauh dari tempat tinggal
(De Foresta, 2000), Berbagai model sistem
agroforest yang dijumpai di Indonesia antara
lain :
- Sumatera Utara : agroforest berbasis
pohon kemenyan
- Lampung : agroforest berbasis kopi
- Kalimantan Barat (Sistem Tembawang)
: perpaduan tengkawang dan pohon
buah/kayu
- Kalimantan Timur (Sistem Lembo) :
agroforest buah-buahan dan berbasis
rotan
- Lombok dan Sulawesi Utara : agroforest
berbasis pohon aren; agroforest cengkeh,
kelapa dan pala
- Pulau Seram dan Maluku : perpaduan
pohon kenari, buah, pala, cengkeh
- Sumatera Barat (Sisetm Parak) : durian,
bayur, suren, kopi, kayu manis, pala
I.5. Manfaat Agroforestri
Manfaat praktek penggunaan lahan dengan
sistem agroforestri antara lainsebagai
berikut:
1. kombinasi tanaman yang terdiri dari dua
strata atau lebih dapat menutup tanah
dan mengurangi erosi serta pemanfaatan
sinar matahari lebih maksimal,
2. mencegah perluasan tanah terdegradasi,
3. memperluas kesempatan kerja dan
meningkatkan pendapatan masyarakat di
sekitar hutan;
4. Optimalisasi pemanfaatan lahan sehingga
Gambar 4. Agroforestri multistrata pada sistem agroforestri komplek. Sumber, ICRAF
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 73
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
mendapatkan bentuk hutan yang serba
guna,
5. menghasilkan serasah sehingga bisa
menambahkan bahan organik tanah.
I.6. Keunggulan Agroforestri
I.6.1. Produktivitas
Dari hasil penelitian terbukti bahwa produk
total sistem campuran dalam agroforestri
jauh lebih tinggi dibandingkan pada
monokultur. Hal tersebut bukan saja karena
keluaran (output) dari satu bidang lahan
yang beragam, akan tetapi juga karena dapat
merata sepanjang tahun. Adanya tanaman
campuran memberikan keuntungan, karena
kegagalan satu komponen/jenis tanaman
akan dapat ditutup oleh keberhasilan
komponen/jenis tanaman lainnya. Dengan
demikian penanaman sistem agroforestri
memiliki keuntungan jika dilihat dari aspek
pasar, yaitu ketika salah satu komoditi
memiliki harga jual yang kurang baik,
masih terdapat komoditi lain yang mungkin
memiliki harga yang cukup baik.
I.6.2. Keberagaman
Adanya pencampuran dua komponen atau
lebih dalam agroforestri menghasilkan
Gambar 5. Keanekaragaman Hayati Dari Sebuah Sistem Agroforestri.
74 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
keberagaman atau diversitas yang tinggi,
baik menyangkut produk maupun
jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi
dapat mengurangi risiko kerugian akibat
fuktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi
ekologi dapat menghindarkan kegagalan
fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi
pada budidaya tunggal (monokultur).
I.6.3. Kemandirian (Self-Regulation)
Keberagaman atau diversifkasi yang
tinggi dalam agroforestri diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus
melepaskannya dari ketergantungan
terhadap produk-produk luar.
I.6.4. Stabilitas (Stability)
Praktek agroforestri yang memiliki
keberagaman dan produktivitas yang
optimal mampu memberikan hasil yang
seimbang sepanjang pengusahaan lahan,
sehingga dapat menjamin stabilitas dan
kesinambungan pendapatan petani.
I.7. Ruang Lingkup Agroforestri
Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga
komponen penting, yaitu : kehutanan,
pertanian, dan peternakan. Dari ketiga
komponen tersebut, nampaknya bidang
kehutanan menjadi komponen utama untuk
kombinasi gabungan dengan komponen
lain. Kombinasi gabungan tersebut
menghasilkan beberapa bentuk agroforestri
sebagai berikut:
1. agrosilvikultur (kombinasi pertanian dan
kehutanan),
2. silvopastura (kombinasi kehutanan dan
peternakan),
3. agrosilvopastura (kombinasi pertanian,
kehutanan, dan peternakan),
4. silvofshery (kombinasi kehutanan dan
perikanan,
5. apiculture (kombinasi kehutanan dan
lebah),
6. sericulture (kombinasi pohon dan ulat
sutera).
Gambar 6. Silvopastura (kiri), agrosilvikultur (tengah), silvofshery (kanan). Sumber (kiri dan tengah) internet,
(kanan) Santoso
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 75
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
Pada wilayah pesisir, khususnya pada
areal mangrove, dapat diterapkan sistem
agroforestri dengan bentuk agrsilvofshery
atau wanamina. Silvofshery adalah salah
satu bentuk pemanfaatan mangrove
dengan kombinasi komoditas perikanan.
Jenis komoditas perikanan yang dapat
dikembangkan dalam silvofshery antara
lain: ikan bersirip (ikan kakap, kerapu,
bandeng, baronang), Crustase (udang,
kepiting, rajungan), kerang-kerangan
(kerang hijau, kerang bakau).
Penanaman benih atau bibit mangrove
dalam sistem wanamina adalah dengan
membuat tambak/kolam dan saluran air
untuk budidaya ikan seperti ikan bandeng,
udang, dll. Dengan demikian terdapat
perpaduan antara tanaman mangrove (wana)
dan budidaya sumberdaya ikan (mina).
Gambar 7. Pola empang parit (atas) komplangan (bawah)
76 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
Secara umum ada 3 pola dalam sistem
wanamina, yaitu:
a. Pola empang parit : pada pola empang
parit, lahan untuk hutan mangrove dan
empang masih menjadi satu hamparan
yang diatur oleh satu pintu air
b. Pola empang parit yang disempurnakan:
lahan untuk hutan mangrove dan empang
diatur oleh saluran air yang terpisah
c. Pola komplangan : lahan untuk hutan
mangrove dan empang terpisah dalam
dua hamparan yang diatur oleh saluran
air dengan dua pintu yang terpisah untuk
hutan mangrove dan empang.
I.8. Sasaran Agroforestri
Sasaran agroforestri antara lain :
1. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan
bahan pangan,
2. Memperbaiki penyediaan energi lokal,
khususnya produksi kayu bakar,
3. Meningkatkan, memperbaiki secara
kualitatif, dan diversifkasi produk bahan
mentah kehutanan maupun pertanian,
4. Memperbaiki kualitas hidup daerah
pedesaan khususnya pada daerah di mana
banyak dijumpai masyarakat miskin,
5. Memelihara hingga memperbaiki
kemampuan produksi dan jasa
lingkungan setempat (antara lain:
mencegah erosi, perlindungan
keanekaragaman hayati, perbaikan tanah,
pengelolaan sumber air secara lebih baik).
II. Praktek Agroforestri di Indonesia
II.1. Pulau Sumatera :
II.1.1. Sistem Parak: Kebun pepohonan
campuran di Maninjau, Sumatera Barat
merupakan sistem agroforestri yang sangat
mengesankan, berisi perpaduan tanaman
pohon komersil dan komponen kebun
pepohonan campuran terdiri dari tanaman
semusim, tanaman tahunan (durian, bayur,
surian, kayu manis, pala, kopi), pohon lain
dan perdu, serta hewan. Sistem agroforestry
Maninjau sangat erat hubungannya dengan
sistem sosial tertentu.
II.1.2. Repong Damar, sistem agroforestry
damar mata kucing yang banyak
dikembangkan di daerah Krui, Kabupaten
Gambar 8. Agroforestri sistem parak di Sumatera Barat. Sumber,
OWT, 2012
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 77
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
Lampung Barat. Damar mata kucing adalah
getah dari pohon meranti (Shorea javanica)
yang dihasilkan dari sistem agrforestry
repong damar. Produk-produk lain adalah
buah-buahan, sayur-mayur, dan produk
hortikultura yang lain, seperti langsat, duku,
nangka, durian, aren, kopi, lada, bambu, dan
rotan.
Beberapa kombinasi jenis tanaman
agroforestri di Riau antara lain: (1) rambutan,
jambu, nangka, dan kelapa, (2) akasia dan
randu, (3) sengon, rambutan, kemiri, ketela,
kacang tanah, dan kedelai.
II.2. Pulau Jawa
II.2.1. Di Jawa Barat dan Banten, terdapat 2
sistem agroforestri yang dikenal masyarakat
yaitu
- Pola tumpangsari (di dalam kawasan
hutan) yaitu: pola tumpangsari yang berisi
tanaman pokok, tanaman sela, tanaman
pengisi dan tanaman tumpangsari berupa
palawija (padi, jagung) dan tanaman
semusim lainnya seperti kacang-kacangan,
sayuran dan tanaman obat-obatan
(empon-empon) yang tahan naungan.
- Agroforestri pada lahan milik, berisi
tanaman penghasil kayu, buah-buahan
dan tanaman lainnya berupa pisang serta
tanaman semusim berupa umbi-umbian,
padi, jagung, kacang-kacangan dan
tanaman obat-obatan. Komposisi jenis
yang umum ditemui di Jawa Barat dan
Banten adalah kombinasi dari tanaman
sengon sebagai tanaman pokok, ubi
kayu, padi gogo, cengkeh, kelapa, pisang,
teh, jagung, kopi, dan nangka sebagai
tanaman pengisi.
II.2.2. Di Jawa Timur, secara umum
komposisi jenis tanaman agroforestri di
Jawa Timur adalah: (1) kopi, lamtoro, pisang,
kelapa, dan bambu, (2) sengon, lamtoro, dan
kopi, (3) lamtoro, kopi, cengkeh, sengon,
kelapa, waru, nangka,
II.2.3. Perum Perhutani
telahmengembangkan sistem agroforestri
berupa: (1) damar, pinus, dan poh-pohan, (2)
jati dan porang (iles- iles), (3) pinus, gamal,
Vanili, (4) jati dan garut, (5) jati dan ganyong,
(6) kaliandra, kapuk randu, dan lebah madu,
(7) sistem empang parit, (8) jati, mahoni,
pohon buah-buahan, tanaman pangan, dan
tanaman pakan ternak. (PHBM)
II.3. Kalimantan
II.3.1. Sistem Tembawang dikenal di
Kalimantan Barat, yaitu bentuk kebun
78 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
hutan yang berasal dari sistem perladangan
berpindah, sehingga merupakan suatu
bagian dari tradisi, kebudayaan dan
kebiasaan masyarakat Dayak.
II.3.2. Sistem Lembo, adalah areal kebun
tradisional masyarakat dayak di Kalimantan
Timur, dimana terdapat berbagai jenis
tanaman berkayu bermanfaat, baik
yang belum dibudidayakan, setengah
Gambar 9. Agroforestri Tembawang. Sumber ICRAF
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 79
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
dibudidayakan dan dibudidayakan,
didominasi oleh jenis pohon dari
suku penghasil buah-buahan, yang
dikombinasikan dengan tanaman-tanaman
bermanfaat lainnya atau hewan. Klasifkasi
lembo berdasarkan lokasinya yaitu: lembo
lading, lembo lamin, lembo rumah, dan
lembo jalan. Hasil dari limbo beragam, yaitu:
pangan, kayu pertukangan, kayu bakar, rotan,
obat-obatan, racun, bahan pewarna, dll,

II.4. Sulawesi
II.4.1. Sulawesi Utara, mengkombinasikan
tanaman : (1). Pala, cengkeh, kelapa dan
pohon buah-buahan, (2). Coklat, kelapa dan
cengkeh
II.4.2. Sulawesi Tenggara,
mengkombinasikan tanaman : (1) kelapa,
langsat, dan kopi, (2) cengkeh, kapuk, dan
jambu mete, (3) jambu mete, kapuk dan
lada, (4) padi lahan kering, jagung, talas,
pisang, jambu mete, dan kopi, (5) padi gogo,
ketela pohon, kedelai, jagung, kacang tanah,
kelapa, kopi, cokelat, jambu mete dan kapuk
randu, (6) coklat, kopi, gamal, nilam, lada
II.4.3. Sulawesi Selatan,
mengkombinasikan: (1) tanaman tanaman
murbei, palawija (kacang, jagung, kedelai),
padi, kaliandra, sengon, dan lamtoro, (2)
Kemiri dan tanaman pertanian.
II.5. Pulau Bali
Beberapa bentuk agroforestri yang
dilakukan petani Bali, yaitu : 1. kelapa,
pisang, singkong dan talas, 2. kelapa rumput
dan pisang, 3. kelapa cengkeh dan panili,
4. Cengkeh, pisang, nangka, dukuh dan
sawo, 5, kopi, pisang, dadap dan lamtoro, 6.
kelapa dan coklat, 7. srikaya dan singkong,
8. srikaya dan rumput, 9. Lamtoro, gamal,
jeruk, kacang tanah dan jagung, 10. Akasia,
lamtoro, jagung, ayam dan sapi.
II.6. Nusa Tenggara;
Beberapa model agroforestri yang dilakukan
di Nusa Tenggara adalah: (1) Uma atau
Oma, yaitu ladang berpindah dimana tidak
hanya ada tanaman semusim tetapi ada
tanaman kerasnya, (2) Sistem pemberaan
Gambar 10. Agroforestri kakao dan jati putih di Kolaka, Sulawesi
Tenggara. Sumber OWT, 2012
80 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
dengan pohon dan semak, (3) tumpangsari,
(4) pekarangan, (5) hutan di atas daerah
persawahan, (6) kebun campuran, dimana
pohon dan semak dicampur dengan
tanaman pangan dan makanan ternak, (7)
turi di pematang sawah, (8) Mamar: bisa
diklasifkasikan ke dalam mamar kering dan
mamar basah, tergantung ada tidaknya
mata air, atau mamar pisang dan mamar
kelapa tergantung dominasi tanaman
ini (terutama di Timor), (9) integrasi kayu
bangunan dalam kebun, (10) pakan ternak,
peternakan di padang penggembalaan,
(11) Loka tua: tempat orang memelihara
tanaman penghasil nira (Arenga pinnata)
yang dikombinasikan dengan tanaman
pangan di bawahnya, (12) Pemeliharaan
atau penangkapan kepiting, udang di
daerah bakau, (13) Sistem pagar hidup
yang berfungsi ganda sebagai pengaman
kebun dan sebagai sumber pakan ternak,
(14) Okaluri, yaitu: batas lahan ditanami
dengan tanaman serbaguna, (15) Omang
wike, yaitu: hutan keluarga tradisional di
Sumba, (16) Kone, yaitu: hutan keluarga
tradisional di Timor, (17) Rau, yaitu: sistem
pertanian lahan kering menetap dengan
pohon penutup yang tersebar untuk
meningkatkan kapasitas penangkapan air,
(18) Terasering tradisional dengan tanaman
hidup seperti ubi kayu, pakan ternak, pisang
yang dipadukan dengan tanaman berkayu
atau semak, (19) Ngerau, yaitu: sistem
pertanian menetap di pinggir hutan dengan
mengusahakan tanaman semusim.
III. Implementasi Agroforestri di
Indonesia
Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan
program pemerintah dalam sistem
pengelolaan hutan dan lahan, yang
ditempatkan pada kerangka daerah
aliran sungai. Rehabilitasi dilakukan
untuk mengisi kesenjangan ketika sistem
Gambar 11. Contoh Agroforestri Kopi dengan naungan pohon
suren di Manggarai, NTT. Foto Frans Harum 2008
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 81
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
perlindungan tidak dapat mengimbangi
hasil sistem budidaya hutan dan lahan, yang
mengakibatkan deforestasi dan degredasi
fungsi hutan dan lahan.
Kegiatan rehabilitasi merupakan kegiatan
penanaman yang dilakukan di dalam
kawasan hutan negara maupun di luar
kawasan hutan negara. Untuk rehabilitasi
di luar kawasan hutan negara, maka
kegiatan banyak dilakukan pada lahan-
lahan masyarakat dengan berbagai kondisi
penutupan lahan yang secara umum
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) lahan
berpenutupan vegetasi jarang, dimana perlu
dilakukan rehabilitasi pengkayaan dan (2)
lahan terbuka yang memerlukan rehabilitasi
penuh.
Pembibitan dan penanaman merupakan
kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka
rehabilitasi hutan dan lahan. Pengadaan bibit
tersebut dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu : (a) membeli bibit atau (b) membuat
bibit. Namun apapun caranya pengadaan
bibit harus memperhatikan : kesesuaian
tempat tumbuh, kebutuhan masyarakat akan
jenis yang dipilih, dan kualitas bibit sehingga
diperoleh hasil penanaman yang berkualitas.
Bibit dapat dikelompokkan ke dalam
jenis tanaman kayu-kayuan dan tanaman
serbaguna (MPTS) yang akan ditanam setelah
memenuhi kriteria bibit layak tanam, yaitu:
sehat, seragam, telah berkayu, tinggi minimal
30 cm, dan bermedia kompak.
Kegiatan tanam-menanam bukan hal baru
bagi masyarakat desa di Indonesia, karena
budaya bercocok tanam telah lama, termasuk
di dalamnya budaya menanam dengan
melakukan optimalisasi pemanfaatan lahan.
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan
lahan itulah, maka i sistem agroforestri sangat
dianjurkan dalam pelaksanaan program
penanaman di masyarakat.
III.1. Implementasi Agroforestri
Penanaman pada lahan-lahan di luar
kawasan hutan, dapat dilakukan pada
(1) lahan-lahan masyarakat baik yang
berpotensi kritis hingga sangat kritis, (2)
lahan-lahan yang bervegetasi pohon jarang
hingga terbuka, (3) lahan bertopograf datar
hingga miring, (4) lahan di bagian hulu
hingga hilir suatu Daerah Tangkapan Air
(DTA), dll. Implementsi sistem agroforestri
dalam kegiatan penanaman di perdesaan
dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Penanaman secara umum dilakukan
pada dua kondisi penutupan vegetasi,
82 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
yaitu lahan berpenutupan vegetasi
jarang dan lahan terbuka.
2. Pada lahan berpenutupan jarang,
penanaman dilakukan dalam rangka
pengkayaan tanaman dimana
penanaman pengkayaan pada lahan
masyarakat dapat dilakukan dalam
bentuk : (a) penanaman sisipan pada
suatu tegakan yang sudah ada atau
(b) penanaman sebagai batas lahan
(periksa Modul Sub-Bab Penanaman).
Jumlah populasi bibit yang ditanam
sekitar 200 batang/ha. Dengan demikian
agroforestri yang diterapkan merupakan
sistem agroforestri kompleks dalam
bentuk pengkayaan kebun/pekarangan.
3. Pada lahan terbuka atau berpenutupan
vegetasi terbuka, penanaman dilakukan
dalam bentuk rehabilitasi penuh.
Untuk tanaman kayu-kayuan dan MPTS
dapat menerapkan jarak tanam 5 m x
5 m, sehingga jumlah populasi yang
dibutuhkan adalah 400 batang/ha.
Pada kondisi lahan terbuka ini dapat
diterapkan sistem agroforestri sederhana,
dimana di antara tanaman kayu-kayuan
dan MPTS dapat ditumpangsarikan
dengan tanaman semusim.
4. Jika ingin melakukan kombinasi antara
tanaman pohon dan kakao atau kopi,
dapat diterapkan jarak tanam 6 m x 6 m
atau 5 m x 5 m untuk tanaman pohon
dan MPTS, sedangkan untuk kakao atau
kopi dapat ditanam di antara tanaman
pohon tersebut.
5. Lahan bervegetasi jarang dan terbuka
dapat memiliki kondisi kekritisan lahan
mulai dari potensial kritis hingga kritis,
kondisi topograf datar maupun miring,
serta berada di bagian hulu, hilir hingga
pesisir.
6. Pada lahan bagian hulu dan hilir, dapat
dipilih jenis tanaman kayu-kayuan dan
MPTS untuk tanah kering yang dipadukan
dengan tanaman semusim dengan
bentuk agroforestri (1) agrosilvikultur
(kombinasi pertanian dan kehutanan),
(2) silvopastura (kombinasi kehutanan
dan peternakan), (3) agrosilvopastura
(kombinasi pertanian, kehutanan, dan
peternakan), (4) silvofshery (kombinasi
kehutanan dan perikanan, (5) apiculture
(kombinasi kehutanan dan lebah), atau
(6) sericulture (kombinasi pohon dan ulat
sutera). Adapun pada bagian pesisir
khususnya areal mangrove, dapat dipilih
jenis-jenis tanaman mangrove seperti
Rhizophora sp (bakau) yang dipadukan
dengan kegiatan perikanan (silvofshery/
wanamina).
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 83
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
7. Penanaman pengkayaan memerlukan
jenis yang tahan naungan
8. Penanaman pada lahan terbuka
memerlukan jenis yang memerlukan
cahaya penuh
9. Kesalahan pemilihan jenis untuk
penanaman pada kedua kondisi
penutupan vegetasi tersebut, akan
menyebabkan kegagalan pertumbuhan
tanaman.
10. Pemilihan tanaman kakao dan kopi
sebagai tanaman sisipan merupakan
pilihan yang tepat. Kedua jenis tersebut
memerlukan naungan ringan dalam
pertumbuhannya untuk menghasilkan
produksi yang optimal.
11. Sistem penanaman pertama dapat
merupakan upaya pengendalian alang-
alang
12. Tanaman yang bisa memberi naungan
ditanam lebih dahulu dari tanaman yang
tahan atau yang perlu naungan
13. Tanaman yang mampu menyuburkan
tanah ditanam lebih dahulu sebelum
jenis tanaman yang memerlukan kondisi
tanah yang lebih baik
14. Tanaman yang memerlukan cahaya
penuh tidak ditanam pada lokasi dimana
tanaman lain akan menaunginya
sebelum mereka dewasa
15. Pohon yang berukuran sedang atau besar
akan memerlukan ruangan untuk tumbuh
III.2. Strategi Pemilihan Jenis
Di lapangan sering ditemukan kegagalan
dalam penanaman akibat persyaratan dalam
penanaman kurang diperhatikan. Oleh sebab
itu untuk mencapai tingkat keberhasilan
penanaman yang tinggi, perlu diperhatikan
beberapa faktor yang dapat menentukan
keberhasilan penanaman, yaitu: kesesuaian
tempat tumbuh, kesesuaian musim tanam,
kesesuaian teknik penanaman, kualitas bibit,
dan keamanan dari gangguan.
Gambar 12. Contoh silvopastura yang dipraktekan di
Manggarai, NTT. Foto Frans Harum 2008
84 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
Dari beberapa faktor tersebut, kesesuaian
tempat tumbuh menjadi faktor penting
penting dalam menentukan keberhasilan
penanaman. Kesesuaian tempat tumbuh
sangat terkait dengan pemilihan jenis
tanaman. Tanaman yang ditanamdi tempat
yang tidak sesuai akan mengurangi tingkat
keberhasilan penanaman. Oleh sebab itu
penentuan jenis yang akan dikembangkan
menjadi prasyarat utama yang harus
diperhatikan dalam suatu program
rehabilitasi lahan atau hutan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, apapun
bentuk kegiatan penanaman, harus
memperhatikan faktor-faktor yang akan
menentukan keberhasilan penanaman.
Suatu kegiatan penanaman dikatakan
berhasil jika tanaman yang ditanam di
lapangan tumbuh dengan baik yang
ditandai oleh persentase tanaman tumbuh
dan persentase tanaman sehat yang tinggi.
Cahaya adalah faktor abiotik-klimatis
yang secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Dengan bantuan
cahaya maka proses fotosintesis (memasak)
yang dilakukan pada daun tanaman dapat
berjalan dengan baik. Dari proses memasak
tersebut akan menghasilkan energi dan
karbohidrat yang akan disebarkan ke
seluruh bagian tanaman, yang sangat
berguna bagi pertumbuhan tanaman. Tanpa
cahaya pertumbuhan beberapa kelompok
tanaman akan berjalan lambat karena proses
menghasilkan energi dan karbohidrat tidak
berjalan normal.
Perlu dipahami pula bahwa kebutuhan
cahaya tiap jenis tanamanberbeda.
Pada tanaman jenis pohon, terdapat
pengelompokkan tanaman yang
membutuhkan cahaya penuh, khususnya
pada tingkat anakan, dan tanaman yang
tidak membutuhkan cahaya penuh
tetapi memerlukan naungan dalam
pertumbuhannya. Pemahaman akan
kebutuhan cahaya sangat berguna dalam
melakukan praktek budidaya tanaman
sehingga teknik dan pola penanaman yang
tepat dapat dilakukan.
Pemahaman tentang kebutuhan tanaman
akan cahaya sangat penting bagi
keberhasilan suatau penanaman. Praktek
pananaman yang salah uga terjadi akibat
tingkat kebutuhan tanaman akan cahaya
tidak dipahami. Hal ini dapat berdampak
pada kegagalan penanaman. Berdasarkan
kebutuhan akan cahaya, tanaman dapat
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 85
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : jenis
yang memerlukan naungan (jenis toleran)
dan jenis yang memerlukan cahaya penuh
(jenis intoleran). Jenis tanaman intoleran
(perlu cahaya) dapat ditanam lebih awal,
sedangkan jenis tanaman toleran (perlu
naungan) dapat ditanam kemudian
atau digunakan pada model rehabilitasi
pengkayaan. Tingkat kebutuhan cahaya
berberapa jenis tanaman disajikan sebagai
berikut:
III.3. Agroforestri Pada Lahan Bervegetasi
Jarang
Sebagaimana disebutkan di atas, pada lahan-
lahan bervegetasi jarang dapat dilakukan
penanaman pengkayaan baik sebagai
tanamn sisipan maupun penanaman pada
batas lahan (periksa Gambar 7). Penanaman
pengkayaan merupakan salah satu wujud
pelaksanaan sistem agroforestri, khususnya
agroforestri kompleks bentuk pekarangan/
kebun di mana penanaman dilakukan pada
kebun-kebun atau pekarangan masyarakat
yang berdasarkan identifkasi kondisi semula
memiliki vegetasi jenis pohon jarang (sekitar
2-5 individu setiap plot ukuran 10 m x 10 m).
Pada kondisi ini perlu dipilih jenis tanaman
yang tahan naungan.
III.4. Agroforestri Pada Lahan Terbuka
Kondisi yang sering dijumpai pada lahan
terbuka adalah tumbuhnya alang-alang.
Usaha penanggulangan alang-alang dapat
dilakukan secara kimiawi maupun biologi.
Namun, penanganan secara biologi sangat
dianjurkan karena relatif murah, ramah
lingkungan, dan memberikan hasil yang
optimal.
Tabel 1. Tingkat Kebutuhan Cahaya Berbagai Jenis Tanaman
Kebutuhan Cahaya Jenis Butuh Cahaya Penuh Jenis Butuh Naungan
Tinggi (Pohon Besar) Trembesi, sukun, cemara, kelapa,
jati putih, mangga, sengon, angsana,
mahoni, jati, suren, dll.
Durian, manggis, rambutan,
meranti, gaharu, dll.
Agak Tinggi (Pohon
Kecil)
Jambu mete, sentang, kelapa sawit,
alpukat, jambu biji, pohon buah-buahan,
pohon penghasil kayu bakar
Pinang (Jambe), sirsak, bambu,
kayu manis, langsat, pala, aren
Agak Rendah (perdu,
merambat, dll.)
Pepaya, ubi kayu, pisang Kopi, pisang abaca, lada, kakao
Rendah (herba) Padi gogo, sayur-sayuran Sayuran tahan naungan,
tumbuhan bawah tahan naungan
86 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
Usaha penekanan pertumbuhan alang-
alang secara biologi dilakukan dengan
memberikan perlakuan tingkat naungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
naungan berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan alang-alang (Purnomosidhi, et
al., 1998) sebagai berikut:
- Naungan 90% : pertumbuhan alang-
alang dapat dikendalikan dalam waktu 4
bulan
- Naungan 50% : pertumbuhan alang-
alang dapat dikendalikan dalam waktu 8
bulan
- Naungan 25% : tidak dapat
mengendalikan pertumbuhan alang-
alang, hanya menurunkan viabilitas
rhizomanya
Penggunaan pohon sebagai naungan untuk
mengendalikan alang-alang merupakan
metode yang murah. Jenis-jenis pohon yang
dipilih sebagai naungan sebaiknya pohon
yang cepat tumbuh, menghasilkan banyak
serasah, mempunyai kanopi yang rapat,
relatif tahan terhadap alelopati dan tahan
terhadap api. Pola agroforestri yang biasa
digunakan untuk mengendalikan alang-
alang antara lain agroforestri tanaman
kayu, karet, lada, kakao, dan kopi. Pola
agroforestri antara lain dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Pola Agroforestri Berbagai Tanaman
Kayu
- Sengon (Paraserianthes falcataria): Pada
tahap awal petani membuka lahan
alang-alang secara kimiawi atau mekanis
(membajak). Selanjutnya lahan ditanami
sengon dengan jarak tanam 2 m x 4 m.
Pada Tahun I padi gogo ditanam di antara
tanaman sengon, Tahun II - IV ditanami
ketela. Tahun V-VIII naungan tajuk
sengon berkisar 28%, kemudian menurun
hingga 18%. Pada intensitas ini, alang-
alang dapat ditekan pertumbuhannya,
tetapi masih mampu untuk tumbuh
kembali jika mendapat cukup cahaya.
- Akasia (Acacia mangium): Akasia yang
ditanam dengan jarak tanam 2 m x 4
m (1.250 tanaman/ha) pada umur 4
tahun memiliki intensitas cahaya sampai
di permukaan tanah sebesar 10%,
sehingga cukup baik digunakan untuk
merehabilitasi alang-alang.
- Petaian (Peltophorum dasyrrachis): P.
dasyrrachis yang ditanam di antara alang-
alang dapat menghambat pertumbuhan
alang-alang.
- Gamal (Gliricidia sepium): Gamal termasuk
jenis tanaman yang cepat tumbuh dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 87
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
dapat digunakan untuk mengendalikan
alang-alang. Di samping itu kayunya juga
dapat digunakan sebagai bahan arang
kayu.
b. Pola agroforestri karet
Karet biasanya ditanam oleh petani dengan
jarak tanam 4 m x 5 m

(500 tanaman/ha).
Pada umur sekitar 7 tahun intensitas cahaya
yang sampai ke permukaan tanah adalah
kurang dari 20%. Pada Tahun I - III, biasanya
petani menanam ketela pohon di antara
barisan tanaman karet. Setelah Tahun III,
ketika percabangan tanaman karet telah
terbentuk, tanaman pangan dan alang-alang
mulai tidak bisa tumbuh.
c. Pola agroforestri kelapa sawit
Petani menganggap kelapa sawit sebagai
pilihan yang terbaik karena dapat tumbuh
kembali setelah terbakar dan tahan terhadap
kekeringan. Jarak tanam yang biasa
digunakan petani untuk bertanam kelapa
sawit adalah 8 m x 9 m atau terdapat 138
tanaman/ha. Pada umur 1-5 tahun, intensitas
cahaya yang sampai ke permukaan tanah
di dekat kanopi tanaman adalah antara
50-80%, dan pada jarak 4 m dari tanaman
masih sekitar 100%. Pada tanaman sawit
yang telah mencapai ketinggian 10 m
intensitas cahaya yang sampai di bawah
tanaman tinggal sekitar 15-20% sehingga
dapat menekan pertumbuhan alang-alang.
Sistem agroforestri dilakukan dengan cara
menanam tanaman pohon di antara kelapa
sawit, misalnya : karet, jelutung, pisang,
gaharu, pepaya, jahe, nilam, dll.
K
enyataan di lapangan menunjukkan banyak lahan masyarakat telah dikonversi
menjadi perkebunan-perkebunan sawit. Petani menganggap kelapa sawit sebagai
pilihan yang terbaik, karena bisa tumbuh kembali setelah terbakar dan tahan terhadap
kekeringan. Jarak tanam yang biasa digunakan petani untuk bertanam kelapa sawit
adalah 8 m x 9 m atau terdapat 138 tanaman/ha. Pada umur 1-5 tahun, intensitas cahaya
yang sampai di permukaan tanah di dekat kanopi tanaman dalam sistem ini antara 50-
80% dan pada jarak 4m dari tanaman masih sekitar 100%. Pada tanaman yang telah
mencapai ketinggian 10 m intensitas cahaya yang sampai di bawah tanaman sekitar
tinggal 15-20% sehingga dapat menekan pertumbuhan alang-alang. Sistem agroforestri
dilakukan dengan cara menanam tanaman pohon di antara kelapa sawit, misalnya : karet,
jelutung, pisang, gaharui, pepaya, jahe, nilam, dll.
Kotak 1. Penerapan pola agroforestri pada kebun sawit
88 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
1. Tanaman Pagar
Spesies yang disarankan
Sifat-sifat species yang baik
- Calliandra calothyrsus (Kalianda)
- Gliricidia sepium (Gamal)
- Leucaena leucocephala (Lamtoro gung)
- Sebania sesban (Turi)
- Senna spectabilis
- Tahan terhadap kebakaran
- Memiliki kanopi yang luas & rapat, sehingga dapat
menutupi bidang olah selama bera
- Tahan pemangkasan yang dilakukan seringkali
- Mengikat nitrogen atau daunnya kaya N dan P
- Menghasilkan banyak seresah
- Memeiliki perakaran yang dalam
- Dapat ditanam dari biji
- Bisa adaptasi dengan iklim dan tanah setempat
- Tersedia bahan tanam
- Menghasilkan pakan ternak dan kayu bakar
2. Tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang
Spesies anjuran Sifat-sifat spesies yang baik
- Calopogonium mucunoides (Kacang asu)
- Centrosema pubescens (Ki besin)
- Mucuna pruriens (Koro benguk)
- Phaseolus carcaratus (Kacang oci)
- Pueraria spp. (Kacang ruji)
- Stylosanthes guyanensis
- Campuran spesies
- Penambat nitrogen
- Beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim setempat
- Toleran terhadap pengaruh alelopati alang-alang
- Mudah dan cepat tumbuh secara alami
- Tahan terhadap hama dan penyakit
- Merambat dan mampu menghambat pertumbuhan
alang-alang
- Penghasil pakan ternak dan kayu bakar
- Benihnya mudah tersedia
3. Jenis tanaman buah tumbuh baik di lahan alang-alang
Spesies yang tahan Spesies lainnya
- Aleurites moluccana (Kemiri)
- Anacardium occidentale (Jambu mede)
- Cocos nucifera (Kelapa)
- Hevea brasiliensis (Karet)
- Mangifera indica (Mangga)
- Musa spp. (Pisang)
- Psidium guajava (Jambu biji)
- Artocarpus heterophyllus (Nangka)
- Canarium ovatum (Kenari)
- Ceiba pentandra (Kapok)
- Citrus spp. (Jeruk)
- Garcinia mangostana (Manggis)
- Manilkara zapota (Sawo manila)
- Sandoricum koetjape (Kecapi, Sentul)
- Spondias purpurea (Kedondong)
- Syzyqium cumini (Juwet)
- Tamarindus indica (Asam)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 89
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
d. Sistem agroforestri lada/kopi
Untuk memulai penanaman lada/kopi,
petani lebih dahulu menanam tanaman
penaung yaitu Gliricidia sepium atau
Erythrina orientalis. Tanaman penaung yang
juga berfungsi sebagai tanaman perambat,
ditanam dengan jarak 2 x 2 m
2
. Setelah
tumbuh dengan baik (1-2 tahun), lada dan
kopi baru ditanam. Lada ditanam di dekat
tanaman penaung sedangkan kopi ditanam
di tengah luasan 4 m
2
. Selama menunggu
tanaman penaung tumbuh dengan baik,
biasanya petani menanam tanaman pangan
seperti padi, jagung atau tanaman pangan
yang lain. Selain itu, di dalam sistem ini
biasa ditemukan pula tanaman buah dan
tanaman lain seperti pete (Parkia spesiosa),
jengkol (Phitecellobium dulce), durian (Durio
zibethinus), duku (Lansium domisticum)
dan kapuk (Ceiba pentandra) yang tumbuh
secara acak dan berfungsi sebagai penaung
atau batas kepemilikan lahan.
MODUL
4. Jenis tanaman yang tumbuh baik di lahan alang-alang
Jenis utama yang berhasil Sifat-sifat yang diharapkan
Acacia mangium (Akasia)
Acacia auriculiformis (Akasia)
Bambusa spp. (Bambu)
Gliricidia sepium (Gamal)
Gmelina arborea (Bulangan)
Leucaena leucocephala (Lamtoro gung)
Vitex pubescens (Laban)
Tumbuh cepat
Tajuk lebar dan rapat
Tahan kebakaran:
- Kulit kayu tebal
- Bertunas setelah kebakaran, atau
- Biji tumbuh kembali setelah kebakaran
Beradaptasi dengan tanah dan iklim setempat
90 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
Pada umur 4 tahun intensitas cahaya yang
sampai di permukaan tanah masih berkisar
antara 45-50%, tetapi pada umur 10 tahun
intensitas cahaya yang sampai dipermukaan
tanah hanya 20%.
Berikut ini adalah jenis-jenis tanaman
untuk rehabilitasi lahan alang-alang yang
dikelompokkan berdasarkan tujuannya yaitu:
Mengingat sebagian besar lahan, khususnya
di luar Jawa, memiliki pH rendah, maka perlu
diketahui juga beberapa contoh tanaman
yang toleran pada tingkat kemasaman tanah
tinggi, antara lain :
- Tanaman palawija: kacang tanah, kacang
tunggak, gude
- Tanaman keras: kopi, teh, kelapa sawit,
karet
- Pohon buah-buahan : rambutan, nangka,
durian, cempedak, dukuh, manggis,
jambu air, jambu air, jambu biji, jambu
mete, sirsak, mangga, petai, jengkol.
- Penghasil kayu : sungkai, pulai, sengon
laut, mahoni, mangium, jati putih
(gmelina)
- Tanaman pagar : lamtoro, gamal, petaian,
femingia
- Tanaman legume : orok-orok, callopo,
centro, pueraria, dll.
Evaluasi Kemampuan
Modul 3. Agroforestri
Soal Essay
1. Apa yang dimaksud dengan agroforestri?
2. Sebutkan ciri-ciri agroforestri!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
sistem agroforestri sederhana dan
agroforestri komplek
4. Sebutkan beberapa bentuk agroforestri!
5. Sebutkan contoh-contoh praktek
agroforestri di Indonesia!
Soal Pilihan Ganda
6. Bentuk agroforestri yang kenampakan
fsik dan dinamika di dalamnya mirip
ekosistem hutan, baik hutan primer
maupun sekunder disebut :
a. Agroforestri sederhana
b. Silvopastura
c. Agroforestri komplek
d. Agrosilvikultur
7. Agrosilvopastura merupakan salah satu
bentuk agroforetsri yang merupakan
gabungan dari komponen-komponen
sebagai berikut :
a. Pertanian, kehutanan, perikanan
b. Pertanian, kehutanan, peternakan
c. Kehutanan, perikanan, peternakan
d. Pertanian, kehutanan, dan lebah madu
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 91
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
6
4
7
5
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
3
MODUL
8. Berikut adalah strategi yang salah dalam
membangun agroforestri
a. Tanaman yang memerlukan cahaya
penuh tidak ditanam dimana tanaman
lain akan menaunginya sebelum
mereka dewasa
b. Penanaman pada lahan terbuka
memerlukan jenis yang memerlukan
cahaya penuh
c. Penanaman pada lahan terbuka
memerlukan jenis yang memerlukan
naungan
d. Sistem penanaman pertama dapat
merupakan upaya pengendalian
alang-alang
9. Di bawah ini adalah jenis-jenis yang
memerlukan cahaya penuh untuk
penanamannya
a. Trembesi, sukun, cemara, kelapa, jati
putih, sengon, angsana, mahoni
b. Trembesi, sukun, cemara, kelapa, jati
putih, mangga, sengon, meranti, kopi
c. Durian, manggis, rambutan, meranti,
gaharu, cokelat
d. Semua benar
10. Berikut ini adalah keunggulan
agroforestri dengan sistem penanaman
lainnya
a. Menghasilkan produk total yang lebih
rendah
b. Menghasilkan diversitas yang tinggi,
baik menyangkut produk maupun jasa.
c. Kurang mampu memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat dan petani kecil
d. Jawaban a dan c benar
92 | Manual Pelatihan
MODUL 3.
Agroforestri
Daftar Pustaka
Bagnall-Oakeley H, Conroy C, Faiz A, Gunawan A, Gouyon A, Penot E, Liangsutthissagon S,
Nguyen HD and C Anwar. 1997. Imperata managementstrategies used in smallholder
rubber-based farming system. Agroforestri System 36:83-104.
Garrity DP et al. 1997. The Imperata grasslands of tripocal Asia: area, distribution and typology.
Agroforestri Systems 36: 3-29.
Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestri. Lecture Note 5.
ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea).
Kang BT. 1989. Nutrient management for sustained crop production in the humid and
subhumid tropic. In Van der Heide (ed) Proc. Int. Symp. Nutrient management for food
crop production in tropical farming system. IB-DLO and Unibraw :3-28.
Tjitrosemito S and M Soerjani. 1991. Alang-alang grassland and land management aspects. In
M Sambas Sabarnurdin et al. (ed). Forestation of alang-alang (Imperata cylindrica Beauv.
var Koenigii Benth) grassland : lesson from South Kalimantan. p. 10-36.
Purnomosidhi P, van Noordwijk M and S Rahayu. 1998. Shade-based Imperata control in the
establishment of agroforestri system (feld survey report).
Van Noordwijk M. 1997. Agroforesty as reclamation pathway for imperata grassland use by
Smallholders. In Proc. Panel Discussion on Management of Imperata Control and Transfer
of Technology for Smallholder Rubber Farming System. Balai Penelitian Sembawa, Pusat
Penelitian Karet Indonesia. pp 2-10.
Van Noordwijk M and Rudjiman. 1997. Peltophorum dasyrhachis (Miquel) Kurz. In Faridah
Hanum I & van der Maesen LJG (Eds.): Plant Resources of South-East Asia No. 11. Auxiliary
Plants. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 207-209. (http://www.icraf.cgiar.org).
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 93
Pembangunan
Persemaian di Desa dan
Penanaman Pohon
4
MODUL
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
94 | Manual Pelatihan
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
I. Pembangunan dan Pengelolaan
Persemaian Desa
Persemaian adalah tempat atau areal untuk
kegiatan memproses benih (atau bahan lain
dari tanaman) menjadi bibit/semai yang
siap ditanam. Pembangunan persemaian
desa merupakan bagian penting dalam
upaya rehabilitasi Daerah Tangkapan
Air (DTA), karena persemaian akan
memproduksi bibit sebagai hasil usaha
masyarakat yang akan digunakan dalam
penanaman di areal DTA.
Tujuan dibangunnya persemaian desa
antara lain : (a) meminimalkan kerusakan
bibit akibat pengangkutan, (b) mendekatkan
bibit dengan lokasi penanaman, (c) memberi
percontohan teknik persemaian kepada
masyarakat ketika akan mengembangkan
jenis-jenis bermanfaat ke depan, (d) sebagai
pusat pendidikan dan kegiatan sosial
untuk peningkatan SDM masyarakat dalam
bidang pembibitan, (e). memungkinkan
pengendalian biaya produksi bibit dan (f ).
membangun kemandirian dan tanggung
jawab dalam produksi bibit dan penanaman.
I.1. Penyiapan Sarana dan Prasarana
Persemaian
I.1.1. Penetapan Lokasi Persemaian
Berdasarkan sifat lokasinya, maka
persemaian dikelompokkan dalam dua
jenis, yaitu persemaian lahan kering
dan mangrove. Persemaian mangrove
dibahas secara khusus pada Modul 5.
Lokasi persemaian lahan kering memiliki
persyaratan sebagai berikut :
- Pada lahan datar-landai. Apabila pada
lahan yang miring sebaiknya pada lahan
dengan arah lereng ke timur agar mudah
dijangkau sinar matahari pagi
- Dekat dengan lokasi penanaman, untuk
mengurangi resiko kerusakan bibit saat
pengangkutan dari lokasi pembibitan ke
lokasi penanaman.
- Bebas dari konfik kepemilikan lahan.
- Terlindungi atau aman dari gangguan.
- Dekat dengan sumber air.
- Memiliki akses jalan yang baik untuk
memudahkan pengangkutan
- Dekat dengan kampung agar mudah
diawasi dan mendapatkan tenaga kerja

I.1.2. Kebutuhan Bahan dan Peralatan
a. Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan
pembuatan persemaian antara lain :
- benih beberapa jenis tanaman
- media (pasir halus, tanah humus
(lapisan tanah atas), pupuk kandang,
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 95
sekam padi (dibuat arang sekam),
- Naungan dari alang-alang atau daun
kelapa atau aren. Apabila memiliki
modal cukup dapat menggunakan
paranet (naungan 65%),
- polybag (standar ukuran diameter
12 cm, untuk benih besar dapat
menggunakan polybag ukuran lebih
besar misalnya diameter 15 cm).
- Obat-obatan (fungisida dan
insektisida)
b. Peralatan
Peralatan yang diperlukan antara lain :
cangkul, sekop, ember plastik, gembor,
sarung tangan, masker, timbangan, gelas
ukur, handsprayer, selang air, gerobak
dorong, karung, peralatan pengairan,
tangki air, ayakan pasir, terpal, golok, dan
gunting stek,
I.1.3. Fasilitas Persemaian
a. Tempat Penyemaian
Tempat penyemaian benih dapat disiapkan
berdasarkan kelompok ukuran benih, yaitu :
(1) Penyemaian benih ukuran besar (ukuran
> 2 cm, seperti : nangka, durian, alpukat,
mangga) dengan cara disemai langsung
pada media di polybag.
(2) Penyemaian benih ukuran sedang (1-2
cm, seperti : mahoni, khaya, kayu afrika,
mindi,) ukuran kecil (0,5 1 cm, seperti
: sengon, suren, akasia, gaharu), dan
halus (< 0,5 cm, seperti: jabon, ekaliptus,
duabanga) dengan cara disemai dahulu
pada media semai/perkecambahan.
Tempat untuk mengecambahkan benih
dapat dibuat dalam tiga bentuk, yaitu :
- Bedeng tabur, dibuat dalam bentuk
bedengan dengan ukuran 1 m x 4 m.
Bedeng dibatasi oleh bambu atau
Gambar 11. Benih besar langsung disemai di polybag. Sumber OWT, 2011
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
96 | Manual Pelatihan
papan kayu setebal 20 cm. Media
semai diletakkan pada bedengan
untuk menyemai/menabur benih.
Atap bedeng tabur dapat dibuat
dari rumbia agar tidak terkena hujan
langsung, sedangkan tiangnya dibuat
dari bambu dengan ketinggian
sekitar 100 cm. Media penyemaian
dimasukkan ke dalam bedeng tabur
hingga kedalaman sekitar 10-15 cm.
- Bak kecambah plastik
Bak kecambah plastik juga dapat
digunakan untuk mengecambahkan
benih, khususnya benih-benih
berukuran kecil (sengon, suren,
meranti, mindi, jati, gaharu, dll.) dan
benih halus (jabon, ekaliptus, akasia,
dll.). Bak kecambah perlu dilubangi
bagian bawahnya agar tidak terjadi
penggenangan air saat disiram.
Gambar 13. Penyemaian benih Shorea selanica (kiri) dan semai siap sapih (kanan). Sumber OWT, 2011
Gambar 12. Model bedeng tabur (kiri) dan semai mahoni siap sapih (kanan). Sumber OWT, 2011
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 97
- Bak kecambah papan kayu
Selain menggunakan bahan dari
plastik, bak kecambah juga dapat
dibuat dari papan kayu. Bak ini dibuat
dari papan kayu ukuran : panjang 4
m, lebar 0,8 m, dan tinggi 0,6 m. Pada
bagian dasar diisi batu koral/batubatu
kecil setebal 5 cm lalu bagian atasnya
diisi media kecambah setebal 15
cm. Media kecambah dapat dibuat
dari pasir halus atau campuran pasir
halus dan arang sekam dengan
perbandingan 1 : 1. Lalu bak ditutup
dengan penutup yang rangkanya
dilapisi plastik buram.
b. Bedeng Sapih
Bedeng sapih adalah tempat untuk
menyusun polybag berisi media tumbuh
untuk penyapihan semai dan dipelihara
Gambar 15. Benih besar langsung disemai di polybag. Sumber OWT, 2011
Gambar 14. Bak kecambah papan kayu (kiri) dan semai sengon siap sapih (kanan). Sumber OWT, 2010 - 2011
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
98 | Manual Pelatihan
hingga menjadi bibit siap tanam. Bedeng
sapih dibuat dengan ukuran 1 m x 5 m. Batas
bedeng menggunakan bambu dan jarak
antar bedeng 1 m. Bedeng sapih sebaiknya
dibuat memanjang menurut arah Utara-
Selatan agar memperoleh cahaya secara
merata
c. Naungan Persemaian
Pertumbuhan bibit saat masih kecil
tidak tahan terhadap penyinaran cahaya
matahari secara langsung, karena itu
perlu diberi naungan. Untuk membuat
naungan diperlukan tiang dan atap. Tiang
dapat dibuat dari bambu yang tahan lama
(misalnya bambu betung), kemudian
bagian atapnya diberi naungan. Tinggi
tiang disesuaikan agar tidak mengganggu
saat orang berdiri ( 2 3 m). Naungan
dapat dibuat dari alang-alang, daun
kelapa atau aren namun biasanya cara ini
menghasilkan naungan yang tidak seragam
terhadap semua bibit di bedeng sapih. Agar
diperoleh naungan dengan pencahayaan
yang seragam, maka sebaiknya digunakan
paranet Naungan paranet memeiliki tingkat
penutupan yaitu: 75%, 65%, 50%, dll.
d. Sarana Perairan
Air merupakan syarat penting dalam
sebuah persemaian. Oleh sebab itu
persemaian harus dibuat tidak jauh dari
sumber air, misalnya sungai atau sumber
mata air. Jika sumber air berada di bagian
atas persemaian, tidak perlu alat jenset
(pompa air) untuk mengalirkan air menuju
penampung air/tangki air di persemaian.
Sebaliknyajika sumber air berada di bawah
areal persemaian maka diperlukan jenset
atau pompa air untuk mengalirkan air ke
lokasi persemaian.
Gambar 16. Naungan persemaian menggunakan paranet. Sumber OWT, 2011
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 99
e. Gubuk Kerja
Pembuatan gubuk kerja tergantung
ketersediaan dana. Gubuk kerja merupakan
bangunan sederhana dapat berukuran 3
m x 4 m, beratap rumbia, dan lantai tanah.
Gubuk kerja digunakan untuk melakukan
beberapa pekerjaan persemaian seperti:
pengayakan media, pengantongan media ke
polybag, pencampuran pestisida, perlakuan
benih, penyiapan bak kecambah plastik,
penyiapan media kecambahdan administrasi
persemaian
f. Rumah Produksi Pupuk Organik
Digunakan untuk memproduksi pupuk
organik seperti bokashi dan kascing. Pupuk
organik akan digunakan sebagai campuran
dalam media tumbuh bibit.
g. Alat Pembuat Arang Sekam
Pemanfaatan arang sekam sebagai media
tumbuh tanaman memiliki manfaat antara
lain: (1) meningkatkan sirkulasi udara (aerasi)
dan air (drainase), (2) menetralkan pH, (3)
hara tidak mudah tercuci sehingga siap
digunakan untuk tanaman, dan (4) arang
sekam mempunyai pori yang efektif untuk
mengikat dan menyimpan hara. Arang
sekam dapat dimanfaatkan sebagai media
campuran dengan komposisi,untuk media
Gambar 18. Model Alat Pembuat Arang Sekam. Sumber OWT, 2010
Gambar 17. Contoh Rumah Bokashi. Sumber OWT, 2011
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
100 | Manual Pelatihan
perkecambahan benih menggunakan
campuran arang sekam dan pasir = 1 : 1;
untuk media sapih menngunakan campuran
arang sekam : kompos : tanah = 1 : 1 : 2
dan untuk media tanam di lapangan hanya
menambahkan 1 liter arang sekam/lubang
tanam.
I.2. Teknik Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara generatif (dari benih) dan
vegetatif (bagian tanaman selain biji) seperti
dengan cara stek, cangkok, okulasi, atau
sambung. Pembibitan secara vegetatif
memerlukanketerampilan khusus, sehingga
pada tahap awal perlu dikuasai teknik
pembibitan secara generatif terlebih dahulu.
I.2.1. Pemilihan Jenis Tanaman
Sebelum kegiatan pembibitan, perlu
ditetapkan jenis yang akan dikembangkan.
Jenis apa yang anda ingin tanam tergantung
pada dimana dan untuk apa anda tanam,
antara lain:
Penghasil balok, papan (bahan
bangunan): mahoni, jati, suren, uru,
sengon, dll
Penghasil buah-buahan: manggis, durian,
karet, nangka, dll
Penghasil pakan ternak: Kaliandra,
lamtoro, dll
Rehabilitasi lahan kritis: jenis-jenis pionir
seperti legume (gamal, lamtoro, sengon,
dll)
Rehabilitasi DAS, resapan air, sumber
mata air, dll.: prioritaskan jenis-jenis
pohon lokal.
Penetepan jenis dilakukan berdasarkan
kesesuaian tempat tumbuh dan merupakan
jenis yang diminati masyarakat.
I.2.2. Pengadaan Benih
Dalam pengadaan benih, hal penting yang
harus diketahui adalah (1) Mengetahui
musim benih, misalnya benih mahoni dan
suren dapat dikumpulkan pada bulan
Mei-Juni, benih nangka dan alpukat bisa
dikumpul setiap saat, benih durian bisa
dikumpulkan pada bulan Juni-Juli, dan
manggis pada Juli-Agustus, (2) Mengetahui
sifat benih, terdapat dua sifat penting, yaitu
: (a) Ortodok (benih dapat disimpan lama,
misalnya : sengon, jabon, jati, dll.) dan (b)
Rekalsitran (benih tidak dapat disimpan
lama, misalnya : suren, nangka, manggis,
durian, karet, dll.), (3). Dimana benih akan
diperoleh, Benih sebaiknya diperoleh
dari sumber benih berkualitas baik dan
diutamakan dari jenis-jenis lokal, oleh
sebab itu jika dijumpai jenis pohon lokal
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 101
berkualitas disarankan untuk dijadikan
sebagai pohon induk desa sehingga sifat
unggul diharapkan akan menurun pada
bibit yang kita produksi. Untuk memastikan
mutu genetik, maka sebaiknya tidak hanya
mengunduh benih dari satu pohon induk
saja. Kumpulkan sebanyak-banyaknya dari
semua pohon-pohon induk yang ada.
Namun demikian tidak menutup
kemungkinan pengadaan benih diperoleh
dari pohon dari luar daerah. Beberapa lokasi
tempat pengumpulan benih dari beberapa
lokasi sumber benih di Jawa disajikan
sebagai berikut :
Gambar 19. Pohon Induk Desa. Sumber Ujang, 2009
Tabel 1. Daftar Lokasi untuk Pengumpulan Benih
No Jenis Lokasi dan kategori Lembaga/Institusi
1 Swietenia macrophylla
(mahoni)
Carita (Banten) dan Cianjur
(Jawa Barat)
Litbang Kehutanan dan
Perhutani KPH Cianjur
2 Intsia bijuga Carita (Propinsi Banten ) Litbang Kehutanan
3 Alstonia scholaris (pulai) Carita (Propinsi Banten ) Litbang Kehutanan
4 Gmelina arborea (jati putih) Dramaga-Bogor Litbang Kehutanan
5 Paraserianthes falcataria
(sengon)
Dramaga-Bogor and Kediri
(Jawa Timur)
Litbang Kehutananand
Perhutani KPH Kediri
6 Entrolobium cyclocarpum Dramaga-Bogor Litbang Kehutanan
7 Maesopsis eminii (kayu
afrika)
Cisarua-Bogor PTPN VIII
8 Aquilaria crassna * Tajur-Bogor SEAMEO-BIOTROP
9. Tectona grandis (jati)
Informasi detail sumber-sumber benih sejumlah jenis pohon yang telah diidentifkasi dapat diperoleh
di Balai Perbenihan Tanaman Hutan, Dinas Kehutanan Kabupaten, dan sejumlah perusahaan hutan
tanaman industri dan Perhutani di Jawa.
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
102 | Manual Pelatihan
Tabel . Perlakuan awal benih, lama berkecambah dan jumlah benih per kg beberapa jenis tanaman
Nama Botani
Nama
Umum
Perlakuan
Lama
berkecambah
(hari)
Jumlah
benih per
kg
Anthocephalus
cadamba
Jabon Tanpa perlakuan, tetapi benihnya
harus dicampur dengan pasir halus
sebelum ditabur
10 14 26,182,000
Acacia mangium Acasia Masukan dalam air hangat (40
o
C)
selama 30 detik sampai 1 menit dan
rendam selama 1 malam dalam air
dingin
3 - 6 40,000
70,000
Anacardium
occidentale
Jambu
mete
Pisahkan biji dan buahnya 12 200 - 900
Annona muricata Sirsak Direndam selama 1 malam 2 - 3 1,750
Artocarpus
heterophyllus
Nangka Kupas kulit biji dan rendam di air
dingin selama 24 jam
3 - 5 45 - 90
Azadirachta indica Nimba Rendam di air dingin selama 3-6 hari 3 - 5 4,000
6,000
Carica papaya Papaya Keluarkan lapisan berlendir, bersihkan
dan kering anginkan
7 4700 - 7600
Cofee spp. Kopi Keluarkan kulit buah dan rendam
selama 24 jam dalam air dingin
30 2000
Delonix regia Flamboyan Masukan dalam air panas selama 10
detik dan rendam dalam air dingin
selama 24 jam
12 - 20 1,600
9,300
I.2.3. Penyemaian Benih
a. Perlakuan Benih Sebelum Penyemaian
Agar benih dapat segera berkecambah,
perlu diberi perlakuan awal. Hal ini
agar benih sehat yang awalnya sulit
berkecambah menjadi cepat berkecambah
setelah diberi perlakuan pendahuluan.
Perlakuan pendahuluan dilakukan pada
kelompok benih ortodok, sedangkan benih
rekalsitran umumnya tidak perlu perlakuan
pendahuluan karena benih kelompok ini
lebih mudah dan cepat berkecambah.
Setiap jenis memiliki cara khusus untuk
mempercepat proses perkecambahan,
antara lain dengan cara : (1) melakukan
perendaman di dalam air panas dan dingin
(misalnya sengon, akasia, ekaliptus), (2)
direndam dan dijemur (jati), (3) disangrai
(jati), dengan bantuan jamur dekomposer
(panggal buaya), (4) memecahkan kulit
benih (sirsak). Perlakuan awal benih, lama
berkecambah dan jumlah benih per kg
beberapa jenis tanaman dsajikan dalam
Tabel di bawah ini.
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 103
b. Penyiapan Media Kecambah
Media kecambah digunakan untuk
melakukan proses perkecambahan
benih yang ditandai oleh keluarnya
akar. Kegunaan media kecambah adalah
memberikan lingkungan yang sesuai untuk
terjadinya perkecambahan benih, untuk
itu media kecambah harus : (1) porous
(mudah meresapkan air dan sirkulasi udara),
sehingga memudahkan semai untuk
disapih dan meminimalkan kerusakan akar
saat penyapihan, (2) selalu lembab, (3)
tidak tergenang air,(4) tidak kering, dan (5)
steril dari kemungkinan penyakit. Media
kecambah dapat dibuat dengan beberapa
komposisi, antara lain : (1) pasir murni, (2)
campuran pasir sungai : tanah dengan
perbandingan 2 : 1, (3) campuran arang
sekam : tanah = 2 : 1, (4) campuran arang
sekam : pasir sungai = 1 : 1, dll.
Gambar 20. Memecah kulit benih sirsak untuk perecapatan
perkecambahan. Sumber OWT, 2011
Durian zibethinus Durian Keluarkan daging buah dan bersihkan 2 3 45
Leucaena
diversifolia
Ipil-ipil Rendam dalam air panas selama 3
menit
7 - 15 15,000
Leucaena
leucacephala
Gamal Rendam dalam air dingin selama 36
jam
5 - 12 13,000
Mangifera indica Mangga Keluarkan kulit biji 6 - 9 40
Pterocarpus
macrocarpus
Nara Rendam dalam air hangat (50 C)
selama 10 menit
4 - 15 1,500
2,000
Swietenia
macrophylla
Mahoni Rendam dalam air hangat (50 C)
selama; Patahkan sayap benih 5 menit
14 - 28 2,300
Toona sureni suren Tanpa perlakuan 4 - 7 60,000
75,000
Tamarindus indica Asam a) Rendam selama 56 hari dalam air
dingin;
(b) rendam dalam air hangat selama 24
jam
13 1,000
2,600
Tectona grandis Jati Rendam benih pada air mengalir
selama 24 jam, jemur di matahari
selama 1-2 hari
14 - 68 1,000
1,200
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
104 | Manual Pelatihan
c. Teknik Penyemaian Benih
Tahap penyemaian benih adalah sebagai
berikut :
- Siapkan media semai lalu masukkan ke
dalam bak tabur, bak kecambah plastik,
atau bak kecambah papan kayu
- Basahkan media dengan air, tetapi tidak
sampai becek
- Untuk benih kecil dan halus, penyemaian
dilakukan dengan cara menabur benih
secara merata pada media kecambah, lalu
benih yang telah ditabur ditutup media
secara tipis
- Untuk benih ukuran sedang, penyemaian
dilakukan dengan cara menanam benih
hingga kedalaman - bagian benih.
Bagian yang dipendam adalah bagian
tempat keluarnya akar. Jika posisi ini
terbalik, maka saat akar keluar tidak
mengenai media kecambah sehingga
bisa menyebabkan semai mati akibat akar
tidak menyerap air dari media.
- Media semai harus dijaga kelembabannya
agar proses perkecambahan tetap dapat
berjalan dengan baik. Penyiraman jangan
sampai menyebabkan media becek.
I.2.4. Penyapihan
a. Penyiapan Media Sapih
Media sapih digunakan sebagai media
pertumbuhan semai hingga menjadi
bibit siap tanam. Komposisi media sapih
akan menentukan kualitas pertumbuhan
bibit. Media sapih dibuat dari beberapa
komposisi media, seperti tanah, kompos,
arang sekam, pasir, serbuk gergaji, kokopit,
dll. Namun apapun komposisinya, media
sapih sebaiknya dapat menghasilkan
pertumbuhan bibit yang optimal dan
menghasilkan media perakaran yang
kompak.
Media sapih dapat dibuat dari komposisi
tanah : arang sekam : pupuk kandang
dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Namun
demikian terdapat beberapa contoh
komposisi media sapih yang dapat
digunakan pada beberapa jenis tanaman,
antara lain
- Campuran tanah : pupuk kandang
kotoran sapi = 3 : 1, misalnya untuk
Gambar 21. Proses penyemaian benih. Sumber OWT, 2010
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 105
ekaliptus dan meranti
- Tanah liat, khususnya untuk angkutan
jarak jauh sehingga kekompakan media
tetap terjaga. Jika persemaian dekat,
dapat digunakan media campuran
lumpur : pasir = 2 : 1
- Campuran pasir : tanah : kompos daun
= 7 : 2 : 1, misalnya untuk cempaka, kayu
afrika, kepuh, suren, balsa, sungkai,
tanjung, jati, gmelina, kemlandingan,
kesambi, mindi, sengon
- Campuran tanah : kompos = 3 : 1 dan
penanaman tanaman inang misalnya
untuk tanaman cendana
- Campuran tanah : pupuk kandang atau
kompos = 1 : 1, misalnya nyatoh. durian
- Campuran tanah : sekam padi atau tanah :
kompos = 3 : 1, misalnya untuk sentang
- Campuran tanah : pasir : kompos = 1 : 1 :
1, misalnya untuk duabanga
- Campuran tanah : pupuk kandang = 2 : 1,
misalnya pala
- Campuran tanah : pasir = 1 : 1, misalnya
rotan manau
- Campuran tanah : pasir = 3 : 1, misalnya
kemenyan
- Campuran tanah : pasir = 2 : 1, misalnya
kemiri
b. Teknik Penyapihan
Penyapihan adalah proses memindahkan
semai dari bak tabur/kecambah ke dalam
media sapih di dalam polybag. Hal penting
yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
penyapihan semai adalah meminimalkan
tingkat kerusakan akibat proses penyapihan.
Kerusakan antara lain dapat disebabkan
oleh : kerusakan akar atau kerusakan batang.
Secara sederhana teknik penyapihan semai
disajikan sebagai berikut :
- Siapkan media tumbuh bibit dalam
polybag ukuran dengan komposisi media
tertentu untuk penyapihan semai
- Basahi media tumbuh bibit dengan air
hingga jenuh
- Siapkan semai dalam bak kecambah/
media perkecambahan lain yang akan
disapih ke media tumbuh bibit
- Pilih semai yang siap sapih, antara lain
telah memiliki sepasang daun
- Basahi media kecambah hingga jenuh
agar semai mudah dicabut sehingga
kerusakan akar dapat dikurangi
- Siapkan wadah berisi air untuk
menampung cabutan semai dari media
kecambah
- Perlahan-lahan cabutlah semai dari media
kecambah, lalu masukkan ke dalam
wadah berisi air sehingga mengurangi
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
106 | Manual Pelatihan
penguapan semai.
- Buat lubang pada media tumbuh bibit
dalam polybag lalu pindahkan semai
secara perlahan ke media tumbuh bibit
yang telah disiapkan
- Tutup kembali atau tekan media secara
perlahan sehingga semai dapat berdiri
dengan kokoh
- Tempatkan hasil semai yang telah disapih
di bawah naungan paranet hingga siap
dipindahkan untuk adaptasi di tempat
terbuka (khususnya untuk jenis yang
tidak perlu naungan).
I.2.5. Pemeliharaan Bibit
Beberapa kegiatan utama dalam
pemeliharaan bibit di persemaian adalah
sebagai berikut :
- Lakukan penyiraman secara rutin, pagi
(sekitar jam 8) dan sore hari (jam 4),
khususnya jika tidak hujan
- Bibit dipelihara hingga siap tanam
- Setiap 2 3 minggu lakukan penggeseran
posisi bibit di bedeng sapih agar akar
tidak terlalu dalam menembus tanah
karena dapat menyebabkan kelayuan
hingga kematian bibit saat diangkut dari
persemaian ke lokasi penanaman
- Lakukan pencegahan jika terjadi tanda-
tanda penyakit atau hama tanaman
dengan menggunakan pestisida organik.
I.2.6. Seleksi Bibit Sebelum Penanaman
Untuk meningkatkan keberhasilan tanaman,
maka sebelum penanaman perlu dilakukan
seleksi bibit. Bibit yang layak ditanam harus
Gambar 23. Penyapihan semai. Sumber OWT, 2012
Gambar 22. Kondisi semai mahoni (kiri) dan suren (tengah dan kanan) siap sapih. Sumber OWT, 2011
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 107
memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Pangkal batang telah berkayu dan
memenuhi tinggi minimal 30 cm
- Bibit sehat dan seragam
- Bibit tidak sedang memiliki daun muda
- Media perakaran kompak, artinya jika
polybag dilepas maka media tanaman
tidak hancur/lepas tetapi tetap kompak.
Media yang hancur akan menyebabkan
banyak akar putus sehingga dapat
menyebabkan kematian saat ditanam di
lapangan
- Batang bibit lurus dan tidak bercabang
- Bagian pucuk bibit tidak patah atau
mati, karena akan menyebabkan banyak
tumbuh trubusan
I.2.7. Tata Waktu Pembibitan
Tabel 2. Tata Waktu Pembibitan
No Kegiatan Bulan ke-
Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
1 Pengadaan benih X
2 Pengadaan bahan dan alat persemaian X
3
Pembangunan sarana & prasarana
persemaian X
4 Penyemaian benih X X
5 Penyapihan semai ke media di polybag X X
6 Pemeliharaan bibit di persemaian X X X X X X
7 Selekesi bibit sebelum penanaman X
Gambar 24. Proses Seleksi Bibit
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
108 | Manual Pelatihan
II. Penanaman di Daerah Tangkapan
Air
II.1. Persyaratan Penanaman
Penanaman akan gagal jika tidak memenuhi
persyaratan penanaman. Hal ini biasanya
karena kita hanya berfkir asal bibit sudah
ditanam, sehingga tidak peduli apakah bibit
yang ditanam akan tumbuh baik atau tidak.
Beberapa persyaratan penanaman adalah:
II.1.1. Kesesuaian Tempat Tumbuh/Jenis
Tanaman akan tumbuh dengan baik jika
memenuhi kesesuaian tempat tumbuh.
Kesesuaian tempat tumbuh meliputi :
kesesuaian tanaman terhadap : jenis tanah,
iklim (curah hujan, suhu), kondisi air dan
ketinggian tempat. Cara paling sederhana
untuk mengetahui kesesuaian tempat
tumbuh suatu jenis adalah dengan melihat
apakah terdapat jenis yang sama telah
tumbuh dengan baik di lokasi tersebut.
II.1.2. Kesesuaian Musim Tanam
Penanaman harus dilakukan pada musim
hujan. Kondisi terbaik penanaman adalah
pada awal musim hujan sampai minimal
satu bulan sebelum akhir musim hujan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa kematian tanaman sebagian besar
disebabkan karena kurangnya pasokan air
akibat penanaman dilakukan pada akhir
musim hujan atau bukan pada musim hujan.
II.1.3. Kesesuaian Teknik Menanam
Salah satu penyebab kegagalan
menanam adalah kesalahan dalam teknik
pelaksanaannya di lapangan, antara
lain : (1) cara mengangkut bibit yang
salah (kumpulan banyak bibit diangkut
dengan memegang bagian batangnya
tanpa menggunakan alat angkut) yang
menyebabkan batang bibit patah, (2) cara
melepas polybag yang tidak hati-hati
sehingga merusak akar, (3) Ukuran lubang
tanam terlalu sempit atau dangkal, (4) jarak
tanam yang terlalu rapat.
II.1.4. Kualitas Bibit
Bibit yang akan ditanam harus memenuhi
kriteria bibit siap tanam yang berkualitas.
Bibit siap tanam antara lain dicirikan oleh :
pangkal batang telah berkayu, bibit sehat,
media di polybag kompak, kecukupan
tinggi/diameter tanaman, batang kokoh/
tegar, dan memiliki batang tunggal, tidak
bercabang, kekokohan bibit, dan secara
genetik diperoleh dar induk yang unggul.
II.2. Teknik Penanaman
Cara, Sistem dan Pola Tanam akan berbeda-
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 109
beda sesuai tujuan penanaman dan
keragaman kondisi lahan seperti: tingkat
kelerengan, tingkat penutupan vegetasi, pola
penggunaan lahan yang bervariasi, sertav
kepekaan erosi.
II.2.1. Cara Penanaman
II.2.1.1. Cara penanaman Pada Lahan
Terbuka
- Baris dan larikan tanaman lurus
Cara tanam ini sesuai untuk lahan dengan
tingkat kelerengan datar tetapi peka
terhadap erosi. Baris dan larikan tanaman
dibuat lurus dengan jarak tanam teratur.
Pada lahan hutan negara jumlah tanaman
adalah 1100 batang/ha (jarak tanam 3
m x 3 m) sedangkan pada lahan Hutan
Rakyat jumlah tanaman 400 batang/Ha
(jarak tanam 5 m x 5 m). Penanaman
dilakukan dengan sistem jalur dan pola
tanam monokultur atau campuran.
- Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari
Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan
tingkat kelerengan datar hingga landai
dan tanah tidak peka terhadap erosi.
Baris dan larikan tanaman dibuat lurus
dengan jarak tanam teratur. Pada Hutan
Rakyat jumlah tanaman 400 batang/
Ha (jarak tanam 5 m x 5 m). Penanaman
dilakukan dengan sistem jalur dan pola
tumpangsari, di mana di antara tanaman
pokok akan dilakukan penanaman
tanaman semusim.
- Penanaman searah garis kontur
Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan
kelerengan agak curam hingga sangat
curam dan peka erosi. Pada Hutan
Rakyat jumlah tanaman 400 batang/
ha. Penanaman dilakukan dengan sistim
cemplongan dan pola tanam monokultur
atau campuran.
II.2.1.2 . Cara penanaman di Lahan
Tegalan/Pekarangan
Umumnya di lahan tegalan sudah terdapat
tanaman kayu kayuan maupun tanaman
MPTS. Dalam rangka pengembangan hutan
rakyat, pada lahan tegalan yang jumlah
pohon dan anakannya kurang dari 200
batang/ha dapat dilakukan pengkayaan
Gambar 25. Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
110 | Manual Pelatihan
tanaman. Pola penanaman di lahan tegalan
meliputi :
- Penanaman pengkayaan pada batas
pemilikan lahan
Pada lahan tegalan biasanya sudah
terdapat tanaman kayu kayuan/MPTS,
maka tanaman baru sebagai tanaman
pembatas maksimal 200 batang/ha.
- Pengkayaan penanaman/sisipan
Pada lahan tegalan biasanya sudah
terdapat tanaman kayu kayuan dan MPTS,
maka tanaman baru sebagai tanaman
pengkayaan sisipan sejumlah 200 batang/
ha.
II.2.2. Sistem Penanaman
- Sistem Cemplongan : teknik penanaman
yang dilaksanakan dengan pembuatan
lobang tanam dan piringan tanaman.
Pengolahan tanah hanya dilaksanakan
pada piringan disekitar lobang tanaman.
Sistem cemplongan dilaksanakan pada
lahan-lahan yang miring dan peka
terhadap erosi,
- Sistem jalur : teknik ini dilaksanakan
dengan pembuatan lobang tanam
dalam jalur larikan, dengan pembersihan
lapangan sepanjang jalur tanaman.
Teknik ini dapat dipergunakan di lereng
bukit dengan tanaman sabuk gunung,
- Sistem tugal/zero tillage : teknik
ini dilaksanakan dengan tanpa olah
tanah (zero tillage). Lubang tanaman
dibuat dengan tugal (batang kayu yang
diruncingi ujungnya). Teknik ini cocok
untuk pembuatan tanaman dengan
benih langsung terutama pada areal
dengan kemiringan lereng yang cukup
tinggi, namun tanahnya subur dan peka
erosi.

II.2.3. Pola Penanaman
- Pola Tumpangsari/Campuran :adalah pola
penanaman antara tanaman tahunan
Gambar 26. Pola tanam tumpangsari (kiri) dan pola campuran (kanan). Sumber OWT, 2011
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 111
dan tanaman semusim atau penanaman
beberapa jenis tanaman tahunan pada
satu lahan yang sama. Pola ini dapat
dilakukan dengan cara agroforestry
sederhana maupun agroforestry komplek.
- Pola Monokultur : yaitu pola penanaman
yang menerapkan hanya satu jenis
tanaman tahunan pada suatu lahan.
II.3. Tahapan Penanaman
II.3.1. Persiapan Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang perlu disiapkan dalam
kekgiatan sebelum, sesaat, dan setelah
penanaman antara lain : cangkul, linggis,
golok, ajir (dibuat dari bambu lebar 3 cm,
tinggi 120 cm, pangkal dicat merah 10 cm
dan ujung runcing), kompas, GPS, meteran
rol 50 m, tali plastik 100 m, keranjang atau
alat angkut bibit dan alat ondol-ondol untuk
penjaluran pada lahan miring.
II.3.2. Pembersihan Lapangan dan Jalur
Tanam
Pembersihan lapangan akan sangat
terkait dengan lokasi dan kondisi vegetasi
yang ada. Pembersihan lapangan akan
menghindari teknik pembersihan total
dengan cara membakar lahan, karena cara
tersebutakan menghilangkan vegetasi
tumbuhan bawah yang mengakibatkan
peningkatan aliran permukaan.
Pembersihan lapangan akan mengutamakan
pembersihan secara mekanik atau dengan
menggunakan gabungan antara mekanik
dan mesin rumput. Pembersihan lapangan
dapat dilakukan dengan beberapa cara
tergantung kondisi penutupan lahan,
kemiringan lahan, dan tingkat kerawanan
erosi.
Cara pembersihan lapangan adalah:
II.3.2.1. Kondisi Lahan Terbuka dan Datar
Pada kondisi ini gulma, rumput atau
alang-alang dibersihkan sepanjang jalur
tanam dengan lebar 1 m. Pembersihan
dapat dilakukan menurut larikan dan baris
tanaman. Pembersihan jalur tanam dapat
dilakukan dengan menggunakan parang
untuk memotong gulma-gulma berkayu
lalu dilanjutkan dengan mesin rumput
untuk membersihkan gulma-gulma tidak
Gambar 27. Pola tanam monokultur. Sumber Ujang, 2009
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
112 | Manual Pelatihan
berkayu. Namun jika mesin rumput tidak
tersedia dapat dilakukan secara manual
dengan parang. Selanjutnya di sekitar
lubang tanam dilakukan pembersihan
gulma dan penggemburan tanah selebar 1
m mengelilingi lubang tanam.
II.3.2.2. Kondisi Lahan Terbuka, Miring
dan Tidak Rawan Erosi
Pembersihan lahan pada jalur tanam
menurut kontur. Pada kondisi seperti ini
lahan harus dibersihkan selebar 1 m pada
jalur tanam sesuai kontur. Pada lahan
yang bukan jalur tanam tidak dilakukan
pembersihan lahan sehingga vegetasi
yang tumbuh dibiarkan hidup, agar tidak
tidak menyebabkan peningkatan erosi
tanah karena pada bukan jalur tanam
tersebut tidak dilakukan pembabatan dan
pembersihan gulma.
II.3.2.3. Kondisi Lahan Terbuka, Miring,
dan Rawan Erosi
Pada kondisi ini pembersihan lahan
dilakukan secara cemplongan, yaitu
lahan dibersihkan hanya pada radius 1
meter sekitar lubang tanam dan lakukan
penggemburan jika tanah agak padat
dilakukan penggemburan tanah, sedangkan
pada jalur tanam atupun antar jalur tanam
tidak dilakukan pembersihan lahan.
II.3.2.4. Kondisi Lahan Terbuka, Sangat
Curam, Tanah Subur, dan Rawan Erosi
Pada kondisi seperti ini tidak dilakukan
pembersihan lahan, namun penanaman
akan dilakukan dengan sistem tugal, yaitu
memasukkan benih pada lubang-lubang
yang dibuat dengan tugal, yaitu batang kayu
berdiameter 5 cm yang ujungnya dibuat
runcing untuk memudahkan pembuatan
lubang tanam
Gambar 29. Pembuatan cemplongan. Sumber OWT, 2011
Gambar 28. Pembersihan pada lahan miring. Sumber OWT, 2011
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 113
II.3.2.5. Kondisi Lahan Tegalan/Vegetasi
Jarang dan Datar
Pada kondisi ini vegetasi pohon sudah
ada, namun perlu dilakukan pengkayaan
tanaman dengan cara melakukan
penanaman sisipan atau pengkayaan pada
batas pemilikan lahan. Pembersihan pada
lahan seperti ini akan lebih menerapkan
sistem cemplongan, yaitu lahan dibersihkan
hanya sekitar lubang tanam dengan radius
1 m.

II.3.3. Penentuan Arah Larikan, Jarak
Tanam, dan Pemasangan Ajir
II.3.3.1. Lahan Terbuka, Datar atau Landai
Penentuan arah larikan, jarak tanam, dan
pemasangan ajir dilakukan dengan cara:
- Larikan ditetapkan menurut arah utara-
selatan, sehingga baris menurut barat-
timur
- Pada lahan hutan negara, jarak tanam
ditetapkan 3 m x 3 m sedangkan pada
Hutan Rakyat jarak tanam bisa 5m x 5m.

II.3.3.2. Lahan Terbuka dan Miring
Pada kondisi lahan terbuka dan miring, arah
larikan dan baris tanaman dibuat menurut
garis kontur.
II.3.3.3. Lahan Tegalan/Pekarangan
Pada lahan tegalan/pekarangan penanaman
akan menerapkan pengkayaan tanaman
secara sisipan dan penanaman pada batas
pemilikan lahan.
Gambar 32. Pemasangan ajir pada lahan miring. Sumber OWT,
2011
Gambar 30. Penanaman sistem tugal. Sumber OWT, 2011 Gambar 31. Pemasangan ajir pada lahan datar. Sumber OWT, 2011
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
114 | Manual Pelatihan
- Penanaman pengkayaan sisipan
Tanaman disisipkan pada tegakan pohon
yang telah ada. Asumsinya, tegakan
pohon tersebut ditanam dengan jarak
tanam teratur sehingga arah larikan
mengikuti arah yang telah terbentuk
sebelumnya, di mana ajir-ajir untuk
penanaman sisipan ditempatkan pada
tempat kosong dengan patokan jarak
tanam tertentu, misalnya 5 m x 5 m. Jika
tegakan tersebut telah ditanam dengan
jarak tanam yang tidak teratur, maka ajir
dipasang pada tempat-tempat kosong
dengan tetap memperhatikan jarak
tanam. Untuk jelasnya lihat gambar
berikut :
- Penanaman pengkayaan pada batas
pemilikan lahan
Pada kondisi ini ajir dipasang di bagian
luar dari tanaman kayu yang sudah ada
sebagai batas pemilikan lahan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut :
II.3.4. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dapat dibuat dengan ukuran
30 cm x 30 cm x 30 cm atau umumnya
menggunakan ukuran lebar cangkul. Jika
kondisi tanahnya padat, lubang tanam dapat
dibuat lebih lebar, misalnya dengan ukuran
40 cm x 40 cm x 30 cm (sekitar dua kali
ukuran lebar cangkul).
Selanjutnya di sekitar lubang tanam
buatlah piringan radius 1 m dengan cara
Gambar 34. Model pengkayaan pada batas pemilikan lahan.
Sumber OWT, 2011
Gambar 33. Model pengkayaan tanaman sisipan. Sumber OWT,
2011
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 115
membersihkan tanah dari gulma dan
tumbuhan bawah lainnya. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi persaingan dengan
gulma sehingga tanaman pokok dapat
tumbuh secara optimal dalam mendapatkan
unsur hara maupun cahaya.
Untuk membantu pasokan unsur hara dan
perbaikan sifat fsik tanah, maka pada setiap
lubang tanam disarankan ditambahkan
pupuk organic, baik berupa kompos daun-
daunan, bokashi, pupuk kandang, atau
pupuk kascing. Pupuk organik ditambahkan
sekitar 1/3 volume lubang tanam, atau
dapat juga ditambahkan sekitar 2-3 liter/
lubang tanam. Jika di atas lubang tanam
terdapat serasah-serasah yang telah
menjadi kompos, dapat juga dimasukkan
ke dalam lubang tanam sebagai kompos
alami. Untuk kompos buatan yang sudah
jadi, penambahan ke lubang tanam dapat
dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
penanaman atau 1 hari sebelum
penanaman. Sedangkan kompos alami dari
serasah di lantai-lantai hutan dimasukkan ke
dalam lubang tanam sekitar 7 hari sebelum
penanaman, agar proses pengomposan
telah terbentuk sempurna sebelum
penanaman.
Pada waktu menggali tanah simpanlah
tanah bagian atas sebelah kiri, bagian bawah
sebelah kanan (lihat gambar 35)
II.3.5. Pengangkutan Bibit
Bibit yang diangkut adalah bibit yang telah
diseleksi di persemaian dan memenuhi
persyaratan untuk ditanam. Bibit yang layak
Gambar 35. Pembuatan Lubang Tanam, Sumber Wiyono 2012.
Ukurang lubang tanam 20-40 cm untuk
bibit dari polybag
Ukuran lubang tanam 20-40 cm untuk
bibit dari cabutan
Ukuran lubang 40 60 cm untuk bibit
tanaman buah-buahan
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
116 | Manual Pelatihan
ditanam harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
- Pangkal batang telah berkayu dan
memenuhi tinggi minimal 30 cm
- Bibit sehat dan seragam
- Media perakaran kompak, artinya jika
polybag dilepas maka media tanaman
tidak hancur/lepas tetapi tetap kompak.
Media yang hancur akan menyebabkan
banyak akar putus sehingga dapat
menyebabkan kematian saat ditanam di
lapangan
- Batang bibit lurus dan tidak bercabang
- Bagian pucuk bibit tidak patah atau
mati, karena akan menyebabkan banyak
tumbuh trubusan
Pengangkutan bibit dilakukan melalui dua
tahap, yaitu:
-Pengangkutan dari persemaian ke
penampungan bibit di lokasi penanaman.
Pengangkutan bibit ke lokasi penanaman
dapat dilakukan dengan cara dipikul,
menggunakan motor, gerobak, atau jika
akses memungkinkan menggunakan
mobil. Tempat penampungan bibit
di lokasi penanaman harus tetap
memperhatikan kondisi lingkungan agar
bibit tidak layu, antara lain bibit harus
ditempatkan pada tempat yang ternaung.
-Distribusi bibit ke lubang tanam.
Pada tahap ini harus memperhatikan
cara mengangkut bibit agar dapat
meminimalkan kerusakan. Kerusakan
biasanya disebabkan oleh cara membawa
bibit dengan memegang batang
bibit, sehingga bibit dapat lepas dari
polybag atau patah batang. Sebaiknya
distribusi bibit ke lubang tanam tetap
menggunakan alat angkut bibit seperti
dengan cara dipikul.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan
dalam pengangkutan bibit adalah:
- Bibit diangkut dengan cara dipikul, bukan
dipegang bagian batangnya karena akan
patah.
- Jarak jangkau untuk memikul maksium
2 km, agar bibit tidak terlalu lama
dalam proses distribusi yang dapat
menyebabkan bibit layu
- Jumlah bibit yang diangkut ke lubang
tanam disesuaikan dengan jadwal
penanaman dan kemampuan regu
menanam, jumlah bibit yang terlalu
banyak dan tertinggal di lapangan
karrena belum sempat ditanam dapat
layu sehingga bibit bisa mati setelah
ditanam.
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 117
II.3.6. Pelaksanaan Penanaman
Teknik penanaman dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
- Pastikan bahwa penanaman dilaksanakan
pada musim hujan
- Bibit dari persemaian yang jauh tidak
langsung ditanam, tetapi diadaptasikan
dahulu agar tidak layu
- Polybag sebaiknya dilepas dari media,
bukan dengan cara disobek.
- Melepas polybag dari media dapat
dilakukan dengan menekan media dalam
polybag sehingga polybag mudah untuk
dilepas.
- Lepaskan polybag secara perlahan agar
bibit tidak rusak, khususnya jika media
bibit kurang kompak.
- Kumpulkan polybag yang telah dilepas
karena dapat digunakan kembali untuk
pembibitan. Jangan membuang polybag
di lokasi penanaman karena akan menjadi
sumber pencemaran lingkungan.
- Letakkan bibit yang telah lepas
polybagnya ke dalam lubang tanam. Jika
lubang tanam sudah berisi kompos maka
bibit diletakkan dan ditimbun di antara
kompos.
- Masukkan tanah ke dalam lubang tanam.
Masukkan terlebih dahulu tanah lapisan
atas kemudian diikuti tanah lapisan
bawah. Selanjutnya, tekan tanah yang
telah ditimbun hingga kondisi bibit
tegak/kokoh.
Gambar 36. Cara mengangkut bibit benar (kiri) dan cara salah (kanan). Sumber OWT, 2011
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
118 | Manual Pelatihan
- Agar tidak tergenang air saat hujan, tanah
di sekitar bibit dibuat agak lebih tinggi
dengan cara digundukkan
- Untuk areal yang banyak angin kencang,
ikat batang bibit dengan tali rafa ke ajir.
II.4. Tahap Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan harus dilakukan
dengan baik, benar, dan periodik agar
proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman berjalan optimal. Kegiatan
pemeliharaan meliputi : penyulaman,
pemupukan, penyiangan dan pendangiran,
serta pengendalian hama dan penyakit.
II.4.1. Penyulaman
Tujuan penyulaman adalah untuk
meningkatkan persentase jadi tanaman
dalam satu kesatuan luas tertentu. Kegiatan
penyulaman untuk memenuhi jumlah
tanaman per hektar sesuai jarak tanamnya.
Penyulaman sebaiknya dilakukan pada
sore hari dan atau pagi hari sebelum
terik matahari. Frekuensi dan intensitas
penyulaman adalah sebagai berikut :
- Penyulaman tanaman pokok dilakukan
maksimal 2 kali selama daur, yaitu 1-2
bulan setelah penanaman (Pemeliharaan
Tahun Berjalan) dan akhir kegiatan
Tahun II (Pemeliharaan Tahun I) yang
dilaksanakan selama hujan masih turun
atau air tersedia.
- Penyulaman dilakukan untuk mengganti
bibit yang mati.
Cara penyulaman dapat dilakukan melalui
empat tahap, yaitu:
1. Menginventarisasi seluruh tanaman yang
mati pada setiap jalur tanaman. Kegiatan
ini dilakukan pada tahun pertama (1-2
bulan setelah penanaman) dan tahun
kedua.
2. Tanaman yang disulam adalah tanaman
yang mati, tanaman tidak sehat/merana,
tanaman yang rusak (patah, bengkok,
daun gandul). Penyulaman juga dilakukan
pada lubang tanam yang tidak ada
tanamannya.
3. Penyulaman dapat dilakukan pada saat
Gambar 37. Teknik Penanaman
Tamah Lapisan atas/
humus
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 119
monitoring jalur tanaman
4. Penyulaman tahun berjalan
menggunakan bibit dari persemaian yang
seumur dan sehat.
II.4.2. Penyiangan
Tujuan penyiangan tanaman adalah untuk
memberi ruang tumbuh yang lebih baik
pada tanaman pokok agar pertumbuhan
dan presentase hidupnya meningkat. Hal
yang perlu diperhatikan dalam penyiangan:
-Penyiangan harus segera dilakukan
jika gulma atau rumput yang tumbuh
di sekitar tanaman sudah pada tahap
mengganggu pertumbuhan tanaman
(sudah masuk di sekitar proyeksi tajuk).
-Kegiatan penyiangan dilakukan sebanyak
dua kali pada kegiatan Pemeliharaan
Tahun Berjalan, yaitu pada umur 3 dan
6 bulan setelah penanaman. Lakukan
penyiangan pada waktu musim kemarau
atau musim penghujan.
-Tanaman perlu disiangi pada saat 40-50%
dari tanaman pokok tertutup oleh gulma
(rumput, alang-alang, dan tanaman liar
lainnya).
-Frekuensi dan intensitas penyiangan
dilaksanakan minimal 3-4 bulan sekali
dalam setahun sampai dengan umur 2
tahun.
Kegiatan penyiangan diakhiri ketika
tanaman pokok mampu bersaing
dengan tanaman liar terutama dalam
memperoleh kebutuhan cahaya matahari.
Untuk jenis yang cepat tumbuh,
kemampuan bersaing dengan gulma
dalam mendapatkan kebutuhan cahaya
matahari biasanya dicapai pada saat
tanaman berumur 2-3 tahun, sedangkan
untuk jenis yang lambat tumbuh dicapai
pada umur 3-4 tahun.
Tahap penyiangan adalah sebagai berikut:
- Tanaman yang disiangi terdiri dari
tanaman pokok dan tanaman tepi
- Penyiangan dilakukan dengan cara
manual dapat berupa piringan
berdiameter 1 m atau dengan sistem jalur
dengan lebar 1meter, dengan tanaman
pokok sebagai porosnya.
- Semua tanaman gulma yang ada dalam
piringan atau jalur dibersihkan dengan
alat sederhana seperti koret, cangkul,
atau sabit. Cara pembersihannya dapat
dilakukan dengan pembabatan atau
pengolahan tanah.
- Hasil babatan disingkirkan dibagian
luar jalur/piringan. Diharapkan hasil
pembabatan tersebut dapat menutupi
gulma.
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
120 | Manual Pelatihan
- Untuk gulma yang merambat penyiangan
dilakukan dengan memotong gulma (
10 cm dari permukaan tanah).
II.4.3. Pendangiran
Tujuan pendangiran untuk memacu
pertumbuhan tanaman dengan cara
menggemburkan tanah di sekitar tanaman.
Pendangiran dilaksanakan pada waktu
musim kemarau menjelang musim hujan.
Pendangiran dilakukan pada tanaman yang
sudah berumur 1-4 tahun dan diutamakan
apabila terjadi stagnasi pertumbuhan,
tanah bertekstur berat/mengandung liat
tinggi, serta persiapan lahan tidak melalui
pengolahan tanah. Frekuensi dan intensitas
pendangiran adalah 1-2 kali dalam satu
tahun tergantung tingkat tekstur tanahnya.
Semakin besar tekstur tanahnya makin
sering dilakukan pendangiran. Dalam hal
ini pendangiran dilakukan saat tanaman
berumur 3 dan 6 bulan. Intensitas
pendangiran juga tergantung pada jarak
tanam dan kisarannya 50 cm sekeliling
tanaman. Cara pendangiran adalah sebagai
berikut :
- Pendangiran dilakukan secara manual
di sekitar tanaman dengan radius 50 cm
tergantung pada jarak tanamnya.
- Jika mendangir dengan menggunakan
cangkul, pencangkulan tanah jangan
terlalu dalam agar akar tanaman pokok
tidak terpotong.
II.4.4. Pemberian Pupuk
Pemupukan tanaman hutan bertujuan
untuk memperbaiki tingkat kesuburan
tanah agar tanaman mendapatkan nutrisi
yang cukup sehingga kuantitas dan kualitas
tanaman meningkat. Pemupukan dilakukan
jika kondisi tanah miskin hara, tanaman
pertumbuhannya terlambat walaupun sudah
dilakukan penyiangan, dan dijumpai gejala
kekurangan unsur hara. Jenis pupuk yang
digunakan umumnya mengandung unsur
N,P,K. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan tanaman kekurangan unsur
lain. Sehubungan dengan hal tersebut perlu
dilakukan diagnosa kebutuhan hara tanaman
dengan menggunakan data hasil analisa
jaringan tanaman/daun dan analisa tanah.
Sebelum pemupukan sebaiknya pH tanaman
Gambar 38. Pendangiran. Sumber RSSNC, 2009
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 121
diketahui. Tanah yang pH-nya asam (pH
rendah) perlu diberi kapur dolomit (CaMgO
3
)
agar pH tanah naik sehingga pemupukan
memberikan respon dan dapat berjalan
efektif. Waktu pemupukan tergantung pada
kondisi iklim dan dilakukan menjelang atau
awal musim hujan. Bila diperlukan tambahan
pada pupuk yang sama, maka dilakukan
menjelang akhir musim hujan.
Pemupukan dilakukan umumya pada saat
tanaman berumur 1-3 bulan. Semakin
jelek tingkatkesuburan tanah dan lahan
yang diolah, pemupukan harus dilakukan
lebih awal, kemudian diulangi 6 hingga24
bulan sampai tinggi tanaman melampaui
tinggi gulma. Tanaman yang tumbuh kerdil
membutuhkan pupuk yang lebih banyak
dibanding tanaman yang tumbuh normal.
Pada tanah yang jelek dosis pemupukan
lebih tinggi dibandingkan tanah yang relatif
subur. Dosis pemupukan ditentukan dengan
membandingkan data hasil analisa jaringan
tanaman dan tanah.
Pupuk yang akan digunakan sebaiknya sudah
memenuhi standar mutu SNI (standar mutu
yang telah diakui). Pupuk diberikan terutama
pada lahan yang kadar pasirnya tidak terlalu
tinggi karena pemeberian pupuk anorganik
akan mudah tercuci saat turun hujan. Jika
lahan mengandung tanah (kandungan liat
tinggi), maka pupuk NPK dapat diberikan
pada umur 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan
2 tahun setelah tanam. Dosis untuk setiap
tanaman pada masing-masing umur tanaman
adalah = 50 gram/ tanaman. Pupuk ditabur di
sekeliling proyeksi tajuk, di mana lahan telah
dibuat jalur melingkar (piringan) dengan
kedalaman 5 cm. Setelah pupuk ditabur
lalu ditutup kembali dengan tanah agar tidak
tercuci. Secara sederhana pemupukan dapat
dilakukan sebagai berikut :
- Siapkan jenis pupuk yang diperlukan dan
sesuai dosis yang dianjurkan (misalnya
pupuk NPK dengan dosis 100 gram/
tanaman).
- Sebelum dipupuk tanah sekeliling
tanaman disiangi dan dibuat lubang
melingkar di sekeliling batas tajuk
tanaman sedalam 5-10 cm
- Taburkan pupuk secara merata sepanjang
lingkaran proyeksi tajuk tersebut
- Tutup kembali pupuk yang telah ditabur
ke dalam lubang dengan tanah untuk
menghindari fksasi untuk fosfat dan
kalium.
Tanda-tanda tanaman yang kekurangan
unsur hara disajikan pada tabel di bawah ini.
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
122 | Manual Pelatihan
Tabel 2. Tanda-Tanda Umum pada Bagian Tanaman yang Kekurangan Unsur Hara
Gejala
kekurangan
unsur
Tanda-tanda umum
Nitrogen (N) Gejala-gejala kelihatan pada seluruh daun yang tua, warna daun menjadi hijau muda
kemudian berubah menjadi kuning. Jaringan daun kemudian menjadi kering dan
berwarna merah coklat. Tanaman kerdil, perkembangan buahnya tak sempurna, kecil
dan lekas masak, pertumbuhan tinggi terlambat.
Phosporus (P) Gejala terlihat pada seluruh daun yang tua.Secara keseluruhan warna daun hijau tua,
lebih hijau dari biasa, sering terlihat mengkilap kemerah-merahan. Tangkai daun
kelihatan lancip, daun yang tua tersebut kadang-kadang menjadi khlorosis (kuning).
Pembentukan buah kurang sempurna begitu pula produksi bijinya, jerami dan gandum
berwarna abu-abu, tanaman tumbuhnya menjadi kerdil.
Kalium (K) Gejala terlihat pada daun yang tua, dan mulanya setempat pada daun itu. mula-mula
daun mengkerut dan mengkilap, setelah itu pada ujung daun mulai kelihatan klorosis,
yang menjalar diantara tulang-tulang daun. Terdapat bercak-bercak merah coklat
kemudian sering jatuh sehingga daun-daun kelihatan bergigi dan mati.
Calcium (Ca) Gejalanya terlihat pada daun yang muda, pada mulanya kelihatan setempat, kecuali
perubahan warna pada beberapa tempat mati. Pada ujung tepi daun mulai terlihat
klorosis dan menjalar diantara tulang-tulang daun seperti kekurangan borium. Selain
itu kekurangan kapur menyebabkan jumlah perakaran berkurang. Pada umumnya
tanaman menjadi lemah.
Ma g ne s i u m
(Mg)
Gejalanya terlihat pada daun yang tua, yang mulanya setempat pada daun tersebut.
Khlorosis mulai terlihat pada tulang-tulang daun dengan tekstur menjalar dengan
temperatur dan warna daun berubah menjadi kuning dan merah coklat. Sedangkan
tulang daun tetap hijau. Tanaman menjadi lemah, mudah terbakar atau daun kering
karena terik matahari dan produksi biji berkurang.
Mangan (Mn) Gejalanya terlihat pada daun yang muda, pada mulanya kelihatan setempat. Selain
perubahan warna pada beberapa tempat jaringan daun mati. Di antara tulang daun
terjadi khlorosis dan biasanya mati. Sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau.
Bagian tengah helai daun kadang berwarna coklat dan kemudian patah, pembentukan
biji kurang baik.
Zat besi (Fe) Gejalanya terlihat pada seluruh daun yang muda, awalnya tidak merata diantara tulang
daun muda.
Belerang (S) Gejalanya terlihat pada seluruh daun yang muda. Warna daun menjadi hijau muda
tidak merata, mengkilap keputihan sampai kuning sekali.
Borium (B) Gejalanya terlihat pada daun yang muda. Pada mulanya kelihatan setempat pada daun.
Selain warna daun berubah, jaringan daun juga mati.Khlorosin dimulai dari bagian
bawah daun dan menjalar kesepanjang tepi daun kemudian mati. Daun yang baru
berukuran kecil dan kerdil.
Cuprum (Cu) Gejalanya terlihat pada daun yang muda. Mulanya terlihat setempat pada daun lalu
ujung daun menjadi layu. Jaringan daun tidak ada yang mati. Pada daun yang muda
terjadi chloroose.
Zincum (Zn) Gejalanya terlihat pada daun yang tua yang awalnya terjadi setempat pada daun
tersebut. Khlorosis terjadi diantara tulang daun, kemudian mati dan gugur.
M o l o b d i n
(Mo)
Kekurangan unsur ini menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal. Terjadi
perubahan warna pada daun, daun mengeriput dan mengering, pucuk mati dan
menyebabkan tanaman mati.
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 123
Dalam realisainya di lapangan, pemupukan
lebih baik menggunakan pupuk organik
yang ramah lingkungan hasil produksi
masyarakat baik dalam bentuk pupuk
organik cair maupun pupuk organik padat.
Termasuk untuk pemenuhan kebutuhan
hara nitrogen, fosfor, dan kalium sangat
disarankan dengan pembuatan dari bahan-
bahan alami.
II.4.5. Pencegahan Hama dan Penyakit
Tanaman
Tujuan kegiatan adalah melindungi tanaman
dari serangan hama dan penyakit, serta
mencegah timbulnya serangan hama dan
penykait secara ekplosif. Pencegahan hama
dan penyakit yang sifatnya pencegahan
dilakukan sejak pembuatan tanaman,
antara lain dengan cara: pengawasan yang
intensif, pemupukan, pengaturan drainase,
penanaman jenis yang resisten hama dan
penyakit. Jika terjadi serangan hama dan
penyakit, maka teknik penanggulangannya
dapat dilakukan melalui beberapa cara,
antara lain:
Cara mekanis/fsik, yaitu: dengan merusak
benalu, menghilangkan tanaman yang
sakit (misalnya dipotong atau ditimbun
dalam tanah).
Cara kimiawi, yaitu menggunakan
pestisida baik fungisida maupun
insektisida atau bahan kimia lain sesuai
dengan jenis penyebabnya. Dosis dan
tata cara penggunaan disesuaikan
dengan jenis pestisida yang digunakan.
Cara silvikultur, mengatur kerapatan
tegakan, komposisi jenis, dan mengatur
drainase.
Cara biologi, yaitu menggunakan
predator/musuh alami. Untuk serangan
cendawan akar putih pada cempaka
maka dapat dikendalikan dengan
menggunakan cendawan Trichoderma
sp sebagai musuh alami yang dapat
menekan kolonisasi cendawan patogen.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
secara dini agar tidak menimbulkan
kerugian yang besar terhadap tanaman. Jika
terdapat tanda-tanda serangan hama atau
penyakit maka perlu pengendalian. Untuk
pengendalian patogen yang disebabkan
oleh cendawan, maka dapat digunakan
fungisida, antara lain Mancozeb 80%
dengan dosis 1800-2000 ppm (1,8-2 gram/
liter). Adapun untuk penanggulangan
insekta dapat digunakan insektisida
dengan kandungan bahan aktif tertentu.
Dalam pelaksanaannya di lapangan,
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
124 | Manual Pelatihan
penanggulangan hama dan penyakit akan
lebih disarankan menggunakan pestisida
organik yang telah diproduksi oleh
masyarakat.
II.5. Jadwal Kegiatan Penanaman
Jadwal kegiatan dapat disusun sebagaimana
contoh di bawah ini.
Tabel 3. Contoh Tata Waktu Kegiatan Penanaman dan Pemeliharaan Tahun I
No Kegiatan Bulan ke-
Okt Nov Des Jan Feb Mar
1 Pengadaan bahan dan alat penanaman X
2 Pembersihan lahan X
3 Penngaturan jarak tanam dan pemasangan ajir X X
4 Pembuatan lubang tanam X
5 Pengangkutan bibit ke lokasi tanam X
6 Pelaksanaan penanaman X X
7 Evaluasi Tanaman Tahun Berjalan X
8 Pemeliharaan Tahun Berjalan (penyulaman 10
%)
X
9 Pemeliharaan Tahun Berjalan (penyiangan,
pemupukan, pendangiran)
X
10 Monitoring dan Evaluasi Tahun I X
Evaluasi Kemampuan
Modul 4 (Persemaian Mini dan
Penanaman)
Soal Essay
1. Apa keunggulan membangun
persemaian jika dibandingkan dengan
pengadaan bibit dengan cara membeli
dari luar desa?
2. Sebutkan syarat-syarat persemaian yang
baik!
3. Sebutkan dan jelaskan secara ringkas
sarana dan prasarana yang dibutuhkan
dalam membangun persemaian!
4. Sebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penanaman!
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 125
5. Kegiatan apa saja yang diperlukan dalam
pemeliharaan tanaman?
Soal Pilihan Ganda
6. Di bawah ini adalah contoh benih yang
bersifat rekalsitran
a. Nangka, durian, sengon, meranti
b. Nangka, durian, alpukat, meranti
c. Sirsak, sengon, jati, jabon
d. Suren, durian, jati, cokelat
7. Berikut adalah salah satu syarat agar
perkecambahan benih berhasil
a. Media perkecambahan selalu
tergenang air
b. Media perkecambahan selalu lembab
c. Media perkecambahan sebaiknya
kering agar tidak terserang penyakit
d. Semuanya benar
8. Penanaman pada lahan sangat curam
dilakukan dengan cara
a. Jalur penanaman memotong kontur
dari bawah ke atas, dan jalur tanam
dibuat bersih
b. Jalur tanam searah kontur, vegetasi
yang ada di luar jalur tanam tetap
dipertahankan
c. Dilakukan pembersihan total untuk
memudahkan penanaman dan
mengurangi persaingan dengan gulma
d. Jalur dan baris dibuat lurus
9. Berikut ini adalah yang termasuk dalam
kegiatan pemeliharaan tanaman
a. Pembuatan ajir
b. Pendangiran
c. Pembuatan jalur tanam
d. Semua benar
10. Suatu lahan bervegatasi jarang (jumlah
individu jenis pohon < 500 batang/ha)
seluas 5 ha, maka berapa jumlah bibit
yang diperlukan untuk penanaman pada
kondisi lahan tersebut? (Terdapat acuan
bahwa untuk rehabilitasi pengkayaan
menerapkan 200 batang/ha dan
rehabilitasi penuh dengan jarak tanam 3
m x 3 m).
a. 5500 batang
b. 1300 batang
c. 2500 batang
d. 1000 batang
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
126 | Manual Pelatihan
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
Daftar Pustaka
Anwar.C. dan E. Subiandono. 1996. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
Balai Litbang Teknologi Perbenihan. 2002. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Du-Hyun Kim. 2009. Forest Seed Storage Technology. Paper of Training on Forest Tree Seed
Management and Development. Korea Forest Research Institute
Harum F. dan Moestrup S. 2009. Pedoman Pembuatan Persemaian Pohon Untuk Petani.
Forest and Landscape Denmark (FLD) dan Burung Indonesia.
Kusmana.C., Sri.W., Iwan.H., Prijanto.P., Cahya.P.,Tatang.T., Adi.T., Yunasf dan Hamzah., 2003.
Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan . Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Primavera, J.H. et al., 2004. Handbook of Mangroves in Philippines-Panay. Southeast Asian
Fisheries Development Center Aquaculture Department UNESCO Man and the Biosphere.
Panjiwibowo C, Soejachmoen MH, Tanujaya O, Rusmantoro W. 2003. Mencari pohon uang: CDM
kehutanan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pelangi.
Permenhut No. P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Direktorat jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Schmidt. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Danida
Forest Seed Center. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
Departemen Kehutanan.
Sub Teknik Konservasi Tanah. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. 1999. Informasi
Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan,
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Supriyanto. 1996. Penggunaan Inokulum Kelereng Alginat dalam Uji Efektiftas pada Semai
Beberapa Jenis Dipterocarpaceae. Laporan DIP 1995/ 1996. SEAMEO-BIOTROP. Bogor.
4
1
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
4
6
7
5
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 127
Supriyanto. 1997. Pengenalan Silvikultur Tanaman Hutan dan Teknik Pembibitan Tanaman
Hutan. Makalah Pelatihan Manajemen Perbenihan dan Persemaian Tahun 1997 Tingkat
Asper/ KBKPH dan Sederajat. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Cianjur.
Supriyanto and Ujang S. Irawan. 1997. Inoculation Techniques of Ectomycorrhizae. Seminar
of Mycorrhizae, Ministry of Forestry Overseas Development Administration/ United
Kingdom, 28 29 February 1997, Balikpapan, East Kalimantan.
Anwar.C. dan E. Subiandono. 1996. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
Balai Litbang Teknologi Perbenihan. 2002. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Du-Hyun Kim. 2009. Forest Seed Storage Technology. Paper of Training on Forest Tree Seed
Management and Development. Korea Forest Research Institute
Kusmana.C., Sri.W., Iwan.H., Prijanto.P., Cahya.P.,Tatang.T., Adi.T., Yunasf dan Hamzah., 2003.
Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan . Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Primavera, J.H. et al., 2004. Handbook of Mangroves in Philippines-Panay. Southeast Asian
Fisheries Development Center Aquaculture Department UNESCO Man and the Biosphere.
Panjiwibowo C, Soejachmoen MH, Tanujaya O, Rusmantoro W. 2003. Mencari pohon uang: CDM
kehutanan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pelangi.
Permenhut No. P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Direktorat jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Schmidt. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Danida
Forest Seed Center. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
Departemen Kehutanan.
Sub Teknik Konservasi Tanah. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. 1999. Informasi
Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan,
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
MODUL 4.
Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon
128 | Manual Pelatihan
Supriyanto. 1996. Penggunaan Inokulum Kelereng Alginat dalam Uji Efektiftas pada Semai
Beberapa Jenis Dipterocarpaceae. Laporan DIP 1995/ 1996. SEAMEO-BIOTROP. Bogor.
Supriyanto. 1997. Pengenalan Silvikultur Tanaman Hutan dan Teknik Pembibitan Tanaman
Hutan. Makalah Pelatihan Manajemen Perbenihan dan Persemaian Tahun 1997 Tingkat
Asper/ KBKPH dan Sederajat. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Cianjur.
Supriyanto and Ujang S. Irawan. 1997. Inoculation Techniques of Ectomycorrhizae. Seminar
of Mycorrhizae, Ministry of Forestry Overseas Development Administration/ United
Kingdom, 28 29 February 1997, Balikpapan, East Kalimantan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 129
Rehabilitasi
Hutan Bakau
5
MODUL
130 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
I. Pengenalan Ekosistem Hutan
Bakau
I.1. Kawasan Pesisir
Indonesia dikenal sebagai negara bahari
dan kepulauan terbesar di dunia dengan
luas perairan laut, termasuk zona ekonomi
eksklusif (ZEE), sekitar 5.8 juta kilometer
persegi atau 75% dari total wilayah
Indonesia. Wilayah laut tersebut ditaburi
lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi
garis pantai sepanjang 81.000 km yang
merupakan terpanjang di dunia setelah
Kanada. Dari panjang pantai tersebut,
sekitar 1.2 juta Ha di antaranya berpotensi
sebagai lahan tambak, meski yang baru
dimanfaatkan sebagai tambak udang baru
sekitar 300.000 Ha.
Bagaimana dengan wilayah pesisir? Wilayah
pesisir merupakan daerah pertemuan
antara darat dan laut. Ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun
terendam air yang masih dipengaruhi sifat-
sifat laut seperti pasang surut, angin laut,
dan perembesan air asin. Sedangkan ke
arah laut meliputi bagian laut yang masih
dipengaruhi proses-proses alami yang
terjadi di darat, seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, maupun yang disebabkan
oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
Sayangnya, kekayaan alam laut dan pesisir
Indonesia yang berlimpah tersebut terus
mengalami kerusakan. Di daratan, hutan-
hutan alami yang berfungsi sebagai
pengatur tata air terus ditebangi. Di pesisir,
hutan bakau dan terumbu karang juga
mengalami nasib yang sama. Kerusakan
tersebut tak hanya mengganggu ekosistem
pesisir, tapi juga akan mengurangi sumber
pendapatan ekonomi masyarakat di
sekitarnya, bahkan bagi perekonomian di
Indonesia secara luas.
Masyarakat dapat melakukan berbagai
kegiatan secara bersama, seperti
penanaman kembali hutan bakau,
melakukan budidaya hasil laut secara baik
untuk mengurangi aktivitas penangkapan
langsung dari alam, serta pemeliharaan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
Gambar 1. Kawasan Pesisir Wori, Kec. Wori, Kab. Minahasa Utara,
salah satu lokasi pilot PNPM LMP (Agustinus Wijayanto/WCS IP)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 131
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
dan pemulihan kondisi terumbu karang.
Masyarakat juga dapat mencegah kerusakan
dengan mengurangi segala kegiatan yang
dapat merusak lingkungan pesisir.
I.2. Pengenalan Ekosistem Bakau
Ekosistem bakau adalah suatu sistem di
alam tempat berlangsungnya kehidupan
yang mencerminkan hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup
itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut, dan
didominasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam
perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Ekosistem utama di daerah pesisir adalah
ekosistem bakau, ekosistem lamun dan
ekosistem terumbu karang. Menurut
Kaswadji (2001), tidak selalu ketiga
ekosistem tersebut dijumpai, namun
demikian apabila ketiganya dijumpai maka
terdapat keterkaitan antara ketiganya.
Masing-masing ekosistem mempunyai
fungsi sendiri-sendiri.
Ekosistem bakau merupakan penghasil
detritus, sumber nutrien dan bahan organik
yang dibawa ke ekosistem padang lamun
Gambar 2. Hamparan Hutan Bakau. (Dok WCS IP)
132 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun
berfungsi sebagai penghasil bahan organik
dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem
terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun
juga berfungsi sebagai penjebak sedimen
(sedimen trap) sehingga sedimen tersebut
tidak mengganggu kehidupan terumbu
karang. Selanjutnya ekosistem terumbu
karang dapat berfungsi sebagai pelindung
pantai dari hempasan ombak (gelombang)
dan arus laut. Ekosistem bakau juga
berperan sebagai habitat (tempat tinggal),
tempat mencari makan (feeding ground),
tempat asuhan dan pembesaran (nursery
ground), tempat pemijahan (spawning
ground) bagi organisme yang hidup di
padang lamun ataupun terumbu karang.
Di samping hal-hal tersebut di atas, ketiga
ekosistem tersebut juga menjadi tempat
migrasi atau sekedar berkelana organisme-
organisme perairan, dari hutan bakau ke
padang lamun kemudian ke terumbu karang
atau sebaliknya (Kaswadji, 2001).
Indonesia dikaruniai kawasan bakau
yang sangat luas, yaitu sekitar 3,7 juta
hektar. Kawasan Bakau tersebut tersebar
di pesisir-pesisir Sumatera, Kalimantan,
Jawa, Bali, hingga Papua. Tetapi, kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir telah
mengurangi luas hutan bakau di Indonesia.
Gambar 3. Tipe Ekosistem Pesisir
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 133
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Penyebabnya antara lain adalah: pembukaan
lahan atau konversi hutan menjadi kawasan
pertambakan, permukiman, industri dan
lain-lain. Selain konversi, kerusakan hutan
bakau juga terjadi akibat pemanfaatan yang
intensif untuk kayu bakar, bahan bangunan,
pemanfaatan daun bakau sebagai makanan
ternak, serta penambangan pasir laut di
sepanjang pantai bagian depan kawasan
bakau.
Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai
tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya,
hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan
mangrove. Istilah Mangrove digunakan
sebagai pengganti istilah bakau untuk
menghindarkan kemungkinan salah
pengertian dengan hutan yang terdiri
atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena
bukan hanya pohon bakau yang tumbuh
di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis
tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
Bakau adalah komunitas vegetasi pantai
tropis atau areal sub-tropis beserta seluruh
organisme yang didominasi oleh bebeapa
pohon bakau yang mampu tumbuh dan
berkembang di daerah pasang surut pantai
berlumpur. Bakau juga tumbuh subur di
sepanjang delta, estuaria dan danau di pinggir
laut (coastal lagoon) yang dilindungi oleh
batu karang, tumpukan pasir atau struktur
lain dari gelombang dan pasang air laut.
Sebagian jenis bakau tumbuh dengan baik
pada tanah berlumpur, terutama di daerah
dimana endapan lumpur terakumulasi.
Tumbuhan bakau memiliki kemampuan
khusus untuk beradaptasi dengan
lingkungan dengan kondisi lingkungan
yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang
tergenang, kadar garam yang tinggi
serta kondisi tanah yang kurang stabil.
Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan
bakau beradaptasi salah satunya melalui
perakarannya. Beberapa jenis bakau yang
diketahui di Indonesia antara lain Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops.
Lumnitzera, Exoeceria, Xylocarpus, Aegiceras,
Scyphyphora. Bakau juga digunakan untuk
jenis tumbuhan yang terdapat dipinggiran
bakau seperti Barringtonia.
Gambar 4. Distribusi mangrove di Asia Tenggara (FAO and
Wetlands International, 2006)
134 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
Bakau yang tumbuh dan berkembang
menunjukkan adanya zonasi terhadap
jenis-jenis tertentu, dari mulai dari yang
terdekat dengan kawasan pesisir hingga
yang berbatasan dengan daratan. Hal
ini berkaitan dengan pasang surut/tinggi
rendahnya pasang surut. Daerah yang
digenangi walaupun pada saat pasang
rendah sekalipun dapat dijumpai dan
didominasi oleh jenis Avicennia atau
Sonneratia.
Zonasi hutan bakau adalah daerah tempat
tumbuh dan berkembangnya berbagai
macam vegetasi hutan bakau.
- Daerah yang paling dekat dengan laut,
Sonneratia alba
Rhizopora apiculata Rhizopora mucronata
Avicennia marina
Gambar 5. Jenis-jenis Bakau. Sumber : (http://bmcmangrove.blogspot.com)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 135
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
dengan subtrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp
- Lebih kearah darat, hutan bakau
umumnya di dominasi oleh Rhizophopora
spp.
- Zona berikutnya di dominasi oleh
Bruguiera spp.
- Zona transisi antara hutan bakau dengan
hutan dataran rendah bisa ditumbuhi
oleh pohon nipah (Nypa fruticans), dan
beberapa spesies palm lainya.
Di dalam hutan bakau, terdapat berbagai
jenis fauna, membentuk percampuran
antara 2 (dua) kelompok:
- Kelompok fauna daratan / terestrial yang
umumnya menempati bagian atas pohon
bakau, terdiri berbagai jenis serangga,
ular, primata, dan burung. Kelompok ini
tidak mempunyai sifat adaptasi khusus
untuk hidup di dalam hutan bakau, karena
mereka melewatkan sebagian besar
hidupnya di luar jangkauan air laut pada
bagian pohon yang tinggi. Meskipun
mereka dapat mengumpulkan makanan
berupa hewan laut pada saat air surut.
- Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri
dari dua tipe, yaitu:
a) Yang hidup di kolom air, terutama
berbagai jenis ikan, dan udang
b) Yang menenpati subtrat baik keras
(akar dan batang pohon bakau)
maupun lunak(lumpur), terutama
kepiting, kerang dan berbagai jenis
invertebrata lainnya.
Gambar 6. Citra satelit SPOT meliputi sebagian Delta Mahakam. Warna merah mengindikasikan tutupan vegetasi, termasuk hutan
mangrove. (a) Tahun 1992, tambak udang hanya meliputi 4 % dari luas hutan mangrove. (b). Tahun 1998, tambak udang telah merusak
41% dari luas hutan mangrove. (c) Inset dari daerah di dalam kotak bergaris putih pada gambar (b), menunjukkan pola tambak yang
berkembang di kawasan tersebut (Husein, 2006)
136 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
Beberapa data menunjukkan bahwa
kerusakan dan penyusutan luas hutan bakau
Indonesia terus terjadi. Pada tahun 1982
Indonesia masih memiliki 5.209.543 ha hutan
bakau, namun di tahun 1992 jumlahnya telah
menjadi 2.496.185 ha. Pada tahun 1985, pulau
Jawa telah kehilangan 70% hutan bakaunya.
Luas hutan bakau di Sulawesi Selatan
berkurang dari 110.000 ha pada tahun
1965 menjadi 30.000 ha pada tahun1985.
Sedangkan Teluk Bintuni (Papua) masih
terdapat 300.000 ha bakau, namun kini terus
menerus mengalami tekanan, sebagaimana
terjadi pula di delta Sungai Mahakam dan
pesisir Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Apabila tidak ada usaha untuk mencegah
kerusakan, serta tak ada usaha untuk
mengembalikan kondisi hutan bakau,
maka lingkungan pesisir Indonesia akan
semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan.
Bahkan, perekonomian penduduk pesisir
yang bergantung pada ekosistem bakau
juga akan semakin sulit. Salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat
untuk melestarikan bakau adalah melalui
penanaman atau rehabilitasi bakau.
1.3. Sistem Perakaran Bakau
Berikut ini beberapa system perakaran
bakau/mangrove antara lain:
1. Rhizophora spp memiliki akar tunjang
Akar papan
Akar nafas Akar lutut
Gambar 7. Sistem perakaran bakau. Repro Wahyu Gumelar 2012.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 137
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2. Avicennia spp dan Sonneratia spp memiliki
akar nafas
3. Bruguiera spp dan Xylocarphus spp
memiliki akar lutut
4. Heritiera spp memiliki akar papan

II. Pengelolaan Hutan Bakau
Seperti telah disampaikan pada bahasan
di atas bagaimana bakau mempunyai
peran penting bagi ekosistem dan manusia
yang berada di sekitarnya. Sumberdaya
alam berupa bakau ini cukup penting bagi
kehidupan fauna. Tentu saja bakau tidak
bisa begitu saja dipandang hanya berupa
pohon-pohon yang berguna untuk diambil.
Misalnya untuk tempat perkawinan ikan
ataupun pemijahan ikan, bahkan dapat
digunakan untuk budidaya kepiting
bakau yang punya nilai ekonomi bagi
masyarakat. Selain itu, dengan keberadaan
bakau dapat mengurangi potensi bencana,
misalnya tsunami. Dan secara langsung
maupun tidak, bakau perlu diupayakan
pelestariannya secara berkesinambungan.
Mengapa kemudian diperlukan
pengelolaan secara berkesinambungan?
Karena ancaman atas keberadaan bakau
cukup besar, terutama dalam kaitannya
dengan ekosistem pendukung, misalnya
Gambar 8. Ekosistem Hutan Bakau. Repro Wahyu Gumelar 2012.
138 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
daerah aliran sungai. dan meningkatnya
pencemar hasil industri dan rumah tangga
yang masuk ke dalam daur hidrologi.
Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang
parah dan meningkatnya kuantitas serta
kecepatan sedimentasi yang diendapkan di
lingkungan bakau adalah kematian masal
(dieback) bakau yang tidak terhindarkan
lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh
sedimen tersebut. Polusi dari limbah cair
dan limbah padat berpengaruh serius
pada perkecambahan dan pertumbuhan
bakau. Ini yang kemudian perlu mendapat
perhatian serius dari semua pihak.
Pengelolaan bakau secara berkelanjutan
bertujuan untuk menciptakan ekosistem
yang produktif dan berkelanjutan
untuk menopang berbagai kebutuhan
pengelolaannya. Oleh karena itu
pengelolaan SDA harus diarahkan agar :
- Praktek pengelolaan SDA harus meliputi
kegiatan eksploitasi dan pembinaan
yang tujuannya mengusahakan agar
penurunan daya produksi alam akibat
tindakan eksploitasi dapat diimbangi
dengan tindakan peremajaan dan
pembinaan. Maka diharapkan manfaat
maksimal dari SDA dapat diperoleh secara
terus menerus.
- Dalam pengelolaan SDA yang
berkelanjutan, pertimbangan ekologi dan
ekonomi harus seimbang, oleh karena itu
pemanfaatan berbagai jenis produk yang
diinginkan oleh pengelola dapat dicapai
dengan mempertahankan kelestarian
SDA tersebut dan lingkungannya
- Dengan demikian secara flosofs,
pengelolaan SDA berkelanjutan
dipraktekan untuk memenuhi kebutuhan
saat ini dari pengelola, dengan tanpa
mengabaikan pemenuhan kebutuhan
bagi generasi yang akan datang, baik dari
segi keberlanjutan hasil maupun fungsi.
Gambar 9. Abrasi pantai akibat tidak adanya hutan bakau
sebagai penghalang ombak. Sumber: http://sungailinau-
kayuara.blogspot.com/2011/08/abrasi-pantai.html)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 139
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Dari upaya yang dilakukan untuk
pengelolaan bakau tidak lepas dari
peranserta masyarakat yang berada di
kawasan bakau/pesisir. Mulai dari aspek
perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi, hendaknya cukup kuat untuk
melibatkan masyarakat sebagai aktor
utama. Bakau sangat penting artinya
dalam pengelolaan sumber daya pesisir
di sebagian besar, walaupun tidak semua
wilayah Indonesia. Fungsi bakau yang
terpenting bagi daerah pantai adalah
menjadi penghubung antara daratan dan
lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda
lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer
ke arah daratan atau ke arah laut melalui
bakau. Bakau berperan sebagai flter untuk
mengurangi efek yang merugikan dari
perubahan lingkungan utama, dan sebagai
sumber makanan bagi biota laut (pantai)
dan biota darat. Jika bakau tidak ada maka
produksi laut dan pantai akan berkurang
secara nyata.
Habitat bakau sendiri memiliki
keanekaragaman hayati yang rendah
dibandingkan dengan ekosistem lainnya,
karena hambatan bio-kimiawi yang ada di
wilayah yang sempit diantara darat laut.
Namun hubungan kedua wilayah tersebut
mempunyai arti bahwa keanekaragaman
hayati yang berada di sekitar bakau juga
harus dipertimbangkan, sehingga total
keanekaragaman hayati ekosistem tersebut
menjadi lebih tinggi. Dapat diambil suatu
kegiatan, bahwa pengelolaan bakau selalu
merupakan bagian dari pengelolaan habitat-
habitat di sekitarnya agar bakau dapat
tumbuh dengan baik.
Potensi ekonomi bakau diperoleh dari tiga
sumber utama yaitu hasil hutan, perikanan
estuarin dan pantai (perairan dangkal), serta
wisata alam. Selain itu bakau memainkan
peranan penting dalam melindungi
daerah pantai dan memelihara habitat
untuk sejumlah besar jenis satwa, jenis
yang terancam punah dan jenis langka
yang kesemuanya sangat berperan dalam
memelihara keanekaragaman hayati di
wilayah tertentu.
Ciri-ciri lingkungan hutan bakau
- Tumbuh pada daerah yang memiliki
jenis tanah berlumpur, berlempung atau
berpasir
- Tergenang air laut atau air payau secara
teratur,
- Terlindung dari gelombang besar dan
arus pasang surut yang kuat.
140 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
II.1. Manfaat Hutan Bakau
- Peredam gelombang dan badai,
pelindung abrasi, serta penahan lumpur
dan sedimen,
- Menghasilkan serat untuk keset dan
bahan bangunan (kayu),
- Menyediakan bahan baku untuk
makanan, minuman, obat-obatan dan
kosmetik.
- Menghasilkan bahan kimia: arang dan
coal tar, bahan pewarna kain, rotenone
(bahan semacam racun yang digunakan
untuk membunuh ikan hama atau ikan
lain yang tidak dikehendaki), tanin,
favonoid (senyawa yang dapat mencegah
serangan jantung dan kanker), gula
alkohol, asam asetat, dll.
- Menghasilkan madu, kepiting, udang,
tiram, kerang-kerangan dan ikan serta
makanan bagi binatang. Bakau juga
merupakan tempat terbaik bagi budidaya
ikan air payau dalam karamba.
- Memberikan tempat tumbuh untuk udang
dan ikan yang bermigrasi ke area bakau
ketika muda, dan kembali ke laut ketika
mendekati usia matang seksual. Selain itu
udang karang dan ikan yang bereproduksi
di hulu sungai (freshwater upstream) dan
bermigrasi pada masa mudanya karena
makanan berlimpah di daerah bakau.
- Sebagai tempat wisata.
Beberapa cara untuk melindungi Bakau
- Tidak menggunakan areal bakau sebagai
tempat pembuangan sampah,
- Tidak membendung anak sungai dan
sungai di area bakau,
- Pembuatan karamba dengan struktur
yang baik, sehingga tidak mengganggu
aliran air, rute migrasi binatang air dan
ekosistem akau,
- Membangun jalan air (walkways) yang
tinggi dan rumah pohon di area bakau,
membuat jalur lintasan perahu (boat trip)
secara terbatas.
- Membiarkan air tidal (pasang) bebas
bergerak ketika membangun jalan
menuju garis pantai,
- Menggunakan metode tradisional dan
mengobservasi kearifan lokal yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan
perlindungan bakau.
- Membantu proses pertumbuhan
ekosistem dengan membangun groins
dan bukan tembok laut (sea wall),
- Bekerjasama dengan ahli biologi
untuk kegiatan yang berkaitan dengan
silvikultur dan aquakultur, serta
pengembangan genetika tumbuhan.
- Bekerjasama dengan industri pariwisata
untuk mengembangkan taman laut,
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 141
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
perlindungan biosfer laut dan promosi
wisata kebudayaan.
- Menyediakan silent boating pada saat
matahari tenggelam dan malam hari,
- Lautan tropis sangat jernih. Oleh karena
itu hanya ada sedikit plankton untuk
makanan ikan, kepiting dan udang.
Ekosistem bakau memiliki produktivitas
unsur organik yang lebih tinggi dari
produktivitas di lautan dan batu karang.
Hutan bakau banyak memiliki manfaat, baik
langsung ataupun tidak, untuk kebutuhan
manusia. Sehingga keberadaannya sangat
memerlukan pengelolaan secara terpadu,
untuk menunjang kehidupan. Dalam
pengelolaan hutan bakau, diarahkan untuk
berbagai kepentingan manusia dan mahluk
hidup yang ada di sekitarnya, diantaranya
adalah :
II.2. Pelestarian Alam
Keberadaan hutan bakau yang ada di
pesisir, sangat diperlukan terutama untuk
melindungi bahaya abrasi, gelombang
pasang. berbagai kasus telah menunjukkan
bahwa kawasan yang masih memiliki hutan
bakau yang terjaga dengan baik, memiliki
pantai yang aman dari kikisan gelombang
dan ancaman tsunami.
Dalam usaha pelestarian alam, bakau
menjadi tempat berbagai kehidupan fauna
yang ada di dalamnya, baik kehidupan di di
darat ataupun perairan. Keberadaan fauna
tersebut, tadak hanya sebagai penghias
keragaman kehidupan di dalam hutan
bakau, namun memiliki peranan tersendiri
dalam kehidupan.
Beberapa jenis ikan, ikan, udang dan
kehidupan perairan lainnya, memerlukan
hutan bakau untuk tempat pemijahan
(berkembang biak), sehingga sangat
menguntungkan bagi nelayan, dimana tidak
perlu melaut jauh.
II.3. Wisata Alam
Pada daerah tertentu, bakau yang masih
terjaga dengan baik, dan kehidupan
di dalamnya aman dan merasa
tidak terganggu, kawasan ini dapat
dikembangkan menjadi daerah tujuan
wisata pantai. Pengunjung dengan mudah
dapat melihat aneka kehidupan. Masyarakat
Bahoi, Minahasa dan Kepulauan Togean
ataupun di Bali, kawasan bakau dijadikan
daerah tujuan wisata, dengan pengemasan
paket yang berbeda sesuai dengan potensi
alam yang ada di sekitarnya.
MODUL
142 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
II.4. Kegiatan Ekonomi
Dengan perkembangan dan pertambahan
penduduk yang kian meningkat, tentunya
kebutuhan akan perekonomian sangat
diperlukan untuk meningkatakan. Ada
beberapa hal kegiatan perekonomian yang
dapat dilakukan pada kawasan bakau,
diantaranya adalah:
Peternakan (pembesaran) kepiting bakau.
Hal ini sudah dilakukan oleh masyarakat di
Minahasa Utara di dalam kawasan bakau di
desanya yang terjaga dengan baik.
Dalam pelaksanaannya, pengelolaan bakau
tidak lepas dari kendala yang menghadang.
Beberapa kendala yang ada diantaranya :
a. Kendala Aspek Teknis
- Kondisi habitat yang tidak begitu
ramah, yakni tanah yang anaerob dan
labil dengan salinitas yang relatif tinggi
apabila dibandingkan dengan tanah
mineral, adanya pengaruh pasang
surut dan sedimentasi serta abrasi pada
D
esa Bahoi, adalah sebuah desa kecil di pesisir pantai timur laut Sulawesi Utara. Secara
administratif, terletak di Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara,
Sulawesi Utara. Desa yang memiliki hutan bakau dan terumbu karang seluas 30 hektar
ini, dikelola dengan baik. Seluas 28 hektar dijadikan kawasan lindung, dan selebihnya,
diperuntukkan sebagai tempat berpangkalnya beberapa perahu nelayan.
Desa sudah memiliki Peraturan Desa yang disepakati oleh semua warga. Hutan yang
dilindungi, dibatasi dengan pelampung, sebagai pertanda, nelayan tidak boleh melintas
batas yang disepakati tersebut.
Daerah yang dilindungi (ilustrasi 7), rupanya memiliki terumbu karang yang sangat
baik dan kombinasi dengan hutan bakau yang terjaga, maka kawasan pesisir tersebut
menjadi daerah yang subur. Artinya kawasan lindung tersebut menjadi tempat perpijah
atau berkembang biaknya berbagai jenis ikan ataupun udang. Sehingga para nelayan
diuntungkan dengan adanya kawasan tersebut, karena ikan tidak mengalami kesuitan.
Kawasan lindung tersebut oleh desa, juga dijadikan kawasan wisata, khususnya wisata air
seperti snokleing ataupun diving. Wisatawan dapat melihat kehudupan bawah air dengan
mudah. merupakan suatu contoh, bahwa hutan bakau memiliki manfaat langsung bagi
manusia yang ada di sekitarnya, baik secara ekologis ataupun ekonomis.
Kotak 1. Studi kasus : Contoh pengelolaan kawasan pesisir oleh masyarakat di Desa Bahoi, Kecamatan Likupang
Barat, Kabupaten Minahasa Utara. Sulawesi Utara
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 143
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
berbagai lokasi tertentu.
- Adanya pencampuran komponen
ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan
ekosistem daratan, yang mengakibatkan
pengelolaannya menjadi lebih kmpleks.
Hal ini mengharuskan kecermatan yang
tinggi dalam menerapkan pengelolaan
mengingat beragamnya sumber daya
hayati yang ada pada umumnya relatif
peka terhadap gangguan, dan adanya
keterkaitan antara ekosistem bakau
dengan tipe ekosistem produktif lainnya
di suatu kawasan pesisir (padang lamun,
terumbu karang, estuaria).
- Kawasan pantai dimana bakau berada
umumnya mendukung populasi
penduduk yang cukup tinggi, tetapi
dengan tingkat kesejahteraan dan tingkat
pendidikan yang rendah.
b. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa
kendala aspek kelembagaan diantaranya
adalah :
- Tata ruang kawasan pesisir di banyak
lokasi belum tersusun secara baik, bahkan
ada yang belum sama sekali.
- Status kepemilikan bahan dan tata batas
yang tidak jelas.
- Banyaknya pihak yang berkepentingan
dengan kawasan dan sumber daya bakau
- Belum jelasnya wewenng dan tanggung
jawab berbagai stakeholders yang terkait
- Masih lemahnya law enforcement dari
Gambar 10. Usaha masyarakat dalam usaha perlindungan kawasan melalui kawasan Daerah
Perlindungan Laut (DPL). Sumber: WCS IP
MODUL
144 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
peraturan perundangan yang sudah ada
- Masih lemahnya koordinasi di antara
berbagai instansi yang berkompeten
dalam pengelolaan bakau
- Praktek perencanaan, pelaksanaa dan
pengendalian dalam pengelolaan
bakau belum banyak mengikutsertakan
masyarakat lokal
III. Rehabilitasi Hutan Bakau
Bakau memiliki peranan penting dalam
melindungi pantai dari gelombang, angin
dan badai. Tegakan bakau dapat melindungi
pemukiman, bangunan dan pertanian
dari angin kencang atau intrusi air laut.
Bakau juga terbukti memainkan peran
penting dalam melindungi pesisir dari
gempuran badai. Dusun Tongke-tongke
dan Pangasa, Sinjai, Sulawesi Selatan
yang memiliki barisan bakau yang tebal di
pantai terlindung dari gelombang pasang
(Tsunami) di pulau Flores pada akhir tahun
1993. Sedangkan beberapa dusun yang
berbatasan dengan kedua dusun ini yang
tidak mempunyai bakau yang cukup tebal
mengalami kerusakan yang cukup parah.
Di Bangladesh, pada bulan Juni 1985
sebanyak 40.000 penduduk yang tinggal
di pesisir dihantam badai. Mengetahui
manfaat bakau dalam menahan gempuran
badai, pemerintah Bangladesh kemudian
melakukan penanaman seluas 25.000
hektar areal pantai dengan vegetasi bakau
(Maltby, 1986). Kemampuan bakau untuk
mengembangkan wilayahnya ke arah laut
merupakan salah satu peran penting bakau
dalam pembentukan lahan baru. Akar
bakau mampu mengikat dan menstabilkan
substrat lumpur, pohonnya mengurangi
energi gelombang dan memperlambat arus,
sementara vegetasi secara keseluruhan
dapat memerangkap sedimen (Davies and
Claridge, 1993 dan Othman, 1994). Pada
awalnya, proses pengikatan sedimen oleh
bakau dianggap sebagai suatu proses yang
aktif, dimana jika terdapat bakau otomatis
akan terdapat tanah timbul (Steup, 1941). Gambar 11. Hutan di Kawasan Pesisir Sebagai Peredam Tsunami.
Sumber : http://sirrma.bppt.go.id/home/tata-ruang
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 145
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
Berbagai penelitian (van Steenis, 1958 dan
Chapman, 1977) kemudian menyebutkan
bahwa proses pengikatan dan penstabilan
tersebut ternyata hanya terjadi pada
pantai yang telah berkembang. Satu
hal yang penting adalah vegetasi bakau
mempunyai peranan yang besar dalam
mempertahankan lahan yang telah
dikolonisasinya, terutama dari ombak dan
arus laut. Pada pulau-pulau di daerah
delta yang berlumpur halus ditumbuhi
bakau, peranan bakau sangat besar untuk
mempertahankan pulau tersebut.
Sebaliknya, pada pulau yang hilang
bakaunya, pulau tersebut mudah disapu
ombak dan arus musiman (Chambers, 1980).
Peranan bakau dalam menunjang kegiatan
perikanan pantai dapat disarikan dalam dua
hal :
Pertama, bakau berperan penting dalam siklus
hidup berbagai jenis ikan, udang dan moluska
(Davies & Claridge, 1993), karena lingkungan
bakau menyediakan perlindungan dan
makanan berupa bahan-bahan organik yang
masuk kedalam rantai makanan.
Gambar 12. Kegiatan rehabilitasi hutan bakau, salah satu kegiatan PNPM LMP di Sulawesi Utara. Dok. Agustinus Wijayanto/WCS IP
MODUL
146 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
Kedua, bakau merupakan pemasok bahan
organik, sehingga dapat menyediakan
makanan untuk organisme yang hidup pada
perairan sekitarnya (Mann, 1982).
Produksi serasah bakau berperan penting
dalam kesuburan perairan pesisir dan hutan
bakau dianggap yang paling produktif
diantara ekosistem pesisir (Odum, dkk, 1974).
Di Indonesia, produksi serasah bakau berkisar
antara 7 8 ton/ha/tahun (Nontji, 1987).
Rehabilitasi hutan Bakau merupakan upaya
pengembalian fungsi hutan Bakau yang
mengalami degradasi menjadi fungsi hutan
Bakau yang lebih baik yang bermanfaat
untuk fungsi ekologis dan ekonomis. Terkait
dengan rehabilitasi Bakau hendaknya
perlu memahami autekologi, yakni sifat-
sifat ekologi tiap-tiap jenis Bakau di lokasi,
khususnya pola reproduksi, distribusi benih,
dan keberhasilan pertumbuhan bibit. Di
samping itu, rencana rehabilitasi Bakau
harus mempertimbangkan zonasi atau
tata ruang kawasan, manfaat dan fungsi
kawasan serta aspirasi masyarakat di lokasi
yang akan dilakukan rehabilitasi. Sedangkan
Restorasi Bakau, adalah suatu tehnik untuk
mengembalikan lahan yang rusak ke kondisi
asli atau mendekati asli. Di dalam melakukan
restorasi kawasan Bakau, diperlukan dan
(sangat) disarankan pada kawasan yang
sudah berubah dan mengalami kerusakan,
atau sudah beralih fungsi, sehingga sangat
sulit pulih secara alami.
Sedangkan restorasi bakau, adalah suatu
tehnik untuk mengembalikan lahan yang
rusak ke kondisi asli atau mendekati asli.
Di dalam melakukan restorasi kawasan
bakau, diperlukan dan (sangat) disarankan
pada kawasan yang sudah berubah dan
mengalami kerusakan, atau sudah beralih
fungsi, sehingga sangat sulit pulih secara
alami.
Kegiatan restorasi ini, biasanya dilakukan
pada kawasan bakau yang sudah berubah
keperuntukannya dana tau yang mealami
kerusakan akibat kegiatan manusia maupun
gangguan alam. Ada dua cara dalam
melakukan restorasi bakau tersebut, antara
lain : 1). Regenerasi alami. yaitu restorasi
dengan memanfaatkan sumber benih yang
dihasilkan langsung dari pohon di sekitar
hutan bakau dan 2). Regenerasi buatan,
yaitu benih diambil dari lokasi pembibitan
benih/penanaman.
Selanjutnya dalam melakukan tahapan-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 147
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
tahapan untuk melakukan restorasi
hutan bakau adalah sebagai berikut : 1).
Pemilihan lokasi restorasi, 2). Pembibitan,
3). Persemaian, 4). Penanaman, dan 5).
Pemeliharaan.
Terkadang melakukan restorasi hutan bakau,
tanpa harus mengetahui jenis jenis bakau
yang dapat hidup pada lingkungan tertentu.
Artinya, kawasan pesisir yang dipengaruhi
oleh pasang surut atau kondisi lahan
(pasir atau lumpur) yang bervariasi, maka
sebaiknya perlu diketahui beberapa jenis
yang cocok dan pas untuk lingkungan yang
akan ditanami jenis bakau.
Untuk memudahkan, maka akan dibagi
dalam beberap kelas, antara lain :
Kelas 1 : Bakau dalam kelas ini tergenang
oleh semua ketinggian air. Spesies
dominan yang tumbuh disini adalah
Rhizophora mucronata, R. stylosa
dan R. apiculata. R. mucronata lebih
banyak tumbuh pada areal yang
lebih banyak pasokan air tawar.
Kelas 2 : Bakau pada kelas ini digenangi
oleh tingkat air dengan ketinggian
sedang. Spesies utama yang tumbuh
adalah Avicennia alba, A. marina,
Sonneratia alba, dan R. mucronata.
Kelas 3 : Digenangi oleh ketinggian air
normal. Kebanyakan spesies
bisa tumbuh dalam ketinggian
ini. Sebagian besar spesies
bakau tumbuh di sini sehingga
tingkat keragaman hayati tinggi.
Spesies yang paling umum
adalah Rhizophora spp. (seringkali
dominan), Ceriops tagal, Xylocarpus
granatum, Lumnitzera littorea, dan
Exoecaria agallocha.
Kelas 4 : Genangan hanya terjadi pada saat
air tinggi. Spesies yang umumnya
dapat tumbuh di sini adalah
Brugueira spp., Xylocarpus spp.,
Lumnitzera littorea, dan Exoecaria
agallocha. Rhizophora spp. jarang
ditemui di areal ini karena lahannya
terlalu kering untuk tumbuh.
Kelas 5 : Genangan hanya terjadi pada saat
air pasang besar. Spesies utama
adalah Brugeira gymnorrhiza
(dominan), Instia bijuga, Nypa
fruticans, Herritera littoralis, Exoecaria
agallocha dan Aegiceras spp.
MODUL
148 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
IV. Pembuatan Persemaian Jenis-
jenis Bakau
Seperti tumbuhan-tumbuhan lain, bakau
juga mampu memperbanyak dirinya
sendiri (regenerasi alami). Namun untuk
tujuan rehabilitasi dan restorasi kita harus
memahami beberapa karakter kunci dari
bibit bakau alami. Karakter ini kemudian bisa
ditingkatkan kualitas dan tingkat hidupnya
dengan tahapan-tahapan persemaian agar
sesuai kebutuhan. Berikut adalah kelebihan
dan kekurangan regenerasi alami:
Kelebihan (+)
+ Biaya pelaksanaannya lebih murah.
+ Biaya tenaga kerja dan penggunaan
mesin lebih kecil
+ Gangguan terhadap kondisi tanah lebih
sedikit
+ Pertumbuhan bibit lebih baik
+ Asal bibit mudah diketahui
Kelemahan (- )
- Spesies pengganti bisa jadi tidak akan
sama dengan yang asli
- Ketiadaan pohon induk bisa
mengakibatkan kekurangan persediaan
biji
- Pertumbuhan dapat terganggu oleh
ombak
- Serangan hama predator (seperti
kepiting, siput, dll)
- Tidak ada pengendalian jarak tanam,
persediaan dan komposisi bibit di lokasi
tanam untuk penyesuaian dengan
lingkungan setempat
Gambar 13. Zonasi Hutan Bakau. Dari kiri ke kanan : 1. Avicennia alba; 2. Rhizophora apiculata; 3. Bruguiera parvifora; 4. Bruguiera
gymnorhiza; 5. Nypa fruticans; 6. Xylocarpus granatum; 7. Excoecaria agallocha; 8. Pandanus furentus; 9. Bruguiera cylindrica
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 149
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
IV.1. Pengumpulan Buah
Sebelum melakukan persemaian, lakukanlah
pengumpulan buah bakau terlebih dahulu
untuk dijadikan bibit tanaman bakau.
Karakteristik buah berdasarkan jenis
tanaman bakau sebagai berikut:
- Bakau (Rhizophora spp.), buah sebaiknya
dipilih dari pohon yang telah berusia di
atas 10 tahun, buah yang baik dicirikan
oleh hampir lepasnya bonggol buah
dan batang buah. Ciri buah yang sudah
matang untuk jenis:
o Bakau besar (Rhizophora mucronata):
warna buah hijau tua atau kecoklatan
dengan kotiledon (cincin) berwarna
kuning
o Bakau kecil (Rhizophora apiculata):
warna buah hijau kecoklatan dan
warna kotiledon merah.
- Tancang (Bruguiera spp.), buah dipilih dari
pohon yang berumur antara 5-10 tahun.
Ciri buah yang matang: batang buah
hampir lepas dari bonggolnya.
- Api-api (Avicennia spp.), bogem
(Sonneratia spp.) dan bolicella (Xylocarpus
granatum), lebih baik buah yang sudah
jatuh dari pohon. ciri buah yang matang:
warna kecoklatan, agak ketas dan bebas
dari hama penggerek,
IV.2. Penyiapan bibit
Ada dua hal penting agar bibit bakau sesuai
dengan kebutuhan kegiatan:
- bibit bakau diusahakan berasal dari lokasi
setempat atau lokasi terdekat,
- bibit bakau disesuaikan dengan kondisi
tanah di mana persemaian dilakukan,
Gambar 14. Jenis Soneratia. Dok. WCS IP
Gambar 15. Jenis Bruguiera. Sumber: http://
mangrovecengkrong.blogspot.com/2011/10/bibit-bakau.html
150 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
IV.3. Teknik Pembibitan Bakau
Secara umum teknik pembibitan terbagi
menjadi tiga aspek yaitu penyiapan bibit,
pembibitan dan lokasi. Yang perlu dilakukan
dalam penyiapan bibit adalah sumber
bibit bakau sebisa mungkin dari lokasi
terdekat, disesuaikan dengan substat lokasi,
persemaian dilakukan di lokasi bibit dan
waktu pengumpulan buah. Aspek kedua
yakni teknik pembibitan yang dilakukan
dalam polibek atau bisa diganti dengan
bambu atau bekas botol air mineral.
Pembibitan tersebut menggunakan media
sedimen lumpur. Aspek terakhir yaitu cara
pembibitan. Setidaknya terdapat tiga cara
Gambar 16. Propagul Rhizophora. Sumber: www.biotafoundation.blogspot.com
Gambar 17. Propagul Bruguiera spp. Sumber : http://sylvaunila.
multiply.com/photos/photo/7/27
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 151
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
pembibitan, yaitu bedeng tingkat, bedeng
tanpa tingkat, dan tanpa bedeng. Untuk
itu, perlu memperhatikan beberapa hal di
bawah ini :
IV.4. Pemilihan Bibit Bakau
Penanaman bakau dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu: menanam langsung
buahnya. Cara ini memiliki tingkat
keberhasilan antara 20-30%. Cara lain adalah
melalui persemaian bibit dengan tingkat
keberhasilan antara 60-80%.
Untuk memperoleh bibit bakau yang baik,
pengumpulan buah (propagule) dapat
dilakukan antara bulan September hingga
bulan Maret.
IV.5. Lokasi Persemaian bibit bakau dan
Pembuatan bedeng persemaian
1. Pemilihan tempat:
- lahan yang lapang dan datar,
- dekat dengan lokasi tanam,
- terendam air saat pasang, dengan
frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan,
sehingga tidak memerlukan penyiraman.
Spesies
Jenis
Biji
Bulan Tanda Matang
Ukuran Buah
Matang
Avicennia marina Propagule D,*J, F Kulit buah kuning Berat > 30 g
Brugeira
gymnorrhiza
Propagule M, J, J, A, S,
O, N, D
Warna buah coklat
kemerahan
Panjang > 20 cm
Ceriops tagal Propagule A, S Tangkai Kuning,
buah coklat atau
hijau
Panjang > 20 cm
Rhizophora apiculata Propagule D, J, M, A Tangkai kemerahan Panjang > 20 cm,
diameter > 14
mm
Rhizophora
mucronata
Propagule S, O, N, D Tangkai kemerahan,
Buah coklat
Panjang > 50 cm
Sonneratia alba Buah A, M, J, S, O Terapung di air diameter > 4 cm
Xylocarpus granatum Buah S, O, N Buah kuning/coklat
dan terapung di air
Berat tiap biji
dalam buah lebih
dari 30 g
- Huruf yang ditebalkan menunjukkan musim puncak. Diadaptasi dari Hachinohe et. AL, Nursery Manual for
Bakau Species - At Benoa Port in Bali, JICA, 1998
- Sumber : Brown, Benyamin, 2006. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hidrologi Bakau
152 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
2. Pembuatan bedeng persemaian:
- ukuran bedeng disesuaikan dengan
kebutuhan, umumnya berukuran 1 x 5
meter atau 1x10 meter. dengan tinggi
1 meter,
- Bedeng diberi naungan ringan dari
daun nipah atau sejenisnya,
- Media bedengan berasal dari tanah
lumpur di sekitarnya,
- Bedeng berukuran 1 x 5 meter dapat
menampung bibit dalam kantong
plastik (10 x 50 cm) atau dalam botol
air mineral bekas (500 ml) sebanyak
1200 unit, atau 2.250 unit untuk
bedeng berukuran 1 x 10 meter.
IV.6. Menyemaikan Benih atau Buah
Bakau
- Buah disemaikan langsung ke kantong-
kantong plastik atau ke dalam botol air
mineral bekas yang sudah berisi media
tanah.
- Sebelum diisi tanah, bagian bawah
kantong plastik atau botol bekas air
mineral diberi lubang agar air yang
berlebihan dapat keluar.
- Khusus untuk buah bakau (Rhizophora
spp.) dan tancang (Bruguiera spp.),
sebelum disemaikan sebaiknya disimpan
dulu di tempat yang teduh dan ditutupi
dengan karung basah selama 5-7 hari.
Hal ini bermanfaat untuk menghindari
batang bibit dimakan serangga atau
ketam pada saat ditanam nanti.
- Daun akan muncul setelah 20 hari,
- Bibit dapat ditanam di lokasi setelah
berumur antara 2-3 bulan.
Untuk memperoleh bibit bakau yang baik,
pengumpulan buah (propagule), dapat
dilakukan antara bulan September sampai
dengan bulan Maret, dengan karakteristik
Gambar 18. Jenis Rhizophora spp. Sumber: Agustinus
Wijayanto/WCS IP
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 153
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
sebagai berikut:
IV.7. Sumber Benih atau Bibit Bakau
Benih atau bibit bakau diperoleh dari:
- Pohon Induk
Benih yang bagus untuk bibit, adalah
yang sudah tua dan berkualitas baik.
Artinya bibit tersebut tumbuh normal dan
tidak cacat. Selain itu, bibit yang bagus
dapat diperoleh dari pohon yang sudah
tua, atau minimal usia 8 tahun. Bibit dapat
langsung dipetik langsung dari pohon
atau mengambil yang sudah berjatuhan
di sekitar pohon. Kemudian pilihlah bibit
yang berkualitas baik. Bibit yang sudah
terkumpul harus segera ditanam pada
semaian atau direndam air agar tidak
kering.
- Cabutan
Tanpa polybag (polibek)
Bibit disemai pada tepian pantai
(berlumpur tanpa menggunakan
polibek). Setelah berumur 5-6 bulan
bibit tersebut dipindahkan ke lokasi
yang sudah disediakan. Khusus untuk
lokasi yang tergenang dengan air, bibit
sebaiknya ditanam saat berumur 1 tahun.
Menggunakan polybag
Pembibitan dengan menggunakan
polibek sebaiknya disemai di bawah
pohon bakau dan bebas dari ombak.
Penggunaan polibek sangat praktis,
karena tidak perlu menyirap setiap hari,
serta sangat mudah untuk penanaman
kemudian.
IV.8. Pemeliharaan Persemaian Bakau:
- Bibit tanaman yang belum tahan
terhadap sinar matahari sebaiknya diberi
naungan.
- Penyiraman dilakukan pagi dan sore,
namun bila sudah mulai tumbuh (pucuk
daun), cukup sehari sekali.
- Pemupukan dilakukan bila nampak
terhambat pertumbuhannya, misalnya
dengan NPK.
- Pengendalian gulma.
IV.9. Penyapihan:
- Setelah bibit siap untuk ditanam
(tergantung dari jenisnya waktu
pembibitan), harus dilakukan hati-hati
jangan sampai mengganggu sistem
perakaran,
- Akar disiram air untuk memudahkan
pemindahan,
- Tanah yang disiapkan dalam
kantong plastik/polibek harus dijaga
kelembapannya agar tidak terlalu basah
atau terlalu kering.
MODUL
154 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
- Untuk pengangkutan yang memerlukan
transportasi, dianjurkan untuk menutup
bibit agar tidak cepat layu karena sinar
matahari.
V. Penanaman dan Pemeliharaan
Bakau
V.1 Teknik Penanaman Bibit Bakau
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam
proses penanaman bakau. Pertama, lokasi
dan jarak penanaman bakau disesuaikan
dengan substrat tanah dan spesies bakau.
Kedua, pemasangan ajir-ajir, yaitu patok-
patok bambu yang ditanam dalam lokasi
penanaman bakau secara sejajar dan
rapi. Ketiga, pada proses penanaman ada
dua cara yang dapat digunakan yakni
penanaman buahnya langsung dengan
tingkat keberhasilan tumbuh hanya sekitar
20 - 30%, dan persemaian bibit dengan
tingkat keberhasilan 60 - 80%. Tekniknya
ada 2 cara dengan sistem banjaran dan
wanamina (silvofshery). Keempat adalah
pemasangan alat pemecah gelombang
(Apo) yang akan melindungi bibit bakau
yang ditanam dari gempuran gelombang.
V.2 Penanaman Bakau
Penanaman bibit bakau dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara :
- Mananam langsung buahnya yang
memiliki tingkat keberhasilan tumbuhnya
rendah (sekitar 20 30%),
- Melalui persemaian, dengan tingkat
keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi
(sekitar 60 80%).
Beberapa pertimbangan dalam penanaman
bakau antara lain :
Lokasi penanaman bakau: Lokasi
penanaman bakau adalah di:
- Pantai, dengan lebar 120 kali rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan
terendah yang diukur dari garis air surut
terendah ke arah pantai.
- Tepian sungai, selebar 50 meter ke arah
kiri dan kanan tepian sungai yang masih
terpengaruh air laut.
- Tanggul, pelataran dan pinggiran saluran
air ke tambak.
Pemilihan jenis pada setiap tapak/lokasi
- Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh
dengan baik pada substrat (tanah) yang
berlumpur. Bakau dapat bertoleransi
pada tanah lumpur-berpasir, pantai
yang agak berombak dengan frekuensi
genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah
(Rhizophora stylosa) dapat ditanam pada
lokasi bersubstrat pasir berkoral.
- Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok
ditanam pada substrat pasir berlumpur,
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 155
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
terutama di bagian terdepan pantai
dengan frekuensi genangan 30-40 kali/
bulan.
- Bogem/prapat (Sonneratia spp.) dapat
tumbuh dengan baik di lokasi bersubstrat
lumpur atau lumpur berpasir dari pinggir
pantai ke arah darat dengan frekuensi
genangan 30-40 kali/bulan.
- Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) .)
dapat tumbuh dengan baik di substrat
yang lebih keras, yang terletak ke arah
darat dari garis pantai dengan frekuensi
genangan 30-40 kali/bulan.
Persiapan lahan
- Buatlah jalur tanam searah garis pantai
dan bersihkan jalur tanaman sekitar 1
meter dari tumbuhan liar.
- Pasang ajir dari kayu atau bambu
berdiameter 10 cm secara tegak sedalam
0,5 meter, dengan jarak disesuaikan
dengan jarak tanam. Pemasangan ajir
bertujuan untuk mengetahui tempat
bibit akan ditanam, sebagai tanda
adanya tanaman baru dan untuk
menyeragamkan jarak bibit yang satu
dengan lainnya.
Cara penanaman
1. Sistem banjar harian
1.1. Menggunakan benih.
o Di dekat ajir, buatlah lubang tanam
pada saat air surut dengan kedalaman
lubang disesuaikan dengan panjang
benih yang akan ditanam. Penanaman
benih sebaiknya sedalam sepertiga
panjang benih.
o Benih ditanam secara tegak dengan
bakal kecambah menghadap ke atas.
1.2. Menggunakan bibit.
o Buat lubang di dekat ajir saat air surut
dengan ukuran lebih besar dari ukuran
kantong plastik atau botol bekas air
mineral.
o Bibit ditanam secara tegak ke dalam
lubang yang telah dibuat. Lepaskan
bibit dari kantong plastik atau botol
bekas air mineral secara hati-hati agar
tidak merusak akarnya.
o Sela-sela lubang di sekeliling bibit
kemudian ditimbun dengan tanah
sebatas leher akar.
1.3. Jarak tanam,
Jarak tanam bergantung pada tujuan
penanaman bakau. Untuk perlindungan
pantai, jarak tanam yang digunakan adalah
1 x 1 meter. Tetapi untuk kegiatan produksi
digunakan jarak 2 x 2 meter.
156 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
1.4. Jenis tanaman bakau.
Jenis yang ditanam disesuaikan dengan
zonasi atau tujuan penanaman di lokasi
tersebut. Untuk menahan abrasi, gunakan
jenis bakau antara lain Rhizophora spp,
Avicennia spp, dan Sonneratia spp. Jika untuk
penghijauan, cukup tanam jenis api-api
(Avicennia spp)
2. Sistem wanamina
2.1. Pada prinsipnya sistem wanamina sama
dengan penanaman bakau sistem banjar
harian. Bedaannya, pada sistem wanamina
dibuatkan tambak/kolam dan saluran air
untuk budidaya perikanan (ikan, udang, dll)
sehingga ada perpaduan antara tanaman
bakau (wana) dan budidaya perikanan
(mina).
2.2. Secara umum ada 3 pola wanamina,
yaitu:
- Wanamina pola empang parit. Lahan
untuk hutan bakau dan empang masih
menjadi satu hamparan yang diatur oleh
satu pintu air.
- Wanamina pola empang parit yang
Gambar 19. Cara menanam
dengan ajir yang diikatkan pada
tali
Gambar 20. Cara menanam
dengan ajir tanpa tali
Sumber : Lampiran I, P.03/MENHUT-V/2004, tentang Pedoman Pembuatan Tanaman
Rehabilitasi Hutan Mangrove, Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Gambar 21. Alternatif Pola Tanam Bakau
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 157
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
disempurnakan. Lahan untuk hutan bakau
dan empang diatur oleh saluran air yang
terpisah.
- Wanamina pola komplangan. Lahan untuk
hutan bakau dan empang terpisah dalam
dua hamparan yang diatur oleh saluran
air dengan dua pintu yang terpisah untuk
hutan bakau dan empang.
Cara penanaman khusus
Jika lokasi penanaman berombak besar,
perlu dilakukan cara penanaman yang
berbeda, yaitu dengan:
1.1. Bantuan batang bambu,
- Untuk lokasi ini ditanam jenis Rhizophora
spp.
- Pancangkan bambu sedalam 50 cm pada
titik tanam, kemudian tanam bibit di
sebelahnya dan ikatkan batangnya pada
bambu dengan tali rafa.
1.2. Penggunaan Buis Beton atau Bambu,
- Pilih buis beton atau bambu dengan garis
tengah 30 cm dan panjang 1 meter.
- Pancangkan buis beton atau bambu ke
titik tanam sedalam 50 cm. Isi dengan
lumpur.
- Tanam bibit ke dalam buis beton atau
bambu tesebut.
V.2. Pemeliharaan Bakau
V.2.1 Teknik Pemeliharaan Bakau
Setelah bibit bakau ditanam maka perlu
dilakukan pemeliharaan dengan kegiatan
sebagai berikut:
Penyiangan dan Penyulaman, yaitu dengan
memeriksa kondisi dan memastikan tidak
ada sampah yang tersangkut, tumbuhan liar
yang tumbuh di sekitar penanaman, atau
dengan menyiangi tanaman bakau yang
mati agar pertumbuhan tumbuhan lainnya
tak terganggu.
Penjarangan, yaitu dengan memberi ruang
tumbuh yang ideal bagi tanaman agar
pertumbuhan tanaman dapat meningkat
dan pohon-pohon yang tumbuh bisa sehat
dan baik.
Gambar 22. Buis beton. Sumber: http://anekabeton.com/?Buis_
Beton
158 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
Perlindungan Tanaman, yaitu melindungi
bakau dari hama penganggu pada masa
kritis. Misalnya pada usia 1 tahun hama yang
bisa menyerang adalah ketam atau serangga.
Pengelolaan Rehabilitasi Bakau, pengelolaan
rehabilitasi bakau yang baik adalah berbasis
masyarakat dan sejalan dengan peningkatan
kapasitas dan kegiatan ekonomi masyarakat.
V.2.2. Penyiangan dan Penyulaman
Tiga bulan setelah penanaman perlu
dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
tingkat pertumbuhan tanaman. Apabila
ada tanaman yang mati harus segera
disulam (diganti) dengan tanaman yang
baru. Lokasi penanaman yang agak tinggi
atau frekuensi genangan air pasang kurang
perlu mendapat perhatian lebih karena pada
lokasi tersebut biasanya cepat ditumbuhi
kembali oleh jenis pakis-pakisan atau piyai
(Acrosthicum aureum). Jadi, ketika piyai sudah
terlihat mengganggu pertumbuhan anakan
bakau, perlu dilakukan penebasan. Kegiatan
penyiangan dan penyulaman dilakukan
sampai tanaman berumur 5 tahun.
V.2.3. Penjarangan
Penjarangan dilakukan untuk memberi
ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman
sehingga pertumbuhan tanaman dapat
meningkat serta pohon dapat tumbuh
sehat dan baik. Hasil penjarangan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku arang,
industri chips/kertas, kayu bakar, atau untuk
makanan kambing.
V.2.4. Perlindungan dari Hama
Pertumbuhan tanaman bakau memiliki
masa-masa kritis. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perlindungan dari hama sejak
masa pembibitan hingga mencapai anakan.
Sejak pembibitan hingga berusia 1 tahun,
batang mangrove sangat disukai oleh
serangga atau ketam. Biasanya 60-70%
bakau akan mati sebelum berusia 1 tahun
karena digerogoti serangga atau ketam.
Untuk mengatasi hama ini, lakukanlah
beberapa cara berikut ini:
a. Pilihlah buah bakau dan tancang
yang cukup matang untuk dijadikan
bibit. Tanda-tanda kematangan buah
ditunjukkan oleh keluarnya buah dari
tangkai,
b. Simpanlah buah-buah yang telah dipilih
di tempat yang teduh, lalu tutup dengan
karung goni setengah basah selama 5
sampai 7 hari. Cara penyimpanan seperti ini
untuk menghindari serangga yang tertarik
dengan bau atau aroma segar buah bakau,
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 159
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
c. Setelah itu buah bakau siap disemai
pada kantong plastik atau botol bekas
air mineral, atau dapat pula ditanam
langsung ke lokasi tanam,
Hama lain yang sering menyerang tanaman
bakau muda adalah kutu lompat (mealy
bug). Kutu lompat dapat menyebabkan daun
bakau muda berwarna kuning, kemudian
rontok dan tanaman mati. Jika terdapat
tanda-tanda seperti itu, sebaiknya tanaman
yang terserang dimusnahkan agar tidak
menyebar pada tanaman yang lain.
Untuk mengatasi hama ini dilakukan
beberapa cara sebagai berikut :
- Buah Rhizopora spp. Atau Bruguiera
spp. Yang akan digunakan sebagai bibit
dipilih yang cukup matang. Tanda
tanda kematangan buah ditunjukan oleh
keluarnya buah dari tangkai .
- Buah kemudian disimpan di tempat
teduh, ditutupi dengan karung goni
setengah basah selama 5 7 hari.
Penyimpanan selama itu dimaksudkan
untuk menghilangkan bau/aroma buah
segar dari buah bakau yang sangat
disenangi serangga.
- Setelah itu buah bakau siap untuk
disemai pada kantong plastik/ botol
bekas air mineral atau ditanam langsung
di lokasi tanam.
V.2.5. Pemantauan dan Evaulasi
Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, berdasarkan pembelajaran dari
beberapa kegiatan rehabilitasi bakau yang
pernah dilakukan selama ini, yaitu sebagai
berikut: kesalahan dalam waktu penanaman,
pemilihan jenis dan teknologi rehabilitasi
yang tidak sesuai dengan lokasi rehabilitasi;
tingginya aktivitas (perahu) di beberapa
lokasi yang mengganggu keberhasilan
kegiatan penanaman; sempitnya waktu
dari mulai perencanaan sampai dengan
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sehingga
tujuan untuk memberdayakan masyarakat
dalam kegiatan rehabilitasi bakau tidak
tercapai secara baik; tingkat kesejahteraan
masyarakat di sekitar hutan bakau yang
masih rendah menjadi permasalahan utama
yang segera dipecahkan dalam pelaksanaan
kegiatan penyelematan rehabilitasi bakau;
dan kurangnya keterlibatan masyarakat
terutama dalam proses perencanaan dan
kegiatan pemeliharaan tanaman hasil
rehabilitasi. Disamping itu, pembinaan dari
instansi terkait kepada masyarakat masih
sangat terbatas, sehingga kepeduliaan
masyarakat terhadap upaya-upaya
160 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
pelestarian dan rehabilitasi bakau masih
rendah.
Tabel 1. Prosedur Penanaman Bakau
Spesies Pembenihan Naungan Penyiraman
Pengendalian
Hama
Catatan
R. Mucronata Tanam
7 cm dari
permukaan
tanah
30% saat pasang serangga ulat
bulu
R. Apiculata Tanam
5 cm dari
permukaan
tanah
30% saat pasang -
B. Gymnorrhiza Tanam
5 cm dari
permukaan
tanah
15% saat pasang - Jangan lepaskan
tangkainya
C.tagal Tanam
5 cm dari
permukaan
tanah
30% saat pasang -
S. alba Tancapan
buah sedikit
ke permukaan
tanah
30% 2 kali sehari tikus, kepiting,
ulat bulu
Jaring kawat untuk
menahan biji,
tambahkan kotoran
ternak 30% ke media
tanah
A. Marina Letakkan pada
permukaan
tanah
30% sekali sehari tikus, kepiting,
ulat bulu
X. Granatum Letakkan pada
permukaan
tanah
30% sekali sehari kepiting
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 161
5
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
6
7
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
Evaluasi Kemampuan
1. Apa yang Anda ketahui tentang wilayah
pesisir?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
2. Berikut ini merupakan jenis tanaman
mangrove/bakau, kecuali?
a. Rhizopora sp
b. Tectona grandis
c. Avicennia sp
3. Bagaimana sistem zonasi bakau yang ada
di Indonesia?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
4. Apakah manfaat bakau bagi lingkungan
hidup?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
5. Apakah manfaat bakau bagi masyarakat?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
6. Berikut ini menjadi penyebab kerusakan
bakau di Indonesia, kecuali?
a. Penebangan pohon untuk kayu bakar
b. Pembuatan perabot rumah tangga
c. Rehabilitasi pesisir
7. Bagaimana cara melindungi habitat
bakau dari kerusakan?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
8. Bagaimana proses persemaian dan
pembibitan bakau?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
9. Apa saja yang perlu dipersiapkan dalam
penanaman bakau?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
10. Tapahapan apa saja yang dilakukan
dalam pemeliharaan dan perawatan
bakau sehingga tumbuhannya bisa
bagus?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
162 | Manual Pelatihan
MODUL 5.
Rehabilitasi Hutan Bakau
Daftar Pustaka
Bengen, Dr. Dietrich G., 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Bakau. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Bogor Institute of Agriculture.
Brown, Benyamin. 2004. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hidrologi Bakau: 5 Tahap Rehabilitasi
Bakau. RR Lewis, Alfredo Quarto, Jim Enright, Elaine Corets, Jurgenne Primavera,
Ravi Shankar, Rignolda Djamaluddin, Almira Riyanti, Anggoro, T. Lukmanul Hakim
(Penyunting). Bakau Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia April 2006 -
Yogyakarta, Indonesia.
Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah
Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan . Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan IPB.
Hachinhoe, Hideki et.al., 1998. Manual Persemaian Bakau, di Bali. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan RI & Japan International Cooperation Agency.
Kitamura, Shozo, et al., 1997. Handbook of Bakaus in Indonesia. JICA & ISME.
Bakau Information Centre. 2003. Pengelolaan Kawasan Hutan Bakau yang Berkelanjutan.
Seminar Pengelolaan Hutan Bakau, Denpasar Bali, 8 September 2003.
Rusila Noor, Y., M. Khazali, I.N.N. Suryadiputra. (1999). Panduan Pengenalan Bakau di Indonesia.
PKA/WI-IP, Bogor.
Soemodihardjo, S., P. Wiroatmodjo, F. Mulia, and M.K. Harahap. 1996. Bakaus in Indonesia
- a case study of Tembilahan, Sumatra. pp. 97-110 In C. Fields (ed.) Restoration of Bakau
Ecosystems.
Yapeka. 2009. Pedoman Penanaman Bakau di Pantai Timur Surabaya (tidak diterbitkan).
Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia. 2006. Petunjuk Tehnis Rehabilitasi Bakau. April -
Yogyakarta, Indonesia.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 163
Perlindungan
Satwa Liar
MODUL
6
Foto Tarsius, Ular & Katak sumber Agustinus Wijayanto/WCS IP
164 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
I. Pengenalan Perlindungan
Satwa Liar
I.1. Pengenalan Perlindungan Satwa Liar
Pada Lahan Pertanian dan di Sekitar
Wilayah Perdesaan
Saat ini perkembangan pembangunan
daerah sangat pesat sebagai bagian
dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan ekonomi nasional. Di
sisi lain, pembangunan hendaknya tetap
memperhatikan aspek sosial, lingkungan,
dan ekosistem, sehingga pembangunan
yang berkesinambungan dengan tetap
menjaga kelestarian sumberdaya alam
dan keanekaragaman hayati beserta
ekosistemnya dapat tercapai. Semakin
cepat upaya pembangunan semakin
kompleks upaya untuk penataan ruang bagi
kelestarian keanekaragaman hayati dan
ekosistem. Kondisi ini sering menimbulkan
benturan kepentingan yang akhirnya
merugikan pemerintah dan masyarakat
umum secara luas. Salah satu dampak
langsung dari pembangunan tersebut
adalah berkurangnya luasan hutan dan
cenderung mengakibatkan konfik antara
satwa yang hidup di dalamnya dengan
manusia yang tinggal di sekitar lahan
pertanian atau perdesaan yang berbatasan
langsung dengan kawasan hutan.
Lahirnya Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor: P.48/MENHUT II/2008 Tentang
Pedoman Penanggulangan Konfik Manusia
dan Satwa liar didorong oleh makin
meningkatnya konfik antara manusia
dan satwa liar belakangan ini. Satwa liar
yang sering berkonfik antara lain gajah,
harimau, orangutan, dan lain-lain. Konfik
antara manusia dan satwa liar terjadi akibat
interaksi negatif, secara langsung maupun
tidak langsung, antara manusia dan satwa
liar. Berdasarkan fakta di lapangan sering
terjadi konfik antar manusia dan satwa liar
hingga menimbulkan kerugian harta benda
maupun keselamatan jiwa manusia dan atau
satwa liar itu sendiri. Konfik tersebut harus
diselesaikan dengan tetap memperhatikan
keselamatan manusia dan kelestarian satwa
liar.
Penyusutan dan kerusakan kawasan
hutan dataran rendah yang terjadi di
Sumatera dan Kalimantan selama sepuluh
tahun terakhir telah mencapai titik kritis
yang dapat membawa bencana ekologis
skala besar bagi masyarakat. Penyusutan
hutan juga berpeluang menimbulkan
kompetisi pemanfaatan ruang antara
manusia dengan satwa liar. Konfik antara
satwa liar yang dilindungi, seperti gajah,
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 165
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
harimau, orangutan, maupun satwa liar
lain seperti babirusa yang dilindungi
dengan masyarakat umumnya berupa
gangguan terhadap tanaman masyarakat.
Hal itu disebabkan berbagai faktor yang
diduga menjadi penyebab terjadinya
gangguan satwa liar, misalnya terpecah
belahnya (fragmentasinya) tempat hidup
makhluk hidup atau habitat satwa serta
menyempitnya daerah jelajah satwa liar
akibat konversi hutan, serta menurunnya
daya dukung lingkungan.
Disadari atau tidak, konfik antara satwa liar
dengan manusia adalah akibat dari kelalaian
kita. Kerusakan alam sebagai akibat dari
pola pikir bahwa sumber daya alam adalah
kumpulan sumber daya bagi kebutuhan dan
kesenangan manusia. Untuk itu, ada cukup
alasan untuk menggalang solidaritas guna
melakukan eksploitasi atau menundukkan
alam, salah satunya dengan dengan
menganggap satwa liar harus disingkirkan
dari kehidupan manusia atau masyarakat
yang mengalami konfik.. Untuk mencegah
hal tersebut, diperlukan sebuah pengelolaan
satwa liar yang lebih baik.
Tujuan dari pencegahan dan penanganan
konfik satwa liar secara umum adalah
menciptakan hubungan yang harmonis
antara manusia dengan satwa liar. Secara
spesifk ada dua hal yang ingin diwujudkan.
Pertama, pengelolaan satwa liar dilakukan
untuk mencegah atau mengurangi kerugian
jiwa dan material pada pihak manusia.
Kedua, pengelolaan dilakukan agar populasi
dan habitat satwa liar tidak terganggu.
Berikut ini adalah pengenalan satwa liar
yang biasanya mengalami konfik dengan
manusia di wilayah Sulawesi dan Sumatera:
Gambar 1. Penyusutan kawasan hutan di Pulau Sumatera dari
tahun ke tahun
166 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
I.1.1. Gajah Sumatera (Elephant maximus
sumatranus)
Gajah Sumatera (Elephant maximus
sumatranus) hanya berhabitat di pulau
Sumatera, Indonesia. Populasinya tersebar
di tujuh provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara,
Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung. Meskipun sebaran habitatnya
luas, namun populasinya menurun
drastis. Oleh karena itu TUCN Redlist
menggolongkan binatang besar ini dalam
kategori Endangered sejak tahun 1996.
Gajah Sumatera secara umum mempunyai
ciri badan lebih gemuk dan lebar. Ujung
belalainya memiliki satu bibir. Berbeda
dengan gajah Afrika, gajah Sumatera
memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4
kuku di kaki belakang. Berat Gajah Sumatera
dewasa mencapai 3.500-5000 kilogram,
lebih kecil dari gajah Afrika.
Rata-rata gajah Sumatera dewasa dalam
sehari membutuhkan makanan hingga 150
kilogram dan 180 liter air. Dari jumlah itu,
hanya sekitar 40% saja yang mampu diserap
oleh pencernaannya. Untuk memenuhi
nafsu makan ini gajah Sumatera dapat
melakukan perjalanan hingga 20 km per
hari. Dengan kondisi hutan yang semakin
berkurang akibat pembalakan liar dan
kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu
makan dan daya jelajah hewan ini sering
menimbulkan konfik dengan manusia.
Sebagaimana spesies gajah Asia lainnya,
gajah Sumatera tidur sambil berdiri. Selama
tidur, telinganya selalu dikipas-kipaskan. Ia
Gambar 2. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus).
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 167
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
Tabel 1. Deskripsi Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)
Jenis Keterangan
Nama Satwa Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)
Populasi Pada tahun 1980-an, pernah dilakukan survei gajah di seluruh
Sumatera dengan menggunakan metode penaksiran secara cepat
(rapid assessment survey). Hasil survei tersebut memperkirakan
populasi gajah sumatera berjumlah 2800-4800 individu dan tersebar
di 44 lokasi (Blouch dan Haryanto 1984; Blouch dan Simbolon 1985)
Distribusi Tersebar di tujuh provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan
Lampung.
Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)
b. Terancam Punah/Endangered (IUCN)
c. Apendiks I (CITES)
Ciri-ciri Gajah Sumatera secara umum mempunyai ciri badan lebih gemuk dan
lebar. Pada ujung belalai memiliki satu bibir. Berbeda dengan Gajah
Afrika, Gajah Sumatera memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4 kuku
di kaki belakang. Berat Gajah Sumatera dewasa mencapai 3.500-5000
kilogram, lebih kecil dari Gajah Afrika.
Ancaman Perburuan
Hilang dan rusaknya habitat akibat penggundulan hutan (deforestasi)
Berkurangnya habitat menjadikan penyempitan area jelajah gajah,
sehingga mengganggu lahan kebun/ pemukiman masyarakat. Kondisi
demikian yang menjadi pemicu konfik antara manusia dengan gajah
Gambar 3. Peta Sebaran Gajah Sumatera.
(Sebaran gajah sumatera saat ini, terdapat di tujuh (7)
provinsi. Populasi gajah sumatera diperkirakantelah
mengalami penurunan sekitar 35% dari tahun 1992,
dan nilai ini merupakan penurunan yang sangat besar
dalam waktu yang relatif pendek).
168 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
mampu mendeteksi keberadaan sumber air
dalam radius 5 kilometer. Gajah Sumatera
mengalami masa kawin pada usia 10-12
tahun, dan akan melahirkan anak selama
4 tahun sekali dengan masa mengandung
hingga 22 bulan.
Selain karena perburuan, berkurangnya
populasi gajah di alam juga disebabkan
makin berkurangnya luasan habitat mereka.
Pengurangan habitat tersebut salah satunya
karena perubahan habitat gajah Sumatera
menjadi perkebunan monokultur skala
besar, seperti sawit, karet, dan kakao.
Perubahan habitat juga telah membuat
gajah terjebak dalam blok-blok kecil hutan
yang tidak mampu menyokong kehidupan
gajah untuk jangka panjang. Kondisi seperti
itu sering menjadi pemicu terjadinya konfik
antara manusia dengan gajah.
I.1.2. Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae)
Harimau Sumatera semakin langka dan
dikategorikan sebagai satwa yang terancam
punah. Dari catatan para ahli, harimau
berkembang di kawasan timur Asia, yaitu
China dan Siberia sebelum berpecah dua.
Satu kelompok bergerak ke hutan-hutan
di Asia Tengah di barat dan barat daya
yang kemudian menjadiharimau Caspian.
Kelompok lainnya bergerak dari Asia Tengah
ke arah kawasan pergunungan barat, dan
seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan
Indonesia. Sebagian lagi terus bergerak
ke barat hingga India (Hemmer,1987).
Tabel 2. Proporsi sebaran populasi gajah Sumatra dengan beberapa status kawasan hutan
Status Kawasan Luas Kawasan
(hektar)
Persentase (%)
Hutan Konversi 386.829 9,39
Hutan Produksi Terbatas 1.648.654 40,03
Hutan Konservasi 619.988 15,05
Hutan Produksi 709.145 17,22
Hutan Lindung 494.088 12,0
Hutan Negara Tidak Terbatas 15.916 0,39
Perairan 2.108 0,05
Daerah Lain 234.460 5,69
Tidak Ada Data 7.678 0,19
Sumber : Departemen Kehutanan, Strategi & Rencana Aksi Konservasi Gajah Indonesia
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 169
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika
permukaan air laut meningkat pada 6.000
hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik
mutakhir telah mengungkapkan tanda-
tanda genetik yang unik yang menandakan
bahwa subspesies harimau Sumatera
mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan
subspesies harimau lainnya dan sangat
mungkin berkembang menjadi spesies
terpisah bila berhasil lestari.
Perlu diketahui, terdapat 9 subspesies
harimau, tiga diantaranya telah dinyatakan
punah. Kesembilan subspesies harimau
tersebut adalah:
1. Harimau Indochina(Panthera tigris
corbetti) terdapat di Malaysia,Kamboja,
China, Laos,Myanmar, Thailand,
danVietnam.
2. Harimau Bengal(Panthera tigris tigris)
terdapat di Bangladesh, Bhutan,China,
India, dan Nepal.
3. Harimau Cina Selatan (Panthera tigris
amoyensis) terdapat di China.
4. Harimau Siberia(Panthera tigris altaica)
dikenal juga sebagai Amur, Ussuri,
Harimau Timur Laut China, atau harimau
Manchuria.Terdapat diChina, Korea
Utara, dan Asia Tengah di Rusia.
5. Harimau Sumatera(Panthera tigris
sumatrae) terdapat hanya di pulau
Sumatera, Indonesia.
6. Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni)
terdapat di semenanjung Malaysia.
7. Harimau Caspian(Panthera tigris
virgata), telah punah sekitar tahun
Gambar 4. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).
170 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
1950an. Harimau Caspian ini terdapat
di Afganistan, Iran, Mongolia, Turki, dan
Rusia.
8. Harimau Jawa(Panthera tigris sondaica),
telah punah sekitar tahun 1972.
Harimau Jawa hanya terdapat di pulau
Jawa,Indonesia.
9. Harimau Bali(Panthera tigris balica) yang
telah punah sekitar tahun 1937. Harimau
Bali terdapat di pulau Bali, Indonesia.
Makanan harimau Sumatera tergantung
tempat tinggal dan seberapa berlimpah
mangsanya. Harimau Sumatera merupakan
hewan soliter yang berburu di malam hari.
Kucing besar ini mengintai mangsanya
dengan sabar sebelum menyerang
dari belakang atau samping. Mereka
Tabel 3. Deskripsi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Jenis Keterangan
Nama Satwa Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Populasi Di alam liar menurut para ahli diperkirakan tinggal 400500 ekor
Distribusi Pulau Sumatera
Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)
b. Terancam Punah/ Critically Endangered (IUCN)
c. Apendiks I (CITES)
Ciri-ciri Harimau Sumatera adalah subspesies harimau terkecil. Jenis ini
mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau
lainnya. Pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat bahkan
terkadang berdempetan. Panjang Harimau Sumatera jantan dapat
mencapai antara 2,2 2,8 meter, sedangkan betina sekitar 2,15 2,3
meter. Tingginya, diukur dari kaki ke tengkuk, rata-rata adalah 75 cm,
tetapi ada juga yang mencapai antara 80 95 cm. Sedangkan berat
jantan antara 130 255 kg sedangkan betina berkisar 120 dan 180 kg.
Hewan ini mempunyai bulu sepanjang 8 11 mm. Surai pada harimau
Sumatera jantan berukuran 11 13 cm
Ancaman Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah
aktivitas manusia, terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan
pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan
pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya.
Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas
tersebut juga sering memicu konfik antara manusia dan harimau,
sehingga menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering
berakhir dengan tersingkirnya harimau dari habitatnya.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 171
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
memakan apa pun yang dapat ditangkap,
umumnyababi hutan danrusa., Terkadang
mereka juga memangsa unggas, ikan, dan
orangutan.Menurut penduduk di sekitar
hutan, setempat harimau Sumatera juga
gemar makandurian. Harimau Sumatera
juga mampu berenang dan memanjat
pohon ketika memburu mangsa. Luas
kawasan perburuan harimau Sumatera tidak
diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan
bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa
memerlukan kawasan jelajah seluas 100
kilometer.
I.1.3. Orangutan Sumatera (Pongo abelii)
Orangutan merupakan satu-satunya
kera besar yang hidup di Asia, sementara
tiga kerabatnya, yaitu; gorila, simpanse,
dan bonobo hidup di Afrika. Kurang dari
20.000 tahun yang lalu Orangutan dapat
dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari
Pulau Jawa di ujung selatan sampai ujung
utara Pegunungan Himalaya dan Cina
bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis
kera besar itu hanya ditemukan di Sumatera
dan Borneo (Kalimantan), atau sekitar 90%
populasi orangutan berada di wilayah
Indonesia. Penyebab utama mengapa
terjadi penyempitan daerah sebaran adalah
karena manusia dan orangutan menyukai
tempat hidup yang sama, terutama dataran
alluvial di sekitar daerah aliran sungai dan
Gambar 6. Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Dok. Foto Orangutan Information Centre (OIC)
172 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
hutan rawa gambut. Pemanfaatan wilayah
seperti itu untuk aktivitas sosial, ekonomi,
dan budaya manusia umumnya berakibat
fatal pada orangutan.
Para ahli primata saat ini sepakat untuk
menggolongkan Orangutan yang hidup di
Sumatera sebagai Pongo abelii yang berbeda
dari Pongo pygmaeus yang menempati
hutan-hutan dataran rendah di Borneo
(pulau Kalimantan). Dibandingkan dengan
kerabatnya di Borneo, orangutan Sumatera
menempati daerah sebaran yang lebih
sempit. Orangutan di Sumatera hanya
menempati bagian utara,, mulai dari Timang
Gajah di Aceh Tengah sampai Sitinjak di
Tapanuli Selatan.
I.1.4. Yaki (Macaca nigra)
Yaki atau dalam bahasa latindisebutMacaca
nigra merupakan satu dari tujuh subspesies
monyet di Sulawesi. Hidup berkelompok
adalah ciri khas dari genus Macaca. Perilaku
sosial yaki sangat terorganisir dan kompleks.
Pejantan membentuk hirarki kekuasaan.
Hirarki kekuasaan atau kedudukan dalam
kelompok tersebut disusun berdasarkan
suatu kompetisi dan setiap saat akan
berubah karena bertambahnya umur atau
ketika individu tersebut meninggalkan
Tabel 4. Deskripsi Orangutan Sumatera (Pongo abelii)
Jenis Keterangan
Nama Satwa Orangutan Sumatera (Pongo abelii)
Habitat Pulau Sumatera
Populasi Saat ini populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa
sekitar 6.500-an ekor (Rencana Aksi dan Strategi Konservasi
Orangutan, Dephut 2007)
Distribusi Terbatas di bagian Utara Pulau Sumatera
Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)
Sangat Terancam punah/ Critically Endangered (IUCN)
Apendiks I (CITES)
Ciri-ciri Orangutan Sumatera mempunyai kantung pipi yang panjang pada
orangutan jantan. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai
1,5 meter. Beart orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram,
sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya
berwarna coklat kemerahan.
Ancaman Perburuan
Hilang dan rusaknya habitat akibat penggundulan hutan (deforestasi)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 173
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
kelompoknya dan bergabung dengan
kelompok lain (Singapore Zoological garden
Docents 2004).
Yaki hidup semiarboreal (di pohon) dan
teresterial (di tanah), namun mereka
lebih dominan hidup arboreal dan sering
menggunakan dahan untuk melakukan
penjelajahan. Pergerakan di tanah dan
pada percabangan pohon dilakukan secara
quadropedal (kaki dan kedua tangannya).
Namun cara bergerak yaki sangat bervariasi,
biasa menggunakan kedua kakinya (bipedal),
menggantung (brankiasi), atau memanjat.
Daerah jelajah yaki berkisar antara 114
320 ha (Rowe 1996; Supriatna & Edy Hendras
2000), dan jelajah hariannya dapat mencapai
6 km (Rowe 1996). Daerah jelajah suatu
kelompok, dapat juga menjadi daerah
jelajah kelompok lain. Yaki aktif pada siang
hari (diurnal) dan sore hari menjelang tidur
memilih tumbuhan yang rimbun. Tidur
dilakukan pada tajuk tinggi pepohonan
yang mereka tinggalkan menjelang matahari
terbit untuk segera mencari makan. Yaki
memakan berbagai tumbuhan, mulai dari
daun, pucuk, bunga, biji, buah dan umbi,
serta beberapa jenis serangga, moluska dan
invertebrata kecil.
Gambar 7. Yaki (Macaca nigra). Agustinus Wijayanto/WCS IP.
174 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
Habitat yaki telah banyak menyusut akibat
penebangan dan pembukaan lahan untuk
perkebunan. Yaki dapat dijumpai pada
hutan primer atau hutan sekunder dataran
rendah karena cocok untuk tempat tidur
dan mencari makan. Setiap kelompok
memiliki pohon tidur masing-masing yang
disukai. Biasanya pohon tersebut tinggi
dan merupakan sumber makanan bagi
kelompoknya (OBrien & Kinnaird 1997).
Tabel 5. Deskripsi Yaki (Macaca nigra)
Jenis Keterangan
Nama Satwa Yaki (Macaca nigra)
Habitat Yaki hidup semiarboreal dan teresterial, meskipun lebih dominan
hidup arboreal (di pohon), dan sering menggunakan dahan untuk
melakukan penjelajahan. Umumnya pergerakan di tanah dan pada
percabangan pohon dilakukan secara quadropedal. Namun cara
bergerak yaki sangat bervariasi, biasa menggunakan kedua kakinya
(bipedal), menggantung (brankiasi), ataupun memanjat.
Populasi -
Distribusi Endemik (khas) di Sulawesi Utara : Semenanjung Sulawesi
Utara memiliki tiga jenis yaki, yaitu Macaca nigra (terdapat di
semenanjung utara), M. nigrescens (terdapat didaerah kabupaten
Bollang Mongondow), dan M. hecki.
Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)
Endangered (IUCN)
Apendiks II (CITES)
Ciri-ciri Tubuhnya berwarna hitam seluruhnya, kecuali pada bagian pantat
yang disebut inchial callosities yang berwarna kemerahan. Panjang
kepala dan badan binatang dewasa berkisar antara 45 hingga 57
cm, beratnya bervariasi antara 4 hingga 11 kg. Yaki hidup secara
berkelompok. Besar kelompoknya antara 5 sampai 10 ekor.
Ancaman Perburuan untuk dijadikan sebagai satwa peliharaan
Hilang dan rusaknya habitat akibat penggundulan hutan
(deforestasi)
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 175
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990
TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Pasal 21 ayat 2
Setiap orang dilarang untuk :
a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut,
dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan mati;
c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam atau di luar Indonesia;
d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain
satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut
atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia;
e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki
telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Kotak I.
176 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
I.1.5. Anoa (Bubalus sp.)
Tabel6. Deskripsi Anoa (Bubalus sp.)
Nama Satwa Anoa (Bubalus sp)
Habitat Sulawesi
Populasi Kurang dari 5000 ekor yang hidup di alam liar
Distribusi Pulau Sulawesi
Status Perlindungan Dilindungi (PP 7 Tahunh 1999) Genting/Endangered (IUCN) Apendiks I
(CITES)
Ciri-ciri Penampilan mereka mirip dengan kerbau dan memiliki berat 150-300 kg.
Anak Anoa akan dilahirkan sekali setahun
Ancaman Perburuan, hilang dan rusaknya habitat
Gambar 8. Anoa (Bubalus sp.) Dwi Nugroho Adhiasto/WCS IP.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 177
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
I.2. Pengenalan Kawasan Konservasi di
Sekitar Wilayah Pedesaan
Lokasi beberapa desa di kecamatan pilot
PNPM LMP berbatasan dengan kawasan
konservasi. Kawasan konservasi dalam
arti yang luas adalah kawasan di mana
konservasi sumber daya alam hayati
dilakukan. Di dalam perundang-undangan
Indonesia tidak memuat defnisi mengenai
kawasan konservasi secara jelas. Adapun
pengertian kawasan konservasi menurut
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen
Kehutanan adalah kawasan yang ditetapkan
sebagai kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, taman buru dan hutan
lindung. Sementara itu istilah-istilah yang
lebih dikenal adalah kawasan lindung.
Sedangkan hutan lindung adalah adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur
tata air, mencegah banjir, mengendalian
erosi, mencegah intrusi air laut dan
memelihara kesuburan tanah. Namun
dalam perjalanannya, pengelolaan kawasan
konservasi dan hutan lindung saat ini
belum mampu mengadopsi kebutuhan di
masyarakat yang menyangkut perubahan
lingkungan strategis baik nasional maupun
internasional.
Sampai saat ini, total luas kawasan
konservasi di Indonesia diperkirakan sekitar
28,166,580.30 ha. Luasan tersebutmencakup
kawasan cagar alam, kawasan suaka marga
satwa, kawasan taman nasional, kawasan
taman wisata alam, kawasan taman
hutan raya, dan kawasan taman buru.
Kawasan konservasi merupakan salah satu
cara yang ditempuh pemerintah untuk
melindungi keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan
dan pengembangan kawasan konservasi
ditujukan untuk mengusahakan kelestarian
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
sehingga dapat mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya
keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman
hayati tersebut sangatlah penting.
Menurut Undang-undang No. 5 tahun
1990, kawasan konservasi di Indonesia di
bagi menjadi dua kategori, yaitu: kawasan
suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian
alam (KPA). Kawasan suaka alam (KSA)
merupakan kawasan dengan ciri khas
178 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
tertentu, baik di daratan maupun di perairan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya
yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan. Sedangkan kawasan
pelestarian alam (KPA) merupakan kawasan
dengan ciri khas tertentu, baik di daratan
maupun di perairan yang mempunyai fungsi
pokok perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan
suaka alam terdiri dari: cagar alam (sering
disingkat CA) dan suaka margasatwa(SM).
Sedangkan kawasan pelestarian alam terdiri
atas taman nasional (TN), taman wisata alam
(TWA), dan taman hutan raya (Tahura).
Sebagai bentuk upaya pelestarian kawasan
maka dilakukanlah pengelolaan terhadap
KSA dan KPA tersebut. Tujuan dari
pengelolaan tersebut untuk mengawetkan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa
dalam rangka mencegah kepunahan spesies,
melindungi sistem penyangga kehidupan,
dan pemanfaatan keanekaragaman hayati
secara lestari/berkelanjutan.
Kawasan lain selain KPA dan KSA yang juga
perlu diketahui adalah Taman Buru, Cagar
Biosfer dan Hutan Lindung.
I.2.1. Kawasan Suaka Alam (KSA)
I.2.1.1. Kawasan Cagar Alam
Kawasan Cagar Alam adalah kawasan
suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa
dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu
yangperlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami.
I.2.1.2. Kawasan Suaka Marga Satwa
Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan
suaka alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan atau keunikan
jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya.
I.2.2. Kawasan Perlindungan Alam (KPA)
I.2.2.1. Kawasan Taman Nasional
Kawasan Taman Nasional adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Pembagian zonasi umumnya terdiri
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 179
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
atas zona inti, zona pemanfaatan, dan zona
rimba.
I.2.2.2. Kawasan Taman Wisata Alam
Kawasan Taman Wisata Alam adalah
kawasan pelestarian alam dengan
tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
I.2.2.3. Kawasan Taman Hutan Raya
Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan
pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau
bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis
asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata,
dan rekreasi.
I.2.3. Taman Buru
Taman buru adalah kawasan yang
ditetapkan sebagai tempat wisata berburu
atau tempat dilaksanakan perburuan secara
teratur.
I.2.4. Cagar Biosfr
Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang
terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik,
dan atau ekosistem yang telah mengalami
degradasi yang keseluruhan unsur alamnya
dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan
penelitian dan pendidikan.
I.2.5. Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalian erosi, mencegah intrusi air
laut dan memelihara kesuburan tanah.
I.3. Mengenal Beberapa Kawasan
Konservasi di Sulawesi dan Sumatera
I.3.1. Kawasan Konservasi di Sulawesi
Sulawesi Utara merupakan wilayah yang
cukup strategis dan memiliki endemisitas
keanekaragaman hayati tinggi. Ada
165 jenis hewan mamalia yang endemik
Indonesia, hampir setengahnya (46%) ada
di Sulawesi. Dari 127 jenis mamalia yang
ditemukan di Sulawesi, 79 jenis (62%)
endemik. Hanya di daratan Sulawesi tercatat
ada 233 jenis burung, 84 diantaranya
endemik Sulawesi. Jumlah ini mencakup
lebih dari sepertiga dari 256 jenis burung
yang endemik Indonesia. Sulawesi didiami
oleh sebanyak 104 jenis reptilia, hampir
sepertiganya atau 29 jenis adalah jenis
endemik. Itu berarti, dari 150 reptilia yang
180 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
tercatat endemik di Indonesia, seperlima di
antaranya ada di Pulau Sulawesi. Sulawesi
memiliki sejumlah satwa endemik yang
antara lain burung maleo (Macrocephalon
maleo), babirusa (Babyrousa babyrussa),
monyet hitam Sulawesi/yaki (Macaca nigra ),
anoa (Bubalus spp.), kuskus (Ailurops ursinus
dan Stigocuscus celebensis). Beberapa jenis
satwa endemik tersebut mendiami wilayah
konservasi (taman nasional atau cagar alam).
Tabel 7. Kawasan Konservasi di Sulawesi
Nama Kawasan Satwa /Tumbuhan Endemik
Sulawesi Utara
Taman Nasional
Bogani Nani
Wartabone
Satwa
Yaki/ monyet hitam (Macaca nigra), monyet dumoga bone (M.
nigrecens), Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), Anoa
(Bubalus sp).
Jenis burung yang terkenal dan menjadi mascot taman nasional adalah
burung maleo (Macrochepalon maleo)
Tumbuhan
Tumbuhan yang khas adalah palem matayangan (Pholidocrpus
ihur), kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp.), kayu
kuning (Arcaangelisia fava) dan Bungan bangkai (Amorphophallus
companulatus).
Taman Nasional
Laut Bunaken
Terkenal dengan terumbu karangnya yang indah. Terdapat jenis
ikan purba yang sangat terkenal adalah ikan coelacanth (Latimeria
manadoensis). Selain itu terdapat ikan kuda gusumi (Hippocampus
kuda), oci putih (Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus
kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias
hypselosoma), ila gasi (Scolopsis bilineatus)
Cagar Alam
Tangkoko
Terdapat jenis burung yang terkenal adalah burung manguni (Otus
manadensis) yang menjadi symbol daerah Minahasa. Kukus kerdil
(Strigocuscus celebensis), kangkareng (Penelopides exarrhatus), tangkasi
(Tarsius spectrum)
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan
Taman Nasional
Wakatobi
Memiliki kergaman terumbu karang yang tinggi, termasuk kedalam
wilayah segitiga karang di dunia. Panorama lautnya juga menakjubkan,
sehingga menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal baik nasional
dan internasional. Jenis-jenis yang ada antara lain Acropora formosa,
A. hyacinthus, Psammocora profundasafa, Pavona cactus, Leptoseris yabei,
Fungia molucensis, Lobophyllia robusta
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 181
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
I.3.2. Kawasan Konservasi di Sumatera
Kawasan hutan Sumatera sangat unik
karena di dalamnya dihuni oleh satwa liar
yang endemik dan beberapa diantaranya
terancam. Sedikitnya empat mamalia
besar menghuni hutan-hutan di Sumatra
meskipun tidak seluruh daratan Sumatra
keberadaannya. Satwa khas Sumatra yang
terkenal antara lain harimau Sumatra, gajah
Sumatra, orangutan Sumatra, badak, tapir
dan beberapa jenis satwa lainya. Satwa-
satwa tersebut menghuni di beberapa
kawasan konservasi.
Taman Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
Terkenal dengan keunikan kars, goa-goa dengan stalaknit yang indah.
Dikenal juga dengan kawasan Te Kingdom of butterfy (kerajaan kupu-
kupu) setidaknya terdapat 20 jenis kupu-kupu yang dilindungi oleh
pemerintah. Beberapa spesies unik antara lain Troides helena, Troides
hypolitus, Troides haliphron, Papilo adamantius, dan Cethosia myrana
Lambusango Hutan Lambusango memiliki lima satwa kebanggaan yaitu anoa
(Bubalus sp.), Kuskus (Phalanger ursinus), julang sulawesi (Aceros
cassidix), andoke (Macaca ochreata brunescens) dan tangkasi (Tarsius sp.)
Tabel 8. Kawasan Konservasi di Sumatera
Nama Kawasan Satwa /Tumbuhan Endemik
Taman Nasional
Gunung Leuser
Satwa terkenal di kawasan ini adalah harimau sumatera (Panthera
tigris sumatrae), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah
Sumatera (Elephan maximus sumatranus), Siamang (Hylobates
syndactylus syndactylus) mawas/ orangutan (Pongo abelii), kambing
hutan (Capricornis sumatranensis), rangkong (Buceros bicornis), rusa
sambar (Cervus unicolor) dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis
sumatrana)
Taman Nasional
Kerinci Seblat
Memiliki 4000 jenis tumbuhan yang didominasi family
Dipterocapaceae. Tumbuhan yang langka dan endemic seperti pinus
kerinci (Pinus merkusii stain kerinci), kau pacat (Harpulia alborea),
bunga rafesia (Rafesia arnoldi dan R. haselltii) dan bunga bangkai
(Amorphophallus titanum dan A. decus-silvae)
182 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
Gambar 9. Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatra Utara. (Agustinus Wijayanto/WCS IP).
Terdapat juga jenis satwa burung rangkong (Buceros rhinoceros
sumatranus) dan julang (Aceros undulatus undulatus), burung gading
(Rhinoplax vigil) dan adanyaa kucing emas (Catopuma temminckii)
yang sangat mesterius.
Taman Nasional
Bukit Barisan
Selatan

Tumbuhan yang menjadi ciri khas kawasan ini adalah bunga bangkai
jangkung (A. decus-silvae), bunga bangkai raksasa (A. titanum) dan
angrek raksasa/ tebu (Grammatophylum speciosum).
Habitat beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), badak
Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae), gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus), tapir
(Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis), siamang (H. syndactylus
syndactylus), simpai (Presbytis melalophos fuscamurina), kancil
(Tragulus javanicus kanchil), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 183
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
Gambar 10. Peta kawasan konservasi
di Sumatra dan Sulawesi
184 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
II. Peran Serta Masyarakat
Dalam pengelolaan kawasan konservasi
dalam mendukung pengelolaan satwa liar di
daerahnya sangat dibutuhkan. Hal ini sudah
tertuang dalam UU No. 41/1999 tentang
Kehutanan dimana peran masyarakat
termasuk masyarakat adat cukup besar.
Masyarakat mempunyai kewajiban dalam
turut serta menjaga dan melestarikan hutan,
yaitu :
a) Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta
memelihara dan menjaga kawasan hutan
dari gangguan dan perusakan;
b) Dalam melaksanakan rehabilitasi
hutan, masyarakat dapat meminta
pendampingan, pelayanan, dan
dukungan kepada lembaga swadaya
masyarakat, pihak lain, atau pemerintah.
Selain itu, masyarakat juga memiliki
peran strategis masyarakat yaitu bahwa
masyarakat turut berperan serta dalam
pembangunan di bidang kehutanan
terutama dalam ikut memantau terjadinya
ancaman kerusakan terhadap kawasan
konservasi yang akan berdampak buruk
terhadap daerah sekitar masyarakat
tersebut tinggal. Disisi lain, Pemerintah
wajib mendorong peran serta masyarakat
melalui berbagai kegiatan di bidang
kehutanan yang berdaya guna dan berhasil
guna. Pemberdayaan masyarakat di sekitar
kawasan hutan (baik kawasan konservasi
maupun hutan lindung) multak diperlukan.
Dampak positif dan negative dari bentuk
pengelolaan kawasan akan dirasakan
oleh warga sekitar pedesaan terutama
bagi mereka yang tempat hidup dan
matapencahariannya berada di kawasan
hutan dimana satwa liar hidup di dalamnya.
KSA dan KPA di Indonesia beserta pengelola
wilayah yang bersangkutan dengan lokasi
PNPM LMP dapat dilihat pada lampiran.
III. Contoh Penanganan Konfik
Antara Satwa Liar dan
Masyarakat (Gajah, Harimau,
Orangutan dan Yaki)
Ancaman terbesar terhadap kelangsungan
hidup satwa liar berasal dari perusakan
habitatnya yang disebabkan oleh
pembukaan hutan untuk dijadikan lahan
pertanian, perkebunan, pertambangan,
dan pemukiman. Kegiatan tersebut
mengakibatkan populasi satwa liar
menurun dan tempat hidupnya terbelah-
belah (fragmentasi). Konfik antara
manusia dengan satwa liar terjadi karena
adanya kompetisi atau perebutan dalam
memanfaatkan ruang dan sumber daya alam
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 185
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
yang terbatas. Ketika kebutuhan manusia
akan lahan, sumber daya alam, kekayaan
dan kesejahteraan meningkat, ancaman bagi
keberadaan dan kelangsungan hidup satwa
liar juga meningkat. Di Sumatera, secara
khusus, konfik antara manusia dengan
satwa liar sering terjadi, terutama pada
gajah, harimau, dan orangutan.
Berikut ini contoh konfik yang terjadi dan
upaya penanganannya:
III.1. Penanganan Konfik Antara Manusia
dan Gajah
Penangan konfik satwa liar (gajah) dengan
manusia di sekitar wilayah Kecamatan
Serbajadi dan Peunaron, di Kabupaten Aceh
Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Konfik manusia-gajah mengakibatkan
kerugian yang signifkan bagi manusia.
Kerusakan tanaman, terbunuhnya manusia
dan kerusakan harta benda sering terjadi
akibat konfik dengan gajah. Kerusakan
tanaman (crop raiding) oleh gajah
merupakan akibat yang paling sering terjadi.
Di sisi lain, konfik manusia-gajah (KMG)
juga menimbulkan kematian pada gajah
Gambar 11. Deforestasi (penggundulan hutan) menjadi salah faktor kepunahan satwa liar
186 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
karena diracun, ditembak atau disetrum.
Jika terus bermasalah gajah akan ditangkap
dan dipindahkan ke Pusat Konservasi Gajah
(PKG) atau ke tempat lain (translocation)
yang mengakibatkan terjadinya kepunahan
lokal,misalnya ke wilayah di provinsi Riau
dan Lampung.
Secara garis besar kerusakan tanaman yang
ditimbulkan oleh gajah dapat dikategorikan
menjadi dua bagian, yaitu:
Opportunistic raiding, yaitu kerusakan
tanaman yang terjadi karena gajah secara
kebetulan menemukan lahan pertanian
yang berada di dalam atau berdekatan
dengan daerah jelajahnya;
Obligate raiding, yaitukerusakan tanaman
oleh gajah yang keluar dari habitatnya
yang telah rusak akibat fragmentasi
habitat atau degradasi yang parah.
Cara mencegah terjadinya konfik antara
manusia dengan gajah
a) Tidak melakukan aktivitas yang
mengganggu dan merusak habitat
gajah.. Disengaja atau tidak disengaja
manusia telah melakukan aktivitas yang
mengganggu dan merusak habitat
gajah. Aktivitas-aktivitas manusia yang
mengganggu dan merusak habitat majah
adalah perambahan (encroachment)
dan pembalakan liar (illegal logging),
perburuan dan penangkapan satwa
(illegal hunting), kebakaran hutan
(forestfre) yang akan menyebabkan
penurunan kualitas hutan dan
penyempitan habitat gajah.
b) Tidak bercocok tanam di daerah
perlintasan gajah. Kebutuhan akan lahan
yang tinggi mendorong masyarakat
petani untuk terus memperluas lahan
pertanian, perkebunan dan perladangan.
Akan tetapi beberapa lokasi lahan
pertanian, perkebunan dan perladangan
masyarakat berada pada jalur perlintasan
gajah. Hal ini semakin parah karena jenis
tanaman yang ditanam masyarakat juga
disukai gajah.
c) Tidak membangun pemukiman
penduduk. Pemukiman penduduk
berhubungan erat dengan tempat
manusia bercocok tanam, perladangan
dan perkebunan dan berhubungan
dengan semakin padatnya jumlah
penduduk.
Faktor-faktor di atas adalah pertimbangan-
pertimbangan untuk menghindari terjadinya
konfik antara manusia dengan gajah.
Terdapat tiga tipe konfik yang dikenal
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 187
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
selama ini, yaitu tipe A (sangat parah), tipe B
(berat dan sering terjadi), dan tipe C (ringan
dan jarang terjadi). Jika KMG telah terjadi
di suatu wilayah , ada beberapa solusi yang
bisa dilakukan sesuai tipe konfiknya:
a. Konfik tipe A (sangat parah), solusinya:
Mempertimbangkan ulang konversi
lahan untuk dijadikan kawasan
lindung,
Membentuk kawasan Managed
Elephant Range/jarak pengelolaan
kawasan dengan gajah
Memindahkan populasi melalui
penggiringan ataupun translokasi ke
habitat yang mendukung,
Memindahkan populasi gajah ke
habitat lain yang mendukung.
b. Konfik tipe B (berat dan sering terjadi),
solusinya:
Meningkatkan status perlindungan
kawasan hutan bagi wilayah
hutan yang belum memiliki status
perlindungan, serta melakukan
manajemen habitat yang intensif.
Membangun batas (barrier) fsik
yang dapat menghentikan konfik
gajah dan manusia. Barrier fsik dapat
MODUL
Gambar 12. Konfik gajah yang terjadi seperti di sekitar TN Way Kambas. Dok. WCS IP
188 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
berupa pagar listrik, kanal, ataupun
pembentukan zona tanaman di lahan
perkebunan yang berbatasan dengan
habitat gajah,
Pembentukan tim penanggulangan
konfik gajah yang dapat mengurangi
konfik dengan menggunakan zat anti
kimia serta penjagaan lahan pertanian
oleh masyarakat.
Membentuk sistem kompensasi yang
dapat membantu ekonomi masyarakat
yang terkena konfik.
Mempertimbangkan untuk mengubah
sistem pertanian dengan mengganti
jenis tanaman yang tidak disukai
gajah, misalnyadamar, kopi, dll.
Mempertimbangkan untuk merelokasi
atau memindahkan masyarakat ke
tempat yang lebih aman dan jauh dari
habitat gajah
c. Konfik tipe C (ringan dan jarang terjadi),
solusinya:
Meningkatkan status perlindungan
kawasan hutan bagi wilayah
hutan yang belum memilki status
perlindungan, serta melakukan
manajemen habitat yang intensif.
Pembentukan tim penanggulangan
konfik gajah yang dapat mengurangi
konfik dengan menggunakan
chemical deterrents dan penjagaan
lahan pertanian.
Membentuk sistem kompensasi yang
dapat membantu ekonomi masyarakat
yang terkena konfik.
Mempertimbangkan untuk mengubah
sistem pertanian dengan mengganti
jenis tanaman yang kurang disukai
gajah, sepertidamar, kopi, dll.
Meningkatkan kesadaran melalui
kegiatan penyadartahuan bagi
masyarakat di sekitar habitat gajah
Adapun tahapan penanggulangan konfik
antara manusia dengan gajah yang bisa
dilakukan:
a. Sebelum terjadi gangguan
Tim Penanggulangan bersama-sama
masyarakat melakukan beberapa
kegiatan seperti:
Membuat peta daerah rawan konfik
gajah dan menginformasikan kepada
pemerintah dan masyarakat yang
bersangkutan.
Menyusun potensi pembentukan
kelompok-kelompok masyarakat untuk
penanggulangan konfik dengan gajah.
Menetapkan daerah alternatif
pemblokiran dan penggiringan gajah
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 189
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
(pembuatan kanal)
Penerapan alat penghalau tradisional
(budidaya lebah madu)
Menyusun program penanggulangan
konfik gajah manusia berbasis partisipasi
sesuai prosedur rencana kerja.
Membuat dan menetapkan rencana
anggaran/biaya kegiatan.
Merumuskan dan mencari penyandang
dana untuk kegiatan penanganan konfik
gajah
b. Ketika terjadi gangguan
Tim Penanggulangan pada saat kejadian
melakukan kegiatan seperti:
Memberi petunjuk teknis pelaksanaan
penanggulangan gangguan satwa liar
gajah dan mengirimkan Tim Reaksi Cepat
ke daerah gangguan.
Mengirimkan bantuan sarana prasarana
dan peralatan satgas KGM ke daerah
bencana/konfik.
Melaporkan kejadian gangguan dan
penaggulangannya kepada Kepala Desa,
Kepala Balai Konservasi Sumberdaya
Alam (BKSDA), dan Bupati bila diperlukan.
c. Sesudah terjadi gangguan
Menghitung jumlah kerusakan yang
dialami masyarakat, dan menyampaikan
informasi jumlah perkiraan kerugian
kepada Kepala BKSDA, dan membuat
rencana tindak lanjut.
Memberikan bantuan sarana dan
prasarana yang diperlukan dalam upaya
penanganan gangguan gajah di lapangan
Mendorong terciptanya situasi dan
kondisi yang kondusif di wilayah yang
mengalami konfik gajah.
Pengalaman masyarakat desa Menggamat di
kabupaten Aceh Selatan dalam menghadapi
konfik dengan gajah cukup menarik. Untuk
mengusir gajah mereka membuat menara
pengawas serta memperkuat kelompok
masyarakat untuk bergiliran berjaga
sehingga ketika ada gajah yang akan masuk
kebun dapat segera dihalau.
Gambar 13. Ladang masyarakat yang dirusak oleh gajah. Dok.
WCS IP
190 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
III.2. Penanganan Konfik Antara Manusia
dan Harimau
Harimau merupakan jenis hewan
pemangsa yang masuk dalam tingkat atas
dalam rantai makanan. Harimau dapat
mendekati mangsanya tanpa diketahui dan
membunuhnya secepat kilat. Oleh sebab itu
bila kita melihat harimauyang mungkin saja
harimau itu tidak bermaksud menyerang
kita--perilaku atau sikap yang tepat akan
sangat menolong untuk menghindari
serangan harimau terhadap kita.
Pengendalian diri adalah unsur utama
dalam setiap konfrontasi manusia dengan
harimau. Akhir-akhir ini di beberapa media
diberitakan tentang temuan korban baik
manusia mapun harimau yang berujung
pada kematian kedua belah pihak.
Berikut ini beberapa hal yang perlu
dikatahui terkait konfik antara manusia
dengan harimau:

Gambar 14. Kegiatan PNPM LMP di Aceh Selatan, pembangungan menara jaga pergerakan gajah, sebagai upaya pencegahan dini
untuk menangani konfik manusia dengan gajah. Ade Kusuma Sumantri/WCS IP.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 191
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
Berbagai situasi pada saat bertemu
harimau
a. Harimau Dengan Anak
Situasi yang sangat berbahaya adalah
pada saat bertemu sarang dengan harimau
bersama anaknya yang baru lahir secara
tidak sengaja. Biasanya harimau akan
mengeluarkan auman peringatan. Pada
kasus seperti ini usahakan tidak panik, dan
segeralah mencari jalan kembali hingga
sekitar 500 meter jauhnya dari sarang
tersebut. Bila bertemu anak harimau tanpa
induk, tidak diperbolehkan menangkap
anak tersebut. Induk harimau kadang
meninggalkan anak-anaknya dalam waktu
yang cukup lama dan anak harimau yang
sudah mulai besar sering berkeliaran secara
mandiri. Induk akan melindungi anaknya
tanpa memperhatikan orang atau apapun,
bahkan kendaraan yang lewat. Kalau anda
melewati jalan dan melihat anak harimau di
lebih dari satu tempat, anda harus lapor ke
pihak yang berwenang.
b. Harimau dan anjing
Cukup sulit dijelaskan alasannya mengapa
harimau cenderung menyukai anjing.
Harimau dapat menghabiskan waktu
cukup lama untuk mengikuti manusia
yang pergi bersama anjing tanpa diketahui
oleh manusia maupun anjing tersebut.
Harimau akan menunggu hingga anjing
terpisah dengan pemiliknya. Saat itu, anjing
dengan cepat akan menghilang tanpa
jejak dan suara karena seketika dibunuh
harimau. Kadang harimau ini mengikuti
anjing dan manusia hingga beberapa hari
dan mengikuti manusia hingga ke tempat
tinggal sementara manusia di dalam hutan,
seperti gubuk atau pondok.. Pada kasus ini,
bukan hanya anjing yang terancam, namun
manusia juga dalam bahaya besar.
Kadang terkaman pertama harimau
tidak berhasil, dan anjing bersembunyi
di belakang pemiliknya untuk mencari
keselamatan. Harimau yang sudah terlalu
bernafsu untuk membunuh tidak dapat
menghentikan diri dan sering kali tanpa
memperhitungkan keberadaan manusia,
harimau tetap saja menerkam anjing
yang berada di dekat pemiliknya. Setelah
membawa anjing tersebut pergi, biasanya
harimau pergi meninggalkan manusia
begitu saja tanpa masalah. Anda tidak akan
bisa menolong anjing tersebut, karena
justru akan memicu harimau tersebut
mempertahankan hasil tangkapannya.
Kadang anjiing dapat menemukan si
192 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
pengintai (harimau). Anjing akan menjadi
lemas/takut dan akan terus menempel
di kaki pemilik dan terus merengek-
rengek. Pada situasi ini, sebaiknya
segera meninggalkan lokasi tersebut
sambil melakukan kegiatan yang dapat
mengejutkan harimau, misalnya suara-suara
keras, memukul benda logam, enembakkan
senjata-jika anda aparat keamanan agar
harimau takut. .
c. Harimau dengan mangsanya
Bila anda seorang pemburu yang telah
mendapat mangsa untuk diambil, sebaiknya
anda memeriksa jejak harimau di sekitar
area pemburuan mangsa tersebut. Anda
harus memberitahukan keberadaan anda
pada harimau ini dengan membuat suara
khas yang biasa dilakukan manusia seperti:
tembakan ke udara, suara dari benda logam,
berbicara dengan keras, atau memukul
pohon-pohon. Biasanya harimau tidak akan
menyentuh hewan yang dibunuh oleh
pemburu. Lagipula, predator (harimau) yang
normal dan sehat akan mengurungkan
niatnya untuk berburu jika dia menemukan
jejak manusia di daerah perburuannya.
Harimau yang mempunyai indra penciuman
tajam akan memilih pergi. Namun jika
harimau bertemu secara kebetulan,
mungkin ia akan menyerang anda.
Anda seharusnya tidak mendekati mangsa
harimau yang sudah mati. Keingintahuan
yang berlebihan seperti ini mungkin akan
menimbulkan sebuah akibat tragis. Beruang
dapat memakan sisa-sisa mangsa harimau
dan pada situasi seperti ini beruang akan
sangat agresif. Situasi yang berbahaya
terjadi saat harimau dan pemburu
mengincar mangsa yang sama. Pada saat
didekati, mangsa incaran seperti rusa atau
babi berhasil melarikan diri. Kadang harimau
akan melompat melakukan provokasi
terhadap pemburu dan dalam keadaan
ini pemburu harus melakukan tindakan
drastis.
d. Harimau terluka atau lapar
Setelah mengalami luka yang serius,
harimau akan kehilangan kemampuan
berburu walaupun sebenarnya belum terlalu
tua untuk dapat berburu dengan normal
(alami). Secara alami ini merupakan harimau
dengan kemampuan berburu yang buruk.
Rasa lapar akan merangsang harimau untuk
mendekati perkampungan, berkeliaran ke
tempat pembuangan sampah, memakan
bangkai, memangsa ternak dan anjing.
Keberadaan harimau ini merupakan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 193
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
ancaman serius dan direkomendasikan
hanya orang berpengalaman dan
mempunyai senjata lengkap yang
menangani kasus ini.
Darah pada jejak kaki atau di tempat biasa
harimau berbaring, atau jejak-jejak langkah
kecil yang tak biasa adalah pertanda
agar anda harus lebih berhati-hati. Pada
kasus seperti ini nda tidak diperbolehkan
berjalan sendirian dan anda harus
membawa perlengkapan mempertahankan
diri. Tindakan yang paling baik adalah
meninggalkan area tersebut hingga situasi
menjadi lebih aman.
Penurunan tajam pada jumlah
ungulata (mangsa utama harimau) juga
meningkatkan bahaya akan serangan
harimau. Kasus seperti ini harus terus
dimonitor oleh petugas khusus yang
mempunyai kemampuan dalam bidang
ini. Selain itu, memberikan informasi
pada masyarakat secara kontinyu. Jangan
bepergian di area tersebut tanpa jumlah
orang yang cukup.
e. Harimau dengan Jerat.
Sudah bertahun-tahun, para penjerat
menggunakan snare/sling dan jerat kaki
untuk menangkap harimau. Hewan
yang terkena jerat mungkin akan sangat
berbahaya bagi orang yang mendekatinya.
Biasanya harimau akan mengaum dan
mencakar permukaan tanah hingga harimau
ini mendengar ada manusia mendekat.
Kemudian, harimau ini akan berhenti (diam)
beberapa saat dan pada saat ada yang
mendekat dia akan kembali meyuarakan
raungan putus asa. Andai jerat putus atau
lepas, orang yang sedang berada di tempat
tersebut kecil kemungkinan untuk selamat.
Biasanya orang yang terluka pada kasus
seperti ini bukanlah si pelaku pemasangan
jerat. Sekali terkena dan bisa lepas dari jerat,
harimau yang mengalami trauma ini akan
menjadi sangat-sangat berbahaya.
f. Harimau di jalan raya
Seekor harimau bisa saja berada di jalan raya
untuk sekedar melintas atau karena mencari
tahu sesuatu. Harimau semacam ini tidak
membahayakan bagi pengendara mobil
selama tidak berhanti dan keluar dari mobil.
Pengendara sepeda motor seharusnya tidak
mendekati harimau ini dan perlu segera
mengambil keputusan cepat untuk terus
melaju melewati harimau dengan kecepatan
maksimal atau balik arah. Pengendara
sepeda kayuh harus terus melaju dengan
194 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
cepat tanpa menunjukkan rasa takut dengan
tidak memunggungi harimau, berbicaralah/
berteriak pada harimau dengan keras dan
segera meninggalkan tempat tersebut.
g. Perilaku harimau saat mengancam
(mengintimidasi)
Jika harimau terlihat, ini sudah harus
diartikan sebagai sebuah tanda peringatan.
Biasanya harimau akan berperilaku secara
diam-diam. Harimau akan mempelajari
kita dari bau dan suara, sambil berjalan
keluar dari tempat persembunyian untuk
mendapatkan semua informasiyang dia
perlukan tentang kita. Satwa liar berpotensi
membahayakan, dan perlu untuk selalu
waspada. Dengan perilaku ini, harimau bisa
jadi ingin memberikan peringatan bahwa
ada anak-anak harimau yang berada tidak
jauh atau mungkin ada mangsa miliknya.
Tapi bisa juga karena alasan lain, misalnya
dia melihat manusia sebagai pesaing yang
tidak diharapkan. Perilaku ini menunjukkan
bahwa harimau ini tidak berencana untuk
membunuh manusia, tapi lebih cenderung
pada memberikan peringatan bahwa
harimau berada disini. Oleh sebab itu, kita
harus keluar dari tempat tersebut tanpa
menembak ataupun memperlihatkan gaya
menembak pada harimau ini.
Perilaku demonstrative harimau ini ditandai
dengan auman. Dia akan membiarkan
kita dan mungkin bergerak searah kita.
Sering kali hal ini terjadi pada waktu gelap
(sore). Pada kondisi ini, tidak ada ancaman
serangan secara langsung, tapi auman yang
keras akan membuat kita tegang,stress,
takut dan panik. Hewan-hewan predator lain
pun pasti akan ketakutan mendengar auman
keras ini, hal ini menegaskan bahwa auman
ini begitu kerasnya dan sangat mengerikan
bagi manusia. Buatlah suara gaduh seperti
berbicara, tembakan udara (hanya petugas
dengan ijin senjata) dan tidak panik. Segera
tinggalkan lokasi tersebut dengan tidak
berlari.
Perilaku harimau saat menyerang
Saat terjadi pertemuan tanpa sengaja
antara manusia dan harimau secara face
to face atau berhadapan, hewan yang
sedang kelelahan pun tidak akan langsung
mengambil keputusan. Pada situasi ini,
inilah waktu untuk mempelajari keadaan.
Biasanya harimau tidak akan berdiri tanpa
bergerak untuk beberapa saat, tegang
memberikan auman peringatan (warning)
dan mungkin akan berpura-pura menerkam
atau menyerang. Pada saat tegang, biasanya
telinga harimau akan ditarik menempel
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 195
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
pada kepala, rambut pada kepala dan leher
berdiri, dan ekor menggeliat tegang. Situasi
ini akan menjadi berbahaya sehingga
keputusan harus segera anda ambil.
Harimau jarang melihat manusia
sebagai mangsa, oleh sebab itu anda
tidak seharusnya gegabah menyangka
harimau akan menyerang padahal hanya
menunjukkan perilaku demonstratif
atau memberi peringatan. Berpura-pura
menerkam adalah sebuah peringatan.
Umumnya kasus seperti ini terjadi pada
orang yang membawa senjata. Tembakan
terburu-buru yang diarahkan pada
harimau hanya akan memancing harimau
melakukan serangan atau terkaman yang
sesungguhnya, apalagi jika harimau ini
terluka.
Bagaimana cara menghindari serangan?
a. Sebelum memasuki habitat harimau,
anda harus mempunyai informasi
mengenai perilakunya. Bila memiliki
informasi soal anjing yang hilang,
ternak diserang, harimau yang sering
menampakkan diri, sebaiknya anda
membatalkan rencana atau setidaknya
meningkatkan kewaspadaan;
b. Sangat perlu untuk menjaga kebersihan
di sekitar pemukiman dan pondok.
Jangan membiarkan tumpukan sampah
yang mungkin akan mengundang
predator. Dilarang keras membuang
bangkai atau bagian tubuh hewan di
sekitar tempat tinggal;
c. Pada daerah (habitat) harimau, jangan
menggunakan anjing pemburu. Anjing
tak hanya terancam kematian, tapi juga
akan membuat harimau justru mendekati
manusia. Jarang ditemukan ada harimau
yang mendekati pondok atau gubuk yang
tidak terdapat anjing. Dilarang untuk
membiarkan anjing terlepas/berkeliaran
di sekitar gubuk;
d. Jangan mendekati mangsa harimau
yang sudah mati. Meskipun di situ tidak
ditemukan jejak-jejak baru, apalagi
memindahnya;
e. Orang yang memasuki habitat harimau
direkomendasikan untuk berjalan dalam
kelompok tidak kurang dari 3 orang
dalam satu kelompok.
f. Tidak direkomendasikan untuk
menggunakan kuda. Kalaupun ada kuda,
jangan dibiarkan tanpa pengawasan
karena kuda dapat mengundang
datangnya harimau.
g. Anggota expedisi seharusnya hanya
membawa peralatan untuk menakuti
196 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
harimau. Peralatan yang paling efektif
adalah lampu dan dentuman. Bunga api,
pistol gas dan alat pembuat dentuman
(meriam) juga direkomendasikan.
Peralatan ini harus selalu berada di
tangan dan siap dipergunakan.
h. Jangan berjalan mengikuti jejak
hewan mangsa, kadang jejak-jejak ini
membingungkan dan membawa kita
pada jejak mangsa yang masih baru
bahkan mangsa tangkapan harimau.
i. Jika melihat jejak harimau yang masih
segar atau baru, harus lebih waspada.
Tindakan merangkak dan bersembunyi
dapat membingungkan harimau
dan membangkitkan rasa curiga dan
ketertarikan harimau. Suara manusia
malah akan menjadi sebuah tanda atau
peringatan bagi harimau.
j. Jika anda tidak dapat menghindari
bertemu dengan harimau,
direkomendasikan untuk:
Menakutinya dengan suara: pukul
logam atau kayu sekuatnya, lakukan
tembakan ke udara, dan hidupkan
bunga api (fare). Predator akan
mengenali dan memahami suara-
suara tersebut dengan baik. Dengan
membuat suara yang menyerupai
suara harimau atau histeris tidak akan
membuat harimau takut. Oleh sebab
itu, anda harus tetap berbicara tenang
dan penuh percaya diri.
Jika harimau marah, dan ia berusaha
mendekat atau menjauh untuk
kemudian berbalik arah lagi ini
adalah peringatan bahaya yang
serius. Jika sempat, dianjurkan untuk
memanjat pohon, tapi anda harus
yakin bahwa anda benar-benar
mampu memanjat pohon. Ada satu
kasus di mana harimau menerkam dan
menarik orang yang sedang berusaha
memanjat pohon.. Jika anda mampu
memanjat, biasanya harimau akan
menunggu untuk sementara saat anda
di atas pohon. Jika memungkinkan,
cobalah menakuti harimau dengan
membakar apa pun benda yang ada di
tangan atau disekitar anda.
Jika tida ada pilihan pohon yang
cukup besar, dan harimau semakin
mendekat, tetap tenang jangan
lepas kendali atau panik. Beberapa
kasus, harimau tidak mengganas bila
kitabersikap tenang seperti mundur
tanpa membuat gerakan tiba-tiba
atau berjalan kebelakang tanpa
membelakangi harimau. Harimau
mungkin akan mengikuti anda untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 197
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
sementara waktu, tapi kemudian ia
akan meninggalkan anda. Saat anda
berjalan mundur, tinggalkanlah tas
bawaan anda, topi, mantel atau apa
saja karena ini akan membantu untuk
mengalihkan perhatian harimau.
Dalam setiap situasi seperti ini, jangan
lari dan membelakangi harimau.
Gerakan memepertahankan diri saat diserang
Jika harimau sudah terprovokasi dan
menyerang, padahal harimau ini tidak
bermaksud menyerang, biasanya konfik
akan berakhir dengan luka-luka. Tidak ada
rekomendasi metode mempertahankan diri
yang dapat menjamin keselamatan dalam
keadaan ini. Bagaimanapun juga, tetap ada
kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa
seseorang.
Rekomendasi bagaimana cara menjaga
ternak
a. Ternak tidak dibiarkan berkeliaran.
Pada siang hari ternak digembalakan
dengan pengawasan oleh penggembala
yang membawa peralatan untuk
mempertahankan diri atau bisa menakuti
harimau. Pada malam hari ternak harus
dimasukkan ke dalam kandang yang
cukup kuat;
b. Peternakan atau kandang di dekat
hutan sebaiknya memiliki kandang atau
pagar yang tingginya tidak kurang dari
2.5 meter. Pagar ini harus cukup kuat
untuk menahan serangan harimau atau
beruang;
c. Semua bangkai ternak yang mati harus
dibakar;
d. Mengasuransikan ternak anda;
e. Anjing perlu diikat pada malam
hari, karena anjing pun tetap perlu
diselamatkan. Buatlah kandang anjing
yang tidak dapat diterobos harimau.
Misalnya di bawah rumah panggung;
f. Jika sedang berburu atau memasuki
hutan, tetaplah mengikat anjing anda.
Cara menakuti atau mengusir Harimau
Harimau takut akan suara-suara. Oleh
sebab itu, jika anda bertemu dengan
harimau, penting untuk sebisa mungkin
membuat suara-suara. Perlu diingat, bahwa
tembakan ke udara akan lebih menakuti
harimau dibanding tembakan mengarah ke
harimau, karena harimau yang terluka akan
semakin membahayakan dan berakibat
fatal. Cara paling efektif untuk menakuti
harimau adalah dengan menggunakan
petasan/mercon, karena peralatan-peralatan
semacam ini termasuk bunga api (fares),
198 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
meriam (noise rocket) tidak memerlukan ijin
khusus dalam penggunaannya.
Meriam pada saat digunakan tidak
diarahkan ke atas, namun sedikit diarahkan
di atas harimau. Untuk lebih efektif, gunakan
beberapa meriam dalam sekali waktu.
Setelah menembakkan meriam ini, perlu
untuk melakukan tindakan pengamanan
kebakaran, untuk memastikan tidak terjadi
kebakaran pada tempat roket tersebut
mendarat. Untuk mengusir harimau dari
pemukiman dan peternakan pada malam
hari, dianjurkan untuk membuat api atau
menembakkan meriam.
Semua kasus harimau menyerang manusia
dan ternak harus dilaporkan secepatnya
ke otoritas penanganan satwa liar yang
bertanggungjawab pada hal ini untuk
memberikan informasi dan investigasi. Jika
kemudian diketahui bahwa harimau ini
akan terus menimbulkan bahaya, bisa saja
harimau ini dibunuh. Hal ini hanya dapat
Gambar 15. Pembangunan kandang ternak untuk mencegah gangguan dari harimau. Dok. WCS IP
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 199
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
dilakukan dengan petugas berwenang
seperti BKSDA. Yang harus selalu diingat
apabila anda bertemu harimau adalah anda
TIDAK:
a. Panik dan ketakutan atau melawan ;
b. Lari;
c. Membelakangi harimau;
d. Menembak harimau.
III.3. Penanganan Konfik Antara Manusia
dan Orangutan
Orangutan sering dianggap sebagai hama
ketika musim buah tiba. Habitat orangutan
yang menipis menyebabkan mereka harus
mencari sumber pakan di luar hutan. Sering
kali orangutan mendatangi pohon-pohon
buah masyarakat yang berada di sekitar
hutan sehingga masyarakat marah dan
orangutan menjadi korban kemarahan.
Kebutuhan mitigasi sangat diperlukan untuk
mengurangi konfik dengan orangutan.
Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya
dengan cara berpatroli di daerah konfik
setiap pagi (dari subuh), siang dan sore
hari. Dapat pula dilakukan penghalauan
secara langsung oleh petugas patroli.
Tim patroli bisa berasal dari gabungan
masyarakat dan pihak Balai KSDA atau
Taman Nasional. Membuat bunyi-bunyian
dengan menggunakan suara-suara gaduh
bisa mengusir keberadaan orangutan tanpa
harus melukainya.
Tahapan Kegiatan
Survei Kondisi Aktual
Survei ini dilaksanakan untuk
mengumpulkan informasi mengenai
konfik manusia dan satwa liar. Survei
perlu dilaksanakan di daerah-daerah yang
berbatasan dengan habitat orangutan.
Pembentukan tim pengamanan swakarsa dan
penanganan konfik
Tim ini dibentuk beranggotakan masyarakat
sekitar kawasan dan petugas dari BKSDA
atau Taman Nasional atau Dinas Kehutanan.
Tim ini akan melakukan patroli rutin dan
mitigasi terhadap orangutan yang masuk
ke kawasan perladangan masyarakat,
menghalau orangutan tersebut kembali
kehutan serta mengumpulkan data dan
informasi potensi konfik di lapangan.
Unit penyadartahuan keliling
Unit ini bisa dibentuk bersama masyarakat
didukung oleh lembaga swadaya
masyarakat ataupun pemerintah melalui
UPT terkait. Penyadartahuan secara
berkeliling di daerah-daerah sekitar kawasan
200 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
konservasi maupun hutan lindung berguna
untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat sehingga mereka
dapat hidup berdampingan dengan
orangutan.
III.4. Penanganan Konfik Antara Manusia
dan Monyet Hutam Sulawesi (Yaki)
Mengingat monyet hitam Sulawesi atau
Yaki berstatus dilindungi, maka yaki yang
bermasalah hanya dapat dihalau agar
menjauh, dipindahkan atau dibiarkan.
Penjagaan pada tanaman pertanian adalah
langkah yang biasa diambil di perbatasan
antara kawasan pertanian masyarakat
dengan habitat yaki. Oleh karena insiden
pengambilan hasil tanaman pertanian
terkadang bersifat oportunistik dan
terjadi dilahan yang tidak dijaga dengan
baik, maka kerugian tanaman pertanian
biasanya berkorelasi terbalik dengan tingkat
kewaspadaan petani (Osborn dan Hill 2005).
Langkah penjagaan yang disukai oleh
kelompok masyarakat memiliki tingkat
kepraktisan dan efektivitas yang bervariasi,
seperti dengan cara berpatroli dan
berteriak-teriak, memukul-mukul benda dan
melemparkan batu, dahan atau tombak,
masih sulit diukur. Penjagaan kawasan
pertanian dengan menggunakan satwa
domestik dapat mengurangi akibat sosial,
namun satwa domestikasi dapat menularkan
penyakit yang berbahaya atau mengancam
keselamatan yaki.
Penjagaan biasanya efektif jika penjaga
secara aktif menakut-nakuti yaki yang
datang ke kawasan pertanian. Namun
yaki jantan dewasa terkadang melakukan
perlawanan pada manusia yang menyerang,
sehingga beresiko menimbulkan cedera
bahkan kematian pada kedua belah pihak.
Oleh karena itu, untuk mengusir yaki tidak
dianjurkan dengan cara melempari dengan
benda. Laki-laki biasanya lebih mampu
menghalau primata yang datang ke kawasan
pertanian dibandingkan wanita atau anak-
anak. Pemagaran tradisional telah terbukti
tidak efektif untuk melindungi lahan-lahan
pertanian dari serangan yaki.
Penanganan konfik antara yaki dengan
masyarakat harus dilihat dari berbagi
perspektif dan ditempatkan dalam
konteks kebutuhan masyarakat lokal,
stujuan konservasi pemerintah serta
perusahaan perkebunan. . Strategi
penanganan yang dianggap tepat bagi
peneliti belum tentu praktis atau dapat
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 201
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
diterima oleh petani. Penanganan konfik
antara yaki dengan masyarakat biasanya
sangat kompleks dan tidak mungkin
diselesaikan dengan cepat atau hanya
mengandalkan kemampuan teknis semata.
Penanganannya seringkali membutuhkan
penyesuaian dan serangkaian strategi.
Langkah-langkah pemecahan yang berhasil
diimplementasikan pada satu tipe konfik
belum tentu dapat diterapkan pada tipe
konfik lainnya.
Tidak ada solusi ideal dalam mengelola
konfik antara yaki dengan masyarakat
dan tidak ada strategi penyelesaian konfik
antara yaki dengan masyarakat yang
dapat berhasil tanpa informasi mengenai
apa yang mungkin dilakukan, kepraktisan
atau sesuai di daerah tertentu. Analisa
biaya dan manfaat juga dibutuhkan
untuk mengidentifkasi pilihan langkah
penanganan jangka pendek dan jangka
panjang yang paling efektif untuk
mengurangi konfik.
Evaluasi Kemampuan
1. Apa saja jenis-jenis satwa liar yang
dilindungi di daerah Anda?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
2. Ada berapa jumlah kawasan konservasi
di daerah anda? Apa saja nama kawasan
konservasi tersebut?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
3. Mengapa satwa liar penting
keberadaannya bagi hutan dan
kehidupan manusia?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
4. Yang termasuk Kawasan Perlindungan
Alam, kecuali?
a. Taman Nasional
b. Cagar Alam
c. Taman Hutan Raya
5. Sebutkan kawasan apa saja yang
202 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
termasuk dalam Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan
Pelestarian Alam?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
6. Apa saja pemicu konfik antara manusia
dengan satwa liar ? bagaimana cara
mengatasinya?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
7. Apa yang dimaksud dengan
pengelolaan satwa liar?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
8. Masyarakat berperan dalam pengelolaan
hutan dan satwa liar, apa saja peran
strategis masyarakat menurut Anda?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
9. Apa yang dapat dilakukan agar satwa liar
dapat hidup harmonis dengan manusia?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
10. Bagaimana PNPM LMP dapat berperan
dalam upaya pengelolaan satwa liar?
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 203
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
Daftar Pustaka
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan RI
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/MENHUT II/2008 Tentang Pedoman Penanggulangan
Konfik Manusia dan Satwa Liar. Departemen Kahutanan RI
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan RI
Dunishenko YM, Smirnov EN, Salkina GP, Nikolaev IG(1999). Rules on how people should behave
and maintainlivestock in areas of tiger habitat in PrimorskyKrai.PrimorskyPrimorskyKrai
State Committee for EnvironmentalProtection, Vladivostok, Russia.(diterj emahkanolehDrh.
MunawarKholis, Team Leader Wildlife Response Unit Medan (WRU Medan) Wildlife
Conservation Society Indonesia Program Bogor Indonesia)
Supriatna J., EdyHendrasWahyono (2000). PanduanLapanganPrimata Indonesia. YayasanObor
Indonesia. Jakarta
http://www.celebio.org/content/view/31/54/
http://www.dephut.go.id/informasi/PHPA/rekap_konservasi.html
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/2461/0
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/7140/0
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/12556/0
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/15966/0
http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/39780/0
204 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
Lampiran : Daftar nama dan alamat Taman Nasional di Sumatera dan Sulawesi
Balai Besar Taman
Nasional Gunung
Leuser
Jl. Raya Blangkejeren No. 37 Tanah Merah Kutacane
Po. Box. 16 Aceh Tenggara- 24601
Tlp.(0629) 21358
Fax.(0629)21016
Balai Taman
Nasional Batang
Gadis
Perumahan Cemara Madina Blok D No. 1
Panyabungan - Sumatera Utara
Balai Taman
Nasional Siberut
Jl. Khatib Sulaiman No. 46 Padang
Tlp/Fax.(0751) 423094
atau
Jalan Raya M. Siberut - Maileppet Km. 3,5 Kec. Siberut Selatan
Tlp/Fax. 0759-21109
Balai Besar Taman
Nasional Kerinci
Seblat
Jl. Basuki Rachmat No. 11 Kotak Pos. 40 Sungai Penuh, Jambi 37101
Tlp. 0748-22250, 22240
Fax. 0748-22300
Website: http://www.kerinciseblat.org
Balai Taman
Nasional Bukit
Tigapuluh
Jl. Lintas Timur Km. 3 Puncak Selasih Pematang Rebah-Rengat INHU
Riau
Tlp/Fax.(0769) 7000030
Website: http://www.bukit30.org/
Balai Taman
Nasional Bukit
Duabelas
Jl. Komplek Perkantoran Pemerintah Kab. Sarolangun, Jambi
Tlp. 0741-62451
Balai Taman
Nasional Berbak
Jl. Yos Sudarso Km. 4 PO Box 112 Sejinjang, Jambi
Tlp. (0741) - 31257, 7076277
Fax. 0741-31257
Balai Taman
Nasional
Sembilang
Jln. AMD Kelurahan Talang Jambe Kecamatan Sukarame
Palembang 30152
Telp. 0711-7839200
Balai Taman
Nasional Bukit
Barisan-Selatan
Jl. Ir. Juanda 19 Kota Agung,Tanggamus
Lampung Selatan 35751
Tlp/Fax. (0722) 21064
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 205
6
4
1
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
7
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
MODUL
6
Balai Taman
Nasional Way
Kambas
Jl.Raya Labuhan Ratu Lama, Labuhan Ratu, Sukadana Lampung
Timur - 34196
Telp. 0725 7645024Fax . 0725 7645090
Website: www.waykambas.or.id
Email : program@waykambas.or.id, kabalai@waykambas.or.id
Balai Taman
Nasional Tesso
Nilo
Jl. Raya Langgam Km.4 Pangkalan Kerinci Kab.Pelalawan Provinsi Riau
Telp / Fax : 0761-494728
E-mail : tn_tessonilo@yahoo.com
website: http://www.wwf.or.id/tessonilo/Default.php atau
http://www.wwf.or.id/tessonilo/Default.php?wwf_lang=1
Balai Taman
Nasional Bogani
Nani Wartabone
Jl. AKD Mongkonai Kotak Pos 106 Kotamobagu - Sulawesi Utara
Tlp. (0434) 22548
Fax. 0434-22547
Website: http://boganinaniwartabone.dephut.go.id/
Balai Besar Taman
Nasional Lore
Lindu
Jl. Prof. Dr. Moh. Yamin No. 21 Palu 94111 Sulawesi Tengah
Tlp. (0451) 457623
Balai Taman
Nasional Kep.
Togean
Jl. Sis Aljufri Kecamatan Ampana Kota,
Kabupaten Tojo Una-Una
Sulawesi Tengah
Balai Taman
Nasional Taka
Bonerate
Jl. S. Parman No. 40 Benteng Selayar 92812, Sulawesi Selatan
Tlp. (0414)22111
Fax. 0414-21565
website: www.tntakabonerate.com
emai:info@tntakabonerate.com
Balai Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
Jl. Poros Maros-Bone Km. 42 Bantimurung, Kab. Maros, Sulawesi
Selatan
Telp. 0411-3881699, 3880252
Fax 0411-3880139
website : http://www.tn-babul.org/
Email : tnbabul@tnbabul.org
Balai Taman
Nasional Rawa
Aopa Watumohai
d/a Desa Lamowulu Kec. Binanggia, Kab. Konawe Selatan, Kendari -
Sultra - 93721
HP. 086812101439
Balai Taman
Nasional
Kepulauan
Wakatobi
Jl. Dayanu Ikhsanuddin No. 71 Bau-Bau Sultra93721
Tlp. (0402) 25652
206 | Manual Pelatihan
MODUL 6.
Perlindungan Satwa Liar
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 207
Perencanaan Kegiatan
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis
Sumber Daya Alam
MODUL
7
208 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
I. Pendahuluan
Sebagian besar mata pencarian masyarakat
miskin desa adalah di sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan yang sangat
bergantung kepada ketersediaan Sumber
Daya Alam (SDA) yang lestari. Dalam
pemanfaatan SDA, masyarakat miskin desa
memiliki keterbatasan terhadap akses
kepemilikan lahan, teknologi, modal,
pengetahuan, dan akses informasi.
Dengan keterbatasan tersebut, banyak
SDA di wilayah pedesaan yang belum
dimanfaatkan secara maksimal dan efsien.
Dampaknya, pengelolaan SDA yang
ada tidak memberikan nilai tambah
terhadap pendapatan masyarakat secara
maksimal. Selain itu faktor kesadaran
terhadap lingkungan yang rendah dan
faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak
menyebabkan masyarakat cenderung
memanfaatkan SDA dalam jangka pendek
(tidak berkelanjutan) sehingga merusak
sumberdaya yang ada.
Kegiatan peningkatan pendapatan
masyarakat atau Income Generating Activity
(IGA) ditujukan untuk memfasilitasi akses
masyarakat miskin di perdesaan dalam
memenfaatkan SDA sebagai kegiatan
ekonomi produktif yang berkelanjutan.
Kegiatan IGA dapat menjadi modal awal
untuk melaksanakan kegiatan baru atau
sebagai katalisator Ipengembangan) bagi
kegiatan ekonomi yang sudah berjalan di
masyarakat. Melalui kegiatan peningkatan
pendapatan masyarakat, masyarakat
didorong untuk memberdayakan dirinya
sehingga dapat melakukan identifkasi
kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, dan
menjaga keberlanjutan kegiatan ekonomi
oleh masyarakat sendiri.
Namun dari beberapa pengalaman dan
hasil studi menunjukan bahwa sebagian
kegiatan IGA tidak dapat diteruskan
dan dipraktekkan masyarakat setelah
kegiatan sub-proyek selesai. Hasil studi
menunjukan faktor utama kegagalan
tersebut adalah perencanaan yang tidak
sempurna dan tidak disesuaikan dengan
kemampuan masyarakat maupun
sumber daya alam yang ada. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan pemberdayaan,
diperlukan fasilitasi dari fasilitator atau kader
pemberdayaan yang mampu menyusun
perencanaan yang baik.
Modul ini dibuat sebagai panduan bagi
fasilitator maupun KPMD untuk membantu
masyarakat dalam memilih, merencanakan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan
Pendapatan Masyarakat Berbasis
Sumber Daya Alam
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 209
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
dan menjalankan kegiatan IGA. Modul ini
terdiri dari 6 bagian utama, yaitu:

II. Ruang Lingkup Kegiatan IGA
Ruang lingkup kegiatan IGA yang diusulkan
antara lain harus memenuhi 2 (dua) kriteria
utama yaitu meningkatkan pendapatan
masyarakat dengan memanfaatkan SDA
secara berkelanjutan sekaligus usaha
perbaikan lingkungan. Ruang lingkup
kegiatan IGA terdiri dari:
II.1. Ekonomi Produktif
Menciptakan kegiatan ekonomi produktif
dengan memanfaatkan SDA dan jasa
lingkungan yang belum dimanfaatkan
di desa. Contoh kegiatan: pemanfaatan
limbah pertanian menjadi pupuk kompos,
pemanfaatan limbah kelapa, pemanfaatan
bentang alam untuk wisata alam,
pemanfaatan jasa lingkungan air untuk air
minum kemasan;
II.2. Peningkatan Nilai Tambah (Added
Value)
Meningkatkan nilai SDA dari bahan mentah
menjadi bahan olahan yang difokuskan
kepada kegiatan ekonomi yang sudah
berjalan; Contoh Kegiatan: peningkatan
nilai tambah komoditas biji jambu mete,
peningkatan nilai minyak atsiri, pengolahan
buah pala menjadi manisan yang siap
dipasarkan, bantuan teknis pengemasan
dan perijinan;
II.3. Peningkatan Efsiensi dan Kapasitas
Meningkatkan efsiensi dan kemampuan
dari kegiatan ekonomi yang sudah ada.
Contoh Kegiatan: Peningkatan teknologi
industri kecil pertanian dan kehutanan.
1) Ruang lingkup kegiatan IGA. Bagian
ini memberikan wawasan jenis-jenis
kegiatan apa saja yang termasuk
dalam IGA;
2) Penjelasan untuk Fasilitator/KPMD
dalam perencanaan IGA;
3) Langkah memotivasi masyarakat
dalam kegiatan IGA,
4) Langkah-langkah menyusun
perencanaan kegiatan IGA. Bagian
ini akan disampaikan langkah
utama yang harus dilakukan
merencanakan IGA. Langkah
utama tersebut untuk menjawab
unsur-unsur kesiapan manajemen
kegiatan yaitu Apa/Siapa/Kapan/
Bagaimana? Pada setiap langkah
dijelaskan pertanyaan kunci untuk
mendapatkan data dan faktor-faktor
kesalahan yang biasanya terjadi;
5) Contoh perencanaan kegiatan IGA
yang paling banyak dipilih oleh
masyarakat, yaitu: pembuatan
kompos, pembuatan arang briket;
6) Monitoring dan evaluasi kegiatan
IGA.
210 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
Faktor-faktor yang menjamin keberlanjutan
sebuah kegiatan IGA adalah kegiatan
tersebut harus dapat dilaksanakan oleh
masyarakat (tidak menghabiskan waktu)
dan memberikan keuntungan secara
fnanasial secara langsung.
III. Tahapan Perencanaan Kegiatan IGA
Bagian ini memberi pemahaman kepada
fasilitator/KPMD dalam merancang kegiatan
IGA dan mendorong masyarakat agar lebih
percaya diri dalam membangun kemandirian
ekonomi melalui kegiatan IGA.
Kegiatan IGA memberi kesempatan kepada
masyarakat untuk menjadi mandiri secara
ekonomi sesuai keahlian yang mereka miliki
dan sesuai kondisi SDA yang ada di desa.
Hasil dari kegiatan IGA harus memberikan
dampak langsung kepada peningkatan
pendapatan masyarakat sehingga mereka
mampu membelanjakan pendapatan yang
dimilikinya untuk kehidupan yang lebih baik.
Tetapi biasanya sebagian besar masyarakat
miskin tidak percaya diri untuk melakukan
inisiatif dan membangun kegiatan ekonomi
dari sumber daya yang mereka miliki.
III.1 Faktor yang Diperhatikan Dalam
Penyusunan Perencanaan
Sebelum memulai perencanaan, ada 5 faktor
yang harus diperhatikan oleh Fasilitator/
KPMD dalam menyusun perencanaan
kegiatan IGA, yaitu: 1) keahlian dan
pengetahuan masyarakat, 2) pasar atau
peluang pemasaran, 3) pendapatan yang
akan diperoleh, 4) ketersediaan modal,
dan 5) pendapatan pada tingkat keluarga
(lihat diagram).
Dari usulan kegiatan IGA PNPM LMP yang
selama ini dilakukan, masyarakat sering tidak
memikirkan faktor-faktor di atas sebelum
mengusulkan suatu kegiatan. Masyarakat dan
fasilitator biasanya melakukan pengamatan
secara singkat dari media informasi,
hanya melihat daftar kegiatan yang ada
di Petunjuk Teknis Opersional (PTO),
serta mengikuti proposal desa lain tanpa
melihat keadaan potensi dan kondisi
desanya sendiri.
Sebelum melakukan proses perencanaan,
fasilitator perlu meningkatkan motivasi
masyarakat dan membangun komitmen dari
kegiatan yang diusulkan. Motivasi dibangun
Sebelum Memulai Perencanaan:
Apakah Penerima Manfaat Dapat
Mengoperasikan Kegiatan IGA?
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 211
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
dari identifkasi mengapa kemiskinan bisa
terjadi di desa? Dan kondisi seperti apa yang
diharapkan setelah kegiatan IGA dijalankan?
Kemudian fasilitator/KPMD melakukan
analisa perencanaan strategis dengan
melihat faktor kekuatan, kelemahan, peluang
dan resiko (SWOT-Strength, Weakness,
Opportunity, Threats) dari setiap usulan yang
ada berdasarkan 5 faktor di atas. Metode
SWOT akan dikaji lebih lanjut pada bagian
selanjutnya.
Setelah melakukan kajian SWOT, fasilitator
bersama masyarakat akan memiliki
gambaran tentang kegiatan atau tindakan
apa yang diperlukan dan dianggap realistis
dapat dilaksanakan dalam kurun waktu
Diagram 1. 5 Faktor Pertimbangan Utama dalam Perencanaan Kegiatan IGAs
212 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
proyek (1 tahun). Selain itu, identifkasi
analisa SWOT harus memberikan gambaran
pihak kepentingan/institusi ( misal: SKPD,
Balai Taman Nasional, Swasta, Bank/lembaga
keuangan, CSO atau Universitas) yang harus
dihubungi setelah memilih kegiatan yang
akan dilaksanakan. Daftar kontak dan alamat
lembaga yang dapat dihubungi dapat dilihat
di lampiran buku panduan ini.
III.2. Langkah Memberikan Motivasi
Kepada Masyarakat
Tujuan dari sesi ini adalah untuk membuka
wawasan masyarakat dan memberikan
motivasi, sehingga setelah sesi ini mampu
untuk:
- Menggambarkan keadaan masyarakat
miskin dan faktor-faktor apa yang
menyebabkan mereka miskin
- Menggambarkan keadaan keluarga yang
diharapkan masyarakat dan pentingnya
memilih kegiatan IGA,
- Menjelaskan kesalahan ataufaktor
kegagalan dari kegiatan IGA yang
diusulkan sebelumnya,
- Menjelaskan 5 prinsip utama yang harus
di pertimbangkan sebelum memilih
kegiatan IGA.
Metode yang digunakan adalah dengan
menceritakan kasus ditempat lain dan
menjelaskan pohon masalah
Hal-hal yang didiskusikan antara lain:
- Apakah kita mengalami kemiskinan?
- Apa yang menjadi kriteria suatu keluarga
dikatakan miskin?
- Apa yang menjadi ukuran masyarakat
untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik dari sisi peningkatan
pendapatan? Apakah penambahan
pendapatan untuk biaya sekolah, modal
atau perbaikan fsik rumah, dll?
- Solusi apa yang bisa diberikan agar
masyarakat keluar dari kemiskinan?
Gunakan analisa pohon masalah untuk
mendiskusikan Apa yang menjadi penyebab
utama suatu keluarga menjadi miskin dan
lihat dampak dari kemiskinan (Gambar..)
Gambarkan suatu pohon, dan gunakan akar
paling bawah sebagai masalah/hambatan
utama yang menyebabkan kemiskinan,
contoh: tidak tersedianya akses lahan,
rendahnya upah buruh tani. Pada sisi ranting,
ilustrasikan dampak yang disebabkan oleh
kemiskinan contoh kesulitan pangan, anak
tidak bisa sekolah, dll.
Setelah faktor penyebab dan dampak
kemiskinan diketahui, fasilitator
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 213
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
memberikan arahan kepada masyarakat
mengenai pentingnya kegiatan IGA.
Melalui diskusi ini masyarakat diharapkan
mampu mendefnisikan IGA sebagai
suatu kegiatan ekonomi yang dapat
dilaksanakan oleh individu atau
kelompok di desa dengan menggunakan
tenaga kerja masyarakat untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat.
- Pastikan masyarakat tidak menganggap
kegiatan IGA hanya untuk meningkatkan
pendapatan secara langsung dalam
jangka pendek. Contoh: masyarakat
hanya mengusulkan kegiatan pelatihan
tanpa didukung prasarana produksi untuk
dilanjutkan menjadi kegiatan produktif
Setelah permasalahan/hambatan utama
dapat didefnisikan oleh masyarakat,
langkah selanjutnya adalah memetakan
hasil diskusi pada sesi ini dengan analisa
SWOT.
Diagram 3. Langkah-langkah Perencanaan
Diagram 2. Identifkasi Pohon Masalah
214 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
III.3. Perencanaan Strategis
Perencanaan matang sangat diperlukan
untuk menentukan kegiatan IGA yang akan
diusulkan. Kesalahan dalam perencanaan
akan menjadi masalah ketika kegiatan sudah
berjalan. Dalam menyusun perencanaan
strategis, analisa SWOT banyak digunakan
karena cukup sederhana dan dapat
memberikan gambaran kepada masyarakat
pada titik mana mereka akan memulai
kegiatan. Melalui langkah awal analisa
SWOT, masyarakat didorong untuk untuk
melakukan penilaian sendiri mengenai
kekuatan, kelemahan, peluang, dan
resiko dari setiap usulan kegiatan IGA,
seperti diagram di bawah ini.
Analisa SWOT terdiri 2 (dua) analisa utama,
yaitu: 1) Faktor kekuatan dan kelemahan
(Strength and Weakness) yang ada di desa
dan masyarakat, atau disebut jugaFaktor
Internal); 2) Faktor Peluang dan Resiko
(Opportunity and Threat) yang ditentukan
oleh Faktor Eksternal
1). Analisa Kekuatan dan Kelemahan
(Faktor Internal)
Secara garis besar analisa faktor internal
mencakup analisa pada Tiga komponen
utama yaitu i) Pengetahuan dan Keahlian
(Kapasitas Masyarakat), ii) SDA yang akan
dikembangkan iii) Permodalan & Tingkat
konsumsi keluarga
2). Analisa Peluang dan Resiko (Faktor
Eksternal)
Analisa faktor eksternal adalah analisa suatu
kegiatan dengan mempertimbangkan
faktor yang ada di luar desa yang terdiri dari
peluang dan resiko. Dalam buku panduan
Diagram 4. Analisis SWOT
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 215
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
ini, analisa eksternal difokuskan pada faktor
pemasaran
III.4. Identifkasi Kapasitas Masyarakat
Tujuan identifkasi kapasitas masyarakat
adalah
- Menentukan seberapa jauh ketersediaan
dan kualitas sumber daya manusia di
desa dalam menjalankan manajemen
operasional atau mengelola kegiatan IGA;
- Menentukan kelompok masyarakat/
individu yang akan menjadi menjadi
penggerak kegiatan;
- Melakukan identifkasi ketersediaan
waktu masyarakat untuk menjalankan
kegiatan IGA.
Metode pengumpulan data untuk kegiatan
ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
- Wawancara individu dengan Kepala Desa
dan tokoh setempat,
- Wawancara dengan penyuluh pertanian
setempat,
- Diskusi dengan kelompok tani, UKM, dan
koperasi setempat,
- Musyawarah desa,
- Mengumpulkan informasi dan
wawancara dengan pemerintah di
Kabupaten (SKPD), seperti: dinas
Pertanian, Kehutanan, Perindustrian dan
Perdagangan atau Koperasi setempat.
Melalui metode di atas fasilitator/KPMD
mengajukan pertanyaan kunci kepada
masyarakatsebagai berikut:
- Apakah di desa anda terdapat kelompok
usaha yang dibentuk secara swadaya
oleh masyarakat? Contoh: Kelompok
usaha tani, kelompok tani hutan, lembaga
usaha desa, koperasi, dll
o Jikat tidak ada kelompok usaha, maka
perlu diadakan pertemuan desa
untuk membentuk unit usaha;
o Dalam pembentukan unit usaha
tersebut, Fasilitator/KPMD
memberikan wawasan dan
informasi kepada masyarakat
mengenai potensi desa, kekuatan,
kelemahan, peluang, dan resiko
(SWOT) dari setiap kegiatan yang
akan diusulkan; (Panduan analisa
SWOT dijelaskan pada langkah ke-2).
o Konsultasikan dengan aparartur Desa
dan Kecamatan untuk pembentukan
kelompok usaha terkait;
o Kegiatan IGA sangat disarankan untuk
diarahkan kepada kelompok usaha
desa.
- Bagaimana bentuk organisasi kelompok
usaha?
216 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
o Kelompok usaha minimal memiliki
struktur Ketua, Sekretaris/Bendahara
o Kelompok usaha harus memiliki visi
untuk menjadi badan hukum
- Siapa tokoh kunci di dalam manajemen
usaha yang diusulkan?
o Tokoh kunci adalah seseorang yang
berpengaruh, memiliki kemampuan
kepimpinan dan memiliki inisiatif
untuk memberdayakan masyarakat
- Apa peran dan tanggung jawab masing-
masing anggota kelompok?
o Fasilitator/KPMD harus memastikan
motivasi dan komitmen atau
kesungguhan setiap anggota
kelompok untuk menjalankan
kegiatan yang diusulkan
- Apakah ada anggota kelompok yang
tergolong sebagai masyarakat miskin?
- Jika berjalan, apakah ada pembagian
keuntungan kepada tiap anggota
kelompok usaha tersebut?
- Apa saja kelemahan yang perlu
ditingkatkan kelompok usaha tersebut
dalam menjalankan usahanya?
- Apa yang menjadi kelemahan yang perlu
ditingkatkan kelompok usaha yang ada
untuk menjalankan usaha?
a) Tata kelola (manajemen)? Contoh:
Organisasi tidak berjalan karena
tidak ada komitmen anggota, atau
kelompok tidak mampu menjalankan
usaha
b) Permodalan: Faktor modal menjadi
masalah umum yang dialami
dalam menjalankan usaha. Dalam
hal ini, fasilitator harus mampu
mendefnisikan kebutuhan modal
yang akurat dan sumber-sumber
swadaya yang dapat menutupi
kebutuhan yang ada. Faktor
permodalan akan dibahasa tersendiri;
c) Sistem produksi;
d) Pemasaran.
- Apakah masyarakat memiliki ketersediaan
waktu untuk melaksanakan kegiatan yang
akan diusulkan?
o Banyak kasus ditemukan, masyarakat
miskin, terutama laki-laki, sudah
cukup sibuk dengan kegiatan aktivitias
sehari-hari. Oleh karena itu kelompok
perempuan sangat didorong untuk
mengusulkan dan menjalankan
kegiatan IGA;
Data yang telah didentifkasi berdasarkan
pertanyaan kunci kemudian dipilah
manakah yang masuk dalam kolom
kekuatan dan manakah yang masuk kolom
kelemahan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 217
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
Cerita Sukses Pengembangan IGA di Desa Lamunan, Tana Toraja,
Sulawesi Selatan
D
esa Lamunan terletak di Kecamatan Makale, Tana Toraja,
Sulawesi Selatan adalah salah desa target kegiatan PNPM
LMP. Kegiatan IGA yang di usulkan dalam skema PNPM LMP pada
tahun 2009 adalah pengembangan pupuk organic (kompos) dari
limbah pertanian padi. Bermula dari tokoh penggiat kegiatan,
Daud Andilolo, yang mengambil inisiatif mengketuai kelompok
masyarakat untuk melaksanakan kegiatan pembuatan kompos. Daud Andilolo adalah
sarjana ekonomi. Bersama kelompok tani yang dia ketuai, Dud mengambil inisiatif untuk
melakukan identifkasi potensi limbah jerami dari kegiatan panen padi di desanya untuk
menjadi pengganti pupuk anorganik. Kelompok tani di desa lamunan mengalami masalah
dengan mahalnya harga pupuk dan menurunnya hasil panen karena tanah pertanian mereka
jenuh dengan pupuk anorganik. Dengan pengalamannya sebagai petani dan pengetahuan
ekonomi, Daud Andilolo melakukan analisa kelayakan dan identifkasi pembiyaan yang
menjadi porsi kontribusi masyarakat dan pembiyaan yang diajukan ke PNPM LMP. Untuk
kegiatan PNPM LMP, desa lamunan mengajukan kegiatan yang terintegrasi yaitu pelatihan
pembuatan kompos dan pengadaan alat-alat produksi kompos.
Untuk menjamin keberlangsungan dan pengembangan kegiatan, Daud Andilolo
melakukan insiatif untuk mencari pasar pupuk kompos melalui hubungan baiknya dengan
melakukan kontak dengan pihak pemerintah daerah yaitu Dinas Kehutanan. Melalui
proses penawaran kepada pihak Dinas Kehutanan, Desa Lamunan mendapatkan order
pertama sebesar 20 ton pupuk kompos dengan harga Rp. 1.100/Kg. Untuk meningkatkan
partsipasi masyarakat dan menjaga komitmen anggota kelompok tani, Daud Andilolo
menerapkan sistem gaji kepada anggota kelompok. Pada saat ini kelompok tani Desa
Lamunan melakukan pengembangan pasar kompos dengan menawarkan pupuk kompos
untuk kegiatan penanaman PNPM LMP, dan melakukan ujicoba pertanian padi organik.
Faktor kegagalan dalam tahapan
identifkasi kapasitas masyarakat antara lain:
- Tidak adanya informasi tentang kelompok
masyarakat yang akan menjalankan
usaha. Dalam musyawarah desa seringkali
seluruh masyarakat hanya mengusulkan
218 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
kegiatan, tetapi tidak tahu siapa yang
akan bertanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan tersebut;
- Tidak ada motivator dalam kelompok;
- Identifkasi kelompok masyarakat
miskin. Masyarakat miskin biasanya tidak
aktif berbicara atau mengungkapkan
pendapatnya dalam pertemuan desa.
Untuk hal ini fasilitator harus memiliki
data awal pemetaan masyarakat miskin.
III.5. Identifkasi Potensi SDA yang akan
dikembangkan
Pada tahapan ini tugas utama fasilitator/
KPMD adalah
- Memberikan wawasan kepada
masyarakat mengenai potensi SDA yang
belum tergali dan dapat memberikan
nilai tambah ekonomi di desa;
- Memberikan pertimbangan
tentangmasalah-masalah dalam
pengembangan nilai tambah nilai SDA di
desa;
Fasilitator/KPMD berperan memberikan
informasi atau pandangan seluas-
luasnya kepada masyarakat mengenai
kekuatan dan kelemahan dari SDA yang
akan dikembangkan. Dalam konsep
pemberdayaan, masyarakat dapat
mengambil keputusan melalui mufakat atau
voting tentang produk-produk apa saja yang
akan dikembangkan.
Seperti diuraikan di atas tahapan ini
dilakukan secara pararel. Sebelum
melakukan komunikasi dengan kelompok
target atau masyarakat, fasilitator/KPMD
harus melakukan observasi atau
pengamatan lapangan. Hal ini dilakukan
agar pertemuan desa berjalan efektif dan
fasilitator/KPMD mampu menyiapkan
konsep kegiatan yang akan ditawarkan
kepada masyarakat.
Pertanyan Kunci yang dapat digunakan
untuk menggali informasi potensi SDA di
desa antara lain sebagai berikut:
- Potensi SDA alam apa saja yang tersedia
dan dapat dikembangkan di desa?
o Potensi SDA meliputi bentang alam,
hasil pertanian dan perkebunan,
perikanan, limbah pertanian, Contoh:
potensi limbah hasil sawah pada desa
yang memiliki areal persawahan yang
luas;
o Potensi alam yang akan dikembangkan
dikaitkan dengan mata pencarian
sebagian besar masyarakat seperti
potensi ekonomi yang ada di areal
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 219
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
persawahan, potensi yang ada di
daerah pesisir;
o Fasilitator/KPMD disarankan untuk
menggunakan dokumen Menggali
Masa Depan desa (MDD) sebagai
bahan rujukan.
- Bagaimanakah pola pemanfaatan atau
sistem produksi dari SDA yang sudah
dikembangkan di desa?
o Pertanyaan ini meliputi sistem rantai
perdagangan SDA, seperti apakah SDA
dijual? dalam keadaan bahan mentah?
Contoh: desa penghasil jambu mete
yang menjual biji mete tanpa diacip
o Apakah pola pemanfaatan/sistem
produksi saat ini merusak lingkungan?
Contoh: Penggunaan pupuk anorganik
atau kimia secara berlebihan,
pola pertanian ekstensif yang
memboroskan lahan.
- Adakah potensi SDA yang dianggap
limbah tetapi memiliki potensi ekonomi
yang besar? Contoh eceng gondok
- Seberapa besar potensi SDA yang akan
diusulkan?
o Apakah SDA tersebut tersedia dan
cukup melimpah?
o Apakah produksi SDA tersebut
bersifat musiman atau tahunan? Jika
bersifat musiman masyarakat harus
memahami resiko yang akan terjadi
jika terjadi kegagalan panen dan
pendapatan mereka tertunda. Hal ini
berkaitan dengan analisa resiko pada
bab selanjutnya.
III.6. Permodalan dan Tingkat Konsumsi
Keluarga
Pada tahapan ini tugas utama fasilitator/
KPMD adalah
- Memberikan gambaran seberapa besar
dana yang dibutuhkan untuk memulai
kegiatan IGA.
- Memberikan gambaran/wawasan kepada
masyarakat potensi pendanaan yang
dapat digunakan untuk pengembangan
IGA;
- Melakukan indentifkasi kegiatan IGA dan
pola pendapatan/konsumsi masyarakat.
- Tahapan ini dilakukan secara pararel
dalam rangkain pertemuan desa.
Kegiatan IGA yang dipilih oleh masyarakat
hendaknya bukan kegiatan ekslusif dari
kegiatan mata pencarian masyarakat saat
ini. Kegiatan IGA yang diusulkan baiknya
merupakan sumber pendapatan alternatif
yang tidak menggangu aktivitas selama
ini atau menjadi kegiatan pelengkap
(komplementer) dari kegiatan yang sudah
220 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
dilakukan.
- Berapa biaya, hasil penjualan (omset) dan
pendapat dari kegiatan IGA yang akan
diusulkan?
o Jelaskan kepada masyarakat bahwa
kegiatan IGA tidak dapat diusulkan
sebelum seluruh biaya didefnisikan.
Tanyakan kepada masyarakat berapa
biaya untuk memulai dan menjalankan
kegiatan?
o Jelaskan kepada masyarakat bahwa
apabila pendanaan program
digunakan seluruhnya untuk
memulai kegiatan dan tidak ada
dana pembiyaan untuk operasional
maka kegiatan tidak akan berlanjut;
o Jelaskan kepada masyarakat untuk tidak
mencampur dana yang diperoleh dari
IGA dengan untuk kegiatan konsumsi
keluarga;
- Dari manakah sumber pendanaan untuk
IGA yang tersedia di desa?
o Masyarakat desa memiliki berbagai
macam sumber pendanaan seperti
dari tabungan pertanian, tengkulak,
pendanaan oleh LSM atau CSO;
o Fasilitator melakukan identifkasi potensi
pendanaan di desa dan menganilisa
kemungkinan penggunaannya. Banyak
program pemerintah dan kegiatan
perbankan tersedia di desa, contoh:
kredit usaha rakyat (KUR), PNPM simpan
pinjam untuk perempuan (SPP), dana
bergulir pertanian, dan sebagainya;
Langkah lanjut:
Mendiskusikan kepada masyarakat
mengenai keuntungan dan kerugian
dari sumber dana yang tersedia dan
pada posisi mana pendanaan PNPM
LMP bisa membiayai suatu kegiatan.
Jelaskan dengan menggunakan matrik
di bawah.
CONTOH
Pembiyaan yang
tersedia
Jumlah
dana maks
Tingkat
Bunga
Kemudahan
akses
Durasi untuk
pengembalian
Scores Ranks
Meminjam dari
tetangga
Menggunakan
dana sendiri
PNPM simpan
pinjam
KUR
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 223
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
Dinas perdagangan terkait untuk
pertanyaan di atas.
- Dimanakan letak atauposisi konsumen/
calon pembeli sebagai target pemasaran?
- Seberapa jauh masyarakat mengetahui
pembeli yang menjadi target pasar?
- Seberapa sering masyarakat membeli
barang/jasa yang ditawarkan? Sehari-hari?
mingguan atau bulanan?
- Apakah akan ada fuktuasi (naik-turun
jumlah) permintaan berdasarkan musim
tertentu?
Kompetitor atau Pesaing
- Dalam satu wilayah sekitar desa, apakah
ada penjual atau penyedia barang/jasa lain
dengan produk yang sama dengan yang
diusulkan? Seberapa banyak mereka?
- Siapakah mereka? Kelompok tani?
Pengusaha modal besar?
- Dimanakah kompetitor tersebut menjual
barang/jasa?
- Bagaimana cara mereka menggaet atau
memperoleh konsumen atau pembeli?
- Berapa harga yang ditawarkan oleh
kompetitor atau pesaing?
- Jika ada, apa saja kelebihan kompetitor
atau pesaing?
- Apakah kelebihan dari pengusul kegiatan
IGA (kelompok masyarakat)?
III.8. Memilih Kegiatan IGA
III.8.1. Memutuskan Usulan Kegiatan IGA
Dalam Musyawarah Desa
Menentukan suatu kegiatan pemberdayaan
masyarakat adalah hal yang penuh dinamika
di masyarakat. Pada beberapa kasus
masyarakat tidak puas dengan kegiatan yang
akan dilaksanakan karena tidak sesuai dengan
kepentingan tertentu.
Dalam pengambilan keputusan, fasilitator
bersama masyarakat membuat analisa SWOT
berdasarkan 5 faktor utama dan pertanyaan
kunci di atas untuk setiap usulan kegiatan.
Kemudian hasil analisa SWOT dipaparkan
dalam musyawarah desa sehingga
masyarakat mendapatkan gambaran yang
utuh tentang setiap kegiatan yang diusulkan.
Berdasarkan analisa SWOT, fasilitator
memandu masyarakat untuk melakukan
verifkasi atau penilaian pada tiap tabel SWOT
dengan cara sebagai berikut:
- Menentukan langkah yang harus
dilakukan, mulai dari membeli peralatan
dan pengadaan bahan baku sampai
sistem produksi dan barang jadi yang akan
dihasilkan;
- Membuat daftar sumber daya yang
tersedia dan uang yang diperlukan untuk
menggerakan sumberdaya yang ada. Dana
224 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
yang diperlukan dibagi dalam investasi
dan biaya operasional;
- Memberikan arahan bahwa jika suatu
kegiatan memiliki faktor yang tidak dapat
ditangani masyarakat, sebaiknya kegiatan
IGA tersebut tidak diusulkan;
- Memberi pemahaman tentang tujuan
lingkungan yang akan dicapai dari suatu
kegiatan IGA.
Setelah musyawarah desa memutuskan
suatu kegiatan, langkah berikut adalah
melakukan studi kelayakan.
III.8.2. Studi Kelayakan
Studi Kelayakan adalah perencanaan
yang lebih mendetail untuk mengetahui
apakah suatu usulan IGA dapat
dilaksanakan, produknya dapat dipasarkan
dan menguntungkan. Pada dasarnya
studi kelayakan mencakup jawaban dari
pertanyaan : Bagaimana kegiatan IGA yang
diusulkan akan berjalan dan menghasilkan
keuntungan?

Menentukan bagaimana usulan kegiatan
IGA akan berjalan
Tanyakan pada pada masyarakat :
- Apakah masyarakat sudah mengetahui
proses produksi dalam sebuah usaha?
- Apakah masyatakat telah merinci proses
perencanaan dari tahap awal sampai
akhir?
- Berapa waktu yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan satu putaran produksi?
- Apa yang masyarakat tidak ketahui
tentang usaha yang diusulkan? dan hal-
hal apa sajakah yang ingin anda jelaskan?
- Apa masalah-masalah yang telah dialami
(Untuk kegiatan yang ada)?
- Bagaimana masyarakat mengatur
kegiatan IGA dalam hal produksi,
mengelola keuangan dan pengelolaan
harian?
1). Hitung titik balik modal yang
dikeluarkan
Lakukan verifkasi atau penilaian kepada
masyarakat :
- Rinci seluruh pengeluaran yang
diperlukan untuk lebih dari satu putaran
produksi.
Gambar 1. Kegiatann Budidaya Rumput Laut
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 225
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
Bahan-bahan : bahan-bahan apa saja
yang akan anda butuhkan? Dimana
mendapatkan bahan-bahan tersebut?
Transportasi : Jenis transportasi yang
diperlukan untuk mendapatkan bahan
baku dan memasarkan produk/jasa?
Fasilitas : Di mana masyarakat akan
menghasilkan produk atau menawarkan
jasa yang akan diusulkan? Apakah perlu
untuk membayar uang sewa, listrik dan
air?
Karyawan : Siapa yang akan menjalankan
petunjuk pekerjaan? Berapa gaji yang
harus dibayarkan? Berapa banyak
karyawan yang dibutuhkan?
Pelatihan : Apa jenis pengetahuan
yang dibutuhkan dalam sebuah usaha?
Bagaimana mendapatkannya bila tidak
memiliki pengetahuan tersebut?
Promosi : Bagaimana pelanggan
atau pembeli akan mendengar atau
mengetahui produk atau jasa yang akan
diusulkan?
Uang : Berapa banyak modal yang
dibutuhkan untuk memulai usaha anda?
Jika mendapatkan pinjaman, bagaimana
melakukan pembayaran dan pelunasan?
Angsuran : Apakah peralatan
membutuhkan pengangsuran? Jika iya,
apakah dalam bulan atau tahun?
2). Perkirakan pendapatan dari usulan
yang diusulkan
Lakukan verifkasi atau penilaian kepada
masyarakat :
- Berapa harga yang akan ditawarkan
berdasarkan biaya produksi dan perkiraan
keuntungan yang diinginkan?
- Bagaimana cara menentukan harga
tersebut?
- Sanggupkah pembeli membeli dengan
harga tersebut?
- Jika penelitian menunjukkan sebuah
kerugian, apakah ada cara untuk
membuat usaha yang diusulkan menjadi
menguntungkan?
Menentukan Biaya Dalam Memulai Usaha
Baru
1). Memproyeksikan biaya awal
Jika kegiatan IGA yang diusulkan adalah
inisiatif baru, maka perlu modal
awal yang cukup untuk menutupi
modal awal dibandingkan usulan
peningkatan kegiatan yang sudah ada.
Artinya masyarakat harus hati-hati dalam
memperkirakan kebutuhan dan tujuan
dari uang tunai. Biaya awal meliputi dua
bagian : Biaya awal satu waktu dan biaya
bulanan.
- Biaya awal satu waktu : untuk
226 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
memperhitungkan biaya satu waktu,
fasilitator bersama masyarakat harus
meneliti pembiayaan untuk seluruh
perijinan yang dibutuhkan, biaya
penyimpanan dan pemasangan listrik,
biaya iklan dan promosi, dan segala biaya
yang berkaitan dengan peralatan dan
pemindahan alat produksi ke suatu lokasi
yang diinginkan.
- Biaya bulanan : Biaya bulanan harus
terpenuhi hingga kegiatan dimulai dan
berjalan sampai menghasilkan uang tunai
yang cukup untuk menutupi biaya yang
sedang berjalan. Acuan sederhana dari
nilai biaya bulanan adalah: kelompok
masyarakat harus memiliki uang tunai
yang cukup untuk menutupi biaya
dalam satu waktu di tambah enam
bulan. Biaya bulanan mencakup gaji
karyawan atau anggota kelompok.
Masyarakat dapat menyiapkan anggaran
bulanan kelompok yang bersumber dari
sumbangan atau modal bantuan dari
skema PNPM LMP.
- Biaya bulanan terbagi menjadi dua
kategori : variabel (berubah) dan tetap
o Biaya variabel adalah semua yang
berubah-ubah atau naik-turun dalam
penjualan dan sistem produksi.
Contoh: harga bahan baku, biaya
listrik, dsb;
o Biaya tetap adalah semua yang
tidak berubah-ubah dalam kapasitas
produksi tertentu. Selama tahap
awal, biaya tetap anda mungkin
akan signifkan atau sesuai dengan
penjualan dan hasil produksi anda.
- Hal yang harus dilakukan oleh masyarakat
dari kegiatan yang sudah dipilih!
Penelitian biaya dalam satu waktu.
Hitung biaya variabel bulanan.
Hitung biaya tetap bulanan.
Menentukan jumlah bulan yang
dibutuhkan.
2). Melakukan Analisa Balik Modal
Analisa balik modal berguna untuk
memutuskan kapan kegiatan IGA yang
diusulkan akan mulai menghasilkan
keuntungan. Jika suatu kegiatan sudah
berjalan, analisa balik modal berguna
untuk menunjukan di mana titik
penjualan di atas yang memberikan
keuntungan dan mana titik penjualan di
bawah yang menyebabkan kerugian.
Titik balik modal dapat dikemukakan dari
segi total penjualan bersih atau total unit
yang terjual. Untuk menghitung jumlah
ini, harus terlebih dahulu menghitung atau
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 227
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
memperkirakan harga unit penjualan,
biaya unit variabel, dan selisih kontribusi
satuan. Rumus penjualan balik modal dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Periksa harga unit penjualan dan biaya unit
variabel untuk melihat apakah ada peluang
untuk meningkatkan selisih kontribusi
satuan. Jika tidak ada, maka satu-satunya
jalan adalah dengan mengurangi biaya
tetap.
3). Memberikan Harga Terhadap Barang/
Jasa Yang Dijual
Harga produk/jasa yang ditawarkan
hendaknya tidak ditawarkan diluar
dari pasar. Dalam memberikan
harga untuk produk anda harus
mempertimbangkan dua faktor :
a. Apa yang akan pasar hasilkan :
o Untuk mengetahui apa yang akan
pasar hasilkan, tanyakan pada
masyarakat pertanyan ini: apakah
suatu kelompok usaha akan
menjadi pemimpin di pasar dan
memiliki rentang yang lebih dalam
penetapan harga?
o Margin tinggi akan memberikan
peluang kepada pesaing untuk
menirukan produk dan manjual
dengan harga lebih rendah.
o Hasil barang/jasa yang diusulkan
akan memimpin pasar jika satu-
satunya tersedia di pasar setempat.
o Jika produk yang dihasilkan adalah
- Harga unit penjualan : Rp.15
- Biaya unit variabel : Rp. 8
- Selisih kontribusi satuan : Rp.15
Rp. 8 = Rp7
- Jika biaya tetap Rp.35,000
- Penjualan unit balik modal :
Rp.35,000 / Rp.7 = 5,000 unit
- Selama harga unit penjualan Rp,15,
maka penjualan balik modal : Rp.15
X 5,000 unit = Rp.75,000
Periksa harga unit penjualan dan biaya unit
variabel untuk melihat apakah ada peluang
untuk meningkatkan selisih kontribusi satuan.
Jika tidak ada, maka satu-satunya jalan adalah
dengan mengurangi biaya tetap.
Artinya, kegiatan yang diusulkan harus
dapat menjual senilai Rp.75,000 sebelum
suatu kegiatan menunjukan keuntungan,
pada saat Rp75,000 atau 5,000 unit
penjualan, keuntungan bersih suatu
kegiatan adalah tidak ada bahkan merugi.
Contoh :
228 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
bukan satu-satunya pasar maka
penetapan harga menjadi lebih
mudah. Harga produk tidak bisa
lebih tinggi dari pesaing terdekat
anda. Margin keuntungan menjadi
faktor utama.
Gambar 2. Pasar Merupakan Tempat Penjualan Produk yang
Dihasilkan
o Margin Biaya Langsung = Harga Penjualan Total Biaya Langsung
o Margin Biaya Langsung (%) = Margin Biaya Langsung / Harga
Penjualan X100%

margin biaya langsung (%) untuk menghitung isi balik modal
sebagai berikut :
o Isi Balik Modal = (biaya tetap / margin biaya langsung(%)) / Harga
Jual
b. Margin Keuntungan
Ada tiga bentuk perhitungan margin
keuntungan yaitu: margin biaya
langsung, harga balik modal dan harga
keuntungan.
i. Margin Biaya Langsung adalah
margin yang dihasilkan setelah
membayar yang berhubungan
langsung dengan produk atau jasa
yang telah dijual. Rumus dari margin
biaya langsung dan margin biaya
langsung (%) adalah :
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 229
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
Sektor Pertanian
Pertanian
tanaman ; jahe,
jagung, nilam
Perkebunan ;
jeruk, jambu
mete, kelapa,
kopi, coklat
Peternakan ; ayam, bebek, penetasan
telor, dll
Sektor Kehutanan
Budidaya lebah
madu hutan
Usaha getah
gamar, gaharu
Pengelolaan
rotan, bambu
Penanaman pohon kayu, penangkaran
bibit, dll
IV. Contoh Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis SDA
IV.1. Beberapa Jenis Kegiatan Usaha Ekonomi Rakyat Ramah Lingkungan
Sektor Perikanan
Budidaya
rumput laut
Rumpon ikan
laut
Budidaya
kerang mutiara
Penangkaran
ikan kerapu, dll
Sektor Perikanan
Budidaya rumput
laut
Rumpon ikan
laut
Budidaya kerang
mutiara
Penangkaran
ikan kerapu, dll
IV.2. Dua Contoh Sukses Kegiatan Usaha
Ekonomi Berbasis Sumberdaya Alam
IV.2.1. Usaha Pembuatan Minuman
Saraba Instan
Desa Parara terletak di kecamatan
Sabbang kabupaten Luwuk Utara,
Sulawesi Selatan. Desa ini merupakan salah
satu desa sentra penghasil gula aren. Potensi
alam berupa tanaman aren yang banyak
ditemui disekitar desa dan pinggiran hutan
di wilayah berbukit ini, telah dimanfaatkan
masyarakat lokal sebagai sumber bahan
baku pembuatan gula aren di kecamatan
Sabbang.
Gambar 1. Kelompok Usaha Saraba Instanti Desa Parara,
Kecamatan Sabbang Luwu Utara, Sulawesi Selatan Foto
Abdul Ra
230 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
Di kecamatan ini tidak kurang dari 500 KK
yang mengjadikan gula aren sebagai sumber
utama dan tambahan penghasilan. Selama
ini pengrajin gula aren hanya mengelola
bahan baku air aren/nira menjadi gula. Air
nira yang disadap pagi hari harus segera
dimasak menjadi gula selama 5 jam untuk
di jual sore hari dan air nira yang disadap
sore hari dimasak untuk dijual keesokan
harinya. 35 liter air aren dapat menghasilkan
40 keping gula aren yang dicetak dalam
tempurung kelapa.
Gula yang sudah jadi kemudian dibungkus
dengan daun atau plastic agar dapat
bertahan dalam jangka waktu lama, kurang
lebih 2 bulan, jika tidak dikemas dengan baik
gula hanya mampu bertahan selama 14 hari
sebelum meleleh.
Gula aren biasanya dipasarkan di pasar desa,
kecamatan, kota Masamba bahkan sampai
Sulawesi Tengah oleh para pedagang gula
yang datang ke desa. Dengan harga jual
berkisar Rp 1.000 2.000 per buah maka
pengrajin dapat memperoleh pendapatan
kotor Rp 80.000 perhari pada saat musim
baik, namun ada kalanya bahan baku air nira
berkurang pada saat musim angin sehingga
produksi gula menurun. Dalam 1 bulan
rata- rata penghasilan bersih pengrajin
gula setelah dikurangi biaya kayu bakar dan
kapur sirih berkisar Rp 1.300.000. dengan
perkiraan penurunan pendapatan pada
saat musim angin maka dalam 1 tahun
pendapatan bersih yang diperoleh adalah
Rp 14.400.000

Saraba Minuman Tradisional Khas
Sulawesi
Saraba adalah suatu jenis minuman
tradisional khas Sulawesi. Minuman biasanya
bisa kita jumpai mulai dari sulawesi selatan,
tengah, tenggara hingga sulawesi utara.
Minuman yang mirip dengan bandrek
biasanya dinikmati pada pagi hari atau
malam hari sebagai minuman kesehatan
penghangat tubuh. Minuman ini diracik
dari campuran rempah seperti : Gula aren,
santan, jahe, sereh, kayu manis dan merica.
Gambar 2. Contoh Produk Saraba
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 231
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
Untuk menikmati secangkir saraba hangat
biasanya masyarakat membuat sendiri atau
membeli dari penjual saraba yang berada
disekitar kampung atau di kios kios penjual
saraba di pasar atau tempat keramaian lainnya.
Menangkap Peluang Usaha
Melihat kondisi pengolahan air aren
yang sudah berjalan puluhan tahun dan
peluang usaha minuman saraba yang
sudah membudaya disekitar masyarakatnya
, seorang Mustawir mencari jalan untuk
memanfaatkan kondisi ini sebagai
peluang usaha baru. Pemikiran dan analisa
pengembangan produk dilakukan dari
usaha yang telah berjalan.
Analisa dari kekurangan usaha gula aren
adalah:
1. Memerlukan bahan baku air nira yang
banyak Tidak ada bahan baku
penggantinya.
2. Bahan baku air aren harus segara dimasak
agar tidak masam Masa kadaluarsa
cepat.
3. Penjualan gula mengandalkan pedangang
pengumpul- Harga berfuktuasi.
4. Gula aren bukan produk akhir tapi bahan
baku dari produk lainnya Bukan
produk akhir.
Analisa tantangan dan peluang usaha saraba
instan :
1. Saraba sudah dikenal luas oleh masyarakat
disekitarnya- Pangsa pasar luas
2. Saat ini penyajian minuman saraba yang
ada tidak dapat bertahan lebih dari 1 hari-
Perlu inovasi
3. Saraba sebagai minuman khas belum bisa
dijadikan buah tangan atau oleh-oleh-
Pengemasan yang baik
4. Saraba merupaka produk akhir Harga
tidak berfuktuasi
Setelah memperoleh pelatihan dari Yogya,
pada bulan November 2010 Mustawir
mengajak 10 orang tetangganya untuk
membentuk kelompok usaha swadaya
yang diberi nama Kelompok Aren Makmur
dengan merek dangang produk Saraba
Instan Rajana. Saraba instan merupakan
pengembangan produk dari minuman
saraba. Minuman saraba yang selama ini
dijual dalam bentuk cair secara langsung
diminum oleh konsumen dirubah menjadi
bentuk bubuk. Dengan proses kristalisasi
cairan saraba secara sederhana maka saraba
telah berubah menjadi bubuk saraba yang
dapat dikemas dan lebih tahan lama.
232 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
Memulai Usaha Bersama : Saraba Instan
Rajana
Pada tahap awal dilakukan penguatan
kelompok usaha dengan mengadakan
pemilihan ketua dan membuat kesepakatan
tentang aturan kerja dan bagi hasil secara
sederhana. Kepercayaan diantara anggota
kelompok merupakan modal utama diantara
mereka. Kepercayaan yang tumbuh diantara
anggota disebabkan karena tali kekerabatan
yang dekat dan juga kemampuan ketua
kelompok dalam meyakini anggotanya
untuk bersama sama merintis usaha baru
ini.

Pada mulanya setiap anggota membayar
iuran sebesar Rp 135. 000 untuk dijadikan
modal kerja awal membuat saraba instan.
Dana yang terkumpul digunakan untuk
membeli bahan baku produksi saja
sedangkan biaya alat kerja dan tenaga kerja
tidak diperhitungkan karena menggunakan
alat bersama dan tenaga kerja anggota.
Masa Perintisan
Dengan keterbatasan modal yang ada maka
proses produksi dilakukan secara manual
di salah satu rumah anggota kelompok dan
dalam 1 bulan hanya dapat berproduksi
sebanyak 900 sachet saja. Setelah dilakukan
perhitungan dapat diketahui biaya produksi
untuk 1 sachet adalah sebesar Rp 1.067
sedangkann harga jualnya adalah Rp 1.350
maka margin laba bersih yang diperoleh per
sachet adalah Rp 283 atau 27 % dari biaya
yang dikeluarkan. Dengan tingkat penjualan
awal 900 sachet maka kelompok usaha ini
hanya mendapatkan keuntungan bersih
sebesar Rp 255.000 saja per bulan. Kondisi
ini berjalan sampai dengan 3 bulan pertama
usaha.
Keyakinan dan Kegigihan Usaha
Tanpa Lelah
Keuntungan yang diperoleh sangatlah kecil
jika dibanding dengan tenaga kerja dan
waktu yang telah tersita, namun hal ini tidak
menyurutkan tekad mereka untuk terus
berusaha. Keuntungan kecil dan hamper
minus diatas membuat anggota kelompok
aren makmur semakin giat mencari pijaman
atau bantuan modal, perbaikan mutu
kemasan, dan terobosan pasar.
Pemasaran dan Sambutan Pasar
Diluar Dugaan
Pada awalnya pemasaran hanya dilakukan
di sekitar kota Masamba namun dengan
Keyakinan dan kekompakan kelompok
rentang distribusi pasar bisa merambah
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 233
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
kota kota yang lebih jauh dari Masamba
seperti Pare pare dan Makasar.
Hubungan bisnis dibangun dengan para
distributor di kota- kota tersebut.
Untuk menjaga kualitas barang dan
kemudahan proses transaksi maka
system produksi adalah mengikuti jadwal
pemesanan kembali dan ternyata system
ini telah berhasil menjaga kepercayaan
konsumen dan distributor sebagai rekan
bisnis.

Dengan komposisi resep ramuan yang
sudah dirasa pas dan nikmat, produk
mereka yang baru dikenal dipasar ternyata
mendapat sambutan positif. Order
pembelian kembali diterima oleh kelompok
ini dengan jumlah yang lebih besar. Saat
ini kapasitas produksi sudah meningkat
menjadi rata- rata 1.855 sachet per bulan.
Pada akhir tahun 2011 kelompok Aren
Makur telah menghasilkan pendapatan
bersih sebesar Rp 27.200.000 atau kurang
lebih 27 kali lipat pendapatan yang
diperoleh pada awal produksi.
Menjadi Kelompok Usaha Mikro
Unggulan Kabupaten Luwuk Utara
Pada masa perintisan, kelompok usaha ini
mendapat bantuan promosi di media massa
tv, radio dan Koran nasional yang difasilitasi
sebuah lembaga donor internasional.
Setelah adanya promosi yang cukup besar
tersebut maka nama saraba instan Rajana
semakin dikenal masyarkat dan lebih
mendapat perhatian pemerintah daerah.
Saat ini kelompok usaha Aren Makmur telah
dijadikan kelompok usaha mikro teladan
di kabupaten Luwul Utara dan sebagai
salah satu nominasi yang diusulkan pemda
Luwu Utara untuk menerima penghargaan
dibidang UMKM dari kementrian
perindustrian dan perdagangan.
Periode 3
bulan
Periode 8
Bulan
Pertama Berikutnya
Penjualan per bulan @ Rp 1.350 1,215,000 5,400,000.00
Biaya produksi @ Rp 1.067 960,000 3,734,500.00
Laba per bulan 255,000 1,665,500.00
Laba per tahun 1,020,000 29,979,000.00
Tabel Rugi- laba Kelompok Aren Makmur Tahun 2011
234 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
IV.2.2. Kerajinan Tas Berbahan Sampah
Plastik
KELOMPOK REWU LESTARI
KELURAHAN SARAGI, KEC. PASARWAJO,
KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA
Masalah sampah yang mencemari laut
dan lingkungan sekitar
Kelurahan Saragih merupakan salah satu
kelurahan di ibu kota kabupaten Buton,
Pasarwajo, Sulawesi Tenggara yang terletak
dipinggir laut. Masalah pembuangan
sampah rumah tangga merupakan masalah
klasik yang dihadapi warga selama ini.
Tingkat Kehidupan masyarakat yang
semakin maju dengan daya beli terhadap
produk industri yang semakin baik
menyisakan masalah sampah dari produk
yang pada umumnya dikemas dengan
bahan plastik.
Sampah kemasan plastik yang berasal
dari kemasan produk makanan,minuman,
detergen, obat-obatan dan lainnya dibuang
disembarang tempat, selama ini sampah
rumah tangga dibuang ke laut, pinggir
pantai atau lahan kosong disekitar kota
menjadi tempat penampungan sampah
yang tidak tertata.
Isu lingkungan ini kemudian diangkat
oleh sebuah NGO pendamping PNPM
Lingkungan ,Operation Wallacea Trust
(OWT) dalam kegiatan penyadaran ditingkat
kelurahan. Dalam kegiatan penyadaran
yang dilakukan dibeberapa kesempatan
dan lokasi yang berbeda OWT memberikan
pencerahan tentang nilai ekonomi yang bisa
diperoleh dari sampah. Kegiatan penyadaran
dilakukan dengan cara penyampaian materi
dan pemutaran flm yang bercerita tentang
pengolahan sampah kemasan plastik.
Pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi
Kecil
Dalam kegiatan penyadaran dihadir
oleh masyarakat dan lurah setempat.
Setelah menonton flm tersebut para
penonton terutama ibu-ibu tertarik untuk
mengembangkan kerajinan sampah
sebagai solusi masalah di kelurahan ini.
Antusiasme warga selanjutnya diakomodir
Gambar 3. Kelompok Rewu Lestari, Kelurahan Saragih,
Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 235
6
4
1
7
5
P
e
n
g
a
n
t
a
r

P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n
S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m

d
i

P
e
r
d
e
s
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

P
e
r
s
e
m
a
i
a
n

d
i

D
e
s
a


d
a
n

P
e
n
a
n
a
m
a
n

P
o
h
o
n
R
e
h
a
b
i
l
i
t
a
s
i

H
u
t
a
n

B
a
k
a
u
P
e
r
l
i
n
d
u
n
g
a
n
S
a
t
w
a

L
i
a
r
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

P
e
n
d
a
p
a
t
a
n

M
a
s
y
a
r
a
k
a
t

B
e
r
b
a
s
i
s

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

A
l
a
m
2
P
e
n
g
e
l
o
l
a
a
n

D
a
e
r
a
h

T
a
n
g
k
a
p
a
n

A
i
r
3
A
g
r
o
f
o
r
e
s
t
r
y
MODUL
7
OWT dengan mengadakan pelatihan
keterampilan menjahit tas dan dilanjukan
dengan pembentukan kelompok usaha
bersama kerajinan tas dari sampah plastik
pada tanggal 22 Juli 2011. Kelompok usaha
tersebut diberinama rewu lestari. Nama
kelompok usaha Rewu Lestari diambil
dari bahasa lokal, suku Cia-cia. Rewu artinya
sampah sehingga maksud nama tersebut
adalah melestarikan lingkungan dengan
memanfaatkan sampah.
Modal awal hasil swadaya anggota
Kelompok ini diketuai seorang Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD),
ibu Salama, dengan jumlah anggota 20
orang . Pada awalnya, setelah mendapatkan
pelatihan kelompok usaha ini telah memulai
produksi dengan bermodalkan 1 unit
mesin jahit hasil dari swadaya anggota.
Melihat kesungguhan kerja dan prospek
usaha kelompok telah menarik perhatian
pihak pemerintah dan lembaga OWT untuk
memberikan bantuan guna pengembangan
usaha. Pada bulan ke-2 produksi kelompok
mendapatkan tambahan beberapa unit
mesin jahit dari OWT dan bantuan modal
dari pemerintah daerah kabupaten Buton.
Kelompok ini sudah berhasil memproduksi
berbagai jenis tas, mulai dari tas samping
sampai ransel kecil untuk anak sekolah,
tas belanja, tempat Tisu, tempat HP, dan
lain-lain. Kapasitas produksi rata- rata
perminggu sebanyak 5- 10 tas. Dengan
harga jual yang bervariasi berkisar Rp
40.000 Rp 50.000, tergantung pada tingkat
kesulitan pembuatan dan pemakaian bahan
baku, biasanya semakin besar ukuran tas
maka harganya akan semakin mahal. Saat
ini pasokan bahan baku masih terbatas
disekitar rumah produksi, namun kedepan
perluasan suplai bahan baku diperluas di
seluruh kota.
Saat ini produk telah dipasarkan kepada
orang disekitar kelurahan, Kota Pasar Wajo
dan sekitarnya. Produk tas ini menjadi icon
kebanggaan pemerintah Kabupaten Buton
dan lembaga NGO lainya, Hal ini terbukti
dengan seringnya pemesanan produk Gambar 4. Contoh Produk Tas Plastik
236 | Manual Pelatihan
MODUL 7.
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam
tas untuk dijadikan sebagai merchandise
pada seminanar atau acara lainnya yang
diselenggarakan oleh pemda dan lembaga
lainnya.
No Keterangan Unit Harga Jumlah
Pendapatan
1 Tas besar (tas belanja,ta, tas
dewasa,ransel)
15 50,000 750,000
2 Tas kecil ( tas sekolah) 10 40,000 400,000
3 Tempat tisu dan hp 10 40,000 400,000
Total Pendapatan 1,550,000
Biaya
1 Biaya bahan baku (sachet) 600 100 60,000
2 Biaya tenaga kerja (20 orang) 20 10,000 600,000
3 biaya overhead 10% 155,000
Total biaya produksi 815,000
Laba bersih per bulan 735,000.00
Rata rata perhitungan Rugi Laba kelompok per bulan
Rata rata pendapapatan bersih per bulan
adalah Rp 735,000 yang diterima kelompok.
Pemanfaatan dana ini dimusyawarahkan
oleh anggota sebelum dimanfaatkan.
Kampanye lingkungan yang berkelanjutan
Setiap kelompok Rewu Lestari saat ini telah
menjadi individu pencinta lingkungan
dengan sukarela mengkampanyekan
perlunya menjadi kelestarian alam dan
kebersihan lingkungan. Kelompok ini juga
memberikan penyadaran kepada pelajar dan
anak-anak disekitar untuk tidak membuang
sampah kemasan plastik sembarang
tempat tapi dikumpulkan secara kelompok,
disekolah atau RT untuk dibeli sebagai
bahan baku tas. Efeknya sampah plastik akan
kurang berhamburan di lingkungan sekitar.
Replikasi kegiatan
Menyadari bahwa masalah sampah plastic
bukan saja terjadi di keluarahan Saragih
maka kelompok ini bersedia membagai
ilmu dan pengalaman mereka kepada
kelompok lain, jika ada yang membutuhkan
pelatihan kerajinan sampah dari daerah lain
maka anggota kelompok ini siap menjadi
pemateri.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 237
Lampiran: Daftar Istilah
Aliran permukaan: disebut juga air larian
(surface run of) adalah bagian dari curah
hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju ke sungai, danau, dan
lautan.
Air tanah: air yang terdapat dalam lapisan
tanah atau bebatuan di bawah permukaan
tanah
Basin: cekungan pengaliran air. Permukaan
bumi, karena kondisi fsiografsnya,
berperan sebagai penyimpan dan
pengaliran air hujan menuju ke danau atau
laut
DAS Hilir: suatu wilayah daratan bagian
dari DAS yang dicirikan dengan topograf
datar sampai landai, merupakan daerah
endapan sedimen atau aluvial.
DAS Hulu: suatu wilayah daratan bagian
dari DAS yang dicirikan dengan topograf
bergelombang, berbukit dan atau
bergunung, kerapatan drainase relatif
tinggi, merupakan sumber air yang masuk
ke sungai utama dan sumber erosi yang
sebagian terangkut menjadi sedimen
daerah hilir.
Data Primer: adalah informasi yang
dikumpulkan terutama untuk tujuan
investigasi yang sedang dilakukan. Data
primer mempunyai pengertian bahwa data
atau informasi tersebut diperoleh dari
sumber pertama, yang secara teknis dalam
penelitian disebut responden. Data primer
dapat berupa data-data yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif.
Data Sekunder: sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder umumnya berupa bukti,
catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter)
yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan
Delineasi: cara menggambarkan batas unsur
alam, unsur buatan manusia dan atau
tema tertentu dalam bentuk garis
Densiometer: alat sederhana yang
digunakan untuk mengetahui persentase
penutupan atau pembukaan tajuk tegakan
atau persentase jatuhnya cahaya hingga ke
lantai hutan
Erosi: peristiwa pindahnya/terangkutnya
tanah/bagian-bagian tanah ke suatu
tempat atau ke tempat lain oleh media
alami.
Erosi lembar (sheet erosion): pengangkutan
lapisan yang merata tebalnya dari suatu
permukaan bidang tanah.
Erosi permukaan/erosi alur (riil erosioan):
suatu proses erosi yang terkonsentrasi dan
mengalir pada tempat- tempat tertentu
dipermukaan tanah sehingga pemindahan
Modul 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 237
238 | Manual Pelatihan
tanah lebih banyak terjadi pada tempat
tersebut.
Erosi parit (gully erosion): proses erosi
yang hampir sama dengan proses erosi
alur, tetapi saluran saluran yang
terbentuk sudah sedemikian dalamnya
sehingga tidak dapat dihilangkan dengan
pengolahan tanah biasa.
Fungsi hidrologi hutan: artinya fungsi
hutan dalam siklus hidrologi dalam
menghasilkan (produce) dan pengaturan
(regulate) air
GIS atau Geografc Informatin System:
sistem informasi geografs yang memiliki
kemampuan untuk membangun,
menyimpan, mengelola dan menampilkan
informasi yang bereferensi geografs.
GPS atau Global Positioning System: alat yang
memiliki sistem untuk menentukan posisi
dan navigasi
Infltrasi: adalah proses meresapnya air atau
proses meresapnya air dari permukaan
tanah melalui pori-pori tanah.
Kedalaman tanah atau solum (cm):
merupakan ukuran ketebalan lapisan
tanah dari permukaan sampai atas lapisan
bahan induk tanah.
Kontur atau garis kontur: garis yang
menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian sama.
Monograf desa dan kelurahan: himpunan
data yang dilaksanakan oleh pemerintah
desa dan pemerintah yang tersusun
secara sistematis, lengkap, akurat
dan terpadu dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan danpembinaan
kemasyarakatan
Pancang: anakan pohon yang memiliki
ukuran tinggi 1,5 m ke atas dan diameter
10 cm ke atas
Pendangiran: kegiatan penggemburan
tanah disekitar tanaman pokok yang
bertujuan untuk memperbaiki sifat
fsik tanah (aerasi tanah) sebagai upaya
memacu pertumbuhan tanaman.
Pengelolaan DAS: upaya manusia dalam
mengendalikan hubungan timbal balik
antara sumberdaya alam dengan manusia
di dalam DAS dan segala aktivitasnya
dengan tujuan membina kelestarian dan
keserasian ekosistem serta meningkatkan
kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia secara berkelanjutan.
Penyiangan tanaman: pengendalian gulma
yang bertujuan untuk mengurangi jumlah
gulma sehingga populasinya berada di
bawah ambang ekologis.
Penyulaman: kegiatan penanaman kembali
bagian-bagian yang kosong bekas tanaman
mati/akan mati dan rusak sehingga
jumlah tanaman normal dalam satu
kesatuan luas tertentu sesuai dengan jarak
tanamnya
Peta topograf: peta yang menunjukkan
keadaan muka bumi sesebuah kawasan,
selalunya menggunakan garisan kontur
Lampiran: Daftar Istilah
238 | Manual Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 239
dalam peta moden. Peta topograf
mestilah mempunyai garisan lintang dan
garisan bujur dan titik pertemuannya
menghasilkan koordinat. Koordinat ialah
titik persilangan antara garisan lintang
dan bujur.
Pohon atau juga disebut pokok: tumbuhan
dengan batang dan cabang yang berkayu.
Pohon memiliki batang utama yang
tumbuh tegak, menopang tajuk pohon,
memliki diameter 20 cm ke atas
Semai: anakan pohon mulai kecambah
hingga tinggi < 1,5 cm
Tajuk: keseluruhan bagian tumbuhan,
terutama pohon, perdu, atau liana, yang
berada di atas permukaan tanah yang
menempel pada batang utama
Tiang: anakan pohon dengan diameter 10
cm hingga kurang 20 cm
Vegetasi:merupakan bagian hidup
yang tersusun dari tetumbuhan yang
menempati suatu ekosistem
Modul 3. Agroforestri
Abiotik (faktor abiotik) atau komponen
tak hidup: komponen fsik dan kimia
yang merupakan medium atau substrat
tempat berlangsungnya kehidupan, atau
lingkungan tempat hidup (suhu, air,
cahaya, tanah, iklim,
Agroforestri komplek: suatu sistem
pertanian menetap yang melibatkan
banyak jenis pepohonan (berbasis pohon)
baik sengaja ditanam maupun yang
tumbuh secara alami pada sebidang lahan
dan dikelola petani mengikuti pola tanam
dan ekosistem yang menyerupai hutan.
Agroforestri sederhana: perpaduan antara
tanaman pohon (kelapa, karet, cengkeh,
jati, sengon, dadap, petai cina, dll.) dan
tanaman semusim (jagung, padi, sayur-
mayur, rerumputan, pisang, kopi, coklat,
dll.) yang ditanam dalam suatu lahan yang
sama
Alang-alang atau ilalang: sejenis rumput
berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma
di lahan pertanian
Biotik (faktor biotik): suatu komponen
yang menyusun suatu ekosistem berupa
makhluk hidup
Fotosintesis: suatu proses biokimia
pembentukan zat makanan karbohidrat
yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama
tumbuhan yang mengandung zat hijau
daun atau klorofl
Hutan primer: hutan yang telah mencapai
umur lanjut dan ciri struktural tertentu
yang sesuai dengan kematangannya; serta
dengan demikian memiliki sifat-sifat
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 239
240 | Manual Pelatihan
ekologis yang unik
Hutan sekunder: hutan-hutan yang
merupakan hasil regenerasi (pemulihan)
setelah sebelumnya mengalami kerusakan
ekologis yang cukup berat; misalnya akibat
pembalakan, kebakaran hutan, atau pun
bencana alam. Hutan sekunder umumnya
secara perlahan-lahan dapat pulih kembali
menjadi hutan primer, yang tergantung
pada kondisi lingkungannya,
Jenis intoleran: jenis tanaman yang tidak
tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi
cahaya yang terbatas atau tanaman
yang memerlukan cahaya penuh untuk
pertumbuhannya
Jenis toleran: jenis tanaman yang tahan
(mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya
yang terbatas atau tanaman yang mampu
tumbuh di bawah naungan
Kelompok Tani: kumpulan petani (dewasa,
wanita dan pemuda) yang terikat secara
non formal dalam suatu wilayah kelompok
yang bekerjasama atas dasar saling
asih, saling asah dan saling asuh bagi
keberhasilan usaha pertaniannya yang
diketuai oleh seorang kontak tani.
MPTS (Multi purpose tree species): jenis
tanaman yang menghasilkan kayu dan
bukan kayu.
Padi gogo: suatu tipe padi lahan kering yang
relatif toleran tanpa penggenangan seperti
di sawah
Palawija: semua tanaman pertanian
semusim yang ditanam pada lahan kering.
Biasanya palawija berupa tanaman kacang-
kacangan, serealia selain padi (seperti
jagung), dan umbi-umbian semusim
(ketela pohon dan ubi jalar).
Perdu atau semak: suatu kategori tumbuhan
berkayu yang dibedakan dengan pohon
karena cabangnya yang banyak dan
tingginya yang lebih rendah, biasanya
kurang dari 5-6 meter. Banyak tumbuhan
dapat berupa pohon atau perdu
tergantung kondisi pertumbuhannya.
Perkebunan: segala kegiatan yang
mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang sesuai, mengolah
dan memasarkan barang dan jasa hasil
tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan
serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha
perkebunan dan masyarakat.
Serasah: tumpukan dedaunan kering,
rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi
lainnya di atas lantai hutan atau kebun.
Serasah yang telah membusuk (mengalami
dekomposisi) berubah menjadi humus
(bunga tanah), dan akhirnya menjadi
tanah.
Penanaman pengkayaan: penambahan
anakan pohon pada kawasan hutan negara
atau di luar hutan negara yang memiliki
jumlah individu pohon atau anakan pohon
antara 500-700 batang/ha dengan maksud
240 | Manual Pelatihan
Lampiran: Daftar Istilah
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 241
untuk meningkatkan nilai tegakan hutan
baik kualitas maupun kuantitas sesuai
fungsinya
Penanaman penuh: penanaman anakan
pohon pada kawasan hutan negara atau di
luar kawasan hutan negara yang memiliki
jumlah individu pohon atau anakan pohon
kurang dari 500 batang/ha
Rehabilitasi hutan dan lahan: upaya
untuk memulihkan, mempertahankan,
dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas,
dan perannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga
Rhizoma: batang yang menjalar di baawah
tanah dapat berumbi maupun tidak
berumbi yang berfungsi untuk menyimpan
makanan dengan ciri-ciri : bentuk mirip
akar namun berbuku-buku, ujungnya
berkuncup, pada setiap buku terdapat
daun yang berubah bentuk menjadi sisik,
pada setiap ketiak sisik terdapat mata
tunas. Mata tunas yang terdapat pada
ujung rhizoma maupun yang terdapat
pada setiap ketiak sisik dapat tumbuh
menjadi individu baru. Individu baru tetap
menyatu dengan tubuh induknya sehingga
terbentuklah rumpun
Sistem penyangga kehidupan: merupakan
satu proses alami dari berbagai unsur
hayati dan non hayati yang menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk.
Tanaman semusim: tanaman perkebunan
yang pada umumnya berumur pendek dan
panennya dilakukan satu atau beberapa
kali masa panen (keprasan) untuk satu
kali penanaman.
Tanaman tahunan: tanaman perkebunan
yang umumnya berumur lebih dari
satu tahun dan pemungutan hasilnya
dilakukan lebih dari satu kali masa panen
untuk satu kali pertanaman.
Tembawang atau sering disebut sebagai
agroforest tembawang: suatu bentuk
sistem penggunaan lahan yang terdiri
dari berbagai jenis tumbuhan, mulai dari
pohon-pohon besar berdiameter lebih
dari 100 sentimeter hingga tumbuhan
bawah sejenis rumput-rumputan. Sistem
ini dikelola dengan teknik-teknik tertentu
sesuai dengan kearifan lokal mereka dan
mengikuti aturan-aturan sosial sehingga
membentuk keanekaragaman yang
kompleks menyerupai ekosistem hutan
alam.
Tumpangsari: suatu bentuk pertanaman
campuran (polyculture) berupa pelibatan
dua jenis atau lebih tanaman pada
satu areal lahan tanam dalam waktu
yang bersamaan atau agak bersamaan.
Tumpang sari yang umum dilakukan
adalah penanaman dalam waktu yang
hampir bersamaan untuk dua jenis
tanaman budidaya yang sama, seperti
jagung dan kedelai, atau jagung dan
kacang tanah
Viabilitas benih: daya hidup benih
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 241
242 | Manual Pelatihan
yang dapat ditunjukkan melalui
gejala metabiolisme dan atau gejala
pertumbuhan, selain itu daya kecambah
juga merupakan tolak ukur parameter
viabilitas potensial benih. Pada umumnya
viabilitas benih diartikan sebagai
kemampuan benih untuk tumbuh menjadi
kecambah.
Modul 4. Pembangunan Persemaian dan Penanaman Pohon
Ajir: potongan bambu dengan ukuran
panjang dan lebar tertentu, misalnya 2 cm
x 120 cm yang digunakan sebagai penanda
jarak tanam, penanda jalur penanaman,
tempat membuat lubang tanam, dan
untuk mengikat bibit.
Benih berdasarkan defnisi botani maka
yang dimaksud dengan benih: biji
tumbuhan yang digunakan oleh manusia
untuk tujuan pertanaman. Adapun benih
berdasarkan defnisi perundang-undangan
adalah semua bahan tanaman baik yang
dihasilkan secara generatif (biji) maupun
vegetatif (scion untuk teknik grafting/
sambungan, bahan stek, mata tunas untuk
okulasi, dan bahan vegetatif lainnya).
Bokashi: sebuah metode pengomposan
yang dapat menggunakan starter
aerobik maupun anaerobik untuk
mengkomposkan bahan organik, yang
biasanya berupa campuran molasses, air,
starter mikroorganisme, dan sekam padi.
Kompos yang sudah jadi dapat digunakan
sebagian untuk proses pengomposan
berikutnya, sehingga proses ini dapat
diulang dengan cara yang lebih efsien.
Cangkok: teknik pembibitan vegetatif
dengan cara menguliti hingga bersih
dan menghilangkan kambium pada
cabang atau ranting sepanjang 5-10
cm. Tumbuhan dikotil yang dicangkok
akan memiliki akar serabut, bukan akar
tunggang.
Cemplongan: teknik penanaman dengan
pembersihan lapangan tidak secara total
(pembersihan lapangan hanya dilakukan
disekitar tempat yang akan ditanam)
yang diterapkan pada lahan miring yang
tanahnya peka erosi dan penduduknya
jarang dan pada lahan yang sudah ada
tanaman kayu kayuan tetapi masih perlu
dilakukan pengkayaan tanaman (lahan
tidak cocok untuk kegiatan tumpangsari)
Dekomposer: organisme yang menguraikan
bahan organik menjadi anorganik untuk
kemudian digunakan oleh produsen.
242 | Manual Pelatihan
Lampiran: Daftar Istilah
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 243
Dormansi benih: istilah yang digunakan
untuk keadaan dimana benih yang baik
tidak bisa berkecambah meskipun berada
pada kondisi/lingkungan yang sesuai
untuk perkecambahan.
Fungisida: substansi kimia dan bahan
lain yang secara spesifk membunuh
atau menghambat cendawan penyebab
penyakit
Gulma: segala tanaman yang tumbuh
pada tempat yang tidak diinginkan yang
merupakan pesaing tanaman dalam
pemanfaatan unsur hara, air, dan ruang
Hutan negara: merupakan kawasan hutan
yang berada di tanah milik negara
Hutan rakyat: hutan yang tumbuh di atas
tanah yang dibebani hak milik maupun
hak lainnya di luar kawasan hutan
dengan ketentuan luas minimum 0,25
Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-
kayuan dan tanaman lainnya lebih dari
50 %.
Insektisida: bahan-bahan kimia bersifat
racun yang dipakai untuk membunuh
serangga. Insektisida dapat memengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, tingkah
laku, perkembangbiakan, kesehatan,
sistem hormon, sistem pencernaan, serta
aktivitas biologis lainnya hingga berujung
pada kematian serangga pengganggu
tanaman
Kascing singkatan dari bekas cacing:
merupakan pupuk organik yang berasal
dari kotoran cacing Lumbricus rubellus
sebagai hasil pengomposan oleh cacing
dari bahan baku kotoran sapi. Kascing
merupakan kompos yang penguraiannya
sangat sempurna.
Kekompakan media: tingkat kemampuan
akar untuk mengikat media sehingga
menjadi kompak/tidak mudah hancur.
Kokopit: media tumbuh tanaman dari
sabut kelapa yang telah mengalami
pengomposan (2-4 minggu)
Kompos: hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat secara
artifsial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembap, dan aerobik atau
anaerobik
Media: bahan yang digunakan untuk
menumbuhkan bibit
Media kompak: media dan akar membentuk
gumpalan yang kompak
Mutu genetik: kualitas bibit yang
merupakan cerminan sifat induk yang
selalu diturunkan dari induk ke anaknya
dari generasi ke generasi.
Okulasi: teknik memperbanyak
tanaman secara vegetatif dengan cara
menggabungkan dua tanaman secara lebih
Patogen: agen biologis yang menyebabkan
penyakit pada tanaman inangnya
Penghijauan: kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan (RHL) yang dilaksanakan di luar
kawasan hutan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 243
244 | Manual Pelatihan
Penyemaian: penanaman benih ke dalam
bedeng tabur atau langsung dalam polybag
dengan tujuan untuk mendapatkan
kecambah.
Perlakuan pendahuluan benih: istilah
yang digunakan untuk proses atau kondisi
yang diberikan untuk mematahkan
dormansi benih (mempercepat
perkecambahan benih). Perlakuan yang
diberikan tergantung jenis dormansi
(merendam benih, menyangrai benih,
mengikir benih, memecah benih, dll.)
Pestisida: serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai
hama.
pH tanah atau kemasaman tanah atau reaksi
tanah menunjukkan sifat kemasaman
atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan
banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H +)
di dalam tanah.
Pohon induk benih: suatu individu pohon
yang memiliki syarat-syarat sebagai pohon
penghasil benih.
Polybag adalah: plastik tanaman
yang didominasi warna hitam untuk
persemaian tanaman dan tanaman
dalam pot dengan ukuran tertentu yang
di sesuaikan dengan jenis tanaman itu
sendiri
Reboisasi: upaya pembuatan tanaman
jenis pohon hutan pada kawasan hutan
rusak yang berupa lahan kosong/terbuka,
alang-alang, atau semak belukar dan
hutan rawang untuk mengembalikan
fungsi hutan.
Sabuk hijau (green belt): hutan yang tumbuh
pada kawasan sekitar waduk/danau pada
daratan sepanjang tepian danau/waduk
yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fsik waduk/danau.
Areal sabuk hijau berjarak + 20 meter
dari titik pasang tertinggi ke arah darat
dengan lebar 50 100 m (Keppres No. 32
tahun 1990).
Sambung pucuk: cara menyambungkan
batang bawah dan batang atas agar supaya
produksi lebih dipercepat
Sangrai: menggoreng tanpa menggunakan
minyak goreng
Sistem jalur: pola penanaman dengan
pembersihan sepanjang jalur yang
didalamnya dibuat lubang tanaman
dengan jarak tertentu.
Sistem tumpangsari: suatu pola
penanaman yang dilaksanakan dengan
menanam tanaman semusim dan
tanaman sela diantara larikan tanaman
pokok (kayu-kayuan/MPTS).
Stek: merupakan cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif buatan dengan
menggunakan sebagian batang, akar,
atau daun tanaman untuk ditumbuhkan
menjadi tanaman baru.
Sumber benih: suatu tegakan hutan,
baik berupa hutan alam maupun hutan
tanaman yang ditunjuk atau dibangun
244 | Manual Pelatihan
Lampiran: Daftar Istilah
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 245
khusus untuk dikelola guna memproduksi
benih
Tanaman inang dalam biologi: organisme
yang menampung virus, parasit, partner
mutualisme, atau partner komensalisme,
umumnya dengan menyediakan makanan
dan tempat berlindung.
Tanaman Unggulan Lokal (TUL): jenis-
jenis tanaman asli atau eksotik, yang
disukai masyarakat karena mempunyai
keunggulan tertentu seperti produk
kayu, buah dan getah dan produknya
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota
berdasarkan rekomendasi BPTH atas
nama Dirjen RLPS.
Tegalan: lahan kering yang ditanami dengan
tanaman musiman atau tahunan, seperti
padi ladang, palawija, dan holtikultura.
Tegalan letaknya terpisah dengan halaman
sekitar rumah. Tegalan sangat tergantung
pada turunnya air hujan.
Tumbuhan bawah: komunitas tanaman
yang menyusun stratifkasi bawah
dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini
umumnya berupa rumput, herba, semak
atau perdu rendah.
Unsur hara: nutrisi atau zat makanan
yang bersama-sama air diserap oleh akar
tanaman dan dibaawa ke daun baik unsur
mikro (dibutuhkan dalam jumlah sedikit)
maupun makro (dibutuhkan dalam
jumlah banyak) yang digunakan untuk
pertumbuhan dan metabolisme tanaman
Modul 5. Rehabilitasi Hutan Bakau
Ekosistem: suatu system ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya.
Delta: endapan di muara sungai yang terletak
di lautan terbuka, pantau, atau danau,
sebagai akibat dari berkutangnya laju
aliran air saat memasuki laut
Detrius: partikel-partikel hasil penguraian
berbagai organisme mati dan sisa
organisme.
Diving: penyelaman dengan menggunakan
peralatan selam lengkap berupa tabung
oksigen, fn, masker, dan regulator
Estuaria/estuarin: perairan yang semi
tertutup yang berhubungan bebas dengan
lair sehingga laut dengan salinitas tinggi
dapat bercampur dengan air tawar.
Pohon induk: pohon yang dipilih untuk
menghasilkan benih yang cukup banyak
dan kualitas yang baik
Propagule: bagian tanaman bakau/bakal
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 245
246 | Manual Pelatihan
buah yang akan diperbanyak.
Snorkeling: selam permukaan/selam
dangkal dengan menggunakan masker
selam/snorkel.
Tsunami: kata berbahasa Jepang yang berarti
gelombang ombak lautan, merupakan
serangkaian gelombang ombak besar yang
timbul karena adanya pergeseran dari
dasar laut akibat gempa bumi.
ZEE/Zona Ekonomi Ekslusif: jalur di
luar dan berbatasan dengan laut wilayah
Indonesia sebagaimana ditetapkan
berdasarkan undang-undang yang berlaku
tentang perairan Indonesia yang meliputi
dasar laut, tanah di bawahnya dan air di
atasnya dngan batas terluar 200 mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia.
Appendix I CITES: daftar seluruh spesies
tumbuhan dan satwa liar yang dilarang
dalam segala bentuk perdagangan
internasional. Dikeluarkan oleh
Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES)
Appendix II CITES: daftar spesies yang
tidak terancam kepunahan, tapi mungkin
terancam punah bila perdagangan terus
berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Dikeluarkan oleh Convention on
International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora (CITES)
BKSDA: Balai Konservasi Sumber Daya Alam
yang merupakan unit pelaksana teknis
setingkat eselon III (atau eselon II untuk
balai besar) di bawah Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
(PHKA), Kementerian Kehutanan.
Critically Endangered/CE: kategori
kritis, merupakan status konservasi
yang diberikan kepada spesies yang
menghadapi risiko kepunahan di waktu
dekat yang merupakan kategori dari
International Union for the Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN)
Endangered/EN: kategori genting, spesies
yang menghadapi risiko kepunahan
sangat tinggi di waktu mendatang yang
merupakan kategori dari International
Union for the Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN)
Endemik: merupakan istilah yang mengacu
pada satwa dan tumbuhan yang hanya
ditemukan di daerah tersebut dan tidak
ditemukan di tempat lain. Bahkan
tidak sedikit satwa endemik ini hanya
ditemukan di satu pulau atau wilayah
tertentu.
IUCN Redlist: daftar status suatu spesies
yang merupakan kategori yang digunakan
oleh IUCN.
Satgas: satuan tugas, seperti dalam
Modul 6. Perlindungan Satwa Liar
246 | Manual Pelatihan
Lampiran: Daftar Istilah
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 247
konservasi dikenal satgas KMG (satuan
tugas penanganan konfik manusia-gajah)
UPT: Unit Pelaksana Teknis
CITES(Convention on International
Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora)atau konvensi
perdagangan internasional spesies satwa
liar dan tumbuhan terancam merupakan
perjanjianinternasional antarnegara
yang disusun berdasarkan resolusi sidang
anggotaIUCN yang bertujuan melindungi
tumbuhan dan satwa liar terhadap
perdagangan internasional yang
mengakibatkan kelestarian spesies
tersebut terancam.
IUCN (International Union for the
Conservation of Nature and Natural
Resources): sebuah organisasi
internasional yang didedikasikan untuk
konservasi sumber daya alam. IUCN
mengeluarkan IUCN Red List of Treatened
Species atau disingkat IUCN Red List,
yaitu daftar status kelangkaan suatu
spesies. Kategori Status Konservasi dalam
IUCN Redlist, meliputi : punah, punah
di alam, kritis, genting, rentan, hampir
terancam, beresiko rendah, informasi
kurang dan belum di evaluasi
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 247
Sumber Daya Alam (SDA): bahan baku
yang berasal dari alam yang dapat diambil
manfaatnya
Income Generating Activities (IGA):
Usaha/kegiatan yang dapat menghasilkan
pendapatan
Katalisator: pemicu pada awal kegiatan
Petunjuk Teknis Operasional (PTO):
buku panduan yang diterbitkan oleh
penaggungjawab operasional PNPM
sebagai aturan pelaksanaan kegiatan
dilapangan.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
(KPMD): orang yang dipilih warga desa
sembagai penggerakan utama kegiatan
PNPM di tingkat desa.
Fasilitator: orang yang memberikan
pengarahan dalam menjalankan kegiatan
Pasar: pembeli/konsumen pengguna barang
atau jasa
Biaya: besaran nilai rupiah yang dikeluarkan
untuk memperoleh manfaat.
Modul 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Berbasis Sumberdaya Alam
248 | Manual Pelatihan
Lampiran: Daftar Istilah
Kegiatan produktif: kegiatan yang
menghasilkan barang atau jasa untuk yang
memiliki nilai ekonomis
Margin: nilai tertentu dari hasil
pengurangan, dapat berupa persentase
atau nilai rupiah
Efsien: pemanfaatan secara hemat berguna
Efektif: pemanfaatan secara tepat guna
248 | Manual Pelatihan
Manual Pelatihan
Pengelolaan Sumberdaya Alam
Untuk Masyarakat Perdesaan
Editor
Fransiskus Harum (Editor Teknis)
Sunjaya (Editor Komunikasi)
Kontributor
Sunjaya, Fransiskus Harum, Edi Purwanto, Ujang S. Irawan,
Hendra Gunawan, Akbar A. Digdo, Agustinus Wijayanto,
Nassad Idris, Abdul Rahman
Design - Layout
Yoga Adhiguna | adioga.design
ISBN
---------------------------
Cetakan Pertama April 2012

Anda mungkin juga menyukai