6.DM Ayu 21-9-10
6.DM Ayu 21-9-10
DEFINISI
Kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dgn
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh (t.u mata,ginjal,saraf,jantung dan pembuluh darah).
klasifikasi
DIABETES TIPE 1
Defisiensi insulin absolut, kadar insulin dan C
peptida rendah. Disebabkan oleh kerusakan dari sel prankreas (autoimmun) Autoimmun terhadap insulin, tirosin fosfatase,dan asam glutamat dekarboksilasi. Selain itu, DM tipe 1 juga disebabkan oleh genetik dan faktor lingkungan.
DIABETES TIPE 2
Defisiensi insulin relatif dan resistensi insulin. Akibat obesitas dan overweight Terjadi hiperinsulinemia
PATOGENESIS
Gejala lain
Fatigue Gatal dan mati rasa
pada kaki dan tangan Terjadi infeksi pada gusi,kulit , paru - paru dan sal.kemih Penyembuhan luka lambat Pandangan kabur Pruritus vulvae Disfungsi ereksi
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI,
2006
LANGKAH DIAGNOSTIK
Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa
PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan diabetes melitus, di
Indonesia, pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang sesuai dengan konsensus penatalaksanaan diabetes melitus menurut PERKENI tahun 2006.
f)
g)
h)
(PGDM) dan memanfaatkan data yang ada Melakukan perawatan kaki secara berkala Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006)
medis ini antara lain : a) Menurunkan berat badan b) Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik c) Menurunkan kadar glukosa darah d) Memperbaiki profil lipid e) Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin f) Memperbaiki sistem koagulasi darah
Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan : a) Kadar glukosa darah mendekati normal Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl Kadar A1c < 7% b) Tekanan darah < 130/80 mmhg c) Profil lipid yang berkisar normal Kolesterol LDL < 100 mg/dl Kolesterol HDL > 40 mg/dl Trigliserida < 150 mg/dl d) Berat badan senormal mungkin
yang meliputi kerbohidrat, protein dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat.
diabetisi tidak boleh lebih dari 55-65% Protein, direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial.
mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10 % dari total kebutuhan kalori per hari
aktivitas fisik merupakan salah satu dari ke empat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari.
glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006). Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.
Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2006) : 1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal 2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan 3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan 4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan 5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan 6. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama 7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2006.
INSULIN
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari
rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah.
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2006): 1. Penurunan berat badan yang cepat 2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 3. Ketoasidosis diabetik 4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik 5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat 6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir
7. 8. 9. 10. 11.
maksimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2006) :
A. insulin kerja cepat (rapid acting insulin) B. insulin kerja pendek (short acting insulin) C. insulin kerja menengah (intermediate acting
insulin) D. insulin kerja panjang (long acting insulin) E. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
KOMPLIKASI
Komplikasi akut a. Ketoasidosis diabetik b. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik c. hipoglikemia Komplikasi kronik a. Mikrovaskuler b. Makrovaskuler c. neurologis
Komplikasi akut
Ketoasidosis diabetik
keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias : hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat bahkan sampai menyebabkan syok (Sudoyo, Aru W, 2006).
Kadar glukosa > 250 mg% pH < 7,35 HCO3 rendah Anion gap yang tinggi Keton serum positif
Aru W, 2006) :
Penggantian cairan dan garam yang hilang Menekan lipolisis sel lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan insulin Mengatasi stres sebagi pencetus KAD Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
ketotik Sindrom koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis (Sudoyo, Aru W, 2006).
Rehidrasi intravena agresif cairan hipotonis. Penggantian elektrolit Pemberian insulin intravena Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta Pencegahan.
glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat (PERKENI, 2006).
KOMPLIKASI KRONIK
Komplikasi mikrovaskuler 1. Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah
kecil khususnya kapiler. Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus. 2. Retinopati diabetik 3. Nefropati diabetik
Komplikasi makrovaskuler 1. Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh
darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. 2. Penyakit jantung koroner 3. stroke
Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan.
TERIMA KASIH