Anda di halaman 1dari 37

Oleh: Doddy Setyanto S (0708015014)

Pembimbing: dr. Rahmawati, Sp.THT-KL

Tonsilitis Peradangan pada tonsil palatina dan merupakan bagian dari cincin Waldeyer.1,2 Tonsilitis Kronis Kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil.6 Epidemiologi Pada anak sekolah usia 5 -18 di Amerika Serikat Streptococcus beta hemoliticus group A didapatkan sebanyak 20-40%.2 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) ada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.

Untuk menambah pengetahuan penulis tentang penegakkan diagnosis tonsillitis kronis dan penatalaksanaannya untuk dibandingkan antara temuan yang didapat pada kasus dengan teori yang ada. Sebagai tugas ilmiah kepaniteraan klinik di laboratorium THT

Anatomi Tonsil

Tonsil Suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.8 Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.1,8

Tonsil
Tonsila lingualis yang terletak pada radix linguae. Tonsila palatina (tonsil) yang terletak pada isthmus faucium antara arkus glossopalatinus dan arkus glossofaringeus. Tonsila faringica (adenoid) yang terletak pada dinding dorsal dari nasofaring. Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva. Plaques dari Peyer (tonsil perut) yang terletak pada ileum.8

Embriologi Tonsil
Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 Pada permulaan kehidupan janin, berasal pertumbuhan tonsil, dari epitel permukaan. terjadi invaginasi kantong Pada bulan ke 3 tumbuh brakial ke II ke dinding limfosit di dekat epitel faring akibat tersebut dan terjadi nodul pertumbuhan faring ke pada bulan ke 6, yang lateral. akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.11

Tonsil Palatina
Suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil dan berada di lateral orofaring.

Tonsil Palatina
1. Lateral : m. konstriktor faring superior. 2. Anterior : m. palatoglosus. 3. Posterior : m. palatofaringeus. 4. Superior : palatum mole. 5. Inferior : tonsil lingual.11

Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. karotis eksterna, yaitu 1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina ascendens. 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desendens. 3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal. 4) A. faringeal ascendens.

Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina ascendens, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden.

Aliran Getah Bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Persarafan Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.11

Imunologi Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.11 Fisiologis Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif. 2) Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.11

Definisi Peradangan kronik pada tonsila palatina setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang. Etiologi Pada penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.14,15 Epidemiologi Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai Juni 2008 Mei 2009 sebanyak 63 orang.

Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan kuman kemudian bersarang di tonsil.

Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.

Faktor Predisposisi 1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan. 2. Higiene mulut yang buruk. 3. Pengaruh cuaca. 4. Kelelahan fisik. Manifestasi Klinik Nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal di tenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas

Diagnosis
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang berupa nyeri Pada pemeriksaan tampak tenggorokan berulang atau tonsil membesar dengan menetap, rasa ada yang permukaan yang tidak rata, kripta melebar dan mengganjal di tenggorok, beberapa kripta terisi oleh ada rasa kering di detritus. tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas

Pada pemeriksaan kultur, kuman terbanyak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diikuti Stafilokokus aureus.24

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 21,22,23 T0 : Tonsil masuk di dalam fossa T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Diagnosis Banding 1. Tonsillitis difteri 2. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulsero membranosa) 3. Faringitis

Penatalaksanaan

Medikamentosa Terapi ini ditujukan pada higien mulut dengan cara berkumur atau obat isap, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.1,14 Pemberian antibiotika sesuai kultur. Operatif

Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.

Indikasi absolut : a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, disfagia berat, gangguan tidur atau terdapat komplikasi kardiopulmonal. b) Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut. c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam. d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.

Indikasi relatif : a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil per tahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat. b) Halitosis akibat tonsilitas kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik. c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap laktamase.14,16,21

Komplikasi post tonsilektomi


Komplikasi segera (immediate complication) : perdarahan primer refleks batuk (-) sumbatan jalan napas asfiksia Komplikasi lambat Komplikasi kemudian (Late complication) : (intermediate adanya sisa jaringan complication) : berupa tonsil. Bila sedikit perdarahan sekunder, umumnya tidak menimbulkan gejala, hematom dan edem uvula, infeksi, tetapi bila cukup banyak komplikasi paru dan dapat mengakibatkan otalgia tonsilitis akut atau abses peritonsil.25

Komplikasi Abses peritonsil Abses parafaring Abses intratonsilar Tonsilolith (kalkulus tonsil) Kista tonsilar

IDENTITAS

PASIEN Nama : An. G. Usia : 21 tahun. Jenis Kelamin : Laki-laki. Alamat : Jl. Merapi No. 35 Lempake. Pekerjaan : Montir Bengkel. Suku : Jawa. Agama : Islam. Tanggal Pemeriksaan : 15 Mei 2013 Ruang Perawatan : Ruang Anggrek

Keluhan Utama : Rasa mengganjal pada tenggorokan

Riwayat Sakit Sekarang Rasa mengganjal pada tenggorokan dialami sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan tidak disertai nyeri menelan, hanya kesulitan menelan untuk makan dan minum. Jika tidur, pasien selalu mengorok. Terdapat napas berbau. Pasien tidak ada mengeluhkan pilek ataupun sakit telinga saat pemeriksaan.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sering mengalami batuk pilek berulang disertai demam sejak 2 tahun yang lalu namun membaik setelah berobat ke puskesmas dan berulang lagi beberapa minggu kemudian. Pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat alergi.

Riwayat Kebiasaan Pasien suka mengkonsumsi minuman dingin, gorengan dan makanan pedas.

Riwayat Pekerjaan Pasien bekerja di bengkel sebagai montir dan sering merasa kelelahan.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Sakit sedang. Kesadaran : Compos mentis. Tanda vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg. Nadi : 80 kali / menit. Napas : 20 kali / menit. Suhu : 36,4 oc. Status Generalisata Kepala dan leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), pembesaran KGB (-). Thorax : Paru : Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Palpasi : fremitus raba simetris, Perkusi : sonor, Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/). Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V MCL sinistra, Perkusi : redup, Auskultasi : S1S2 tunggal regular. Abdomen : Inspeksi : datar, Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, Perkusi : timpani, Auskultasi : bising usus (+) Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Leukosit : 7.200 / mm3 Hb : 16,3 g/dl Trombosit : 290.000 / mm3 Bleeding time : 2 Clotting time : 8 DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronis

PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa Menghindarkan makanan yang merangsang seperti makanan pedas, gorengan dan minuman dingin. Istirahat yang cukup. Menjaga higiene mulut.

Medikamentosa Pre Operasi Infus RL : D5 = 1 : 2 (20 tpm). Ranitidin inj 3 x 1 ampul IV. Operatif Tonsilektomi tanggal 18 Mei 2013

Medikamentosa Post Operasi Cefotaxim inj 2 x 1 gram IV Ranitidin inj 3 x 1 ampul IV Natrium metamizol inj 3 x 1 ampul IV Dexamethason inj 3 x 1 ampul IV

PROGNOSIS Bonam

Fakta Pasien An. G, usia 21 tahun, dirawat di ruang Anggrek dengan keluhan rasa mengganjal pada tenggorokan yang dialami sejak 1 bulan yang lalu. Teori Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit tonsilitis kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita tonsilitis kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 %.11

Fakta Keluhan tersebut tidak disertai dengan nyeri menelan, hanya kesulitan menelan untuk makan dan minum. Jika tidur pasien cenderung selalu mengorok dan napas pasien berbau. Pasien sering mengalami batuk pilek berulang Teori Manifestasi klinik yang timbul dapat bervariasi. Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal di tenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas,

Fakta Pasien suka mengkonsumsi minuman dingin, gorengan dan makanan pedas. Pasien sering kelelahan selama bekerja sebagai montir. Teori Beberapa faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis antara lain rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.1

Fakta

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak tonsil membesar dengan gradasi T3 disertai dengan pelebaran kripta dan adanya halitosis. Teori Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kripta melebar dan beberapa kripta terisi oleh detritus

Fakta Pada kasus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk persiapan operasi. Teori Pemeriksaan laboratorium seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin, jumlah trombosit, pemeriksaan hitung darah komplit dilakukan sebagai persiapan operasi.5,6,14

Fakta Penatalaksanaan yang diberikan adalah infus RL : D5 = 1 : 2 (20 tpm) dan ranitidin injeksi 3 x 1 ampul IV dan direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi. Untuk post tonsilektomi diberikan terapi cefotaxim inj 2 x 1 gram IV, ranitidin inj 3 x 1 ampul IV, natrium metamizol inj 3 x 1 ampul IV, dexamethason inj 3 x 1 ampul IV. Teori Berdasarkan literatur, penatalaksanaan untuk tonsilitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif. Untuk medikamentosa, terapi ini ditujukan pada menjaga higiene mulut dengan cara berkumur, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.1,14 Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.16

Fakta
Prognosis pada pasien ini adalah bonam Teori

Prognosis pada pasien ini adalah bonam, karena dilakukan pengobatan yang adekuat.

WE HAVE LICENCE TO TREAT NOT TO KILL WE ARE DOCTOR NOT JAMES BOND.

Anda mungkin juga menyukai