Anda di halaman 1dari 26

Case Report Kelainan Kulit PadaPekerja Pabrik Karet

Oleh :

Yoga Karsenda (0818011104)

Penyelia :

dr. Mujiarto Winarji

PT. Perkebunan Nusantara Perkebunan Karet

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kesehatan dan kerja sangat erat hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Pekerja mungkin saja bekerja dengan menggunakan mesin-mesin berbahaya, terpapar bahan kimia, ataupun situasi kerja yang penuh tekanan. Oleh karena itu diperlukan pelayanan kedokteran okupasi merupakan yang baik. Pelayanan kesehatan primer kedokteran okupasi adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja, baik sebagai individu maupun komunitas pekerja pada tingkat primer.

Pengenalan dini oleh dokter terhadap pola penyakit akibat pemajanan bahaya potensial kerja menimbulkan kewaspadaan bagi petugas kesehatan dengan melakukan tindakan pengawasan dan bagi perusahaan dengan meningkatkan tindakan perlindungan bagi para pekerja. Hal ini dapat dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terjadi. Dalam proses pembelajaran bagi kedokteran okupasi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung melakukan Plant Survey untuk melatih lulusannya mengidentifikasi dan menganalisis dan melakukan pencegahan berbagai bahaya potensial yang ada di bidang agrobisnis.

Salah satu sektor pembangunan di Indonesia adalah pertanian dan perkebunan. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan memajukan bidang agraris,

pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta ataupun pihak asing. Salah satunya adalah PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).

Berbagai penyebab penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja mungkin dapat ditemukan dalam lingkungan pekerjaan, baik berupa faktor fisik, biologi, kimia, ergonomik dan psikologik. Penyebab tingginya angka penyakit atau kecelakaan akibat kerja, salah satunya adalah kurangnya pengawasan langsung terhadap kecelakaan dan keselamatan kerja di perusahaan.

Untuk melindungi pekerja dari berbagai penyakit akibat kerja maka diperlukan upaya pencegahan baik primer (penyuluhan), sekunder (pengendalian), maupun tersier (diagnosis, pengobatan, rehabilitasi). Dampak negatif ini tidak akan terjadi jika berbagai faktor resiko atau bahaya potensial yang mempengaruhi kehidupan para pekerja dapat diantisipasi. Faktor resiko atau bahaya potensial tersebut adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang akhirnya dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak salah satunya dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.

Untuk melaksanakan berbagai upaya pencegahan tersebut, diperlukan data-data tentang perusahaan baik tenaga kerja maupun pelaksanaan perusahaan secara umum. Karena itu diperlukan suatu survey yang dilakukan pada tempat kerja dengan cara melakukan observasi, pengukuran lingkungan kerja, pengumpulan

data-data yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja yang secara tidak langsung diharapkan dapat terwujud dalam kegiatan Plant survey.

BAB II ILUSTRASI KASUS

2.1. Identitas Nama Usia Agama Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Lama Bekerja Status : Tn. S : 47 tahun : Islam : Laki-laki : SD : Pekerja Bagian Penggilangan Basah : 25 tahun : Menikah

2.2. Anamnesis Penyakit

Keluhan utama Keluhan tambahan

: Kulit tangan kiri dan kanan mengelupas dan gatal. : Bercak-bercak putih pada kulit yang gatal.

Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke puskes pabrik karet dengan keluhan gatal-gatal pada kulit tangan kiri dan kanan mengelupas. Keluhan tersebut mulai dirasakan pasien sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluh terdapat ruam kemerahan yang terasa gatal pada kulit tangan, kemudian semakin lama timbul semacam bintikbintik kecil berwarna keputihan yang cukup banyak pada area kulit yang sakit

tersebut. Pasien telah mencoba berobat ke klinik pengobatan. Rasa gatal hilang sementara, namun kemudian keluhan timbul kembali setelah beberapa minggu obat habis.

Riwayat Penyakit sebelumnya Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan sakit seperti ini sebelumnya. 2.3. Anamnesis Okupasi Tabel 1
Jenis Pekerjaan Pekerja bagian penggilingan basah Bahaya potensial Pajanan Kimia : As. Amoniak Tempat Kerja Pekerja pabrik karet Lama Kerja + 25 tahun

Uraian tugas/pekerjaan Pada pekerjaan bagian penggilinga basah PT. Perkebuana Nusantara, pekerja bekerja 8 jam perhari. Kronologis pekerjaan : Datang ke unit pabrik karet pewa PTPN pada pukul 6 pagi. Pekerja menghabiskan waktu kerja di area pengolahan bagian penggilingan basah dengan melakukan penggilingan karet yang baru datang. Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja selalu bersentuhan dengan bahanbahan kimia yang berpotensial menyebabkan iritasi pada organ-organ tubuh, antara lain berupa as. amoniak. Pekerjaan ini dilakukan 8 jam sehari, dari hari Senin hingga Sabtu. Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja turut berkoordinasi dengan pekerja lain. Pengontrolan dilakukan oleh mandor yang pada masing-masing bagian.

Pasien mengeluhkan penyakit ini sejak 20 tahun yang lalu.

2.4. Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Pernafasan Suhu : Tampak sakit ringan : Compos mentis : 120/80 mmHg : 84 x/menit : 20x/menit : 36,5 C

Status Generalis KEPALA Bentuk Rambut MUKA Mata : Palpebra oedem -/-, konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil isokor, trauma mata (-) Telinga Hidung Mulut : Liang lapang serumen (-) : Septum tak deviasi, sekret (-) : Bibir kering, sianosis (-) : Normochepal : Lurus, hitam dan sulit dicabut

LEHER Bentuk : Simetris

Trakhea KGB

: Di tengah : Tidak terdapat pembesaran KGB

THORAKS PARU Inpeksi Palpasi Perkusi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas simetris : Fremitus taktil simetris kanan kiri : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis tidak terlihat : Iktus kordis tidak teraba : Batas atas Batas kanan Batas kiri Auskultasi : sela iga III linea sternal kiri : sela iga IV linea parasternal kanan : sela iga V linea midklavikula kiri

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-), HR : 84x/mnt

ABDOMEN Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Perut datar, simetris : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba : Timpani, shifting dullness (-) : Bising usus (+) normal

GENITALIA EXTERNA Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan.

EKSTREMITAS Superior : tampak lesi hipopigmentasi pada regio manus dekstra et sinistra dan dekstra et sinistra, dan tepi tak rata dan batas tidak tegas, ukuran diameter terkecil < 0,1cm dan terbesar < 0,5cm. Inferior : t.a.k

STATUS LOKALIS : Regio manus dekstra et sinistra Tampak lesi hipopigmentasi, tepi tak rata dan batas tak tegas, ukuran diameter terkecil < 0,1 cm dan terbesar < 0,5 cm, sebagian lesi tampak berkrusta.

2. 5. Diagnosa kerja Dermatitis Kontak Iritan

2. 6. Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Alergika

2. 7. Diagnosa Okupasi Dermatitis Kontak Iritan Regio manus dekstra et sinistra akibat proses kerja ec zat kimia as. Amoniak.

2. 8. Kategori kesehatan Kondisi kesehatan tak mengganggu kemampuan fisik dalam proses kerja.

2. 9. Penatalaksanaan Medikamentosa : Dexamethason tab Cetrizin tab 3x1 3x1

Anjuran : 1. Hindari bahan iritan dengan menggunakan APD yang aman. 2. Segera membersihkan bagian-bagian tubuh bila terkena bahan iritan. 3. Hindari garukan pada daerah sekitar lesi untuk mencegah bertambah parahnya lesi kulit. 4. Melakukan subtitusi atau oergantian kerja dalam tiap satu waktu untuk menghindari pajanan terus menerus.

2. 10. Prognosa Qua ad vitam Qua ad fungsionam : ad bonam : ad bonam

BAB. III TINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS KONTAK

Definisi Dermatitis kontak adalah inflamasi pada kulit yang terjadi karena kulit telah terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi. Dermatitis kontak akan menyebabkan ruam yang besar, gatal dan rasa terbakar dan hal ini akan bertahan sampai berminggu-minggu. Gejala dermatitis kontak akan menghilang bila kulit sudah tidak terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit tersebut (Tri Hapsoro, 2003).

Epidemologi Dermatitis Kontak Iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, naun sampai saat ini angkanya sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan keluhan ringan tidak datang berobat, sehingga kesulitan dalam pendataan (Djuanda, 2007).

Etiologi Tergantung dari penyebabnya, dermatitis kontak dibagi 2, yaitu :

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA) Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Alergen (bahan yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah bahan kimia yang mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam, resleting dan objek logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan kimia yang sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet (Tri Hapsoro, 2003).

2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, serbuk air dan air. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum juga dipengaruhi oleh faktor lain. faktor yang dimaksud adalah lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;

usia (anak dibawah 8 tahun dan usia dewasa lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih); jenis kelamin; penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami, misalnya dermatitis atopik (Djanda, 2007).

Patogenesis Kelainan kulit tejadi akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor = PAF, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosiy dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular (Djuanda, 2007).

DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sinesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulatun factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi

sel tersebut. keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Djuanda, 2007).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat erjadinya peradangan kulit berupa eritem, edem, panas, nyeri, bila iritan kuat. bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit bila terjadi kontak yang berulang kali (Djuanda, 2007).

Gejala Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen, walaupun beberapa kasus yang berat dapat mengenai daerah di luar yang berkontak langsung atau meluas ke seluruh tubuh. Terkadang alergen berpindah dari jari tangan, sehingga daerah yang tidak terpikirkan akan terkena seperti daerah kelopak mata atau kemaluan.

Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain: 1. Bintik-bintik atau benjolan kemerahan 2. Gatal dan bengkak 3. Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting-lenting dan bula pada kasus yang berat 4. Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja

Pengobatan Hal paling penting dalam pengobatan dermatitis kontak adalah mengidentifikasi penyebab iritasi dan kemudian menghindarinya. Bila hal ini dilakukan, dibutuhkan waktu dua sampai empat minggu untuk pemulihan iritasi dan kemerahan pada kulit.

Pada kasus ringan dan sedang, penghindaran bahan iritan (penyebab iritasi) dan penggunaan krim yang mengandung hidrokortison (kortikosteroid) dapat membantu mengurangi gatal dan kemerahan di kulit. Pada kasus yang berat, obat yang diminum jenis kortikosteroid dan antiradang diperlukan untuk mengurangi peradangan dan gatal (Siregar, 1996).

Pencegahan Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi (Siregar, 1996) : Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.

Asam Amonia Amonia merupakan senyawa yang terdiri atas unsur nitrogen dan hidrogen serta dikenal memiliki bau menyengat yang khas. Molekul amonia terbentuk dari ion nitrogen bermuatan negatif dan tiga ion hidrogen bermuatan positif dengan rumus kimia NH3. Amonia dapat terjadi secara alami atau diproduksi secara sintetis. Amonia yang terdapat di alam (di atmosfer) berasal dari dekomposisi bahan organik. Produksi amonia buatan melibatkan serangkaian proses kimia untuk menggabungkan ion nitrogen dan hidrogen. Nilai pH Amonia Nilai pH atau potentiometric hydrogen pada dasarnya merupakan indikator untuk mengukur kadar keasaman suatu larutan. Nilai pH suatu larutan diukur dalam skala logaritmik dengan nilai 0,0 sebagai ukuran paling asam dan 14,0 sebagai nilai paling basa. Larutan dengan pH 7,0 dianggap sebagai larutan netral. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah suatu larutan asam, basa, atau netral, nilai pH larutan tersebut harus diketahui. Saat mengukur nilai pH suatu larutan, pada dasarnya kita menghitung jumlah ion hidrogen (H +) dan ion hidroksil (OH-) yang terdapat dalam sampel. Peningkatan ion hidrogen berarti larutan akan semakin asam, sementara pengurangan ion hidrogen (H +) dan penambahan ion hidroksil (OH-) akan membuat larutan semakin basa. pH amonia sekitar 11,5 yang artinya bersifat basa. Amonia memiliki kemampuan menetralisir asam dan saat dilarutkan dalam air akan membentuk amonium bermuatan positif (NH4 +) dan ion hidroksida bermuatan negatif (OH-). Manfaat & Kegunaan Amonia Amonia umum digunakan sebagai bahan pembuat obat-obatan. Amonia yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk membersihkan berbagai perkakas rumah tangga. Zat ini juga digunakan sebagai campuran pembuat pupuk untuk menyediakan unsur nitrogen bagi tanaman. Namun diperlukan kehati-hatian karena konsentrasi tinggi amonia bisa sangat berbahaya bila terhirup, tertelan,

atau tersentuh. Namun, amonia umumnya jarang terhirup dalam jumlah besar karena baunya yang menyengat sudah akan membuat orang menghindar.

BAB. IV PEMBAHASAN

Di dalam suatu tempat kerja hampir selalu ada bahaya. Sumber bahaya adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan cedera pada manusia atau kerusakan harta benda. Oleh sebab itu perlu diterapkan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja yaitu pada pekerja dan manajemen yang mencakup prilaku dan lingkungan kerja. Yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja adalah segala kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja menuju masyarakat adil dan makmur.

Analisa Kasus 1. Apakah diagnosa kasus ini sudah tepat? Pada kasus ini, berdasarkan anamnesa pasien mengeluh datang ke puskes pabrik karet dengan keluhan gatal-gatal pada kulit tangan kiri dan kanan mengelupas. Keluhan tersebut mulai dirasakan pasien sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluh terdapat ruam kemerahan yang terasa gatal pada kulit tangan, kemudian semakin lama timbul semacam bintik-bintik kecil berwarna keputihan yang cukup banyak pada area kulit yang sakit tersebut. Pasien telah mencoba berobat ke klinik pengobatan. Rasa gatal hilang sementara, namun kemudian keluhan timbul kembali setelah beberapa minggu obat habis.

Kemudian berdasarkan pemeriksaan fisik, didapati suatu lesi kulit dengan ciri suatu dermatitis kontak. Menurut kami diagnosa pada kasus ini cukup kuat mengarah suatu dermatitis kontak iritan (DKI), meskipun untuk suatu diagnosa pasti harus dilakukan dahulu suatu patch test untuk menentukan bahan iritan yang terkait.

2. Apakah Diagnosa Kasus ini sudah tepat sebagai suatu PAK ? Berikut beberapa pengertian mengenai Penyakit Akibat Kerja menurut ILO tahun 1992 : 1. Penyakit Akibat Kerja : hubungan spesifik/ kuat dengan pekerjaan, pekerjaan sebagai penyebab utama. 2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan : penyakit timbul karena berbagai sebab dan adanya kontribusi lingkungan kerja. 3. Penyakit diperberat oleh pajanan di tempat kerja Penyakit yang tidak menunjukkan hubungan sebab akibat dengan pekerjaan tapi dapat diperberat oleh pajanan di tempat kerja.

Dalam menentukan diagnosis dan identifikasi penyakit akibat kerja, diperlukan pendekatan secara epidemiologis maupun secara klinis. Pendekatan epidemiologis untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit (kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu, dan hubungan dosis). Pendekatan klinis (individu) untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja (diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor individu, dan faktor lain di luar pekerjaan).

Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh sebelum pekerja memasuki lingkungan kerja.

Sebagai suatu acuan atau standar dalam menentukan suatu PAK dapat dilakukan sesuai langkah-langkah dalam menetukan diagnosa PAK : Anamnesis Riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan a. Riwayat Penyakit Sekarang b. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Pekerjaan Kronologis jenis pekerjaan, waktu dan masa kerja Lama kerja per hari Hasil produksi dan hasil samping Bahan baku dan bahan yang digunakan untuk produksi Jumlah pajanan (kuantitatif) Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan Hubungan gejala dengan waktu kerja Perubahan tingkat keluhan dihubungkan dengan pelaksanaan pekerjaan Pengaruh terhadap pekerja lain

Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Rontgen

Pemeriksaaan Tempat Kerja Faktor Penyebab

Diagnosa

Berdasarkan hasil urutan dari langkah-langkah tersebut kami menyimpulkan penyakit DKI pada pasien diakibatkan oleh bahan-bahan kimia yang terusmenerus kontak dengan organ tubuh pasien, dalam hal ini kulit.

3. Analisis hubungan pekerjaan dengan keluhan penyakit pasien? Tidak jauh berbeda dengan penjelasan pada point 2 di atas, dalam menganalisis hubungan penyakit dengan pekerjaan tentu sangat terkait dengan faktor risiko atau bahaya potensial. Pasien bekerja pada area pabrik karet dengan melakukan pekerjaan bagian penggilingan basah. Pada area tempat pasien bekerja terdapat faktor resiko kimia berbahaya berupa as. amonia.

Berdasarkan pantauan kami ketika kunjungan ke lokasi pekerjaan, terlihat beberapa prilaku yang memungkinkan terjadinya penyakit akibat kerja. Kontak langsung antara tangan dengan bahan karet yang sudah direndam cairan as.amonia. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengakuan pekerja lain yang pernah bekerja dibagian penggilingan basah yang mengatakan bahwa tangan mereka pernah mengalami keluhan yang sama, dan keluhan menghilang sejak dipindahkan kebagian lain.

Menganalisis keterkaitan pekerjaan dan penyakit yang dialami pasien tentu sangat mengarah pada bahaya kimia, meskipun tidak menutup kemungkinan faktor lain juga berperan. Hal ini bukan tanpa alasan, menilik pada hasil anamnesa dimana pasien selalu berkontak dengan bahan kimia berupa herbisida. Sehingga pada kasus ini kami menitikberatkan DKI pasien berhubungan erat dengan faktor kimia.

4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini? Penatalaksanaan dalam kasus PAK tentu harus berbeda dengan penatalaksanaan kasus penyakit biasa yang bukan merupakan penyakit akibat kerja.

Penatalaksanaan medikamentosa hanya sebgai terapi simptom dan bukan merupakan suatu penyelesaian. Apabila hanya menerapkan terapi medikamentosa saja, tidak menutup kemungkinan angka kekambuhan meningkat dan bahkan dapat mengakibatkan pekerja lain ikut mengalami keluhan penyakit serupa. Dalam menangani kasus PAK terutama pada kasus ini, sebaiknya dilakukan kunjungan langsung untuk memantau lokasi dan cara kerja secara langsung di lapangan.

Penatalaksanaan utama pada kasus ini adalah perbaikan sistem atau metode kerja baik dari karyawan maupun kondisi eksternal di lapangan. Apabila kita mengacu pada suatu kecelakaan kerja terdapat istilah unsafe action. Kasus ini terjadi akibat suatu kondisi yang buruk dengan diperberat prilaku yang buruk dari pekerjanya. Ini adalah masalah utama penyebab DKI pada pasien.

Berdasarkan analisa di atas, kami menyimpulkan penatalaksanaan kasus ini adalah penatalaksanaan klinis dengan penatalaksanaan kausal berupa perubahan prilaku kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pekerja dan mandor lapangan, didapatkan pengakuan bahwa perusahaan menyediakan APD bagi para pekerja penyemprotan area tebu tetapi tidak memadai, sehingga para pekerja menyediakan APD secara mandiri.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN

1. Hal yang dialami oleh pekerja ini merupakan suatu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh kontak dengan bahan-bahan kimia, berupa as. amonia. 2. Bahaya potensial yang dihadapi pekerja adalah faktor fisik (cuaca/ kelembaban), faktor kimia (herbisida), faktor biologi, faktor ergonomi (posisi kerja, kesesuaian APD dengan anatomi tubuh, dll) dan faktor psikis. 3. Pada kasus ini bahaya potensial yang paling berperan adalah bahaya potensial kimia, dimana pasien sering terpapar cairan as. amonia. 4. Kesadaran karyawan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja terbilang kurang, terutama dalam hal penggunaan APD dan mekanisme kerja dalam melakukan aktivitas.

B. SARAN 1. Peningkatan pengetahuan pekerja tentang adanya bahaya potensial dalam pekerjaannya meliputi bahaya potensial fisik, kimia, biologi, dan psikologi terutama ergonomi,yang kita lihat di lapangan terlihata dapat

mengakibatkan terjadinya penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau kecelakaan kerja. 2. Penanaman kesadaran mengenai pentingnya menggunakan alat pelindung diri (APD), dalam kasus ini terutama penggunaan sarung tangan serta baju kerja. 3. Pihak perusahaan sebaiknya rutin mengontrol dan mengawasi kegiatan atau proses kerja secara rutin untuk meghindari perilaku karyawan yang buruk. Sebaiknya perusahaan memberikan kebijakan berupa reward sekaligus punishment untuk setap karyawan yang disiplin dan yang tidak disiplin. 4. Penyediaan APD yang tepat dan sesuai bagi pekerjaan yaitu pakaian kerja khusus untuk pekerjaan dengan bahan kimia maka digunakan pakaian serta sarung tangan yang berbahan dasar karet

Daftar Pustaka

Sularso, S. A., dan Djuanda, S. 2005. Dermatitis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI. Jakarta Jovanosi, D. L. Et al. 2003. Chronic Contact Allergic and Irritant Dermatitis of Palm and Soles: Routine Histopathology not Suitable for Differentiation, Acta Dermatoven APA. Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. Lab/ SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSUP Sanglah. Denpasar. Bali. 2000.

Anda mungkin juga menyukai