Anda di halaman 1dari 7

Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan

n intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social. Klasifikasi anak tunagrahita 1. TUNAGRAHITA RINGAN Disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 6862 menurut binet, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55 2. TUNA GRAHITA SEDANG Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil.kelompok ini memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala binned sedangkan menurut skala wischler (WISC) memiliki IQ 54-40 3. TUNAGRAHITA BERAT Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. kelompok dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat (severe) dan sangat berat (profound).Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan secara total dalam hal berpakaian,mandi,makan,dll.bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sampai sepanjang hidupnya A. Dampak ketunagrahitaaan terhadap lingkungan keluarga a. Dampak ketunagrahitaan ringan terhadap keluarga Untuk anak tunagrahita ringan dampak keberadaannya di lingkungan keluarga tidak begitu buruk. Hal itu di karenakan anak tunagrahita ringan hanya memiliki sedikit perbedaan dengan anak normal. Kemampuan sosial anak masih cukup baik,mereka masih bisa bermain dengan anak normal lainnya, hanya saja perlua adanya sedikit bimbingan dari orang-orang terdekatnya untuk membentuk kepribadian dan cara bersosial yang bagus di masyarakat. b. Dampak ketunagrahitaan sedang terhadap keluarga Untuk anak tunagrahita sedang mengalami masalah pada kemampuan sosialnya. Kemampuan mereka untuk bersosialisasi sangat kurang. Kebanyakan keluarga yang baru mengalami atau baru menerima keadaan awal akan adanya tambahan anggota baru yang memiliki kekurangan (Anak tunagrahita)mengalami suatu tekanan atau rasa penolakan terhadap keberadaan anak. hal itu di karenakan kemampuan IQ nya yang rendah, yang menyebabkan ketidak seimbangan kemampuan mengontrol diri dan berfikir anak. c. Dampak ketunagrahitaan berat terhadap keluarga Anak tunagrahita berat kebanyakan hanya bisa tidur dan selalu ketergantungan dengan orang tuanya. Sebagai orang tua sangatlah berat untuk menerima akan hal itu. Rasa penolakanpun akan tinggi akan hal itu. Orang tua sulit untuk menerina keberadaan anak. Secara umun pengaruh ketunagrahitaan terhadap lingkungan keluarga adalah:

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak sehingga memberikan pengaruh terbesar bagi perkembangan kepribadian anak. Anak pertama kali mengidentifikasi dirinya dengan lingkungan keluarga. Anggata keluarga merupakan orang yang berarti bagi anak pada waktu dasar-dasar kepribadian anak terbentuk. Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh karena itu dikatakan bahwa penanganan anak tunagrahita merupakan psikiatri keluarga. Keluarga anak tunagrahita berada dalam resiko, mereka menghadapi resiko yang berat. Saudara saudara anak tersebut pun menghadapi hal hal yang bersifat emosional. Saat yang krisis adalah ketika keluarga itu pertama kali menyadari bahwa anak tersebut tidak normal seperti yang lain. Jika anak tersebut menunjukkan gejala gejala kelainan fisik (misalnya mongolisme) maka kelainan anak dapat segera diketahui sejak anak dilahirkan. Tetapi jika anak tersebut tidak mempunyai kelainan fisik, maka orang tua hanya akan mengetahui dari hasil penelitian. Cara menyampaikan hasil penelitian sangatlah penting. Orang tua mungkin menolak kenyataan atau menerima dengan beberapa persyaratan tertentu. Dalam memberitahukan kepada orang tua hendaknya dilakukan terhadap kedua duanya (suami istri) secara bersamaan. Dianjurkan sejak awal sudah diperkenalkan dengan orang yang juga mempunyai anak cacat. Orang tua hendaknya menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Lahirnya anak cacat (tunagrahita) selalu merupakan tragedy. Reaksi orang tua berbeda beda tergantung pada berbagai factor, misalnya apakah kecacatan tersebut dapat segera diketahuinya atau terhambat diketahuinya. Factor lain yang juga yang sangat penting ialah derajat ketunagrahitaannya dan jelas tidaknya kecacatan tersebut terlihat orang lain. Perasaan dan tingkah laku orang tua itu berbeda beda dan dapat dibagi menjadi : 1. Perasaan melindungi anak secara berlebihan, yang bisa di bagi dalam wujud: 1. Proteksi biologis 2. Perubahan emosi yang tiba tiba, hal ini mendorong untuk : - Menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin. - Menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya di rumah dengan mendatangkan orang yang terlatih untuk mengurusnya. - Merasa berkewajiban untuk memelihara tetapi melakukan tanpa memberikan kehangatan. - Memelihara dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.

2. Ada perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan, kemudian terjadi praduga yang berlebihan dalam hal : 1. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan, Perasaan ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi. 2. Merasa kurang mampu mengasuhnya, perasaan ini mehilangkan kepercayaan kepada diri sendiri dalam mengasuhnya. 3. Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal. - Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah, tingkah laku agresif. - Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi. - Pada permulaan mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak tunagrahita, akan tetapi mereka terganggu lagi saat saat menghadapi peristiwa peristiwa kritis. - Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk mendapat berita berita yang lebih baik. - Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa. Sebenarnya perasaan tersebut tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan dapat mengakibatkan depresi. - Merasa bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dan lebih suka menyendiri. Adapun saat saat kritis itu terjadi pada saat berikut : 1. Pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat. 2. Memasuki pada umur sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan masuk sekolah biasa, sebagai tanda bahwa anak tersebut normal. 3. Meninggalkan sekolah. 4. Orang tua bertambah tua, sehingga tidak mampu lagi memelihara anaknya yang cacat. 5. Pada saat saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah menerima saran dan petunjuk. Setelah kejutan yang pertama, orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya tunagrahita. Mereka dan anak anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah melahirkan anak yang tuna grahita apakah mereka melahirkan anaknya yang normal. Hal yang sebaiknya di lakukan oleh keluarga terhadap Anak Tunagrahita tersebut antara lain : 1. Sikap orang tua terhadap anak. Sebaiknya orang tua bisa menerima keberadaan anak dengan cara memberikan pengertian, perhatian, dan rasa kasih sayang terhadap anak. Karena anak yang merasa di terima keberadaannya dalam keluarga akan memiliki kekuatan ego yang baik. 2. Iklim emosional dalam keluarga. Dalam hal ini keluarga harus dapat memberikan rasa yang nyaman dan aman kepada anak. Selain itu keluarga juga harus menciptakan keakraban sesama anggota keluarga.

B. Dampak ketunagrahitaan terhadap lingkungan sosial Pada umumnya masyarakat kurang mengacuhkan anak tunagrahita, bahkan tidak dapat membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran mengenai masa depan anaknya yang tunagrahita. Mereka tidak mengetahui layanan yang dibutuhkan oleh anaknya yang tersedia di masyarakat. Saudara saudaranya ketika memasuki usia remaja mengetahui hal hal menyangkut emosionalnya, kehadiran saudaranya yang tunagrahita dirasakan sebagai beban baginya. Dilihat dari sudut tertentu, baik juga seandainya anak tunagrahita dipisahkan di tempat tempat penampungan. Tetapi bila dilihat dari sudut lain pemisahan seperti ini dapat pula mengakibatkan ketegangan orang tua, terlebih lebih bagi ibu ibu yang selama ini menyayangi orang tersebut. Dampak anak pada masyarakat, biasanya bukan hanya anak tunagrahita saja tetapi kebanyakan anak berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia ini tidak begitu diperhatikan dimasyarakat. Mereka sering dipandang sebelah mata oleh kacamata masyarakat hanya karena mereka tidak sempurna, tetapi itu sebenarnya salah karena dibalik ketidaksempurnaan mereka ada suatu keindahan yang mereka punya. Tetapi banyak diantara kita itu tidak bisa menerima kehadiran anak ABK (Tunagrahita) dengan baik dengan beberapa alasan diantaranya takut, jijik, malas, tidak cocok, hanya merepotkan, membuat masalah dan banyak lagi. Padahal hal itu dapat membuat anak semakin terpuruk dan membuat anak semakin takut untuk bersosialisasi,hal ini dapat menyebabkan Timbulnya stigma dan asumsi buruk pada masyarakat, Berkurangnya sumber daya masyarakat yang produktif, Masyarakat sering tidak menerima anak tunagrahita. Hal yang seharusnya di lakukan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah: 1. Memberikan penyuluhan atau informasi kepada masyarakat setempat tentang keberadaan Anak berkebutuhan khusus (Anak tunagrahita) 2. Memberikan kesempatan anak untuk dapat menjadi bagian dari masyarakat 3. Tidak memandang anak tunagrahita dengan sebelah mata atau menyepelekannya. 4. Selalu memberikan dorongan dan motivasi terhadap anak untuk dapat berkembang dan bermasyarakat demi mempertahankan kehidupannya. Memberikan lapangan pekerjaan yang sekiranya mampu dilakukan oleh anak tunagrahita. C. Dampak ketunagrahitaan terhadap sekolah Dampak adanya ketunagrahitaan pada sekolah antara lain 1. Dampak ketunagrahitaan di sekolah inklusi Dampak terhadap siswa

a. Keberadaan anak tunagrahita di sekolah inklusi di anggap mengganggu proses pembelajaran anak normal lainnya. b. Anak kurang dapat bersosilisasi dengan teman lainnya. c. Anak tunagrahita kadang-kadang sering mengganggu temannya. Dampak terhadap guru a. Guru mendapat jam tambahan untuk mengajar anak tunagrahita b. Guru perlu kesabaran yang tinggi untuk mengajarkan pelajaran terhadap siswa 2. Dampak ketunagrahitaan di Sekolah Luar Biasa Dampak terhadap siswa a. Dampaknya tidak terlalu banyak, hal itu di karenakan semua siswa yang bersekolah di sana sama-sama memiliki kekurangan. Sehingga secara tidak langsung terjadi saling menghormati dan memahami anatar siswa. Dampak terhadap guru a. Guru perlu kesabaran yang tinggi dalam mengajarkan pelajaran kepada siswa, selain itu guru juga harus mempunyai kemampuan mengajar yang baik sehingga siswa akan memahami dan mengerti pelajaran yangdi sampaikan tadi. b. Guru perlu membuat banyak media untuk mengajar anak, karena anak tunagrahita akan lebih cepat memahami pelajaran jika menggunakan media. Dampak positif ketunagrahitaan dalam lingkungan sekolah Keberadaan anak tunagrahita di sekolah inklusi mendapatkan respon yang baik dari banyak pihak. dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus tersebut secara tidak langsung sudah menghilangkan diskriminasi dalam bidang pendidikan. Sehingga dengan begitu semua anak tanpa terkecuali akan mendapatkan pendidikan yyang merata. D.Pengertian Asesmen Asesmen adalah proses yang sistimatis dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu. Mengumpulkan informasi yang relevan, sabagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut (Mcloughlin and Lewis, 1986:3; Rochyadi & Alimin 2003:44; Sodiq, 1996; Fallen dan Umansky, 1988 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:80). Asesmen ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan asesmen formal dan asesmen informal. Asesmen formal adalah asesmen dengan menggunakan tes standar yang sudah disusun sedemikian rupa oleh para ahli sehingga memiliki standar tertentu, sedangkan tes informal

adalah penilaian dengan menganalisis hasil pekerjaan siswa atau dengan tes buatan guru (McLoughlin dan Lewis, 1986; Mercer dan Mercer, 1989; Abdurrahman, W., 2003:265; Wardani, 2007:8.25 ). Adapun langkah-langkah untuk melakukan asesmen Widati (2003:5) sebagai berikut melakukan identifikasi, menetukan tujuan asesmen, mengembangkan alat asesmen, dan penafsiran hasil asesmen. E. Langkah-langkah Melakukan Asesmen Dalam penyusunan asesmen ini ada beberapa tahapan yang meliputi kegiatan identifikasi, tujuan asesmen, pengembangan alat asesmen, pelaksanaan , penafsiran hasil asesmen. 1. Identifikasi Identifikasi disini adalah menentukan anak tunagrahita yang akan diasesmen. Identifikasi dapat dilakukan melalui pengamatan/observasi yang cermat mengenai perilaku anak tunagrahita saat belajar dan menganalisis hasil kerja anak. Identifikasi harus menghasilkan siapa yang akan diasesmen dan dalam aspek apa asesmen itu perlu dilakukan. 2. Menetapkan Tujuan Asesmen Setelah hasil identifikasi diketahui, selanjutya ditetapkan tujuan asesmen yang akan dilakukan. Tujuan asesmen setiap murid akan sama atau berbeda tergantung pada gejala yang ditemukan pada waktu identifikasi.

3. Mengembangkan alat asesmen Untuk melakukan asesmen guru dapat menggunakan alat asesmen yang sudah baku (asesmen formal) atau alat asesmen buatan sendiri (asesmen informal). Dalam asesmen informal guru harus mengembangkan alat asesmen sendiri. Alat asesmen ini disesuaikan dengan kurikulum. 4. Pelaksanaan asesmen Guru melakukan asesmen sesuai dengan aspek yang akan diasesmen dalam waktu dan ditempat tertentu. Waktu yang digunakan dalam melakukan asesmen disesuaikan dengan alat yang dikembangkan serta disesuaikan dengan kemampuan anak dalam memusatkan perhatian sesuai usiannya. Misalnya usia kelas satu SD, lama tes sebaiknya tidak lebih dari 30 menit (Widati S 2003:5). Tes yang diberikan lebih dari 30

menit tidak akan memberikan informasi yang akurat tentang kemampuan anak karena perhatian anak sudah terpecah. Dalam pelakasanaan asesmen penting pula untuk diperhatikan dalam hal menciptakan ruangan atau tempat asesmen yang kondusif. Tempat asesmen harus terhindar dari hal-hal yang dapat mengganggu perhatian anak, sehingga tempat asesmen itu menjadi nyaman dan menimbulkan rasa nyaman bagi anak. 5. Penafsiran Setelah melaksanakan asesmen, tahap selanjutnya adalah guru mengolah hasil asesmen dan menafsirkannya. Dalam kegiatan inilah akhirnya mengambil keputusan untuk menentukan pembelajaran yang tepat untuk anak tunagrahita. Kegiatan menafsirkan ini cukup menentukan, jika penafsiran keliru, maka program pembelajaran yang dikembangkan akan keliru pula. Hasil asesmen ini harus dikaitkan pula dengan kurikulum. Lihatlah materi pelajaran yang sesuai dengan jenjang kelas dimana anak tunagrahita berada. Apabila pada kurikulum itu tidak ditemukan materi yang sesuai dengan hasil asesmen maka harus dicari pada jenjang di bawahnya, jika masih belum ditemukan juga cari kembali pada jenjang di bawahnya lagi, demikian seterusnya, hingga ditemukan materi yang sejalan dengan hasil asesmen.

Anda mungkin juga menyukai