Anda di halaman 1dari 23

http://e-jurnal.com/kumpulfile/Jurnal%20Stress%20Kerja/2%20PENGARUH%20STRESS%20KERJA %20TERHADAP%20KEPUASAN%20KERJA%20KARYAWAN%20.pdf PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT.

POS INDONESIA (PERSERO) BANDUNG (The Influence Job Stress To The Employees Job Satisfaction At Head Office PT. Pos Indonesia, Ltd Bandung) Peni Tunjungsari Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia ABSTRAK Stress kerja merupakan Kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaannya serta dikarakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Sedangkan kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang puas atau tidak puas dalam bekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stress kerja, kepuasan kerja dan menguji pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini berjumlah 410, dan tehnik penarikan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan jenis propotionate stratified random sampling (sampel acak berstrata) sehingga diperoleh 81 karyawan sebagai sampel. Hasil analisis penelitian menunjukkan pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung menunjukkan tingkat hubungan sedang, dengan kontribusi pengaruhnya sebesar 34,3%, dan sisanya sebesar 65,7% yang dipengaruhi oleh faktor lain seperti, gaya kepemimpinan, penilaian prestasi kerja, kompensasi, dan lain-lain. Kata Kunci : Stress Kerja, Kepuasan Kerja Karyawan Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi mengakibatkan adanya perubahan dengan tuntutan tertentu pada tenaga kerja seperti dalam hal penguasaan teknologi baru, batasan atau waktu yang lebih ketat, perubahan tuntutan terhadap hasil kerja serta perubahan dalam peraturan kerja dan lain lain dapat menimbulkan suatu situasi yang menekan tenaga kerja yang bersangkutan. Jika karyawanVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 2 sebagai individu tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri maka ia dapat mempersepsikan hal ini sebagai tekanan yang mengancam dirinya dan lama kelamaan dapat menimbulkan stres bagi karyawan yang bersangkutan. Fred Luthans (terjemahan V.A. Yuwono, dkk 2006:439) mengemukakan bahwa: Banyak manajer melaporkan stress berkaitan dengan pekerjaan, dan lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Kesenjangan stress kerja ini merupakan keseriusan menimpa setiap karyawan di tempat kerjanya. Banyak karyawan yang setiap tahunnya harus mengambil cuti untuk meredakan konflik dan ketegangan dalam kehidupan mereka, serta dapat merupakan tantangan, rangsangan dan pesona, namun bisa pula berarti kekhawatiran, konflik, ketegangan dan ketakutan tergantung bagaimana kita memandangnya. Para ahli mengatakan bahwa stress dapat timbul sebagai akibat tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan lingkungannya. Seperti yang dikemukakan oleh Handoko (2008:200) stress adalah suatu kondisi

ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Hasilnya, stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan, yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya berarti mengganggu prestasi kerjanya. Biasanya stres semakin kuat apabila menghadapi masalah yang datangnya bertubi tubi. Hal ini merupakan indikasi bahwa begitu banyak stres yang dialami para pekerja, tidak seharusnya terjadi dan dapat dicegah. Pengendalian terhadap stress yang disfungsional akan dapat membantu organisasi agar berjalan lebih efektif. Beberapa alasan di atas memberikan pemahaman bahwa stres yang dialami oleh individu-individu yang terlibat dalam suatu organisasi ternyata dapat membawa dampak yang cukup besar bagi orang yang bersangkutan. Karena itu perlu dipahami sumber stres yang potensial dalam suatu organisasi agar dapat diupayakan pencegahan yang diperlukan. Stephen P. Robbins terjemahan Benyamin Molan (2006:806) mengemukakan bahwa: Dampak stres pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang terkait dengan pekerjaan cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun tingkat rendah sampai sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stress itu tidak menyenangkan. Kepuasan kerja sangatlah penting sebab karyawan dalam sebuah organisasi merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan organisasi. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan sebaik baiknya agar moral kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan kerja tinggi. Locke yang dikutif oleh Fredluthans terjemahan V.A. Yuwono, dkk (2006:243) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah: Keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau Pengalaman kerja seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda beda sesuai dengan karakteristik yang berlaku pada dirinya. Masalah kepuasan kerja penting sekali untuk diperhatikan, karena kepuasan yang tinggi akan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan akan mendorong karyawan untuk berprestasi. PT Pos Indonesia (PERSERO) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa yang dapat juga dikatakan sebagai unit pelaksanaan kegiatan komunikasi di antaranya surat menyurat. PT. Pos Indonesia (PERSERO) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berusaha mempertahankan kepercayaan dan pelayanan baik terhadap pemerintah maupun masyarakat sebagai pengguna jasa pos. Sesuai visi dan misi PT Pos Indonesia (PERSERO) adalah senantiasa menjadi penyedia sarana komunikasi kelas dunia yang peduli terhadap lingkungan, dikelola oleh sumber daya manusia yang professional sehingga mampu memberikan pelayananVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 3 yang terbaik bagi masyarakat serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan konsep bisnis yang sehat. Masalah stress kerja yang dialami oleh karyawan cenderung lebih mudah timbul daripada mengatasinya, oleh karena itu stress kerja tidak akan muncul kalau tidak ada pemicunya. Stress kerja dapat dilihat dari suara yang muncul dari karyawan seperti munculnya keluhan-keluhan seputar masalah pekerjaan. Hal-hal yang menjadi keluhan karyawan yaitu banyaknya beban pekerjaan yang harus diselesaikan karena sebagian karyawan kurang memanfaatkan waktu kerja yang ada sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya akumulasi atau penumpukan pekerjaan, yang pada akhirnya menjadi beban yang harus segera diselesaikan. Beban yang semakin bertambah akan mengakibatkan karyawan menjadi stress. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis pada beberapa orang karyawan Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung, bahwa stress kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Suasana kerja yang tidak nyaman seperti beban kerja yang berlebih secara psikologis akan menimbulkan stress dilingkungan kerja. Karyawan yang bekerja dalam

suasana tertekan tidak akan bisa memberikan hasil kerja yang baik dan berprestasi. Hal tersebut secara tidak langsung akan menghilangkan peluang untuk mendapatkan promosi. 1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana stres kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. 2. Bagaimana kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. 3. Seberapa besar pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui stres kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. 2. Untuk mengetahui kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. 1.4. Lokasi Dan Jadwal Penelitian Penulis melakukan penelitian pada Kantor Pusat PT.Pos Indonesia (Persero) Bandung yang berlokasi di Jl. Cilaki no.73 Bandung 40115. II. Tinjauan Pustaka 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Stress Kerja Perkataan stress berasal dari bahasa latin Stingere, yang digunakan pada abad XVII untuk menggambarkan kesukaran, penderitaan dan kemalangan. Stress adalah ketegangan atauVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 4 tekanan emosional yang dialami sesesorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi fisik seseorang (Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:303). Perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan (A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157). Kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Stephen P. Robbins terjemahan Benyamin Molan (2006:796)). stress adalah respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Kesimpulan di atas menunjukan adanya kondisi tertentu dalam lingkungan yang merupakan sumber potensial bagi munculnya stres. Bagaimana bentuk stress yang dihayati tergantung dari karakteristik yang unik dari individu yang bersangkutan serta penghayatannya tehadap faktor-faktor dari lingkungan yang potensial memunculkan stress padanya, walaupun hampir setiap kelompok orang dihadapkan pada jenis atau kondisi stress yang serupa, tetapi hal ini akan menghasilkan reaksi yang berbeda, bahkan dalam menghadapi jenis stress atau kondisi yang sama setiap individu dapat berbeda-beda pola reaksinya. 2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stress Kerja

Menurut (A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157)) berpendapat bahwa: Penyebab stress kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja. T. Hani Handoko (2001:193) mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah kondisi kerja yang sering menyebabkan stress bagi para karyawan , diantarnva adalah: 1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Iklim politis yang tidak aman 5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai 6. Kemenduaan peranan 7. Frustasi 8. Konflik antar pribadi dan antar kelompok 9. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan 9. 10. Berbagai bentuk perusahaan.Vol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 5 `2.1.3. Pendekatan Stress Kerja Menurut Veithzal Rivai (2004:517-518) pendekatan stress kerja dapat dilakukan dengan cara : 1. Pendekatan individu meliputi : a. Meningkatkan keimanan b. Melakukan meditasi dan pernapasan c. Melakukan kegiatan olahraga d. Melakukan relaksasi e. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga f. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan 2. Pendekatan perusahaan meliputi : a. Melakukan perbaikan iklim organisasi b. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik c. Menyediakan sarana olahraga d. Melakukan analisis dan kejelasan tugas e. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan f. Melakukan restrukturasi tugas g. Menerapkan konsep Manajemen Berdasarkan Sasaran 2.1.4. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya (Malayu S.P. Hasibuan 2003:202). Kepuasan kerja adalah pandangan karyawan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka Perasaan tersebut akan tampak dari sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya(T. Hani Handoko 2001:193). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli sebagaimana diungkapkan di atasdapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang mengenai pekerjaan yang dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya. 2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Stephen P. Robbins (2001:149) mengemukakan bahwa variabel-variabel yang berhubungan dengan kepuasan kerja adalah: "Mentality challenging, equitable rewards,

supportive working condition, and supportive colleagues". Mentality Challenging (kerja yang secara mental menantang), karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka, dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Equitable rewards (ganjaran yang pantas), karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris denganVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 6 pengharapan mereka. Supportive working (Kondisi kerja yang mendukung), karyawan sangat memperhatikan faktor-faktor lingkungan kerja seperti kenyamanan bekerja. Studi fisik mengatakan bahwa karyawan lebih suka lingkungan fisik yang tidak berbahaya dan nyaman. Supportive colleagues (Rekan kerja yang mendukung), karyawan tidak hanya membutuhkan uang dan sesuatu yang dapat diukur. Pada dasarnya karyawan membutuhkan teman sebagai interaksi sosial dan bahkan pimpinan yang dapat bekerja sama dengan karyawan. Sedangkan Malayu S. P Hasibuan (2002:203) mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh: 1. Balas jasa yang adil dan layak 2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat ringannya pekerjaan 4. Suasana dan lingkungan pekerjaan 5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya 7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak. Menurut Siagian (1995) ada empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : 1. Pekerjaan yang penuh tantangan Pekerja ingin melakukan pekerjaan yang menuntut imajinasi, inovasi, dan kreativitas. Pekerja ingin mendapat tugas yang tidak terlalu mudah sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan tanpa mengerahkan segala ketrampilan, tenaga, dan waktu yang tersedia baginya. Sebaliknya, pekerja juga tidak menginginkan pekerjaan yang terlalu sukar, yang memungkinkan hasilnya kecil, walaupun telah mengerahkan segala kemampuan, ketrampilan, waktu, dan tenaga yang dimilikinya karena akan menyebabkan dirirnya frustasi jika berlangsung secara terus-menerus.Apabila untuk jangka waktu yamg lama, pasti berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang rendah. 2. Sistem penghargaan yang adil Seseorang akan merasa diperlakukan secara adil apabila perlakuan itu menguntungkannya dan sebaliknya jika merasa tidak adil, apabila pelakuan itu dilihatnya sebagai suatu hal yang merugikan. Dalam kehidupan bekerja, presepsi itu dikaitkan dengan berbagai hal : a. Soal pengupahan dan penggajian Upah atau gaji adalah imbalan yang diterima oleh seseorang dari organisasi atas jasa yang diberikannya baik berupa waktu, tenaga, keahlian, atau ketrampilan.Vol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 7 Biasanya seseorang melihat upah atau gaji itu dengan beberapa perbandingan, seperti : 1) Perbandingan pertama dikaitkan dengan harapan seseorang berdasarkan tingkat pendidikan, pengalaman, masa kerja, jumlah tanggungan, status sosial, dan kebutuhan ekonomisnya. 2) Perbandingan kedua dikaitkan dengan orang lain dalam organisasi terutama mereka yang memiliki karakteristik yang serupa dengan

pembanding dan melakukan pekerjaan yang sejenis serta memikul tanggung jawab yang profesional yang relatif sama. Jika terdapat perbedaan diantara upah dan gaji seseorang dengan rekannya yang menurut pandangannya memilki karakteristik yang sejenis, hal itu dipandang sebagai suatu hal yang tidak adil. 3) Perbandingan ketiga dikaitkan dengan para pekerja di organisasi lain di kawasan yang sama, terutama organisasi yang bergerak di bidang / dalam kegiatan yang sejenis dengan organisasidimana seseorang tersebut bekerja. 4) Perbandingan keempat dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan, teruatama yang menyangkut tingkat upah minimum yang dibanyak negara sudah diatur dengan perundang-undangan. 5) Perbandingan kelima dikaitkan dengan apa yang diterima seseorang dalam bentuk upah atau gaji dengan kemampuan organisasi. b. Sistem promosi Setiap organisasi harus mempunyai kejelasan tentang peningkatan karier yang mungkin dinaiki oleh seseorang apabila berbagai kriteria persyaratan yang telah ditetapkan terpenuhi dengan baik. Apabila menurut presepsi seseorang promosi dalam organisasi tidak didasarkan pada pertimbangan obyektif, tetapi didasarkan pada pertimbangan subyektif, seperti personal likes and dislikes, kesukuan, dan asal daerah akan timbul perasaan diperlakukan secara tidak adil. 2.1.6. Teori-Teori Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yukl dalam As'ad (2002:104) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal, yaitu teori perbedaan atau discrepancy theory, teori keseimbangan atau equity theory dan teori dua faktor two factor theory 1. Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter pada tahun 1974 yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how much of something there should be and how much there is now). Apabila yang didapat temyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan diVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 8 bawah standar minimum sehingga menjadi negatif discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan. 2. Equity Theory Teori ini dikembangkan oleh Adams. Adapun pendahulu dari teori ini adalah Zalezenik . Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. 3 Two Factor Theory Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg pada tahun 1959, berdasarkan hasil penelitiannya beliau membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiex atau motivator dan kelompok dissatisfier atau hygiene factors. Satisfier (motivator) adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya

sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work itself, responsibility, and advancement. Dikatakannya bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfiers (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working condition, job security and status. Perbaikan atas kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. 4 Expectancy Theory Teori pengharapan dikembangkan oleh Vroom. Kemudian diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya Pernyataan di atas berhubungan dengan rumus di bawah ini, yaitu: Valensi lebih mengutamakan pilihan seorang pegawai untuk suatu hasil. Jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal pegawai yang dikondisikan dengan pengalaman. Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. 2.2 Hipotesis Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2009:64) adalah : Jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Valensi x Harapan = MotivasiVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 9 2 1 Ne N n Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dalam penelitian ini penulis menetapkan dugaan sementara atau hipotesis sebagai berikut : Stress Kerja Berpengaruh Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PT Pos Indonesia (PERSERO) Bandung. III. Metode Penelitian 3.1 Metode Penarikan Sampel Menurut Sugiyono (2009;118), propotionate stratified random sampling yaitu teknik pengambilan sampel bila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara poporsional. Adapun yang menjadi sampel yang digunakan untuk pengukuran kuesioner adalah karyawan PT. POS Indonesia (Persero) Bandung. Sedangkan untuk menentukan jumlah sampel (n). Husein Umar (2004;78) untuk menentukan sampel digunakan rumus sebagai berikut: Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = Tingkat kesalahan dalam meraih anggota sampel yang ditolerir (tingkat kesalahan yang diambil dalam sampling ini sebesar 10%).

Jika penelitian menggunakan metode deskriptif, maka minimal tingkat kesalahan dalam penentuan anggota sampel yang harus diambil adalah 10% dari jumlah populasi yang diketahui. Peneliti menentukan tingkat kesalahan sebesar 10% sehingga jumlah sampel yang diambil sebesar 81 karyawan. 3.2 Metode Analis Sebelum data di analisis, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data. Setelah data terkumpul melalui kuesioner maka langkah selanjutnya adalah melakukan tabulasi, yaitu memberikan nilai (scoring) sesuai dengan sistem yang ditetapkan. Scoring dilakukan dengan menggunakan skala likert 5 4 3 2 1. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Akan tetapi sebelum melakukan pengolahan data, penulis terlebih dahulu melakukan uji kualitas data dengan pengujian validitas dan realibitas. Adapun metode analisa yang digunakan adalah koefisien regresi linier sederhana, koefisien korelasi pearson dan koefisien determinasi. IV. Hasil Penelitian 4.1. Analisi Deskripstif Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa bahwa stres kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung, secara total berada dalam kategori sedang dengan mendapat skor 79,2 %.Vol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 10 Berdasarkan hasil perhitungan, skor total untuk variabel kepuasan kerja karyawan secara total berada dalam kategori Baik dengan mendapat skor 75,0 %. 4.2. Analisis Kuantitatif Analisis Regresi Linier Sederhana Jika dilakukan perhitungan dengan menggunakan software SPSS 13.0 for windows, maka output yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Koefisien Regresi Dari perhitungan yang dilakuan secara manual dan atau menggunakan software SPSS 13.0 for window diatas, diperoleh kesimpulan model regresi sebagai berikut: Y = 6,442 + 0,718 X Nilai konstanta a memiliki arti bahwa ketika X bernilai 0, maka Y bernilai 6,442 Sedangkan koefisien regresi b memiliki arti bahwa jika stress kerja (X) yang bersifat positif, maka kepuasan kerja karyawan (Y) akan meningkat sebesar 0,718. Analisis Koefisien Korelasi Product Moment (Pearson) Jika dilakukan perhitungan dengan menggunkan software SPSS 13.0 for window, maka output yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Coefficientsa 6.442 4.306 1.496 .139 .718 .112 .585 6.417 .000 (Constant) X Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients

t Sig. a. Dependent Variable: YVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 11 Table 2 Stress Kerja (X) Kepuasan Kerja Karyawan (Y) Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi antara Stress kerja dengan Kepuasan Kerja karyawan sebesar 0,585. Nilai ini menunjukkan kekuatan hubungan antara Stress kerja dengan Kepuasan Kerja karyawan. Arah hubungan antara Stress kerja dengan Kepuasan Kerja karyawan adalah positif (searah), artinya Stress kerja yang semakin baik akan meningkatkan Kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan kriteria keeratan hubungan, maka hubungan antara Stress kerja dengan Kepuasan Kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung termasuk dalam kategori hubungan yang sedang atau cukup, yaitu pada rentang 0,40 0,599. Anasisi Koefisien Determinasi Jika dilakukan perhitungan dengan menggunkan software SPSS 13.0 for windows, maka output yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Koefisien Determinasi Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi dapat diasumsikan bahwa besarnya pengaruh Stress kerja terhadap Kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung adalah 34,3%, yang termasuk ke dalam kategori pengaruh yang Cukup. Sementara sisanya sebesar 65,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar Stress Kerja. Correlations 1 .585** .000 81 81 .585** 1 .000 81 81 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N X Y XY Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **. Model Summary .585a .343 .334 5.35811 Model 1 R R Square Adjusted

R Square Std. Error of the Estimate a. Predictors: (Constant), XVol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 12 4.3 Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis, menunjukkan thitung = 6,417 lebih besar dari ttabel = 1,990 atau Ho ditolak. Artinya terdapat pengaruh signifikan antara Stress Kerja terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung. Maka H0 ditolak dan H1 diterima karena t hitung > t tabel atau 6,417 > 1,990. Hal ini Sesuai dengan uji signifikansi dengan kriteria penolakan dan permintaan hipotesis Ho adalah sebagai berikut: Jika t tabel < t hitung < t tabel, maka H0 diterima Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima Jika t hitung < - t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima Berdasarkan dari tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan , maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif atau signifikan antara stress kerja dengan kepuasan kerja karyawan. Hal ini berarti stress kerja yang dialami karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung dalam kondisi stress yang tidak terlalu tinggi sehingga masih dapat diantisipasi dengan melakukan pekerjaan yang lebih baik dan menyebabkan karyawan tetap merasa puas akan hasil pekerjaannya. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasannya, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan beberapa hal sebagai berikut: 1. Stres kerja pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung yang diambil dari 5 (lima) indikator yaitu tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antara pribadi, struktur organisasi dan kepemimpinan organisasi. Dari kelima indikator tersebut, skor total paling tinggi adalah pada indikator tuntutan tugas sebesar 82,8%. Hal ini berarti karyawan mengalami stress kerja karena beban pekerjaan yang cukup banyak. 2 Kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung yang diambil dari 5 (lima) indikator yaitu gaji/upah, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan kerja. Secara rata-rata penilaian kepuasan kerja karyawan berada pada kategori baik, hal ini berarti bahwa kepuasan kerja karyawan sudah memenuhi harapan karyawan. 3. Hubungan stres kerja pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (PERSERO) Bandung dengan kepuasan kerja adalah cukup kuat atau sedang. Dimana stres kerja memiliki pengaruh pada kepuasan kerja sebesar 34,3% dan sisanya sebesar 65,7% dipengaruhi oleh faktorfaktor dari luar variabel stress kerja. Hal ini berarti stress kerja yang dialami karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung dalam kondisi stress yang tidak terlalu tinggi sehingga masih dapat diantisipasi dengan melakukan pekerjaan yang lebih baik dan menyebabkan karyawan tetap merasa puas akan hasil pekerjaannya.Vol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 13 5.2 Saran Setelah dilakukan penelitian yang dilakukan penulis pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung mengenai pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan, penulis mencoba memberikan saran kepada perusahaan. Adapun saran yang disampaikan penulis adalah sebagai berikut. 1. Stress kerja yang dialami karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero)

Bandung dalam klasifikasi yang tidak terlalu tinggi atau sedang, sebaiknya karyawan lebih memanfaatkan waktu secara efektif dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan agar tidak terjadi penumpukan pekerjaan sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. 2. Kepuasan kerja karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung berdasarkan hasil penelitian dalam klasifikasi baik, dimana kepuasan kerja yang diberikan oleh perusahaan sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh karyawan tetapi akan lebih baik jika perusahaan dapat memonitor penggunaan waktu kerja setiap karyawan untuk memudahkan mengatur beban kerja agar merata sehingga tidak menimbulkan suasana kerja yang tidak nyaman. Suasana kerja yang nyaman, akan memotivasi karyawan untuk berprestasi sehingga lebih mudah mendapatkan kesempatan promosi jabatan dari perusahaaan. VI. DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu (Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 3, No. 6). 2005. Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim. (http://digilib.unsri.ac.id/download/Jurnal%20MM%20Vol%203%20No%206%20Artike l%204%20Anwar%20Prabu.pdf) As'ad, Moh. (2002). Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty Azlina Mohd. Kosnin & Tan Sew Lee (Jurnal Teknologi Universitas Teknologi Malaysia).2008. Pengaruh Personaliti Terhadap Kepuasan Kerja Dan Stress Kerja. (http://html-pdf-converter.com/pdf/jurnal-pengaruh-stres-kerja-terhadap-prestasi kerja.html) Chua Bee Seok (Jurnal Teknologi Universitas Teknologi Malaysia).2004. Stress Pekerjaan, Kepuasan Kerja, Masalah Kesihatan Mental dan Strategi Daya Tindak : Satu Kajian Di Kalangan Guru Sekolah Di Kota. (http://www.penerbit.utm.my/onlinejournal/40/E/JTJUN40E01.pdf) Ciliana dan Wilman D. Mansoer (Jurnal JPS Vol. 14 No. 2).2008. Pengaruh Kepuasan Kerja, Keterlibatan kerja, Stress Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kesiapan Untuk Berubah Pada Karyawan PT. Bank Y. (http://journal.ui.ac.id/?hal=detailArtikelJPS&q=12) Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia Cetakan ke-15, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Grasindo. Hasibuan, Malayu S.P. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. Husein Umar. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.Vol. 1 No. 1, Maret 2011 Universitas Komputer Indonesia Page 14 Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, (Alih Bahasa V.A Yuwono, dkk),Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: ANDI. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2008. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan Cetakan ke-8, Bandung : Rosda. Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12, jakarta: Salemba Empat. Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan,Jakarta: Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephen. P. 2006. Perilaku Organisasi (alih bahasa Drs. Benjamin Molan), Edisi Bahasa Indonesia, Klaten: PT INT AN SEJATI. Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta. Umi Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber daya Manusia Aplikasi Contoh & Perhitungannya. Jakarta: Agung Media. Wexley, Kenneth N. dan Lathan Yukll E. (2002). Developing And Training Human Resouces Mangement in Organization 3'"Edition. New York: Pearson Education,Inc. Uplew Saddle River.

http://www.terapikesehatan.net/2013/04/seft.html SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan perpaduan antara ilmu Akupuntur dan Psikologi yang disempurnakan dengan sentuhan Spiritual yang bersifat universal. Tehnik SEFT ini digagas pertama kali dan terus menerus dikembangkan oleh seorang putera Indonesia sekaligus didaftarkan sebagai karya intelektual dan karya anak bangsa yaitu H. Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, M.Sc. SEFT adalah teknik pemberdayaan diri yang menggabungkan 15 macam teknik terapi (termasuk kekuatan spiritual) yang diramu sedemikan rupa oleh Ahmad Faiz Zainuddin sehingga menghasilkan sintesa sebuah teknik pemberdayaan diri yang sederhana tapi efektif untuk mengatasi berbagai macam masalah fisik dan emosi (seperti sakit kepala berkepanjangan, nyeri punggung, asma, alergi, mudah capek, hingga penyakit kronis seperti diabetes, darah tinggi dan lainnya; emosi : trauma, depresi, kecanduan rokok, phobia, stress, insomia, malas, bosan gugup, galau, cemas, tidak percaya diri dan lainnya), memaksimalkan potensi dan kekuatan yang ada dalam diri setiap individu, meningktakan kinerja untuk mencapai peak performance, membersihkan sampah-sampah emosi untuk meraih kedamaian hati dan menciptakan hubungan yang harmonis dengan orang lain secara cepat, mudah & universal. Mengapa tehnik ini begitu banyak manfaatnya dan terbukti berhasil? Karena SEFT merupakan penggabungan dari 15 teknik terapi yang telah dipraktekkan oleh banyak ahli psikologi, psikiater, maupun terapis di seluruh dunia yang kemudian dikemas menjadi lebih sederhana tetapi mempunyai dampak yang luar biasa. Aplikasi SEFT dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mengatasi berbagai masalah fisik dan emosi dalam waktu 5-50 menit Meningkatkan kinerja dan prestasi dengan SEFT for Peak Performance Meningkatkan keberuntungan dengan The Luck Factor Meraih apa yang kita inginkan dengan Deep SEFT Mencapai Total Success dengan The Holistic Person Empowerment System Meraih kedamaian hati dengan Personal Peace Procedure Meraih kebahagiaan dengan LoGOS Spirit

SEFT merupakan penggabungan antara spiritualitas (melalui doa, keikhlasan, dan kepasrahan) dan energy psychology. Tidak seperti ilmu kedokteran barat yang memandang tubuh manusia sebagai susunan dari reaksi kimia, SEFT melalui kearifan kedokteran timurnya memandang tubuh manusia sebagai interaksi energi. Selain itu, SEFT telah mendapat 2 penghargaan dari Museum Rekor Indonesia(MURI) yaitu: Terapi berhenti merokok dengan peserta terbanyak yaitu 1400 pelajar Terapi narkoba di LP Cipinang

http://mbegedut.blogspot.com/2012/10/contoh-makalah-stres-kerja.html
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Gibson et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan. Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan alam masalah tidur. Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati, 1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu: 1.Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2.Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Pada gambar di bawah ini menampilkan sebuah model instruksi dari sebuah stress yang berkaitan dengan pekerjaan. Model tersebut menunjukkan bahwa empat jenis stressor mengarah pada stress yang dirasakan, yang pada gilirannya, memunculkan berbagai hasil. Model tersebut juga menggolongkan beberapa perbedaan individual yang memoderatkan hubungan stressor-stres-hasil.................... Selengkapnya mengenai makalah Stres Kerja diatas (lengkap mulai sampul s/d daftar pustaka), silakan sobat download, filetype:doc (klik disini)

http://ucu-syarief.blogspot.com/2011/05/skripsi-sumber-stres-karyawan-lini.html

Skripsi Sumber Stres Karyawan Lini Depan Perbankan : Studi Kasus PT. Bank rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Kantor Cabang X
(KODE EKONMANJ-0048) : SKRIPSI SUMBER STRES KARYAWAN LINI DEPAN PERBANKAN : STUDI KASUS PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK KANTOR CABANG X BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam organisasi. Menurut Dessler (2005), globalisasi meningkatkan persaingan di berbagai industri. Meningkatnya persaingan, meningkat pula tekanan organisasi untuk berkembang (untuk menurunkan biaya, untuk membuat pekerja lebih produktif, dan untuk melakukan segalanya lebih baik dengan biaya yang lebih murah). Bagi banyak employer di seluruh dunia, fungsi sumber daya manusia dalam perusahaan adalah sebagai 'key player' dari upaya pencapaian tujuan-tujuan strategis tersebut. Menurut Palupiningdyah (2000), sumber daya manusia merupakan otak penggerak organisasi yang berperan penting dalam profitability suatu perusahaan. Namun, pengelolaan sumber daya manusia bukanlah hal yang mudah. Pengelolaannya juga harus memperhatikan aspek psikologis di samping aspek fisiologisnya. Berikut pernyataan selengkapnya yang dikutip dari jurnal penelitian yang ditulis oleh beliau: "Sumber daya manusia merupakan otak penggerak organisasi yang berperan penting dalam profitability suatu perusahaan. Sumber daya manusia semakin menjadi pusat perhatian manajemen dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh, karena berbeda dengan sifat elemen-elemen lain dalam perusahaan yang relatif terukur dan standar, sumber daya manusia bersifat unik sehingga pengelolaannya juga bersifat unik. Sumber daya manusia bukanlah mesin yang dapat dengan mudah didepresiasikan nilainya untuk mengetahui sejauh mana kontribusinya pada kinerja organisasi untuk kemudian diganti dengan mesin baru yang lebih fresh. Pengelolaan sumberdaya manusia harus memperhatikan aspek psikologis di samping aspek fisiologisnya" (Palupiningdyah, 2000). Stres pada pekerja merupakan salah satu isu pengelolaan sumber daya manusia yang makin serius diperhatikan oleh organisasi saat ini. Menurut Voki dan Bogdani (2007), "Stres, secara umum, dan stres kerja, secara khusus, merupakan fakta dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern saat ini yang sepertinya terus meningkat. Topik ini masih popular walaupun telah menarik perhatian para akademis dan praktisi lebih dari setengah abad yang lalu". Penelitian mengenai stres dapat dieksplorasi dari beragam perspektif, diantaranya dari perspektif psikologis, sosiologis, dan medis. Dari perspektif bisnis, fokus penelitian dari para peneliti adalah mengenai stres kerja, mengingat biaya yang timbul dari stres bisa sangat besar, baik bagi individu maupun bagi organisasi itu sendiri. Bagi individu, pada tahap ringan, stres kerja menyebabkan sakit kepala, gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, sakit perut, merokok berlebihan dan meningkatnya konsumsi alkohol. Jika terus terjadi, stres berpotensi menyebabkan insomnia, penyakit jantung koroner, kecemasan dan depresi, burnout, fatique, ketidakstabilan emosi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, gangguan makan, atau bahkan bunuh diri (National Institute for Occupational Safety and Health, n.d; Palmer, Cooper, & Thomas, 2004; Teasdale, 2006). Bagi organisasi (dalam konteks tempat kerja), stres dapat menyebabkan menurunnya produktivitas, meningkatnya jumlah eror (kesalahan kerja), kurangnya kreativitas, buruknya pengambilan keputusan, ketidakpuasan kerja, ketidakloyalan karyawan, peningkatan izin pulang karena sakit, ketidaksiapan, permintaan pensiun lebih awal, absen, kecelakaan, pencurian, organizational breakdown, atau bahkan sabotase (Teasdale, 2006). Adapun biaya stres secara finansial di Indonesia mungkin belum diperhitungkan. Namun sebagai gambaran, Health and Safety Executive Inggris (2001) menyebutkan bahwa pada tahun 1995/1996 biaya yang ditimbulkan akibat stres diperkirakan berada pada kisaran 370 juta bagi perusahaan dan 3.75 milyar bagi masyarakat secara keseluruhan, setiap tahunnya (Palmer, Cooper, & Thomas, 2004).

Sementara International Labor Organization (ILO) memperkirakan bahwa stres kerja menghabiskan biaya bisnis sebesar lebih dari 200 milyar dolar per tahun (Greenberg, 2002). Biaya-biaya ini termasuk gaji yang tetap dibayarkan saat karyawan sakit, biaya rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit, serta biaya-biaya yang berhubungan dengan penurunan produktivitas. Tidak heran bahwa saat ini, organisasi secara cerdas mulai memperhatikan stres yang dialami pekerja secara serius untuk memelihara kesejahteraan pekerjanya. Penelitian mengenai stres di tempat kerja memang telah banyak dilakukan pada beragam jenis pekerjaan. Meskipun demikian, penelitian yang mengeksplorasi stres kerja di kalangan karyawan lini depan perbankan masih jarang dilakukan. Padahal, karyawan lini depan bank merupakan pemegang tombak pelayanan yang berusaha disampaikan oleh perusahaan. Seperti diketahui, dalam lingkungan kompetisi global seperti ini, lembaga keuangan saling berlomba menciptakan dan mempertahankan kolam pelanggan yang loyal dan menguntungkan. Di tambah lagi, persaingan kini bukan saja berasal dari sesama bank tapi juga datang dari berbagai lembaga keuangan lain yang bukan bank, yang juga menawarkan beberapa jasa keuangan yang disediakan bank, seperti dituliskan berikut ini: "..., banking is rapidly globalizing and facing intense competition in marketplace after marketplace around the planet, not only from other banks, but also from security dealers, insurance companies, credit unions, finance companies, and thousands of other financial-service competitors. These financial heavyweights are all converging toward each other, offering parallel services and slugging it out for the public's attention. " (Rose dan Hudgins, 2005, p. 4). Konsekuensinya, beragam cara dilakukan bank untuk memenangkan, atau setidaknya mempertahankan diri agar tidak runtuh dihantam persaingan. Ekstensifikasi produk jasa dilakukan; teknologi canggih diadopsi; tingkat suku bunga ditetapkan sekompetitif mungkin. Semuanya ditawarkan untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan transaksi bagi nasabahnya. Perubahan-perubahan ini di sisi lain menyebabkan perubahan pola kerja karyawan bank, terutama karyawan lini depan, dimana mereka berada pada posisi perantara (boundary spanning) perusahaan dengan nasabahnya. Mereka dituntut untuk mampu bekerja lebih cepat, dinamis, dan responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan nasabah. Mereka dituntut untuk proaktif menawarkan dan mengedukasi nasabah atas jasa-jasa yang dimiliki bank. Mereka juga dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cara/teknik kerja mereka yang baru, hasil dari inovasi-inovasi teknologi yang semakin pesat. Walaupun semua ini dilakukan demi pencapaian 'high performance', perubahan ini menurut Sauter et al. (2002) juga dapat meningkatkan tekanan yang dapat berujung pada stres yang dialami pekerja. Di tengah berbagai perubahan yang terjadi, bagaimana sebenarnya stres kerja yang dialami oleh para karyawan lini depan bank saat ini? Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari stres kerja adalah menurunnya tingkat kepuasan kerja (Yulianti, 2001). Dalam konteks karyawan lini depan, kepuasan kerja mereka berhubungan erat dengan kepuasan konsumen, dimana karyawan yang puas mampu meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Robbins, 2003). Oleh karena itu, mengidentifikasi stres kerja di kalangan karyawan lini depan adalah penting agar kepuasan kerja mereka dapat tetap terjaga. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, adalah bank yang hingga saat ini kepemilikannya masih 100% di tangan pemerintah. Bank ini telah berdiri sejak lebih dari satu abad yang lalu, tepatnya berdiri pada tanggal 16 Desember 1895. Walaupun terus mengalami perubahan seiring dengan perubahan peraturan/undang-undang pemerintah, sejak berdirinya hingga kini Bank BRI terus konsisten melayani masyarakat kecil, yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Dengan fokusnya kepada kredit usaha mikro yang dibangun oleh pengusaha-pengusaha kecil, menurut peneliti, Bank BRI adalah salah satu aset paling berharga yang dimiliki pemerintah sekaligus rakyatnya. Adapun visi dari Bank BRI adalah "Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah". Melihat hal ini, pelayanan prima adalah kunci pencapaian visi Bank BRI. Dan kepuasan karyawan lini depan, berada pada tingkat kepentingan utama dalam pencapaian pelayanan prima, di luar faktor produk dan jasa Bank BRI sendiri. Untuk menjaga kepuasan kerja karyawan lini depan, adalah krusial bagi Bank BRI untuk memonitor stres kerja yang dialami para karyawan lini depannya tersebut. Bagaimana sebenarnya stres yang dialami karyawan lini depan Bank BRI saat ini? Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan stres pada diri mereka? Sumber-sumber stres utama apa yang mereka hadapi? Bila hal tersebut telah

teridentifikasi, maka perusahaan dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mencegah sumber stres tersebut berkembang menjadi ancaman yang mengganggu kinerja organisasi dalam menyampaikan pelayanan prima kepada nasabahnya. 1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dijabarkan, secara spesifik dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Apa sajakah aspek-aspek sumber stres yang dihadapi oleh karyawan lini depan Bank BRI saat ini? 2. Bagaimanakah tingkat stres yang mereka alami? 3. Secara umum, hal-hal atau kondisi apa sajakah yang menjadi sumber stres utama mereka? 4. Apakah terdapat perbedaan antara masing-masing jabatan lini depan yang ada di Bank BRI dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi? 5. Apakah terdapat perbedaan karakteristik individu (seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman kerja, dll.) dalam hubungannya dengan stres yang mereka alami? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijabarkan, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui aspek-aspek sumber stres yang dihadapi oleh karyawan lini depan Bank BRI saat ini. 2. Mengetahui tingkat stres di kalangan karyawan lini depan Bank BRI saat ini. 3. Mengidentifikasi sumber stres utama yang dihadapi karyawan lini depan Bank BRI saat ini. 4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kelompok-kelompok jabatan lini depan yang ada di Bank BRI dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi. 5. Mengetahui apakah terdapat perbedaan karakteristik individu (seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman kerja, dll.) dalam hubungannya dengan stres yang mereka hadapi. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai berikut: 1. Bagi Bank BRI, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi utama dalam mengidentifikasi stres yang dihadapi karyawan lini depannya. Dengan demikian, diharapkan perusahaan dapat melakukan manajemen stres yang efektif untuk membantu karyawan menangani stres tersebut, sekaligus melakukan upaya preventif agar stres yang ada tidak mempengaruhi karyawan maupun kinerja organisasi secara negatif. 2. Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya riset mengenai stres yang dialami karyawan di industri perbankan. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai stres yang dialami karyawan sekaligus memenuhi sebagian dari persyaratan kelulusan studi yang diperlukan untuk menjadi Sarjana Ekonomi. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1 Pembatasan Masalah Penelitian ini berusaha mengeksplorasi dinamika stres yang dihadapi karyawan lini depan perbankan. Namun, dalam penelitian ini, stres hanya akan dieksplorasi dari segi stimulusnya, yaitu sumber stres (stressor). Stressor adalah sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan reaksi stres (Greenberg, 2002). Terlepas dari kerumitan pendefinisian dan luasnya konsep dari stres itu sendiri, stres kerja pada penelitian ini dioperasionalisasikan sebagai 'total skor dari sumber stres yang dihadapi individu'. Sumber stres dikelompokkan sebagai sumber stres dari faktor lingkungan, organisasional, dan individu. Faktor lingkungan dan faktor individu, menurut Robbins (2003) merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari stres yang dialami karena tidak hilang begitu saja saat individu memasuki tempat kerja. Adapun karyawan lini depan yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari customer service, teller, dan security. 1.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang (Kanca) X dan Kanca X, pada bulan Mei sampai dengan Juni 2009. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja mengingat Bank BRI adalah salah satu aset negara yang sangat berharga di bidang perbankan yang telah dikenal luas di kalangan perbankan Internasional atas keberhasilan micro banking-nya. Dalam upaya pencapaian visi Bank BRI, yaitu untuk "Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah", identifikasi terhadap stres kerja yang dialami karyawan lini depan Bank BRI adalah sangat penting untuk dianalisis agar perusahaan dapat mendeteksi sumber stres yang dialami karyawan lini depannya sehingga kepuasan kerja mereka yang diketahui berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan dapat terjaga. Adapun kantor BRI yang akan diteliti juga mencakup Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Unit BRI yang

berada di bawah naungan BRI Kanca X dan Kanca X. Pemilihan wilayah ini sebagai lokasi penelitian dilakukan atas dasar kemiripan wilayah, dan letaknya yang berdekatan. Peneliti menyadari bahwa cakupan wilayah penelitian seharusnya bisa diperbesar. Namun karena keterbatasan biaya dan waktu yang dimiliki peneliti dalam melakukan penelitian ini, maka lingkup penelitian hanya akan dilakukan pada wilayah kedua Kanca tersebut. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka. Bab ini menjelaskan berbagai teori yang berhubungan dengan stres pada umumnya, dan sumber stres pada khususnya, termasuk sumber stres yang berasal dari luar organisasi yang juga berpotensi menjadi sumber stres pekerja. Bab III : Metodologi Penelitian. Bab ini berisi desain penelitian, variabel penelitian, metode pengambilan sampel, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, serta metode analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan. Bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, pengolahan data, dan interpretasi hasil analisis data. Bab V : Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, dan saran yang dapat direkomendasikan, yaitu bagi perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya.

Materi Training SEFT


DAY 1 ( 8 hours) Session 1 (07.30-09.30) 1. Whats This Training All About? 2. Introduction to SEFT Pengantar teori tentang SEFT, termasuk: The benefits of SEFT History case video 14 technique within SEFT Scientific history of SEFT Research about Energy Therapy Science of Spirituality The distinction above another enegy therapy Target: Peserta memahami bagaimana teknik SEFT ini bekerja untuk mengatasi masalah fisik dan emosi mereka. Session 2 (10.00-12.00) 3. The How of SEFT Penjelasan bagaimana melakukan SEFT, termasuk: 3 steps before SEFTing Sort cut version Complete version Physical or Emotional DEMO Healing Practicing SEFT one of audience which having intense emotional problem (fear of public speaking, etc.), 4. Refinement of SEFT

FAQ (Frequent Ask Question) Sesi tanya jawab Target: Peserta dapat mempraktekkan metode SEFT ini untuk mengatasi masalah mereka secara mandiri baik untuk diri sendiri maupun untuk membantu orang lain. Session 3 (13.00-15.00) 5. Refinement of SEFT 11 obstacles if SEFT seems doesnt work 5 steps to SEFT Mastery 6. The How of SEFT Praktek SEFTing antar peserta 7. Advance technique of SEFT Set Up variation of SEFT Hidden SEFT SEFT for Sleepy Target: Meningkatkan kemampuan peserta dalam melakukan teknik SEFT untuk diri mereka dan membantu orang lain. Session 4 (15.30-17.30) 8. Refinement of SEFT 5 Spiritual state to enhance your SEFT technique Target: Peserta memperoleh inspirasi bagaimana metode ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. DAY 2 ( 8hours) Session 1 (07.30-09.30) 9. Advance technique of SEFT Surrogate SEFT Target: Peserta mengetahui cara melakukan SEFT untuk orang yang berada di tempat yang jauh atau orang yang tidak mau diterapi. Session 2 (10.00-12.00)

10. Formulas to Funtastic Family 5 tips how to SEFTing troubled and difficult personality SEFT for Children, bagaimana cara melakukan SEFT untuk anak sesuai tahapan perkembangan psikologis mereka. Target: Peserta dapat mengatasi permasalahan dalam keluarga (istri/suami/anak) Session 3 (13.00-15.00) 11. Formulas to Funtastic Family 3 Rules for Strong Family Leadership Session 4 (15.30-17.30) 12. SEFT for Success Personal Peace Procedure (Emotional detoxification, berguna untuk menghilangkan emosi negatif yang menghambat kesuksesan mereka). Target: Peserta mengetahui bagaimana cara melakukan emotional detoxification untuk menghilangkan emosi negatif yang menghambat kinerja dan kesuksesan mereka. 13. The How of DEEP SEFT Determined Your Wishes LoGOS Relaxation Practice of DEEP SEFT Target: Peserta memperoleh skill praktis untuk menerapkan prinsip-prinsip meraih keberuntungan.

Manfaat SEFT: Mengatasi Berbagai Masalah Fisik: Sakit Kepala, Nyeri Punggung, Maag, Asma, Sakit Jantung, Kelebihan Berat Badan, Alergi,dan sebagainya. Mengatasi Berbagai Masalah Emosi: Takut (phobia), Trauma, Depresi, Cemas, Kecanduan Rokok, Stress, Sulit Tidur, Mudah Marah, atau Sedih, Gugup Menjelang Ujian, atau Presentasi, Latah, Kesurupan, Kesulitan Belajar, Tidak Percaya Diri, dan sebagainya.

Mengatasi Berbagai Masalah Keluarga dan Anak-anak: Ketidak harmonisan Keluarga, Selingkuh, Masalah Seksual, di ambang Perceraian, Anak Nakal, Anak Malas Belajar, anak Mengompol, dan sebagainya. Meningkatkan Prestasi: Meningkatkan Prestasi OlahRaga, Prestasi di Tempat Kerja, Prestasi Belajar, Meningkatkan Omset Penjualan, Meningkatkan Performa Sales, Memperlancar Negosiasi, Mencapai goals dan Target yang di tetapkan. Meraih Kesuksesan Hidup, Meningkatkan Pendapatan, Menjadi Money Magnet. Mendapatkan Pencerahan Spiritual, Meningkatkan Kedamaian Hati dan Kebahagiaan Diri. Comments 1. renata says:
March 19, 2011 at 11:04 am

Saya sdh mendengar beberapa teman yg ikut SEFT yg mengatakan bahwa teknik ini bs menyembuhkan beberapa penyakit. Yang ingin saya tanyakan, apakah seft ini bisa digunakan untuk penyembuhan virus HIV karena kebetulan saudara saya baru-baru saja terdeteksi virus yang belum ada obatnya ini. Mohon diberikan informasi nya. Terima kasih banyak utk infonya. Karena kami sangat tertarik dg teknik ini

Anda mungkin juga menyukai