Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

Hiperplasia prostat merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penambahan ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona periuretra. Manifestasi klinik timbul akibat peningkatan tekanan intrauretra yang pada akhirnya menyebabkan sumbatan aliran urine secara bertahap. Pembesaran prostat ini dianggap sebagai bagian dari proses pertambahan usia, oleh karena itu dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Pada pria berusia 41-50 tahun angka kejadiannya sekitar 20%, pada usia 51-60 tahun sekitar 50% dan mencapai 90% pada usia 80 tahun atau lebih. Sekitar 50% dari angka tersebut menyebabkan gejala dan tanda klinik.1

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi Nama Jenis Kelamin Usia Kebangsaan Agama : Tn. H : Laki-laki : 71 Tahun : Indonesia : Islam

Status perkawinan : Sudah menikah Alamat MRS : Megang Sakti III, Lubuklinggau : 15 April 2013

2.2 Anamnesa Keluhan Utama : Tidak bisa BAK sejak 2 minggu lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit: 6 bulan SMRS, penderita mengeluh susah BAK, nyeri saat BAK (+), mengedan lama saat BAK (+), pancaran kencing lemah dan terputus-putus (+), rasa tidak puas setelah BAK (+), kencingnya menetes (+), sering kencing pada malam hari (6-7 kali), tidak bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+), nyeri pinggang (-), demam (-), kencing berdarah (-), kencing berpasir (-), pancaran miksi bercabang dan memutar (-). Riwayat operasi di daerah genital disangkal, riwayat infeksi genital sebelumnya disangkal, riwayat terjatuh dengan posisi terduduk (-). 2 minggu SMRS penderita mengeluh tidak bisa BAK. Penderita merasa ingin BAK, namun kencing tidak keluar sama sekali meskipun penderita sudah mengedan kuat. Perut bawah terasa nyeri dan tampak cembung. Penderita kemudian berobat ke Puskesmas Kelingi dan dipasang selang kateter, keluar urin 3000 cc. Pasien lalu diizinkan pulang dengan tetap

memakai kateter. Setelah 7 hari, selang kateter di lepas dan dipasang selang kateter baru. 3 hari lalu, pasien berobat ke klinik dokter, selang kateter diganti lagi dengan yang baru dan pasien disarankan untuk berobat ke RS Dr. Sobirin. Pasien lalu datang ke IGD RS Dr. Sobirin dan dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu: - Riwayat trauma/cedera pada tulang selangkangan (-) - Riwayat kencing bernanah (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Gizi Pernafasan Nadi Tekanan Darah Suhu Kepala : Tampak sakit ringan : Compos mentis : Sedang : 24x/menit : 80x/menit : 120/70 mmHg : 36,0 C : Konjungtiva pucat -/Sklera ikterik -/Pupil Leher Kelenjar-kelenjar Thorax Abdomen Genitalia Eksterna Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior : isokor, refleks cahaya +/+ : tidak ada kelainan : tidak ada pembesaran : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : Lihat status urologikus : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Status Urologis Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra et sinistra: Inspeksi Palpasi Palpasi : Bulging (-) : Ballotement (-) : Nyeri ketok -/-

Regio suprapubik Inspeksi : Bulging (-) Palpasi : Nyeri tekan (-)

Regio genitalia eksterna Terpasang kateter uretra Urine jernih, darah (-), pus(-)

Pemeriksaan Rectal Toucher TSA baik, mukosa licin, prostat teraba membesar, pole atas tak teraba, konsistensi lunak, permukaan rata, nodul (-).

2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 16 April 2013) : Hemoglobin Leukosit Trombosit : 13,5 gr/dl : 13.100/mm3 : 345.000/mm3

Waktu perdarahan : 3,10 Waktu pembekuan: 9,20 BSS Ureum Kreatinin : 142 mg/dl : 29,5 mg/dl : 1,2 mg/dl

USG Pada pemeriksaan USG, didapatkan prostat bentuk normal, ukuran 5,2 cm. Kesan : hipertrofi prostat

2.5 Diagnosis Kerja Retensio Urin e.c. Benign Prostat Hiperplasia (BPH)

2.6 Penatalaksanaan Open Prostatectomy

2.7 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : dubia ad bonam

FOLLOW UP 16 April 2013 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Compos mentis 140/90 mmHg 80 x/m, irreguler 20 x/m 36.5C -

Keadaan Spesifik Abdomen Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (-). Genitalia eksterna Terpasang kateter ukuran 16F, urin 300 cc, darah (-), pus (-), darah di muara OUE (-)

A : diagnosis sementara

Retensio urin e.c susp. BPH

P :

Diet nasi biasa IVFD RL:D5 1:1 gtt xx/menit makro Drip tramadol 1 amp Cefotaxime 2 x 1 gr i.v.

Rencana : USG TUG Rontgen thorax PA EKG Konsul penyakit dalam

17 April 2013 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Compos mentis 120/70 mmHg 80 x/m, irreguler 24 x/m 36.0C -

Keadaan Spesifik Abdomen Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (-). Genitalia eksterna Terpasang kateter ukuran 16F, urin 500 cc, darah (-), pus (-), darah di muara OUE (-)

A : diagnosis sementara

Retensio urin e.c BPH

P :

Diet nasi biasa IVFD RL:D5 1:1 gtt xx/menit makro Drip tramadol 1 amp Cefotaxime 2 x 1 gr i.v.

Rencana : 18 April 2013 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Compos mentis 130/70 mmHg 80 x/m, irreguler 20 x/m 36.2C Konsul penyakit dalam Open prostatektomi besok

Keadaan Spesifik Abdomen Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (-). Genitalia eksterna Terpasang kateter ukuran 16F, urin 300 cc, darah (-), pus (-), darah di muara OUE (-)

A : diagnosis

Retensio urin e.c BPH

P :

Diet nasi biasa IVFD RL:D5 1:1 gtt xx/menit makro Drip tramadol 1 amp Cefotaxime 2 x 1 gr i.v.

Rencana : 19 April 2013 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Compos mentis 120/70 mmHg 80 x/m, irreguler 24 x/m 36.0C Open prostatektomi

Keadaan Spesifik Abdomen Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (-). Genitalia eksterna Terpasang kateter ukuran 16F, urin 450 cc, darah (-), pus (-), darah di muara OUE (-)

A : diagnosis

Post open prostatektomi hari ke-1

P :

Diet nasi biasa IVFD RL:D5 1:1 gtt xx/menit makro Drip tramadol 1 amp Cefotaxime 2 x 1 gr i.v. Observasi post operasi di ICU

20 April 2013 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Compos mentis, irritabel 120/90 mmHg 108 x/m, irreguler 18 x/m 36.1C -

Keadaan Spesifik

Luka operasi tertutup, drain (+), aliran lancer, darah 80 cc, terpasang kateter triway, urin (+).

A : diagnosis

Post open prostatektomi hari ke-1

P :

Diet nasi biasa IVFD RL:D5 1:1 gtt xx/menit makro Drip tramadol 1 amp Cefotaxime 2 x 1 gr i.v. Furosemid 2x1 amp iv. Cek ureum dan kreatinin

21 April 2013 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Compos mentis, irritabel 110/90 mmHg 105 x/m, irreguler 20 x/m 36.0C -

Keadaan Spesifik

Luka operasi tertutup, drain (+), aliran lancer, darah 60 cc, terpasang kateter triway, urin (+).

A : diagnosis

Post open prostatektomi hari ke-2

P :

Diet nasi biasa IVFD RL:D5 1:1 gtt xx/menit makro Drip tramadol 1 amp Cefotaxime 2 x 1 gr i.v. Furosemid 2x1 amp iv. Hasil lab (ureum 150 mg/dl, kreatinin 4,5 mg/dl).

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Histologi Prostat Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria, bentuknya seperti buah kemiri, dengan ukuran 4 cm x 3 cm x 2,5 cm dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.2

Gambar 1. Anatomi sistem genitourinarius pria

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mengeluarkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk massa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan

11

tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil4. Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 1. Lobus medius 2. Lobus lateralis (2 lobus) 3. Lobus anterior 4. Lobus posterior Menurut konsep terbaru, kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran yang terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:

Gambar 2. Potongan melintang prostat normal (A) dan prostat dengan BPH (B)

1. Zona Anterior atau Ventral Sesuai dengan lobus anterior, zona ini tidak mengandung kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. 2. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal terbanyak karsinoma prostat.

12

3. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi. 4. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). 5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvik dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal. Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari : 1. Kapsul anatomi 2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler 3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian, a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya. b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous zone. c. Disekitar uretra disebut periurethral gland. Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis : i. kapsul anatomis ii. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul

13

iii. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat .

Gambar 3. Morfologi prostat. BPH berkembang dari zona transisi sedangkan karsinoma lebih sering dari zona perifer.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari

14

serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

3.2. Fisiologi Prostat Sekret kelenjar prostat berupa cairan seperti susu yang bersama-sama dengan sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, asam fosfatase, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.5

3.3. Hiperplasia Prostat 3.3.1. Definisi Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak, bervariasi berupa hiperplasia kelenjar periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer6. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia.

3.3.2. Histopatologi Daerah yang sering dikenai adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung pada unsur yang berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-

15

kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut hiperplasia fibromatosa.

Gambar 4. Gambaran Mikroskopis Hiperplasia Prostat Jinak

Ketergantungan sejumlah relatif elemen stroma dan kelenjar, maka tipe hiperplasia prostat yang sering ditemukan adalah fibromyoglandular dan fibromyomatosa. Perubahan sekunder yang terjadi adalah infark akibat nodul yang menekan pembuluh darah.

3.3.3. Epidemiologi Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasia. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia prostat, dilaporkan

16

bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hiperplasia prostat makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun. Tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai korelasi antara faktor-faktor lain selain usia dalam peningkatan kejadian BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan prostatektomi, namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakit-penyakit lain serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan kejadian BPH.

3.3.4. Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (proses menua). Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah2,7: 1. Teori Hormonal Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan

17

estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen. 2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan) Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat hiperplasia prostat. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-(TGF-) akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostate. 3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel yang Mati 4. Teori Sel Stem (Stem Cell Hypothesis) Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga

18

menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan. 5. Teori Dihydro Testosteron (DHT) Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat. 6. Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic induction potential of prostatic stroma during adult hood. Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori

19

peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

3.3.5. Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor

masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.6 Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.3

20

3.3.7. Gambaran KIinis Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing. Tanda dan gejala hiperplasia prostat antara lain sering buang air kecil, nocturia, pancaran urin lemah, urin yang keluar menetes-netes pada bagian akhir masa buang air kecil. Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus . Tanda obstruksi : Menunggu pada permulaan miksi (hesistency) Pancaran miksi terputus-putus (intermitency) Rasa tidak puas sehabis miksi Urin menetes pada akhir miksi (terminal dribling) Pancaran urin jadi lemah Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi. Gejala iritasi timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada akhir miksi atau pembesaran prostat menyebabkan ransangan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam kandung kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesikoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.

21

Tanda iritasi : Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi) Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia) Bertambahnya frekuensi miksi Nyeri pada waktu miksi (disuria) Gejala dan tanda ini diberi skoring untuk menentukan berat keluhan klinik. Pada waktu miksi penderita hampir selalu mengedan, sehingga lama kelamaan akan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam kandung kemih. Adanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat miksi sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter anus, kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam rektum dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba. Apabila batas atas masih bisa diraba biasanya diperkirakan berat prostat kurang dari 60 gram. Tentu saja penentuan berat prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk mengetahui adanya keganasan prostat. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris dengan bagian yang lebih keras. Retensio urin dapat terjadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada pemeriksaan colok dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah miksi normal pada pria dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi

22

kandung kemih setelah miksi, sisa urin lebih dari 100 ml, biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia prostat. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan pancaran urin pada waktu miksi, cara pengukuran ini disebut uroflowmetri. Angka normal untuk pancaran urin rata-rata 10-12 ml/detik dengan pancaran maksimal sampai 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik. Tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara kelemahan otot detrusor dengan obstruksi intravesikal. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, seperti foto polos abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan seperti batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel saluran kemih. Pembesaran prostat dapat dilihat lesi profusio prostat kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar kandung kemih pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membengkok ke atas berbentuk seperti mata kail. Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal (trans rectal ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume kandung kemih, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Pemeriksaan CT Scan atau MRI jarang dilakukan. Pemeriksaan sitoskopi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Sitoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat di dalam uretra.

3.3.8. Diagnosis The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk menganamnesis keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih. Jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :

23

o Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International Prostate Symptom Score, IPSS)

o Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan miksi. o Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur. Pemeriksaan Tambahan : o Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat miksi) o Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate) o Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen) o Pemeriksaan USG transabdominal o Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosa pasti)

3.3.9. Diagnosis Banding Proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi otot detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu ketiga dari faktor tersebut. Kelemahan otot detrusor dapat disebabkan oleh gangguan syaraf (gangguan neorologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persyarafan di daerah pelvis, penggunaan obat-obat penenang, alkoholisme, obat penghambat alfa, parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan proses fibrosis sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh hiperplasia prostat, tumor di leher kandung kemih, batu di uretra atau striktura uretra, uretritis akut atau kronis.

24

3.3.10. Terapi Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi. Indikasi absolut dilakukan operasi adalah8: 1. Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan kateter uretra sedikitnya satu kali. 2. Infeksi saluran kencing berulang. 3. Gross hematuria berulang. 4. Batu saluran kemih. 5. Insufisiensi ginjal. 6. Ada tanda-tanda obstruksi berat (hidroureter, hidronefrosis, divertikel bulibuli). A. Watchful waiting3 Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan. B. Medikamentosa3 1. Penghambat alfa (alpha blocker) Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor 1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subyektif dan obyektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.

25

2. Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors) Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat

perubahan testosteron menjadi dehidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.

3. Terapi Kombinasi Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5 -Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung.

4. Fitoterapi Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuhtumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya. C. Operasi konvensional3 1. Transurethral resection of the prostate (TURP) Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%) dan inkontinensia urin (<1%).

26

Gambar 5. TURP. (a). Lobus median direseksi dengan resectoscope. (b). Jaringan yang lebih dalam direseksi. (c). terbentuk ruang yang akan mengecil seiring waktu. 2. Transurethral incision of the prostate (TIUP) Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.

Gambar 6. TUIP. Insisi dibuat melalui leher buli-buli.

3. Open simple prostatectomy Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik.

27

Gambar 7. Millins suprapubic prostatectomy. (a). Insisi dibuat melalui kapsul anterior prostat dan zona transisi di enukleasi dengan diseksi jari. (b). Kapsul tertutup dan kateter dipertahankan selama 5 hari. D. Terapi minimal invasif3 1. Laser Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah Nd:YAG dan holomium: YAG. Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: a. Kehilangan darah minimal. b. Sindroma TUR jarang terjadi. c. Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan. d. Dapat dilakukan out patient procedure.

Kerugian operasi dengan laser: a. Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi. b. Pemasangan kateter postoperasi lebih lama. c. Lebih iritatif. d. Biaya besar.

28

2. Transurethral Electrovaporization of The Prostate Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan

resektoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR.

3. Hyperthermia Hipertermia dihantarkan melalui kateter transuretra. Bagian alat lainnya mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45C, alat pendingin tidak diperlukan.

Gambar 8. Transrectal hyperthermia. Microwave device dimasukkan melalui rektum dan energi microwave disalurkan langsung ke anterior. 4. Transurethal Needle Ablation of The Prostate (TUNA) Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang akan melalui uretra.

Gambar 9. TUNA, menggunakan antenna radiofrekuensi yang menghantarkan suhu tinggi ke prostat tanpa anestesi.

29

5. High Intensity Focused Ultrasound High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas. Ultrasound probe ditempatkan pada rektum.

6. Intraurethral Stents Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.

Gambar 10. Stent Prostat.

7. Transurethral Balloon Dilation of The Prostate Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40>Teknik ini jarang digunakan sekarang ini
.

Gambar 11. Dilatsi balon pada prostat

30

3.3.11. Pencegahan Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar. Zat-zat gizi yang juga penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah : 1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. 2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat. 3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal. 4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke susunan syaraf pusat.
5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas

sperma.

31

BAB IV ANALISIS KASUS Seorang laki laki berusia 71 tahun berinisial H datang ke RS Dr. Sobirin dengan keluhan tidak bisa BAK. Dari anamnesis didapatkan awalnya penderita mengeluhkan susah BAK sejak 6 bulan yang lalu disertai riwayat nyeri saat miksi (disuria), riwayat mengedan lama saat miksi (hesistency), riwayat pancaran miksi lemah (poor stream), riwayat miksi terputus-putus, riwayat rasa tidak puas setelah miksi, riwayat menetes di akhir miksi (terminal dribbling), riwayat sering miksi pada malam hari hingga 5-6 kali (nokturia), riwayat tak bisa menahan miksi dalam waktu yang lama. Tidak ditemukan adanya riwayat sakit pinggang, tidak ditemukan adanya demam, tidak ditemukan adanya BAK berdarah, tidak ditemukan adanya riwayat pancaran miksi bercabang dan memutar, tidak ditemukan adanya riwayat kencing bernanah, dan tidak adanya riwayat cedera pada selangkangan. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis pada regio pinggang kanan dan kiri tidak ditemukan adanya kelainan. Pemeriksaan pada regio suprapubik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada regio genitalia externa pada inspeksi terpasang kateter. Pemeriksaan Rectal Toucher : TSA baik, mukosa licin, prostat teraba membesar, pole atas tidak teraba, konsistensi lunak, permukaan rata, nodul(-). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dugaan sementara untuk pasien ini adalah Retensio Urin e.c. benign prostat hiperplasia yang disebabkan oleh adanya gangguan saluran kemih bagian bawah, karena pasien menunjukan adanya gejala obstruksi dan iritatif. Hal ini didapat dari adanya riwayat-riwayat seperti, menunggu saat permulaan miksi (hesistency), miksi terputus

(intermittency), pancaran miksi lemah (poor stream), menetes pada akhir miksi (terminal dribbling), rasa tidak puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying), bertambahnya frekuensi miksi (frequency), terbangun saat malam hari untuk BAK (nocturia), miksi sulit untuk ditahan (urgency), dan nyeri

32

saat BAK (disuria). Banyak faktor lain yang bisa menyebabkan retensio urin diantaranya striktur uretra, tumor, batu, dan proses hiperplasi pada prostat. DD/ striktur uretra bisa kita singkirkan karena tidak ditemukan ada riwayat cedera pada selangkangan, tidak ada pancaran miksi yang bercabang dan memutar serta kateter yang bisa dipasang. DD/ tumor bisa kita singkirkan karena kita tidak temukan adanya hematuria makroskopis(gross hematuria), dan pada rectal toucher tidak ditemukan tanda-tanda keganasan prostat (pembesaran prostat yang asimetris, konsistensinya keras, permukaannya berdungkul-dungkul). DD batu ginjal dan uretra juga bisa disingkirkan karena tidak ada riwayat kencing berpasir, sakit pinggang, kencing berdarah dan tidak ada nyeri ketok di regio CVA. Jadi hanya proses hiperplasi pada prostat inilah yang paling mungkin untuk pasien ini, mengingat pasien ini sudah berumur 71 tahun, yang mana insiden hiperplasia prostat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia, dimulai dari dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun. Dan insiden ini mulai dari usia 50 tahun mencapai 50% sedang pada orang berusia 80 tahun meningkat menjadi 80%, dan juga pasien ini menunjukan adanya gejalagejala LUTS (Low Urinary Tract Symptoms), baik gejala obstruktif maupun gejala iritatif. Namun hal ini belum bisa dipastikan sepenuhnya, karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, dan pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan USG, didapatkan kesan bahwa terjadinya perbesaran prostat dengan ukuran prostat 5,2 cm. Dari Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah Retensio Urin et causa BPH. Pada penderita ini direncanakan dilakukan Open prostatectomy. Prognosis pada pasien ini, quo ad vitam bonam dan quo ad functionam dubia ad bonam.

33

Anda mungkin juga menyukai