Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 16

Disusun oleh : Kelompok 4 Aini Nur Syafaah Arief Tri Wibowo Cahyo Purnaning T Catri Dwi UP Chandra HP Devin Fidela Dipika Awinda Fajar Ahmad Prasetya Fitri Nurrahmi Hendy Wijaya Luthfy Uly MS Mary Gisca T Muhammad Syahid Muhammad Tafdhil T Rike Lestari Vindy Cesariana 04111001092 04111001119 04111001097 04111001133 04091001066 04111001079 04111001074 04111001084 04111001077 04111001127 04111001106 04111001036 04111001107 04111001102 04111001027 04111001037

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2013

PESERTA DISKUSI

Moderator Sekretaris Anggota

: Catri Dwi UP : Devin Fidela : Aini Nur Syafaah Arief Tri Wibowo Cahyo Purnaning T Chandra HP Dipika Awinda Fajar Ahmad P Fitri Nurrahmi Hendy Wijaya Luthfy Uly MS Mary Gisca T Muhammad Syahid Muhammad Tafdhil T Rike Lestari Vindy Cesariana

DAFTAR ISI

Halaman judul Daftar Isi Kata Pengantar Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri 1. Skenario................................................................................................................. 2. Klarifikasi Istilah................................................................................................... 3. Identifikasi Masalah.............................................................................................. 4. Analisis Masalah.................................................................................................... 5. Restrukturisasi Masalah dan Penyusunan Kerangka Konsep......................... 6. Sintesis.................................................................................................................... Kesimpulan Daftar Pustaka

1 3 4

5 6 6 7 37 38 50 51

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial blok 16 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 4 tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 8 April 2013

Penyusun

Skenario B Blok 16 Tahun 2013

Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas. Pemeriksaan fisik: Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8oC. Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Sekret kental berwarna putih Orofaring: Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Post nasal drip (+) Pemeriksaan lab: Hb: 12,5 g%, WBC: 12.000/uL, Trombosit: 250.000/uL

I.

KLARIFIKASI ISTILAH 1. Sakit tenggorok: peradangan akut yang terjadi pada selaput membran mukosa ujung tenggorokan kemungkinan terjadi peradangan pada amandel dan langitlangit mulut. 2. Batuk: eksplusi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari paruparu. 3. Pilek: Adanya gangguan pada hidung berupa produksi mukus berlebih. 4. Otoskopi: alat untuk memeriksa telinga / untuk auskultasi telinga. 5. Rhinoskopi: pemeriksaan lubang hidung dengan spekulum baik melalui nares anterior, atau nasofaring. 6. Mukosa hiperemis: lapisan mukosa berwarna kemerahan yang menandakan adanya peradangan. 7. Konka inferior: tulang yang membentuk bagian bawah dinding lateral rongga nasal. 8. Detritus: bahan partikulat yang dihasilkan dengan atau sisa pengausan atau disintegrasi substansi / jaringan. 9. Edema: pengumpulan cairan secara abnormal dalam ruang jaringan interselluler tubuh. 10. Kripta: lubang buntu / tabung pada permukaan bebas. 11. Tonsil T3-T3: tonsil yang membesar mencapai ulvula/ garis tengah. 12. Granula: partikel / butiran kecil. 13. Post nasal drip: drainase mukosa yang berlebihan / sekret mukoprulen dari bagian belakang hidung kedalam faring.

II.

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. 2. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. 3. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas. 4. Pemeriksaan fisik: Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8oC.
6

Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Sekret kental berwarna putih Orofaring: Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Post nasal drip (+) 5. Pemeriksaan lab: Hb: 12,5 g%, WBC: 12.000/uL, Trombosit: 250.000/uL

III.

ANALISIS MASALAH Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. a. Bagaimana: Anatomi THT pada anak Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
7

seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. Telinga Tengah Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak

Hidung Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut: Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana. Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung yaitu sinus

berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis

maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut

10

terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ). Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

Tenggorokan

Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri
11

dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: - Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adams apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. - Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I. - Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

Histologi THT pada anak

Telinga

12

Telinga luar meliputi pinna (telinga terlihat, sebagian besar terdiri dari kulit dan tulang rawan) dan saluran telinga. Lapisan terakhir dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin bertingkat. Lapisan ini berbeda dari kulit karena memiliki (ear-wax) kelenjar ceruminous. Telinga tengah pada dasarnya saluran, yang menghubungkan tabung eustacian dengan orofaring. Bagian ini dilapisi oleh epitel skuamosa non-keratin sangat tipis berlapis. Spanning ruang telinga tengah adalah tiga tulang telinga tengah, maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi). Gendang telinga adalah selaput tipis yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Ini adalah jaringan yang berlapis, dengan epitel skuamosa bertingkat keratin menghadap ke telinga luar, non-keratin epitel skuamosa bertingkat yang menghadap ke telinga tengah, dan lapisan yang sangat tipis jaringan ikat di antara keduanya.

13

Telinga dalam

merupakan pengatur keseimbangan,berikut bagian yang mengatur keseimbangan tersebut :


Posisi kepala (yaitu, gravitasi, juga percepatan linier) yang diatur oleh organ otolith dari

saccule dan utricle. Rotasi kepala (yaitu, percepatan sudut) diatur oleh krista ampularis dari kanalis semisirkularis. Mendengar diatur oleh organ Corti dalam media scala dari koklea.
o Semua

pengaturan dari beberapa telinga bagian dalam merupakan tipe sel

mechanoreceptor sama, sel-sel rambut epitel.


o Sel-sel rambut yang terletak di dalam sebuah ruang yang bentuknya sangat rumit yang

disebut labirin membran.


o Labirin membranosa diisi dengan cairan khusus yang disebut endolymph, disekresikan

oleh sel-sel vascularis stria. Endolymph secara substansial berbeda dari semua cairan tubuh lainnya dan menyediakan lingkungan cairan khusus untuk sel-sel rambut
o Labirin membranosa merupakan penghubung antara koklea, saccule, utricle, dan kanal

berbentuk setengah lingkaran.


o Labirin membranosa yang terletak di dalam tulang labirin. 14

o Perilymph mengisi ruangan dari tulang labirin disekitar labirin membranosa.

Rongga Hidung

Vestibulum Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul.

Fosa Nasalis Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah celah kecil yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi. Sinus Paranasal Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus sinus ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang lubang kecil.

Tenggorokan Adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. di dalam lamina propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang rawan yang lebih kecil seperti, epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung aritenoid merupakan tulang rawan elastic.

15

Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.

b. Apa penyebab: sakit tenggorokan

Sakit tenggorokan atau odinofagia merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di daerah nasofaring,orofaring dan hipofaring. Klasifikasi faringitis : 1. Faringitis akut Bisa disebabkan oleh virus (Rhinovirus,Virus influenza, adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV),mononukleosis atau HIV),bakteri (Streptococcus hemolitikus group A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae),fungi (Candida). 2. Faringitis kronik Biasanya dipengaruhi faktor predisposisi seperti rinitis kronik,sinusitis,iritasi kronik oleh rokok,minum alkohol,inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor penyebab lain adalah pada pasien yang biasa Bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
16

3. Faringitis spesifik Faringitis leutika (Treponema Palidum) dan Faringitis Tuberkulosis (M. tuberculosis). Demam Infeksi bakteri dan virus Inflamasi Efek samping obat dan imunisasi Faktor lain seperti siklus menstruasi atau olahraga berat Kelelahan karena kepanasan atau terbakar sinar matahari hebat Karena fisiologis, dehidrasi Unknown fever Dalam kasus ini, demam disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang ditandai dengan sedikit peningkatan suhu badan.

c. Jelaskan patofisiologi dari: sakit tenggorokan Panji terinfeksi mikroorganisme pada faringnya. Infeksi pada faring menyebabkan pengaktifan monosit dan makrofag. Makrofag mengeluarkan IL1, IL-6, IL-8 dan TNF-. IL-8 akan mengaktifkan sel Th1 dan merangsang kompleks CD4. Hal ini menyebabkan makrofag lain aktif . Makrofag yang aktif akan mengeluarkan TNF- dan IFN-. TNF- dan IFN- mengaktifkan gen iNOS untuk menghasilkan NO. NO menyebabkan vasodilatasi dan

meningkatkan permeabilitas membran sehingga banyak eksudat. Eksudat menyebabkan edema dan bisa menekan ujung saraf bebas sehingga membuat nyeri. Nyeri tenggorok juga terjadi akibat tonsilitis nya. Mikroorganisme masuk ke dalam tonsil diikat dan dibawa oleh sel mukosa, APC, sel makrofag dan dendrit menujusel Th2 di sentrum germinativum. Sel Th2 merangsang pembentukan limfosit B. Sel B membentuk IgG, IgM, dan IgA. Bila antigen terpapar dengan konsentrasi tinggi maka menimbulkan respon proliferasi struktur seluler

17

sehingga tonsil menjadi besar. Tonsil yang membesar juga dapat menekan ujung saraf bebas sehingga terasa nyeri.

Demam Terjadi infeksi bakteri pada tenggorok rangsangan aktivasi sel-sel PMN dan neutrofil ke daerah tersebut mengeluarkan mediator inflamasi ( TNF , IL-1, IL-6, INF) Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam.

d.

Adakah hubungan antara jenis kelamin, usia dengan keluhan (semua keluhan pada skenario)? Jelaskan! Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan. Seluruh kelompok usia dapat mengalami rhinofaringotonsilitis, namun kelompok usia anak anak (pediatric) cenderung lebih sering terserang. Hal ini dikaitkan dengan daya tahan tubuh anak anak yang belum berkembang penuh layaknya orang dewasa. Kasus yang menyerang anak anak dibawah 2 tahun cenderung diakibatkan virus, sementara kelompok usia 5-10 tahun cenderung diakibatkan oleh bakteri strepokokus.

Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. a. Etiologi dari batuk pilek! 1. Pencetus batuk bersifat mekanik (disebabkan asap, debu, partikel makanan, benda asing,terpapar asap rokok) 2. Kimia (terhirup gas, klorin) 3. Termal (suhu yang dingin atau panas) 4. Infeksi saluran napas (flu, radang tenggorokan, bronkitis, pneumonia, tuberkulosis/Tb),
18

5. Pertusis (batuk rejan), asma, alergi, adanya benda asing, tumor di saluran napas, gagal jantung. 6. Faktor psikis.

a.

Bagaimana mekanisme dari batuk pilek? Batuk merupakan proses fisiologik dari mekanisme pertahanan paru. Batuk tidak menjadi fisiologis kalau dirasakan sebagai gangguan (subjektif). Batuk merupakan upaya mekanisme pertahanan tubuh alamiah dengan tujuan: 1. 2. Mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran pernapasan. Mengeluarkan benda asiing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran

pernapasan.

Refleks Batuk Keluhan batuk didahului oleh adanya rangsangan benda asing, sekret, radang atau bronkhokontriksi pada reseptor batuk yang terdapat pada laring, trakea, karina dan bronkus. Reseptor batuk terangsang maka glotis akan menutup sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam rongga dada dan secara tiba-tiba dilepaskan dengan kekuatan batuk sehingga benda yang merangsang refleks batuk dapat dikeluarkan. Melalui serabut aferen, rangsangan tersebut akan diteruskan ke pusat batuk dan kemudian dikembalikan ke otot-otot pernapafan melalui serabut eferen. Mekanisme terjadinya batuk melalui 3 tahapan: 1. Tahap pertama = tahap inspirasi

Terjadi inspirasi yang dalam dan cepat, sehingga sebagian besar udara akan masuk ke dalam paru-paru. Akibat proses inspirasi terjadi perubahan volume udara paru dan melebarnya diameter bronkus. 2. Tahap kedua = tahap kompresi

Tahap kompresi ini dimulai dengan menutupnya glotis, tekanan intrathorakal akan meningkat, dibantu oleh otot-otot ekspirasi. 3. Tahap ketiga = tahap ekspirasi

Tahapan ini akan menyebabkan terjadinya batuk, dimulai dengan pembukaan glotis yang tiba-tiba diikuti oleh pengeluaran udara yang terperangkap tadi dalam

19

jumlah besar dan kecepatan tinggi. Bunyi batuk yang timbul akibat getaran dari pita suara.

Batuk Infeksi inflamasi pengeluaran bradikinin, prostaglandin berefek pada airway sensory nerve ending(nervus X) hiperreaktifitas reflek batuk

Pilek Infeksi inflamasi pengeluaran bradikinin, prostaglandin aktifasi saraf parasimpatis yang menstimulasi sekresi mukus dari glandula nasal pilek.

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan, dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai Antigen Presenting Cells (APC)

Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan Interleukin 1 (IL-1) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan interleukin 2 (IL-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.

IgR yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basophil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag, dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama, alergem yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influx Ca2+ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifak biologic, yaitu histamine, Eosinophil Chemotactic Factor-A

20

(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase, dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator trsebut ialah obstruksi oleh histamine. Histamin menyebabkan vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler dan permeabilitas, dan sekresi mucus. Sekresi mucus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek.

b.

Apa hubungan nyeri dan keluar cairan dari telinga dengan keluhan pada skenario? Nyeri dan keluar cairan dari telinga merupakan komplikasi dari rhinitis karena masuknya mucus / sekret melalui tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dan nasofaring. Sekret ini mennyebabkan terjadinya sumbatan dan

mengganggu fungsi tuba. Pada kasus ini tidak ada keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga, hal ini membuktikan bahwa pada kasus ini pasien belum mengalami komplikasi.

c.

Bagaimana perjalanan penyakit dari keluhan pada skenario? Karena batuk pilek merupakan mekanisme awal pertahanan tubuh terutama pada saluran nafas atas yaitu terdapat banyak mukosa dengan sel mukus bersilia dengan sel goblet yang dapat menghasilkan mucus. Apabila terdapat benda asing yang masuk, akan terjadi sekresi mucus yang lebih banyak dari biasanya sebagai usaha tubuh untuk memerangkap bakteri atau virus ke dalam mucus yang akan dikeluarkan oleh mekanisme batuk dan pilek. Jika infeksi berlanjut dan sekresi mucus tidak cukup untuk mengeluarkan kuman, akan terjadi infeksi di saluran pernafasan dan menyebabkan reaksi inflamasi di sekitarnya (tenggorokan) dan terjadi aktivasi makrofag pengeluaran sitokin TNF , IL-1, IL-6 Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam

Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas. a. Apa hubungan keluhan 3 bulan yang lalu dengan keluhan sekarang?

21

Panji pernah mengalami keluhan serupa dan pernah terinfeksi sebelumnya. Mungkin karena oral hygiene yang kurang baik atau kondisi sistem imun yang turun. Akibat penanganan yang kurang serius menyebabkan terjadi infeksi ulang, Pada Tonsilitis yang berulang dan inflamasi epitel kripta retikuler terjadi perubahan epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel imun dan menurunkan fungsi transport antigen. Perubahan ini menurunkan aktifitas lokal sistem sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B pada sentrum germinativum juga berkurang.

b. Mengapa keluhan yang dialami muncul kembali setelah sembuh? Ada 2 kemungkinan. Pertama, penyakit pasien yang 3 bulan lalu sudah benarbenar sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam fase infeksi akut. Kedua keluhan yang muncul kembali akibat exacerbasi dari keluhan yang dulu, hal ini bisa disebabkan oleh imunitas yang sedang menurun dan pengobatan yang tidak adekuat sehingga masih ada patogen yang tersisa dalam tubuh walaupun tidak menimbulkan gejala yang mengganggu pasien,sehingga dianggap sembuh. Namun, patogen aktif dan berkembang biak kembali karena faktor yang sudah disebutkan di atas. Hal ini menandakan terjadinya fase kronik.

Pemeriksaan fisik: Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8oC. Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Sekret kental berwarna putih Orofaring: Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Post nasal drip (+) a. Jelaskan interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik: Suhu 37,8oC
22

Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan 37,8 0C

Nilai/keadaan normal 36,5-37,2 0C

Interpretasi

Suhu tubuh

Sub febris

Pirogen eksogen dari agen infeksius respon imun pengaturan set point hipotalamus peningkatan suhu tubuh subfebris

Mukosa hiperemis Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan di daerah faring Panji, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga darah semakin banyak yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler kapiler yang sebelumnya kosong atau yang hanya sebagian merenggang, secara cepat terisi penuh dengan darah, menyebabkan kemerahan lokal (hiperemi). Pada reaksi peradangan tubuh mengeluarkan berbagai macam zat seperti contohnya histamin. Pada kasus Panji, artinya lapisan mukosa nya mengalami peradangan.

Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Interpretasi dari : konka inferior edema (+/+) hipertrofi konka inferior hiperemis (+/+) inflamasi Reaksi inflamasi pelepasan mediator-mediator radang vasodilatasi ekstravasasi sel-sel radang ke konka inferior edema Reaksi inflamasi berulang konka mengalami hipertropi terlihat edema

Mekanisme keabnormalan -

Sekret kental berwarna putih Sekret kental berwarna putih yang didapatkan pada pemeriksaan rinoskopi menunjukkan bahwa infeksi yang terjadi karena virus. Mekanismenya, inhalasi droplet melalui hidung merangsang monosit dan makrofag menghasilkan IL8 meransang pembentukan Th2 menghasilkan Limfosit B
23

menghasilkan IgE yang akan berikatan dengan sel mast menghasilkan histamin, kinin, leukotrien, dan prostaglandin epitel menjaid renggang merangsang sel goblet produksi mukus yang berlebihan

Tonsil T3-T3 Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.

Detritus (+) Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Pada tonsillitis bakterial, infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Secara klinis detritus mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.

24

Granula (+) Granula (+) : Tidak normal Keterangan : Granula di orofaring menyatakan bahwa adanya inflamasi kronik (jaringan limfoid yang membentuk gumpalan-gumpalan di dinding faring)

Post nasal drip (+) Post nasal drip adalah mukosa berlebihan yang keluar dari hidung ke faring. Mukosa yang dihasilkan sebenarnya merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa hidung dalam mengangkut partikel-partikel asing pada polut lender ke nasofaring atau clearance mucosiliar. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak bakteri . Enzim tersebut sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A) , dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap ke arah faring. Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang.

b. Jelaskan indikasi & cara pemeriksaan: RINOSKOPI ANTERIOR Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri (right handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada dorsum nasi. Tangan kanan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam posisi terbuka. Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan : Rongga hidung, luasnya lapang/sempit( dikatakan lapang kalau dapat dilihat pergerakan palatum mole bila pasien disuruh menelan) , adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut. Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda (normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau hipertrofi. Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.
25

Jika terdapat sekret kental yang keluar daridaerah antara konka media dan konka inferior kemungkinan sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan sekret yang terdapat di meatus superior berarti sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus sphenoid. Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan keberadaannya. Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lainlain perlu diperhatikan.

PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING( OROFARING ) Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian diperhatikan : 1. Dinding belakang faring : warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau tidak dan gerakan arkus faring. 2. Tonsil : besar, warna, muara kripta, apakah ada detritus, adakah perlengketan dengan pilar, ditentukan dengan lidi kapas. Ukuran tonsil o To Tonsil sudah diangkat o T1 Tonsil masih di dalam fossa tonsilaris o T2 Tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis para median o T3 Tonsil melewati garis paramedian belum lewat garis median (pertengahan uvula) o T4 Tonsil melewati garis median, biasanya pada tumor 3. Mulut :bibir, bukal, palatum, gusi dan gigi geligi 4. Lidah : gerakannya dan apakah ada massa tumor, atau adakah berselaput 5. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain. 6. Palpasi kelenjar liur mayor (parotis dan mandibula)

Pemeriksaan lab: Hb: 12,5 g%, WBC: 12.000/uL, Trombosit: 250.000/uL a. Jelaskan interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan lab: Hb: 12,5 g%

26

WBC: 12.000/uL Trombosit: 250.000/uL Penilaian Hb WBC Trombosit Nilai Normal 11,5-14,5 g% 5.000-14.500 /uL 250.000-550.000 /uL Hasil 12,5 g% 12.000 /uL 250.000 /uL Interpretasi Normal Normal tinggi Normal

b. Bagaimana DD dari kasus ini? Kasus Disfagia Odinofagia Batuk Pilek Demam Pem.kelenjar Pharynx hiperemis Detritus (+) Tonsil T3/T3 Konka Edema Tonsilopharingitis + + + + + + + + Tonsillitis diteri + + subfebris + + + Rhinotonsilopharingitis + + + + + + + + + +

AKUT

KRONIS EKSASERBASI AKUT

KRONIS

Tonsil hiperemis Tonsil edema Kriptus melebar Destruitus Perlengketan

+ + + + -

+ + + + +

+/+ + +

c. Bagaimana WD & cara penegakkan diagnosis? Anamnesis: o keluhan utama (sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll)
27

o riwayat penyakit sekarang (serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll) o riwayat kesehatan lalu riwayat kelahiran riwayat imunisasi penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media ) riwayat hospitalisasi

pemeriksaan fisik umum o usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda tanda vital dll o pernafasan (kesulitan bernafas, batuk)

Pemeriksaan fisik khusus o Otoskopi o Rhinoskopi o Orofaring

Orofaring Besar tonsil ditentukan sebagai berikut: T0 T1 T2 T3 T4 : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat : bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula : bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Gambar : Pembesaran Tonsil Pemeriksaan lab o Hitung darah lengkap


28

o Kultur apusan tenggorok PCR Lakukan centroskore

Diagnosa pada kasus: Rhinotonsilofaringitis kronik dengan eksarbasi akut

d. Adakah pemeriksaan penunjang lain pada kasus ini? Jelaskan! Hitung darah lengkap, pengukuran kadar elektrolit, dan kultur darah Tes monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsilitis dan bilateral cervical lymphadenopaty

29

Kultur tenggorok untuk mengidentifikasi organisme yang infeksius, hasilnya digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik

Plain radiographs, pandangan jaringan lunak lateral dari nasofaring dan orofaring dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal CT Scan untuk mengetahui adanya kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi. Pemeriksaan histopatologi

e. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini? i. Tonsilofaringitis Tonsilofaringitis dengan nyeri tenggorok seringa terjadi pada populasi umum dan Sterptoccus pyogens merupakan penyebab pada seperempat kasus. Infeksi biasanya sporadik, namun terjadi wabah periodik. Insiden puncak adalah pada anak-anak usia sekolah selama musim dingin. Transmisinya melalui droplet saluran nafas atas dan difasilitasi oleh tempat-tempat yang penuh sesak. Kadangkadang dapat terjadi wabah yang ditularkan melalui susu namun jarang terjadi. Kolonisasi faringeal oleh Streptococcus pyogens terjadi pada 15-20% anak-anak; pada orang dewasa lebih jarang. Streptococcus -hemoliticus group C dan G kadang-kadang menyebabkan tonsillitis. Masa inkubasi bakteri-bakteri tersebut adalah 2-5 hari ii. Rhinitis Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25% atau lebih dari 600 juta penderitadari seluruh etnis dan usia. Di Amerika Serikat, lebih dari 40 juta warganya menderita rhinitis alergi. Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, sedangkan pada dewasa prevalensi rhinitis alergi laki -laki sama dengan perempuan. Sekitar 80% kasus rhnitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun. Insiden rhinitis alergi pada anak -anak 40% dan menurun sejalan dengan usia. Di Indonesia belum ada angka yang pasti, tetapi di Bandung prevalensi rhinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi (5.8%).

30

f. Bagaimana etiologi dari kasus ini? Tonsilofaringitis: a. Streptokokus Beta Hemolitikus b. Streptokokus Viridans c. Streptokokus Piogenes d. Virus Influenza Rhinitis: a. Rhinovirus

g. Bagaimana faktor risiko dari kasus ini? inhalasi droplet dan kontak lansung dengan mukosa yang terinfeksi. hygine mulut yang buruk pengaruh cuaca lingkungan yang tidak sehat

h. Bagaimana patofisiologi dari kasus ini?

31

Invasi patogen (airborne)

Rhinitis Sekresi mukus >>> Pilek Merangsang reseptor batuk Batuk tonsilofaringitis Detritus (+) Kripta melebar Tonsil membesar (T3) Rangsang pembentukan IgE Sel mast aktif Sakit tenggorokan Menuju nasofaring Iritasi tonsil dan faring Sel mast Produksi histamin vasodiltasi

Penyebaran limfogen Proses inflamasi Mediator inflamasi berkerja: IL1, IL6, TNF-Alfa Asam arakhidonat Darah menumpuk Konka hiperemis Produksi PGE2 Set point di hipotalamus >>> Demam

i. Bagaimana manifestasi klinik dari kasus ini? Rinitis Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian memasuki stadium pertama yang biasanya terbatas tiga hingga lima hari. Pada stadium ini timbul bersin berulangulang, hidung tersumbat, sekret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid, lebih kental dan lengket. Biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

32

Penyakit dapat berakhir pada stadium pertama, namun pada kebanyakan pasien penyakit berlanjut ke stadium invasi bakteri yang ditandai dengan suatu rinore purulen, sumbatan di hidung bertambah, demam, sensasi kecap dan bau berkurang dan sakit tenggorokan. Stadium ini dapat berlangsung hingga dua minggu. Rinovirus tidak menyebabkan terjadinya kerusakan epitel mukosa hidung, sedangkan adenovirus dapat menimbulkan kerusakan epitel mukosa hidung.

Tonsilitis Tonsillitis Streotokokus grup A harus dibedakan dri difteri, faringitis non bacterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda yang ditemukandalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40o celcius, nyeri tenggorok dannyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhutubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri ditelinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapatdetritus berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibulamembengkak dan nyeri tekan.

Faringitis a) Virus Jarang ditemukan tanda dan gejala yang spesifik. Faringitis yang disebabkan oleh virus menyebabkan rhinorrhea, batuk, dan konjungtivitis. Gejala lain dari faringitis penyebab virus yaitu demam yang tidak terlalu tinggi dan sakit kepala ringan. Pada penyebab rhinovirus atau coronavirus, jarang terjadi demam, dan tidak terlihat adanya adenopati servikal dan eksudat faring. Pada penyebab virus influenza, gejala klinis bisa tampak lebih parah dan biasanya timbul demam, myalgia, sakit kepala, dan batuk. Pada penyebab adenovirus, terdapat demam faringokonjungtival dan eksudat faring. Selain itu, terdapat juga konjungtivitis. Pada penyebab HSV, terdapat inflamasi dan eksudat pada faring, dan dapat ditemukan vesikel dan ulkus dangkal pada palatum molle.

33

Pada penyebab coxsackievirus, terdapat vesikel-vesikel kecil pada palatum molle dan uvula. Vesikel ini mudah ruptur dan membentuk ulkus dangkal putih

Pada penyebab CMV, terdapat eksudat faring, demam, kelelahan, limfadenopati generalisata, dan splenomegali. Pada penyebab HIV, terdapat demam, myalgia, arthralgia, malaise, bercak kemerahan makulopapular yang tidak menyebabkan pruritus, limfadenopati, dan ulkus mukosa tanpa eksudat. b) Bakteri

Faringitis dengan penyebab bakteri umumnya menunjukkan tanda dan gejala berupa lelah, nyeri/pegal tubuh, menggigil, dan demam yang lebih dari 380C. Faringitis yang menunjukkan adanya mononukleosis memiliki pembesaran nodus limfa di leher dan ketiak, tonsil yang membesar, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, pembesaran limpa, dan inflamasi hati.

Pada penyebab streptokokus grup A, C, dan G, terdapat nyeri faringeal, demam, menggigil, dan nyeri abdomen. Dapat ditemukan hipertrofi tonsil, membran faring yang hiperemik, eksudat faring, dan adenopati servikal. Batuk tidak ditemukan karena merupakan tanda dari penyebab virus.

Pada penyebab S. Pyogenes, terdapat demam scarlet yang ditandai dengan bercak kemerahan dan lidah berwarna stoberi. Pada penyebab bakteri lainnya, ditemukan adanya eksudat faring dengan atau tanpa tanda klinis lainnya.

j. Bagaimana tata laksana (indikasi, kontra indikasi) dari kasus ini? Dalam kasus ini penyebab infeksi belum diketahui, maka dari itu diperlukan kultur apusan tenggorok untuk menentukan tatalaksana yang tepat. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi absolut: a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardio-pulmoner.

34

b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase. c)Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam. d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi. Indikasi Relatif: a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat. b) Halitosis akibat Tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis. c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten (Kartika, 2008). Kontraindikasi tonsilektomi : Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat (Kartika, 2008). Jika penyebabnya adalah virus tidak dianjurkan untuk diberikan antibiotik,

cukup dengan istirahat yang cukup dan pemberian cairan yang sesuai. Juga dapat diberikan obat kumur (gargles) dan obat hisap (lozenges) untuk meringankan nyeri tenggorokan. Jika penyebabnya adalah bakteri, infeksi streptokokus grup A merupakan satu-

satinya faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam pemberian antibiotik. Antibiotik yang dipakai adalah o o penisilin V oral 15-30 mg/kkBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari benzatin penisilin G IM tunggal dengan dosis 600.000 UI (BB<30 kg) dan

1.200.000 UI (BB>30kg) o o amoksisilim 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 dalam 6 hari eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40

mg/kgBB/hari dengan pemberian 2, 3 atau 4 kali perhari selama 10 hari o azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut
35

k. Bagaimana pencegahan dari kasus ini? Primer: a. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan b. Cuci tangan setelah melakukan kontak dengan penderita c. Pemberian imunisasi influensza d. Meningkatkan imunitas tubuh dengan konsumsi makanan bergizi e. Mengkonsumsi vitamin Sekunder: f. Pengobatan yang adekuat g. Meningkatkan imunitas h. Istirahat yang cukup i. Menghindari infeksi berulang j. Menghindari factor resiko yang menyebabkan komplikasi

l. Bagaimana komplikasi dari kasus ini? 1. Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A. 2. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga. 3. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid. 4. Laringitis 5. Sinusitis 6. Rhinitis m. Bagaimana prognosis dari kasus ini? Jika pengobatan diberikan sesuai dan adekuat, serta usaha meningkatkan imunitas dengan monitoring adalah baik maka prognosisnya baik.
36

Vital

: Dubia ad Bonam : Dubia ad Bonam

Fungsional

n. Bagaimana KDU dari kasus ini? Tingkat kemampuan 4 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

IV.

HIPOTESIS Panji, 6 tahun mengalami rhinotonsilofaringitis.

V.

KERANGKA KONSEP
Panji 6 tahun terpapar mikroorganisme Infeksi Berulang

Pelepasan mediator inflamasi

Jaringan parut

Demam

Hiperemis

Konka inferior edema

Sekresi mukus meningkat

Kerusakan jaringan di tonsil

Kripta melebar

Batuk

Pilek

Nyeri

Detritus

Tonsil melebar (T3-T3 Sakit Tenggorokan

37

VI.

SINTESIS 1. Anatomi & histologi THT pada anak Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. Telinga Tengah Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.

38

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. Telinga Dalam Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan
39

Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak

Hidung Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan

40

menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut: Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana. Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung yaitu sinus

berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis

maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ). Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

41

Tenggorokan

Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: - Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adams apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.

42

Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

- Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I. - Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

HISTOLOGI Telinga

Telinga luar meliputi pinna (telinga terlihat, sebagian besar terdiri dari kulit dan tulang rawan) dan saluran telinga. Lapisan terakhir dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin bertingkat. Lapisan ini berbeda dari kulit karena memiliki (ear-wax) kelenjar
43

ceruminous. Telinga tengah pada dasarnya saluran, yang menghubungkan tabung eustacian dengan orofaring. Bagian ini dilapisi oleh epitel skuamosa non-keratin sangat tipis berlapis. Spanning ruang telinga tengah adalah tiga tulang telinga tengah, maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi).

Gendang telinga adalah selaput tipis yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Ini adalah jaringan yang berlapis, dengan epitel skuamosa bertingkat keratin menghadap ke telinga luar, non-keratin epitel skuamosa bertingkat yang menghadap ke telinga tengah, dan lapisan yang sangat tipis jaringan ikat di antara keduanya.

Telinga dalam

merupakan pengatur keseimbangan,berikut bagian yang mengatur keseimbangan tersebut :


Posisi kepala (yaitu, gravitasi, juga percepatan linier) yang diatur oleh organ otolith dari

saccule dan utricle. Rotasi kepala (yaitu, percepatan sudut) diatur oleh krista ampularis dari kanalis semisirkularis. Mendengar diatur oleh organ Corti dalam media scala dari koklea.
44

o Semua

pengaturan dari beberapa telinga bagian dalam merupakan tipe sel

mechanoreceptor sama, sel-sel rambut epitel.


o Sel-sel rambut yang terletak di dalam sebuah ruang yang bentuknya sangat rumit yang

disebut labirin membran.


o Labirin membranosa diisi dengan cairan khusus yang disebut endolymph, disekresikan

oleh sel-sel vascularis stria. Endolymph secara substansial berbeda dari semua cairan tubuh lainnya dan menyediakan lingkungan cairan khusus untuk sel-sel rambut
o Labirin membranosa merupakan penghubung antara koklea, saccule, utricle, dan kanal

berbentuk setengah lingkaran.


o Labirin membranosa yang terletak di dalam tulang labirin. o Perilymph mengisi ruangan dari tulang labirin disekitar labirin membranosa.

Rongga Hidung

Vestibulum Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul.

Fosa Nasalis Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah celah kecil yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi. Sinus Paranasal Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus sinus ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang lubang kecil.

Tenggorokan
45

Adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. di dalam lamina propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang rawan yang lebih kecil seperti, epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung aritenoid merupakan tulang rawan elastic.

Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.

2. Rhinotonsilofaringitis Rhinotonsilofaringitis adalah kumpulan gejala peradangan pada saluran nafas atas yang terdiri dari rhinitis, tonsillitis dan faringitis. Peradangan yang terjadi diakibatkan adanya infeksi dari bakteri ataupun virus yang ditularkan melalui udara. Anak-anak biasanya terpapar lebih sering akibat faktor imunitas yang belum berkembang secara matang. 1. Rhinitis Pada anak-anak, infeksi pada hidung biasanya diawali oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
46

sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis. Mikroorganisme penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non-spesifik, bakteri spesifik dan jamur

Epidemiologi Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25% atau lebih dari 600 juta penderitadari seluruh etnis dan usia. Di Amerika Serikat, lebih dari 40 juta warganya menderita rhinitis alergi. Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, sedangkan pada dewasa prevalensi r hinitis alergi laki -laki sama dengan perempuan. Sekitar 80% kasus rhnitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun. Insiden rhinitis alergi pada anak -anak 40% dan menurun sejalan dengan usia. Di Indonesia belum ada angka yang pasti, tetapi di Bandung prevalensi rhinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi (5.8%).

Patofisiologi Rhinitis alergi diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti oleh reaksi alergi. Pada kontak pertama dengan alergen (sensitisasi), makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC (antigen Presenting Cell) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk sebuah kompleks yang dipresentasikan pada sel Th0. Kemudian APC akan melepas sitokin yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 ini akan menghasilkan beberapa sitokin yang reseptornya dapat diikat oleh permukaan limfosit B sehingga menjadi aktif dan memproduksi IgE. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi mastosit dan basofil akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamine. Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
47

2. Tonsilitis Tonsilitis adalah perdangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin Waldayer. Penyebaran infeksi melalui udara, tangan, dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.

Tonsilitis Akut a. Tonsilitis Viral Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Terapi: istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika gejala berat.

b. Tonsilitis Bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streprokokus hemolitikus. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Masa inkubasi bakteri ini 24 hari, gejala dan tanda adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri di telinga. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Terapi: antibiotika spectrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung disinfektan. Komplikasi: Pada anak sering terjadi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis serta septicemia akibat ingeksi v. Jugularis interna. Hipertrofi tonsil mengakibatkan pasien tidur dengan mendengkur dan gangguan tidur.

3. Faringitis
48

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A Streprokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menyebabkan demam reumatik. Bakteri ini banyak menyerang anak-anak di bawah usia 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidng dan luka (droplet infection).

Faringitis Akut a. Faringitis viral Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Gejala yang timbul adalah rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan faring tampak faring dan tonsil hiperemis. Terapi: istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap

b. Faringitis bacterial Infeksi grup A Streprokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda berupa nyeri kepala hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tonsil terdapat pembesaran tonsil, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak ptechie pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. Terapi: antibiotic diberikan apabila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streprokokus hemolitikus. Penicilin G Benzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dam pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari. Kortikosteroid: deksamentosa 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0.08-0.30 mg/kgBB, IM 1 kali. Analgetika dan kumur dengan air hangat atau antiseptik.
49

c. Faringitis fungal Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda adalah keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Terapi: Nystasin 100.000-400.000 2 kali/hari dan analgetika

VII.

KESIMPULAN Panji, 6 tahun mengalami rhinotonsilofaringitis.

50

DAFTAR PUSTAKA Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC. Ganong WF, 2003, Review of Med. Phys, 21sd Ed., Guyton A.C., and Hall JE. 2000. Textbook of Med. Phys, 10th Ed. Saunders Philadelphia. Guyton A.C., and Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 864-8. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: FKUI https://www.crnbc.ca/Standards/CertifiedPractice/Documents/FirstCall/712PediatricPharyngo tonsillitisDST.pdf http://emedicine.medscape.com/article/967384-overview#a0156

51

Anda mungkin juga menyukai