TENTANG HUKUM MENEMPELKAN FOTO/GAMBAR SESEORANG PADA SAMPUL AL-QURAN DAN SURAT TERTENTU DARI AL-QURAN
Dengan memohon taufiq dan inayah dari Allah s.w.t, Majelis Fatwa Dewan Dawah Islamiyah Indonesia setelah:
Menimbang: 1. Banyaknya pandangan/pendapat yang berkembang di tengah masyarakat berkaitan dengan pencetakan al-Quran dan kumpulan surat tertentu dari al-Quran dengan menyertakan foto seseorang dilengkapi jabatan-jabatan, visi-misi atau embel-embel lain, di sampul dalam atau sampul luar al-Quran.
2. Timbulnya peluang pertentangan (friksi) yang lebih luas di tubuh ummat, dan berpotensi mengancam keutuhan ukhuwah Islamiyah sesama elemen bangsa yang tidak mustahil ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu dan/atau golongan lain.
3. Timbulnya indikasi dan peluang dari dan oleh sebagian masyarakat yang mengarah kepada usaha penyalahgunaan nilai-nilai luhur kitab suci al-Quran, Sunnah Rasul s.a.w dan jejak Salafus Shalih, sehingga menempatkan nilai keagungan Quran menjadi murah dan mudah dicetak oleh/atas nama siapapun, tanpa pengawasan resmi dari pemerintah, sesuai undang-undang yang berlaku.
4. Al-Quran adalah kitab suci dan pedoman ummat Islam secara universal yang tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan lokal dan sesaat untuk mencari keuntungan duniawi, di luar kepentingan Allah s.w.t.
5. Dampak negatif pengidolaan seseorang/tokoh tertentu, sehingga melahirkan kultus individu yang ditentang keras oleh agama, karena bertentangan dengan prinsip- prinsip tauhid dan asas fundamental syariat Islam yang menolak sikap ghuluw (berlebih-lebihan), ifrath dan tafrith (melewati batas).
Mengingat: 1. Larangan memperjual-belikan ayat-ayat al-Quran untuk kepentingan duniawi.
Janganlah kalian memperjual-belikan ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah. Dan hanya kepada-Kulah kalian takut. (al-Baqarah:41)
Larangan dalam ayat ini berlaku umum, yaitu bagi siapa saja yang memperjual- belikan ayat-ayat Allah untuk mendapatkan keuntungan duniawi. Mereka tidak akan memperoleh ridha Allah, bahkan akan mendapat adzab Allah di dunia dan di akhirat. (sumber: Tafsir as-Sudy,Hasan al-Bashr dan Imam Ibnul Mubrak)
2. Larangan ghuluw (berlebih-lebihan).
Katakanlah: "wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kalian) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (an-Nis:171).
Ghuluw bermakna berlebih-lebihan, baik dalam menghormati seseorang, menambah dan mengurangi syariat Allah, melakukan penyimpangan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. (sumber: al-Iqtidh, Imam Ibnu Taymiyah, 1/289), seperti ditunjukan oleh riwayat:
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , ) / ( , , ) / ( , ) / ( Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan dalam agama (sebab sudah lengkap), sesungguhnya yang merusak ummat sebelum kalian disebabkan berlebih-lebihan dalam agama. (HR. Nasi, Kitbul Mansik [5/268], Ibnu Mjah, Kitbul Mansik [2/1008], Ahmad [1/347]) Abdullh bin as-Syakhkhr dan Anas bin Mlik radhiyal-lhu anhum meriwayatkan: sekelompok orang dari Bani mir datang kepada Rasulullah s.a.w dan menyanjung beliau dengan ucapan: _ _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ : _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Engkau adalah penghulu kami, riwayat lain: wahai orang yang terbaik di antara kami, anak orang yang paling baik kami. Penghulu kami, putera penghulu kami. Ucapan ini ditentang keras oleh Nabi s.a.w dengan sabdanya: _ _ _ _ _ , _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ _ __ _ __ _ __ _ _ , _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ) ( , ) / ( , ) / ( , ) / ( , ) ( , ) ( , . Wahai sekalian manusia, katakanlah yang sewajarnya, jangan kalian tergoda oleh syetan. Aku ini Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian menyanjungku melebihi yang sudah ditetapkan oleh Allah bagiku. (HR. Nas dalam Amalul Yaum wal Lailah [248-249], Ahmad [3/241,249,153], Ibnu Hibbn [8/46], Abu Nam dalam al-Hilyah [6/252], Imam al-Llikiy dalam Syarah Ushul al-Itiqd [2675], dishahihkan oleh Imam Abdul Hdi dalam as-Shrim [246] 3. Larangan pengkultusan sesuatu:
_ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ ____ _ ) : ( Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa`, yaghuts, ya`uq dan nasr". (Nuh:23).
Imam Bukhari menjelaskan: kelima nama tersebut dahulunya adalah orang-orang shalih di kalangan ummat Nabi Nuh a.s. Tatkala tokoh-tokoh itu sudah wafat, syetan membisikan kepada kaum Nuh a.s supaya dibuatkan patung/berhala di majlis-majlis yang biasa mereka hadiri, dengan diberi nama kelima tokoh/orang shalih tersebut. Mereka mengatakan: andaikan kita gambar mereka, maka akan menambah kerinduan kita untuk beribadah sewaktu menyebut nama-nama mereka. Dan mereka pun menggambarnya. (HR.Bukhari dan yang lainnya, al-Fath. Kitab at-Tafsir, bab: wadd wal suw wal yaghts wa yaq wa nasr)
4. Larangan riya dan sumah dalam beramal:
_ _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , . - : . ) / ( : ) ( : , , ] [ , ) / ( Siapa yang suka memperdengarkan jasa-jasanya, niscaya Allah akan memperdengarkan keburukan-keburukannya. Dan siapa yang suka memperlihatkan kebaikannya, niscaya Allah akan memperlihatkan keburukannya. (HR. Bukhari [4/6134], Muslim [no:2986]. Turmudzi [4/2488] dari Abu Sad al- Khudri)
5. Larangan untuk mengerjakan sesuatu yang tadinya boleh, namun berdampak buruk, maka dilarang. Qaedah Ushl mengatakan: __ __ _ _ _ _ _ _ _ __ __ _ ___ Sesuatu yang boleh, menjadi tidak boleh, kalau akan menyampaikan pada sesuatu yang tidak boleh.
_ _ _ _ __ __ _ _ _ Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengupayakan mashlahat.
Ulama Salaf mengatakan: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Sesungguhnya Allah menyukai pandangan yang jauh tatkala datang syubhat dan menyukai akal yang sempurna tatkala datang syahwat. (Ibnu Taimiyah, Majmu Fataw (20/57-78), Ibnu Katsr, Bidyah wa an-Nihyah (1/364)
6. KUHP Pasal 156 A tentang penodaan agama 7. UU No I PNPS/65 Jo UU no 5 tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
MEMUTUSKAN Menetapkan: 1. Menempelkan gambar/foto seseorang di dalam atau bagian luar al-Quran, tergolong perbuatan bidah yang berpotensi merusak amal seseorang, mengurangi keikhlasan dan menyalahi perbuatan Rasul s.a.w, para sahabat dan Salafus Shalih.
2. Menempelkan gambar/foto pada cetakan al-Quran dan kumpulan surat tertentu dari al-Quran tergolong sikap ghuluw (berlebih-lebihan), ifrath dan tafrith (melewati batas) yang dapat menjerumuskan seseorang kepada kemusyrikan dan bidah.
3. Menempelkan gambar/foto seseorang di dalam maupun di sampul bagian luar cetakan al-Quran, mengarah pada penodaan agama dan dapat dijerat oleh KUHP Pasal 156 A dan UU no.5/1969.
4. Mendesak pemerintah untuk secara ketat melakukan pengawasan dalam pencetakan al-Quran dan segera mencabut dari peredaran, al-Quran dengan tempelan gambar/foto tersebut.
5. Mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menerbitkan fatwa bersama antara Ormas/Lembaga Islam dan mensosialisasikannya ke segenap lapisan ummat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Ditetapkan : Jakarta Pada Tanggal : 07 Jum.Ula 1426 H 14 Juni 2005 M MAJELIS FATWA DEWAN DAWAH ISLAMIYAH INDONESIA
Drs.H. Dahlan Bashri, M.A H. Syariful Alamsyah, Lc Ketua Sekretaris