Anda di halaman 1dari 4

F A T W A

MAJELIS FATWA DEWAN DAWAH ISLAMIYAH INDONESIA


NOMOR : 11/MF-DD/VI/1426/2005

TENTANG
HUKUM MENEMPELKAN FOTO/GAMBAR SESEORANG
PADA SAMPUL AL-QURAN DAN
SURAT TERTENTU DARI AL-QURAN

Dengan memohon taufiq dan inayah dari Allah s.w.t, Majelis Fatwa Dewan Dawah
Islamiyah Indonesia setelah:

Menimbang:
1. Banyaknya pandangan/pendapat yang berkembang di tengah masyarakat berkaitan
dengan pencetakan al-Quran dan kumpulan surat tertentu dari al-Quran dengan
menyertakan foto seseorang dilengkapi jabatan-jabatan, visi-misi atau embel-embel
lain, di sampul dalam atau sampul luar al-Quran.

2. Timbulnya peluang pertentangan (friksi) yang lebih luas di tubuh ummat, dan
berpotensi mengancam keutuhan ukhuwah Islamiyah sesama elemen bangsa yang
tidak mustahil ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu dan/atau
golongan lain.

3. Timbulnya indikasi dan peluang dari dan oleh sebagian masyarakat yang mengarah
kepada usaha penyalahgunaan nilai-nilai luhur kitab suci al-Quran, Sunnah Rasul
s.a.w dan jejak Salafus Shalih, sehingga menempatkan nilai keagungan Quran
menjadi murah dan mudah dicetak oleh/atas nama siapapun, tanpa pengawasan
resmi dari pemerintah, sesuai undang-undang yang berlaku.

4. Al-Quran adalah kitab suci dan pedoman ummat Islam secara universal yang tidak
boleh ditunggangi oleh kepentingan lokal dan sesaat untuk mencari keuntungan
duniawi, di luar kepentingan Allah s.w.t.

5. Dampak negatif pengidolaan seseorang/tokoh tertentu, sehingga melahirkan kultus
individu yang ditentang keras oleh agama, karena bertentangan dengan prinsip-
prinsip tauhid dan asas fundamental syariat Islam yang menolak sikap ghuluw
(berlebih-lebihan), ifrath dan tafrith (melewati batas).

Mengingat:
1. Larangan memperjual-belikan ayat-ayat al-Quran untuk kepentingan duniawi.

Janganlah kalian memperjual-belikan ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah.
Dan hanya kepada-Kulah kalian takut. (al-Baqarah:41)

Larangan dalam ayat ini berlaku umum, yaitu bagi siapa saja yang memperjual-
belikan ayat-ayat Allah untuk mendapatkan keuntungan duniawi. Mereka tidak
akan memperoleh ridha Allah, bahkan akan mendapat adzab Allah di dunia dan di
akhirat. (sumber: Tafsir as-Sudy,Hasan al-Bashr dan Imam Ibnul Mubrak)

2. Larangan ghuluw (berlebih-lebihan).

Katakanlah: "wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui
batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian
mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kalian)
dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari
jalan yang lurus." (an-Nis:171).

Ghuluw bermakna berlebih-lebihan, baik dalam menghormati seseorang,
menambah dan mengurangi syariat Allah, melakukan penyimpangan pemahaman
dan pengamalan ajaran Islam. (sumber: al-Iqtidh, Imam Ibnu Taymiyah, 1/289),
seperti ditunjukan oleh riwayat:

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ,
) / ( , , ) / ( , ) / (
Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan dalam agama (sebab sudah lengkap),
sesungguhnya yang merusak ummat sebelum kalian disebabkan berlebih-lebihan
dalam agama. (HR. Nasi, Kitbul Mansik [5/268], Ibnu Mjah, Kitbul
Mansik [2/1008], Ahmad [1/347])
Abdullh bin as-Syakhkhr dan Anas bin Mlik radhiyal-lhu anhum
meriwayatkan: sekelompok orang dari Bani mir datang kepada Rasulullah s.a.w
dan menyanjung beliau dengan ucapan:
_ _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ : _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Engkau adalah penghulu kami, riwayat lain: wahai orang yang terbaik di antara
kami, anak orang yang paling baik kami. Penghulu kami, putera penghulu kami.
Ucapan ini ditentang keras oleh Nabi s.a.w dengan sabdanya:
_ _ _ _ _ , _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ _ __ _ __ _ __ _ _ , _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ) ( ,
) / ( , ) / ( , ) / ( ,
) ( , ) ( , .
Wahai sekalian manusia, katakanlah yang sewajarnya, jangan kalian tergoda oleh
syetan. Aku ini Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian
menyanjungku melebihi yang sudah ditetapkan oleh Allah bagiku. (HR. Nas dalam
Amalul Yaum wal Lailah [248-249], Ahmad [3/241,249,153], Ibnu Hibbn [8/46], Abu
Nam dalam al-Hilyah [6/252], Imam al-Llikiy dalam Syarah Ushul al-Itiqd [2675],
dishahihkan oleh Imam Abdul Hdi dalam as-Shrim [246]
3. Larangan pengkultusan sesuatu:

_ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ ____ _ ) : (
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kalian dan jangan sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd,
dan jangan pula suwaa`, yaghuts, ya`uq dan nasr". (Nuh:23).

Imam Bukhari menjelaskan: kelima nama tersebut dahulunya adalah orang-orang
shalih di kalangan ummat Nabi Nuh a.s. Tatkala tokoh-tokoh itu sudah wafat,
syetan membisikan kepada kaum Nuh a.s supaya dibuatkan patung/berhala di
majlis-majlis yang biasa mereka hadiri, dengan diberi nama kelima tokoh/orang
shalih tersebut. Mereka mengatakan: andaikan kita gambar mereka, maka akan
menambah kerinduan kita untuk beribadah sewaktu menyebut nama-nama mereka.
Dan mereka pun menggambarnya. (HR.Bukhari dan yang lainnya, al-Fath. Kitab
at-Tafsir, bab: wadd wal suw wal yaghts wa yaq wa nasr)

4. Larangan riya dan sumah dalam beramal:

_ _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , . - : . ) / (
: ) ( : , , ] [ ,
) / (
Siapa yang suka memperdengarkan jasa-jasanya, niscaya Allah akan
memperdengarkan keburukan-keburukannya. Dan siapa yang suka
memperlihatkan kebaikannya, niscaya Allah akan memperlihatkan keburukannya.
(HR. Bukhari [4/6134], Muslim [no:2986]. Turmudzi [4/2488] dari Abu Sad al-
Khudri)

5. Larangan untuk mengerjakan sesuatu yang tadinya boleh, namun berdampak buruk,
maka dilarang. Qaedah Ushl mengatakan:
__ __ _ _ _ _ _ _ _ __ __ _ ___
Sesuatu yang boleh, menjadi tidak boleh, kalau akan menyampaikan pada sesuatu
yang tidak boleh.

_ _ _ _ __ __ _ _ _
Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengupayakan mashlahat.

Ulama Salaf mengatakan:
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Sesungguhnya Allah menyukai pandangan yang jauh tatkala datang syubhat dan
menyukai akal yang sempurna tatkala datang syahwat. (Ibnu Taimiyah, Majmu
Fataw (20/57-78), Ibnu Katsr, Bidyah wa an-Nihyah (1/364)

6. KUHP Pasal 156 A tentang penodaan agama
7. UU No I PNPS/65 Jo UU no 5 tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama.

MEMUTUSKAN
Menetapkan:
1. Menempelkan gambar/foto seseorang di dalam atau bagian luar al-Quran,
tergolong perbuatan bidah yang berpotensi merusak amal seseorang, mengurangi
keikhlasan dan menyalahi perbuatan Rasul s.a.w, para sahabat dan Salafus Shalih.

2. Menempelkan gambar/foto pada cetakan al-Quran dan kumpulan surat tertentu
dari al-Quran tergolong sikap ghuluw (berlebih-lebihan), ifrath dan tafrith
(melewati batas) yang dapat menjerumuskan seseorang kepada kemusyrikan dan
bidah.

3. Menempelkan gambar/foto seseorang di dalam maupun di sampul bagian luar
cetakan al-Quran, mengarah pada penodaan agama dan dapat dijerat oleh KUHP
Pasal 156 A dan UU no.5/1969.

4. Mendesak pemerintah untuk secara ketat melakukan pengawasan dalam pencetakan
al-Quran dan segera mencabut dari peredaran, al-Quran dengan tempelan
gambar/foto tersebut.

5. Mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menerbitkan fatwa bersama
antara Ormas/Lembaga Islam dan mensosialisasikannya ke segenap lapisan ummat
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Ditetapkan : Jakarta
Pada Tanggal : 07 Jum.Ula 1426 H
14 Juni 2005 M
MAJELIS FATWA
DEWAN DAWAH ISLAMIYAH INDONESIA




Drs.H. Dahlan Bashri, M.A H. Syariful Alamsyah, Lc
Ketua Sekretaris

Anda mungkin juga menyukai