1 Latar Belakang Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002:178). Sebab-sebab dari retensio plasenta : a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : a. b. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva). Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritonium (plasenta akreta-perkreta) (Prawirohardjo, S. 2002:656-657). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inserasio plasenta) (Prawirohardjo, S. 2002:656-657) Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta (Manuaba, 1GB. 1998 : 301). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan dapat terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma.
Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus, bahaya infeksi dan dapat terjadi inversio uteri. Bidan sebagai tenaga terlatih di klinik terdepan sistem pelayanan kesehatan dapat mengambil sikap dalam menghadapi retensio plasenta sebagai berikut: 1. Sikap Umum Bidan a. Memperhatikan keadaan umum penderita : Apakah anemis Bagaimana jumlah perdarahannya Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi dan suhu. Keadaan fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus uteri Apakah plasenta dengan perdarahan Melakukan tes plasenta lepas
2. Sikap Khusus Bidan a. Retensio plasenta dengan perdarahan langsung melakukan plasenta manual Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita, segera memasang infus dan memberikan cairan Merujuk penderita ke pusat fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Memberkan transfusi Proteksi dengan antibiotika Mempersiapkan plasenta manual dengan letargis dalam keadaan pengaruh narkosa (Manuaba, IGB. 1998 : 300) 1.2 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Kebidanan pada ibu post partum dengan retensio plasenta. b. Retensio plasenta tanpa perdarahan
1.3.2
Tujuan Khusus Mahasiswa mampu melakukan pengkajian untuk memperoleh data subjektif dan data objektif Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa atau masalah secara teliti berdasarkan data yang benar Mahasiswa mampu mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin dapat terjadi dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi Menilai adanya kebutuhan untuk intervensi segera atau tindakan konsultasi atau kolaborasi berdasarkan kondisi klien Mahasiwa mampu membuat rencana tindakan berdasarkan diagnosa atau masalah Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan sesuai rencana yang dibuat. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan.
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Retensio Plasenta 2.1.1 Pengertian Retensio plasenta adalah placenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Ilmu Kebidanan, 2002:656). Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi (Subroto, 1987:346). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir (pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2002:178). Jenis-jenis retensio plasenta : a. Plasenta adhesive adalah : implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta kegagalan fisiologis b. Plasenta akreta adalah : Implantasi miometrium c. Plasenta inkreta adalah : implantasi jonjot korion plasenta yang menembus d. Plasenta Prekreta adalah : lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. implantasi jonjot korion plasenta yang menembus e. Plasenta inkarserata adalah : lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178). jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan sehingga menyebabkan separasi mekanisme
Berdasarkan prognosa dan perawatannya, maka retensio plasenta dibagi : 1. Retensio plasenta tanpa perdarahan Terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas atau seluruh plasenta malah sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim. 2. Retensio plasenta dengan perdarahan Menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang sudah lepas, sedangkan bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi uterus tidak sempurna (Subroto, 1987:347). 2.1.2 Etilogi Sebab retensio plasenta ada 2: 1. Sebab fungsional His yang kurang kuat (sebab utama) atau plasenta sulit lepas karena tempat melekatnya kurang menguntungkan seperti disudut tuba atau karena bentuknya luar biasa seperti plasenta membranosea. 2. Ukuran plasenta sangat kecil (Sarwono, P. Ilmu Bedah Kebidanan. 2002:163) Sebab retensio plasenta ada 2 : 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus. Etiologi : a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive) b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desi dua sampai miometrium sampai dibawah peritonium (plasenta akreta perkreta) 2. Plasenta sah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar. Etiologi : Tidak adanya usaha untuk melahirkan / karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (Inkarserasio plasenta) (Sarwono, P. Ilmu kebidanan. 2002:656-657)
Sebab Retensio Plasenta 1. Atonia uteri, sebagai lanjutan inertio yang sudah ada sebelumnya / yang terjadi pada kala III Misalnya partus lama, permukaan narkose dan sebagainya. 2. Pimpinan kala III yang salah Memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan sebagainya. 3. Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan retraction ring), hour glass contraction. 4. Plasenta yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta yang prematur, immature atau plasenta membranacea) 5. Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam : a. Plasenta akreta b. Plasenta increta c. Plasenta perkreta 6. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta / sebagian plasenta sukat lepas: a. plasenta fenestrata b. Plasenta membranacea c. Plasenta bilabata, plasenta succenturiota, plasenta spuria (Subroto, 1987 : 347-348) Dari berbagai sumber buku yang menyebutkan beberapa penyebab dari retensio plasenta, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab retensio plasenta adalah sebagai berikut : 1. HIS / usaha kontraksi uterus yang kurang kuat 2. Perlekatan plasenta pada dinding uterus, dimana semakin dalam plasenta melekat pada dinding uterus maka sebakin besar usaha yang diperlukan untuk mengeluarkannya. 3. Piampinan kala III yang salah 4. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta sukar lepas.
2.1.3
Patofisiologi Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi. pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang (TMA Chalik, 1998 : 166).
2.1.4
Tanda Dan Gejala 1. Separasi / Akreta Parsial a. Konsistensi uterus kenyal b. TFU setinggi pusat c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedang banyak e. Tali pusat terjulur sebagian f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta lepas sebagian h. Syok sering 2. Plasenta Inkarserata a. Konsistensi uterus keras b. TFU 2 jari bawah pusat c. Bentuk uterus globular d. Perdarahan sedang e. Tali pusat terjulur f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta sudah lepas h. Syok jarang 3. Plasenta Akreta a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat c. Bentuk uterus discoid d. Perdarahan sedikit / tidak ada e. Tali pusat tidak terjulur f. Ostium uteri terbuka g. Separasi plasenta melekat seluruhnya h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat. (Prawirohardjo, S. 2002 : 178) 2.1.5 Komplikasi 1. Perdarahan 2. Infeksi karena sebagai benda mati 3. Dapat terjadi plasenta inkarserata 4. Terjadi polip palsenta 5. Terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma 6. Syok neurogenik (Manuaba, IGB. 1998 : 300) 2.1.6 Diagnosa Ibu post partum dengan retensio plasenta. 2.1.7 Penanganan 1. Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal : infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS, bila kasus berasal dari luar Rumah Sakit 2. Bila terjadi perdarahan : lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. 3. Cara untuk melahirkan plasenta : a. Cara dari luar : dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal :
1. Cara Calkins Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain melakukan massage pada fundus uteri dan mendorong ringan. Dengan massage pada fundus uteri dan tarikan ringan, maka plasenta dapat dilahirkan. 2. Cara Williams 3. Cara Dublin b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose) Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong ke dalam cavum uteri, melepaskan dari insertio dan mengeluarkannya. Semua tindakan intrauterin seperti palsenta manual harus dilakukan narcose yang dalam. c. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalampun tangan tak dapat masuk dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya. d. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia. Tindakan pada retensio plasenta : 1. Pasang infus dan transfusi bila perlu 2. Kosongkan kandung seni 3. Periksa dari luar apakah tahap separasi telah terjadi, untuk mengetahui ini dapat dipakai teknik : klien, kutaner/strasman. 4. Bila Plasenta telah lepas maka plasenta dapat dilahirkan secara : Calkins Brandt Andrew
5. Bila plasenta belum lepas maka plasenta dilahirkan secara manual. (Subroto, 1987 : 348) 2.1.8 Planning 1. Sikap Umum Bidan
a. Memperhatikan keadaan umum penderita Apakah anemis Bagaimana jumlah perdarahannya Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi dan suhu Keadaan fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus uteri. Apakah plasenta inkarserata melakukan tes plasenta lepas : metode kusnert, metode klein, metode strassman, metode manuaba. c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti 2. Sikap Khusus Bidan a. Retensio plasenta dengan perdarahan Langsung melakukan plasenta manuaL Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infus dan memberikan cairan. Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Memberikan transfusi Proteksi dengan antibiotika Mempersiapkan plasenta manual dengan letargis dalam keadaan pengaruh narkosa. 3. Upaya Preventif Rentensio Plasenta oleh Bidan a. Meningkatkan penerimaan KB, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih c. Pada waktu menolong persalinan kala III tidak diperkenankan melakukan massage dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta plasnta. karena massage yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan b. Retensio plasenta tanpa perdarahan
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN RETENSIO PLASENTA 2.2.1 Pengkajian 1. Biodata Biodata ini meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, penghasilan, alamat. Hal ini dikaji untuk mempermudah menghubungi keluarga terdekat bila dibutuhkan, 2.2.1.1 Data Subyektif
mencegah kekeliruan antar sesama klien dan untuk mengetahui sosial ekonomi klien. 2. Keluhan Utama o Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga menyebabkan timbulnya gangguan pada dirinya. o Pada pasien dengan retensio plasenta ada 2 keluhan yaitu : a. pasien dengan retensio plasenta tanpa perdarahan b. pasien retensio plasenta dengan perdarahan 3. Riwayat Menstruasi Dikaji untuk mendapatkan data reproduksi klien meliputi : menarche, HpHt, siklus haid, lama haid dan disminorhoe. Dari data tersebut didapatkan status reproduksinya baik/ada kelainan. 4. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Yang Lalu. Dikaji untuk mengetahui jumlah paritas, cara persalinan, penolong persalinan, penyulit yang menyertai persalinan dan nifas yang lalu, jumlah anak yang hidup, jumlah anak yang mati/keguguran, jenis kelamin, BB, PB dan lama meneteki. 5. Riwayat Kehamilan. Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan ANC dan telah mendapatkan berapa kali suntukan TT 6. Riwayat Persalinan Sekarang. Dikaji untuk mengetahui cara persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, penyulit yang menyertai persalinan, serta lamanya persalinan pada kala III plasenta belum lahir sampai dengan 30 menit setelah bayi lahir dan teraba kontraksi uterus yang lembek dan pada masalah plasenta yang belum keluar biasanya disertai : perdarahan yang lebih dari 500 cc ada juga yang tidak disertai perdarahan
7. Riwayat KB. Dikaji untuk mengetahui kontrasepsi yang sudah dipakai dan rencana kontrasepsi yang digunakan selanjutnya. 8. Riwayat Kesehatan.
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang pernah di derita atau sedang diderita, baik itu dari penyakit keturunan maupun menular. 9. Riwayat Psikologi. Dikaji untuk mengetahui status emosional ibu : kecemasan ketakutan kekhawatiran dengan masalah yang dihadapinya.
10. Latar Belakang Sosial Budaya Dikaji untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat. 11. Pola Kehidupan sehari-hari. 1. Pola nutrisi Dikaji untuk mengetahui jenis dan macam makanan yang di konsumsi, jumlahnya dan frekuensinya. 2. Pola aktivitas Dikaji untuk mengetahui jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari. 3. Pola istirahat Dikaji untuk mengetahui apakah ibu cukup istirahat. Normalnya ibu waktu hamil istirahat 6-8 jam dalam sehari.. Dikaji untuk mengetahui apakah proses eliminasi biu sehari-hari lancar, dan bagaimana frekuensi konsistensi dan warnanya. 2.2.1.2 Data Obyektif 1. Pemeriksaan tanda vital Pemeriksaan tanda vital dilakukan setiap kali dibutuhkan berdasarkan keadaan klien. Pemeriksaan tanda vital berfungsi sebagai pemantau keadaan klien yang mudah berubah bila terjadi gangguan pada fungsi organ. Pemeriksaan tanda vital pada pasien dengan Retensio Plasenta : a. Pemeriksaan tanda vital pada px Retensio Plasenta yang disertai perdarahan. Nadi cepat 110 x/menit atau lebih Pernapasan cepat 30 x/menit atau lebih 4. Pola eliminasi
b.
Muka tampak pucat, kulit basah Tekanan darahnya turun sistole < 90 mmHg Hb 8 gr % atau lebih produksi urin < 30 cc/jam
Pemeriksaan tanda vital pada px Retensio Plasenta tidak ada perdarahan Nadi cepat 110 x/menit atau lebih Pernapasan cepat 30 x/menit atau lebih Muka px tidak pucat Tekanan darahnya naik sistole > 90 mmHg Hb 10 gr % atau lebih
2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan sebagai data penunjang terhadap data yang digunakan untuk mencari masalah pemeriksaan fisik yang didapat akibat retensio plasenta. a. Muka b. Mata c. Mulut d. Perut e. Genetalia : : : : : keluar keringat dingin tampak pucat. konjungtiva pucat bibir pucat, lidah pucat - TFU tinggi pusat atau lebih - kontraksi uterus lembek - tampak tali pusat menjulur - disertai perdarahan lebih dari 500 cc - tidak disertai perdarahan 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang digunakan untuk memastikan diagnosa yang telah ditegakkan dan digunakan untuk mencari penyebab timbulnya masalah, didapatkan Hb kurang dari 11 gr /%. 2.2.2 Diagnosa Perdarahan akibat retensio plasenta
Data Subyektif
ibu mengatakan telah melahirkan 30 menit yang lalu dan plasenta belum lahir, keluar darah banyak sesudah melahirkan.
Genetalia
tampak
tali
pusat
menjulur
dan
Data Pendukung Data subyektif : klien mengatakan takut plasentanya belum lahir dan keluar darah banyak. Data Obyektif : ibu tampak takut dan selalu bertanya tentang keadaannya. b. Nyeri perut Data Pendukung Data subyektif : klien mengatakan perutnya mules. uterus baik. 2.2.3 Diagnosa Potensial Diagnosa potensial yang mungkin timbul pada kasus perdarahan post partum akibat retensio plasenta : 1. Potensial Syok Hipovolemik Data Pendukung Data subyektif : klien mengatakan keluar darah banyak setelah bayi lahir, kepala pusing, mata berkurangkunang, badan keringatan. Data Obyektif : tensi sistole kurang dari 100 mmHg, nadi lebih dari 100x/menit, muka keringatan, kontraksi uterus lembek dan genetalia keluar darah lebih dari 500 cc, akral teraba dingin 2. Potensial Anemia Data Obyektif : ibu tampak menahan sakit dan kontraksi
Data Pendukung Data subyektif Data Obyektif : klien mengatakan pusing, mata berkunangkunang. : muka pucat, conjungtiva pucat, bibir pucat, keluar darah lebih dari 500 cc, Hb kurang dari 11 gr %. 2.2.4 Tindakan Segera 2.2.5 Diagnosis Stabilisasi Plasenta manual, untuk kasus adhesiva simpleks Uterotonika Antibiotika Rujuk untuk kasus berat Diagnosis Stabilisasi Plasenta manual Histerektomi Tranfusi Uterotonika Antibiotika Kedaruratan Komplikasi
2.2.4.1 Di BPS
Planning Rasional : dengan diberikan cairan isotonik / elektronik dapat meningkatkan volume sirkulasi secara cepat dan dapat menyelamatkan kehidupan pasien.
2. Bantu dengan prosedur sesuai indikasi yaitu separasi manual dan penglepasan plasenta. Rasional : dengan melakukan separasi plasnta, uterus dapat berkontraksi dihentikan. dengan baik dan perdarahan dapat
3. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : oksitosin, metilergonovin malet Rasional : dengan pemberian obat-obatan dapat membantu meningkatkan kontraksi uterus, sehingga memudahkan plasenta lepas. 4. Observasi TTV : hipotensi, takikardi, perlambatan pengisisan kapiler, sianosis dasar kaku, membran mukosa dan bibir Rasional : Dengan melakukan observasi TTV kita dapat mengetahui keadaan syok / tidak.
5. Observasi intake dan output Rasional : dengan melakukan observasi intake dan output, kita dapat mengetahui seberapa besar px kehilangan dan membutuhkan cairan. 6. Plasenta keluar dalam waktu 15 menit dari mulai tindakan dilakukan. Rasional : dengan plasenta keluar perdarahan dapat segera berhenti dan kontraksi uterus membaik. 7. Pemeriksaan laboratorium Hb ulang Rasional : dengan pemeriksaan lab Hb ulang, kita dapat mengetahui kadar Hb pasien normal atau tidak. 2.2.6 Implementasi Pelaksanaan tindakan
Langkah pelaksanaan dalam asuhan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan, dalam langkah ini bidan melakukan secara mandiri dan kolaborasi dengan tim medis lain. 1. Memberikan infus dari cairan isotonik/elektronik dengan kateter 18 g. 2. Membantu dengan prosedur sesuai indikasi yaitu separasi manual dan penglepasan plasenta. 3. Memberikan obat-obatan sesuai indikasi : oksitosin, metilergonovin maleat. 4. Mengobservasi TTV : hipotensi, takikardia, perlambatan pengisian kapiler, sianosis dasar kaku, membran mukosa & bibir. 5. Mengobservasi / melakukan observasi intake dan output 6. Melakukan usaha pegeluaran plasenta 7. Melakukan pemeriksaan laboratorium Hb 2.2.7 Evaluasi S O : : ibu mengatakan plasenta sudah lahir dan sudah tidak mengeluarkan darah banyak. Plasenta lahir lengkap, perdarahan terhenti, kontraksi uterus baik, keadaan umum ibu baik dalam waktu 15 menit dengan : TD : 120/80, Nadi : 84 x/menit, Suhu : 37o C A P : : P ...... perdarahan post partum akibat retensio plasenta dapat diatasi. 1. Observasi TTV dan keadaan umum pasien 2. Observasi perdarahan, involusi uterus
PERTANYAAN PERTANYAAN DALAM DISKUSI 1. Apa yang menjadi faktor predisposisi terjadinya jenis-jenis plasenta ? 2. Mengapa pemeriksaan Hb dicantumkan dalam data obyektif dan planning ? jelaskan! 3. Apa maksud dari plasenta sebagai infeksi benda mati ?
JAWABAN DARI PERTANYAAN DIATAS 1. Jenis-jenis plasenta : a. Plasenta adhesive adalah : implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis b. Plasenta akreta adalah c. Plasenta inkreta adalah : : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. d. Plasenta Prekreta adalah : implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. e. Plasenta inkarserata adalah : tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178). Jadi faktor predisposisinya adalah semakin dalam plasenta itu melekat (implantasinya) maka separasi plasenta semakin sulit dan bisa menyebabkan trauma.
2. -
Hasil Pemeriksaan Hb yang dicantumkan dalam data objektif, merupakan pemeriksaan awal sebelum melakukan tindakan pemeriksaan selanjutnya.
Sedangkan pemeriksaan Hb yang dicantumkan dalam planning, merupakan pemeriksaan kadar Hb ulang. Waktu pemeriksaan Hb ulang dilakukan setelah semua tindakan asuhan yang direncanakan telah dilakukan, seperti : 1. Pemberian infus 2. Separasi manual 3. Pemberian obat-obatan 4. Observasi TTV
3. Plasenta sebagai infeksi benda mati, maksudnya adalah : Plasenta belum keluar selama 30 menit dan sudah tidak terdapat sirkulasi darah antara plasenta dan tubuh ibu sehingga plasenta tersebut bisa dikatakan mati. Jika plasenta itu tetap berada dalam uterus dalam keadaan mati, maka bisa menyebabkan infeksi.
BAB III SIMPULAN 1. Dari pengkajian data subyektif dan obyektif sesuai dengan teori baik keseluruhan maupun sebagian. 2. Dari pengkajian data subyektif dan obyektif dapat dibuat diagnosa / masalah secara teliti menurut teori 3. Dari diagnosa / masalah, kita dapat mengantisipasi diagnosa / masalah potensial yang mungkin dapat terjadi dari masalah / diagnosa yang telah diidentifikasi. 4. Dari diagnosa / masalah potensial, kita dapat menilai adanya kebutuhan untuk intervensi segera berdasarkan kondisi klien. 5. Dengan ditentukannya kebutuhan klien, kita dapat membuat rencana tindakan berdasarkan diagnosa / masalah. 6. Dari rencana tindakan tersebut, kita dapat melaksanakan tindakan asuhan. 7. Setelah kita melakukan tindakan, maka dapat mengevaluasi rencana tindakan dan membuat follow up.
DAFTAR PUSTAKA Hemoragi Utomo Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta. 1998 Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Subroto. 1987. Panthom. Surabaya : FK Unair
ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU POST PARTUM DENGAN RETENSIO PLASENTA
Disusun Oleh : 1. Anita Widianingsih (P 27824104043) 2. Endang Winarti 3. Fitria Jannatul L 4. Ima Dewi M 5. Pipit Indiani (P 27824104056) (P 27824104059) (P 27824104062) (P 27824104071)
SWADANA / SEMESTER IV
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Kebidanan Patologi yang berjudul RETENSIO PLASENTA dengan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu Netti Herlina, Amd.Keb, S.Pd, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, dan teman-teman semester IV Swadana Prodi Kebidanan Sutomo Surabaya yang turut serta membantu terselesaikan makalah ini. Selaku penulis, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang bersifat membangun. Harapan penulis semoga ASKEB IV Patologi yang berjudul Retensio Plasenta dapat bermanfaat bagi semuanya. Surabaya, 4 April 2006 Penulis