Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN TERORISME, NII, AHMADIYAH, JIL, YAHUDI AMERIKA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh : Dena Anugrah 1005296

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2011

HUBUNGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN TERORISME, NII, AHMADIYAH, JIL, YAHUDI AMERIKA

A. Ideologi Pancasila Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. Kata idea berasal dari bahasa Yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Logos berarti ilmu. secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, atau ajaran-ajaran tentang pengertian dasar. Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia, sehingga tidak heran bagi sebagian rakyat Indonesia bahwa Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga merupakan ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti bahwa Pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan, begitu juga dengan ideologi Pancasila. Masyarakat yang dicita-citakan dalam ideologi Pancasila adalah masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bertsatu dalam suasana perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa Pancasila bukan hanya sesuatu yang bersifat statais melandasi berdirinya negara Indonesia, akan tetapi Pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat tertentu yang diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk mewujudkannya. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua manusia Indonesia harus berketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua wujud dan sifat dari alam semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri

dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dirinya dengan alam, dan dirinya dengan Tuhan. Pancasila sebagai ideologi kebangsaan menjadi kerangka berpikir, kerangka bertindak, dan dasar hukum bagi segenap elemen bangsa. Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil. Hal itu dikarenakan kurangnya penerapan nilai-nilai dalam Pancasila. Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu bangsa, Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Memberikan struktur kognitif keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian dalam alam sekitarnya. 2. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak. 3. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya. 4. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami dan menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma yang terkandung di dalamnya.

B. Terorisme Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa teritorial atau kultural melawan ideologi atau agama yang melakukan aksi kekerasan terhadap publik. Istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan sering digunakan untuk mempolarisasi efek yang mana terorisme tadinya hanya untuk istilah kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari sudut pandang yang diserang. Sedangkan teroris merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi terorisme. Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu seperti motif perang suci, motif ekonomi, motif balas dendam dan motifmotif berdasarkan aliaran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme bukan suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekedar strategi, instrumen atau alat untuk mencapai tujuan.

Terorisme di Indonesia muncul di saat yang sama dengan dekade, di mana bangsa ini melupakan Pancasila. Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa penyelamat, pemersatu, dan dasar Negara kita adalah Pancasila. Pancasila hanya diucapkan dibibir saja dan diajarkan di sekolah-sekolah hanya sebagai suatu pengetahuan. Sebagai sebuah sejarah, bahwa dahulu Bung Karno pernah mendengung-dengungkan Pancasila sebagai dasar Negara. Para siswa hafal dengan urutan sila-sila dari Pancasila, tetapi tidak paham artinya, filosofinya, dan hakekat manfaatannya bagi kehidupan berbangsa dan bertanah air satu, NKRI. Sumber pokok kesalahan tidak terletak pada Pancasila. Tak ada yang salah dengan Pancasila karena isi Pancasila tidak melenceng dari nilai-nilai yang ada. Kesalahan yang sesungguhnya terletak pada penerapan Pancasila sebagai ideologi. Hal itu terjadi karena banyaknya orang Indonesia tidak dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan benar. Terlebih para teroris, mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten dalam melaksanakan isi Pancasila. Mereka mengerti dan memahami Pancasila namun tidak menerapkannya dalam kehidupan mereka. Terorisme di Indonesia tumbuh subur karena didukung oleh perilaku sebagian masyarakat yang bertentangan dengan filosofi Pancasila. Setiap sila telah diselewengkan: Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk memeluk agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, telah diracuni oleh pemikiran-pemikiran salah yang hanya mengistimewakan agama tertentu saja. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, berupa penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia diabaikan. Ideologi Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan terwujudnya persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kini tercabik-cabik ditarik ke sana kemari demi kepentingan politik praktis. Dan terakhir, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tinggal slogan kosong karena adanya jurang pemisah yang amat dalam antara si kaya dan si miskin, yang menimbulkan kecemburuan sosial. Dari aspek kualitas ancaman, terorisme berpotensi merusak segala-galanya, mulai dari jiwa manusia (korban maupun pelaku), otak dan nurani (pelaku), bangunan fisik serta bangunan ideologi bangsa kita. Mereka bekerja sangat rahasia dan radikal, dengan menolak sebagian besar premis yang melandasi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat.

Bahkan pemerintah pun dianggap sebagai pemasung rakyat. Karena itu terorisme digolongkan ke dalam jenis kejahatan luar biasa. Akar permasalahan dari terorisme adalah benturan filsafat universal yang saling bertolak belakang dan Pancasila dapat digunakan sebagai sarana terapi atas kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan untuk menyatukan bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi transnasional ke benak masyarakat Indonesia. Penerapan Pancasila secara tepat dan bertanggungjawab harus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dengan demikian ancaman dari luar maupun dari dalam negeri bisa dibendung dan diatasi bersama dengan persatuan dan kesatuan Indonesia untuk kepentingan bersama. Selain revitalisasi juga diperlukan reaktualisasi dan rejuvenasi nilai-nilai Pancasila karena fenomena terorisme yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh ketidakfahaman seseorang atas nilai-nilai kebenaran. Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, segala hal yang tidak sesuai dan berlawanan dengan Pancasila, termasuk terorisme, dapat dicegah dan dimusnahkan. Amatlah penting untuk menerapkan cara-cara lain yang lebih persuasif dan akomodatif terhadap kepentingan terhadap kelompok yang berpotensi melakukan tindakan terorisme Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kepentingan berbagai kelompok yang merasa termarginalisasi atau dirugikan dengan berbagai kebijakan yang telah diterapkan selama ini. Wewenang yang terlalu luas bagi aparat untuk memberantas terorisme tanpa disertai tanggungjawab dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan suatu terorisme baru yang dilakukan terhadap negara terhadap warga negaranya. Hal inilah yang ditakutkan oleh para ahli hukum pidana. Untuk itu pemerintah perlu memikirkan pendekatan yang tidak legalis represif terhadap terorisme salah satunya antara lain memikirkan kemungkinan rekonsialisasi dan terbukanya komunikasi intensif antara pemerintah dengan masyarakat dan unsur-unsur di dalam masyarakat itu sendiri. Patut disadari bahwa terorisme merupakan rangkaian tindakan yang kompleks, maka pada dasarnya pengaturan anti terorisme tidak akan memadai jika hanya dilakukan dalam satu undang-undang. Selain itu sudah sepatutnya aparat penegak hukum mengefektifkan ketentuan hukum yang sudah ada dan terpancar dalam berbagai undang-undang, dengan cara mengintegrasikan kedalam kerangka hukum yang komprehensif.

C. NII Gerakan NII memiliki ideologi yang kuat sehingga memiliki pengikut fanatis. Aktivis NII sudah menyusup ke sejumlah partai politik serta ke birokrat dan lembaga pendidikan. Untuk memberantas gerakan NII, tidak bisa dengan mengandalkan kekuatan senjata, seperti melawan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Gerakan NII ini harus dilawan dengan penguatan Ideologi Pancasila yang selama ini sering tak hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekaligus melawan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) harus dengan penguatan ideologi bangsa, yakni Pancasila. Bangsa Indonesia menganut ideologi Pancasila yang menjadi landasan negara Indonesia. Ideologi Pancasila adalah kunci penangkal semua pengaruh tidak baik di Indonesia. Dengan menguatkan ideologi, maka bisa menangkal aktivis NII menyusup ke berbagai elemen masyarakat sekaligus memperkuat NKRI. Namun pada saat ini banyak orang yang melupakan ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada empat pilar bangsa yakni Pancasila, NKRI, Undang-Undang Dasar 1945,dan azas Bhineka Tunggal Ika, harus kembali diperkuat. Empat pilar ini yang harus kembali disuarakan dan didorong agar tidak mudah terpengaruh dengan ideologi selain Pancasila. Semangat Pancasila yang mungkin sudah banyak dilupakan dan harus kembali dihidupkan. Aktivitas cuci otak yang dilakukan jaringan organisasi NII terhadap sejumlah siswa dan mahasiswa di Indonesia merupakan bukti adanya aktivitas makar yang jelas. Pemerintah harus segera menindak tegas seluruh pelaku cuci otak yang tujuannya menanamkan ide perlawanan terhadap ideologi negara Pancasila secara paksa itu. Perlawanan terhadap ideologi negara bebas dilakukan apabila masih dalam bentuk pemikiran, karena itu merupakan bagian dari demokrasi. Namun, apabila ide itu sudah dijalankan dalam bentuk langkah nyata seperti meledakkan bom, mencuci otak, dan membuat rekening untuk penggalangan dana yang bertujuan melawan ideologi negara, hal itu bisa disebut makar. Tindakan tegas terhadap jaringan NII memang sulit karena organisasi ini bergerak di bawah tanah dan bukan termasuk organisasi resmi. Tapi buktinya sudah ada dan secara jelas mereka menanamkan ide bahwa di Indonesia tidak ada masyarakat Islam dan hanya ada masyarakat Pancasila, sehingga harus dilawan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka di semua kampus di Indonesia harus menggiatkan pengajaran mata kuliah civic education untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap ideologi negara. Upaya ini, akan memperkecil peluang kemunculan pengaruh ideologi organisasi yang melawan ideologi Pancasila.

Pemerintah diharuskan bertindak tegas menyikapi adanya ideologi Negara Islam Indonesia (NII) yang beberapa waktu ini kembali meresahkan warga. Munculnya ideologi NII dikarenakan kurang konsistennya dan kurang tegaknya ideologi Pancasila sebagai ideologi kebangsaan. Ideologi NII disebutnya sebagai ideologi tandingan ideologi Pancasila.

D. Ahmadiyah Dari berbagai aliran keagamaan Islam di Indonesia, Ahmadiyah merupakan kasus yang paling kontroversional. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu : 1. Dari sudut pandang hukum Islam, Ahmadiyah telah divonis sebagai aliran sesat dan dinyatakan sebagai kelompok di luar Islam melalui fatwa MUI, dan didukung kuat oleh kelompok Islam beraliran keras. 2. Munculnya sebagian aktivis kemanusiaan yang menganggap Ahmadiyah sebagai gerakan keagamaan yang melakukan tafsir keagamaan, yang meskipun berbeda dan bertentangan dengan keyakinan Islam, tapi harus dihargai sebagai bentuk keyakinan yang dijamin oleh konstitusi. 3. Di satu sisi, Ahmadiyah merupakan organisasi yang sah dan resmi secara hukum. Tapi di sisi lain, Ahmadiyah juga dianggap melanggar undang-undang lain yang populer dengan pasal-pasal penodaan agama. Ketiga faktor inilah yang saling berbenturan dan seakan masing-masing berusaha mendapatkan simpatik publik. Puncak titik klimaksnya adalah pada tragedi Monas pada tanggal 1 Juli 2008, dimana sekelompok orang yang mengatasnamakan diri mereka Komando Laskar Islam, menyerang kelompok massa AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), yang berbaur dengan massa Ahmadiyah. Insiden ini sempat menjadi Headline di beberapa media cetak maupun elektronik. Insiden ini berujung pada ditangkapnya beberapa anggota FPI (Front Pembela Islam), yang diyakini sebagai motor penggerak dalam penyerangan tersebut. Keyakinan warga Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad mendapat status kenabian merupakan persoalan kunci, yang memicu kontroversi dengan umat Islam, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara Muslim di dunia. Selain itu, hasil pengalaman spiritual Mirza Ghulam Ahmad yang kemudian dikompilasi oleh pengikutnya dalam buku Tadzkirah, diposisikan sebagai kitab suci. Dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) 4-6 November 2007 Majelis Ulama Indonesia menetapkan sepuluh kriteria aliran sesat, salah satunya adalah Mengingkari salah

satu dari rukun Iman dan rukun Islam serta apabila ada yang melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul. Beberapa paham Ahmadiyah yang dianggap sesat, yaitu : 1. Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, malaikat, dan Tuhan. Engkau dariku dan Aku darimu, punggungmu adalah punggung-Ku (Tadzkirah 700). 2. Sikap Mirza Ghulam Ahmad terhadap Muhammad SAW. Sesungguhnya Nabi saw memiliki tiga ribu mukjizat (Kitab Tuhfan Kolrawiyah 67, RK 17/153). Dan sesungguhnya mukjizatku lebih dari satu juta mukjizat. (Tadzkirah asy-Syahadatain 41, RK20/43). 3. Hujatan Mirza Ghulam Ahmad terhadap nabi Isa a.s. Ya, dialah (Yesus Al-Masih) yang terbiasa banyak memaki dan sangat jelek akhlaknya. (RK 11/289, lampiran Injam Atiham 5 (foot note)). 4. Iuran wajib organisasi. Candah (iuran) yang dinyatakan wajib oleh hazrat aqdas masih mauud a.s. (Mirza Ghulam Ahmad) kepada setiap ahmadi untuk membayarnya dan siapasiapa yang sampai tiga bulan berturut-turut tidak membayar, dikatakan keluar dari jemaat beliau. Itu sama sekali lain dan terpisah dari zakat. 5. Sakralisasi desa Qadian. Sesungguhnya bumi Al-Qadian berhak untuk dihargai, karena menyerang dia sama dengan menyerang tanah haram. (Durr Tsami 52). 6. Ahmadiyah bukan beda dalam masalah furu (khilafiyah) tapi sudah beda dalam hal Aqidah. Sedangkan dalam hal Aqidah itu mutlak harus diikuti. Barangsiapa yang berbeda, berarti dia telah murtad atau kafir. 7. Ahmadiyah tidak memiliki platform ajaran sendiri, tidak seperti agama lain yang memiliki platform ajarannya masing-masing. Jadi lebih baik ahmadiyah mendirikan agama sendiri, tanpa membawa-bawa Islam beserta segala atributnya. 8. Kitab-kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad beserta tadzkirahnya menyebutkan bahwa setiap orang yang mengingkari kenabian Mirza Ghulam Ahmad (tidak mengakuinya) dianggap KAFIR oleh kalangan Ahmadiyah. 9. Ahmadiyah juga telah membajak kitab suci Al-Quran. Jadi sudah jelas bahwa Ahmadiyah itu tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang telah diakui, tidak pantas menganggap dirinya Islam. Wajar bila banyak umat Islam yang melakukan berbagai aksi. Ini karena agama mereka telah dinodai. Jika dipandang dari Pancasila, Ahmadiyah jelas melanggar karena setiap umat beragama yang mempelajari agamanya dengan baik dan benar, dia akan merasakan nikmatnya beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut, dan akan menjadi sakit sekali bila

agamanya itu dinodai. Hal ini bertentangan dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan juga Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

E. JIL Kemunculan JIL berawal dari kongko-kongko antara Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam NU), Ahmad Sahal (Jurnal Kalam), dan Goenawan Mohamad (ISAI) di Jalan Utan Kayu 68 H, Jakarta Timur, Februari 2001. Tempat ini kemudian menjadi markas JIL. Gelora JIL banyak diprakarsai anak muda, usia 20-35-an tahun. Mereka umumnya para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan utamanya yaitu menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. JIL mendaftar 28 kontributor domestik dan luar negeri sebagai juru kampanye Islam liberal. Mulai Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Jalaluddin Rakhmat, Said Agiel Siradj, Azyumardi Azra, Masdar F. Masudi, sampai Komaruddin Hidayat. Di antara kontributor mancanegaranya: Asghar Ali Engineer (India), Abdullahi Ahmed an-Naim (Sudan), Mohammed Arkoun (Prancis), dan Abdallah Laroui (Maroko). Jaringan ini menyediakan pentas berupa koran, radio, buku, booklet, dan website bagi kontributor untuk mengungkapkan pandangannya pada publik. Kegiatan pertamanya: diskusi maya (milis). Tiap Kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung dan diskusi interaktif dengan para kontributornya, lewat radio 68H dan 15 radio jaringannya. Tema kajiannya berada dalam lingkup agama dan demokrasi. Misalnya jihad, penerapan syariat Islam, tafsir kritis, keadilan gender, jilbab, atau negara sekuler. JIL tak hanya terang-terangan menetapkan musuh pemikirannya, juga lugas mengungkapkan ide-ide gilanya. Gaya kampanyenya menggebrak, menyalak-nyalak, dan provokatif, seperti menghina lima pihak sekaligus, yaitu Allah, Nabi Muhammad, Islam, ulama, dan umat Islam. Di atas segalanya, aksi-reaksi yang mengiringi perjalanan JIL telah menguakkan kenyataan bahwa JIL mempunyai konstituen tersendiri yang justru mendapat pencerahan spiritual dari Islam ala JIL ini. Ada dua kelompok yang dikategorikan musuh utama Islam liberal. Pertama, konservatisme yang telah ada sejak gerakan liberalisme Islam pertama kali muncul. Kedua, fundamentalisme yang muncul akibat pergesekan Islam dan politik setelah negara-negara muslim meraih kemerdekaannya.

Nama Islam Liberal menggambarkan prinsip Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial politik yang menindas. Untuk mewujudkan Islam liberal, maka terbentuklah Jaringan Islam Liberal. Landasan penafsiran kami adalah: 1. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam. 2. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks. 3. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural. 4. Memihak pada yang minoritas dan tertindas. 5. Meyakini kebebasan beragama. 6. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.

F. Yahudi Amerika Yahudi Amerika adalah warga negara Amerika Serikat yang merupakan keturunan Yahudi. Sebagian besar survei kependudukan memperkirakan populasi mereka adalah antara 5,2 juta sampai dengan 6,4 juta jiwa. Dengan demikian populasi masyarakat Yahudi di Amerika Serikat dapat dianggap yang terbesar atau nomor dua terbesar di dunia setelah Israel. Komunitas Yahudi Amerika Serikat sebagian besar adalah keturunan Yahudi Ashkenazi, meskipun juga terdapat keturunan Yahudi Sefardi dan Yahudi Mizrahi, serta beberapa etnik Yahudi lainnya. Kepercayaan yang dianut juga meliputi berbagai aliran agama Yahudi; dari komunitas-komunitas Ultra Ortodoks Haredi sampai ke masyarakat Yahudi yang benar-benar berpaham sekuler.

G. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu : 1. Bangsa Indonesia harus memiliki ideologi sendiri yaitu Pancasila yang benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Dengan demikian, ideologi Pancasila dapat menjadi tameng untuk melawan ideologi lain. 2. Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa karena Pancasila mengakui adanya pluralitas. 3. Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.

4. Revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan untuk menyatukan bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi transnasional ke benak masyarakat Indonesia.

H. Saran Berdasarkan pembahasan diatas, ada beberapa saran yang perlu untuk

dipertimbangkan untuk lebih meningkatkan pemahaman terhadap nilai Pancasila, yaitu : 1. Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu adanya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. 2. Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat. 3. Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah. 4. Kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama. 5. Kita semua adalah warga Negara Indonesia, dan kita semua sepakat untuk berideologi Pancasila. Sebagai kaum yang menjunjung tinggi Pancasila, tidak seharusnya menjadikan nasionalisme dan agama sebagai sebuah pertentangan. Tidak boleh dipertentangkan antara keagamaan dan wawasan kebangsaan ini.

Anda mungkin juga menyukai