Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS II MODUL ORGAN: PULMO ANAK PEREMPUAN UMUR 7 BULAN DENGAN SESAK

KELOMPOK V

030-10-149 Kartika Hermawan 030-10-150 Kelly Khesya 030-10-151 Kezia Marsilina 030-10-152 Komang Ida W.R 030-10-154 Krisliana Jeane 030-10-155 Kumala Sari 030-10-156 Lana Novira Ys. 030-10-157 Laras Asia Cheria 030-10-158 Larasayu Citra Mandra 030-10-159 Latifah Agustina 030-10-160 Liana Anggara R

Jakarta 16 Desember 2011

Bab I Pendahuluan

Pneumonia merupakan suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur. Namun ada sejumlah noninfeksi yang kadang-kadang yang harus dipertimbangan. Sebelum penemuan dari antibiotikantibiotik, satu per tiga dari semua orang-orang yang telah mengembangkan pneumonia sesudah itu meninggal dari infeksi. Saat ini, lebih dari 3 juta orang-orang mengembangkan pneumonia setiap tahun di Amerika. Lebih dari setengah juta dari orang-orag ini diopname di sebuah rumah sakit untuk perawatan. Meskipun kebanyakan dari orang-orang ini sembuh, kira-kira 5% akan meninggal dari pneumonia.

Betambahnya penjamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab-penyabab pneumonia,dan ini juga menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (bronkopneumonia). Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Namun, klasifikasi pneumonis infeksius atas dasar etiologi dugaan atau yang terbukti secara diagnostik atau tetapeutik lebih relevan.

Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat serangan ISPA dan pneumonia. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Bronkopneumonia sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Pneumonia merupakan menyakit yang sering terjadi dan setiap. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pmeumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di Amerika.

Bab II Laporan Kasus Seorang anak perempuan usia 7 bulan, dibawa ke poliklinik anak dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak nafas sudah dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tiba-tiba waktu bangun tidur dan berbunyi ngiik. Pasien bernafas secara cepat. Sebelumnya pasien menderita panas sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, panas naik turun dan tinggi pada malam hari yang disertai batuk dan pilek. Batuk tidak mengeluarkan dahak tetapi seperti tesangkut tidak bisa keluar. Kadang-kadang setelah batuk pasien muntah yang berisi lendir. Ingus tidak bisa keluar sehingga ibu pasien sering menghisap dengan mulutnya. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : tampak sakit sedang, kompos mentis Berat badan : 5,6 kg Frekuensi nadi : 120x/menit Tinggi badan : 97 cm Frekuensi nafas :62x/menit Suhu tubuh : 38,5 C

Kepala : normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut, faontanella tidak cekung Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik(-), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+) Mulut : bibir kering, sianosis (-), mukosa faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang Leher : tidak ada pembesaran KGB regional, kaku kuduk (-) Pemeriksaan Thoraks : Inspeksi : Pectus excavatum (funnel chest), retraksi suprasternal (+), pernapasan abdomino torakal Palpasi : fremitus vokal kedua toraks sama Perkusi : sonor Auskultasi : suara nafas vesikuler mengeras di kedua lapangan paru, ronki basah halus nyarinh die kedua paru +/+, mengi -/3

Jantung: Inspeksi : vossure cardiac (-) Palpasi : iktus cordis teraba sela iga ke IV garis midclavikularis sinistra, thrill(-) Perkusi : batas jantung normal Auskultasi : HR 120x/menit, bunyi jantung I/II normal, bising (-), irama derap (-)

Abdomen: Inspeksi : perut tampak membuncit Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor cukup, Hati dan limpa tak teraba Perkusi : timpani, nyeri ketok (-) Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas: akral dingin, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, scar BCG di lengan kanan atas (+) Hasil Laboratorium : * Hb : 9,3 gr/dl ; Leukosit : 14.700/uL * Trombosit : 520.000/uL ; LED : 10mm/jam ; Hematokrit:27 vol% * Hitung jenis : 0/1/1/85/10/3

Bab III Pembahasan Status Pasien 1. Identitas Pasien Nama Pasien Umur Pasien Jenis kelamin : X : 7 bulan : Perempuan

2. Anamnesis 1. Identitas 2. Bagaimana kondisi anak? Apakah anak sulit makan? Disertai demam? Batuk dan pilek? 3. Batuk berdahak atau kering? Bila berdahak bagaimana warna dan konsistensinya? 4. Bagaimana dengan riwayat keluarga? Apakah ada keluarga yang pernah mengalami keadaan seperti pasien ini? 5. Bagaimana dengan vaksinasi pada pasien ini? 6. Apakah sesak napas berhubungan dengan suatu keadaan tertentu, misalnya cuaca, debu ? 3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Tanda vital : tampak sakit sedang, kompos mentis : Berat badan Tinggi badan TD HR RR S :_ : 120x/menit, reguler : 62x/menit : 38 C

: 5.6 kg : 97 cm

Dilihat dari rambut yang tidak mudah dicabut dan berwarna hitam menandakan anak ini tidak malnutrisi. Pemeriksaan pada mata dalam keadaan normal dimana pada bayi yang sudah berumur 7 bulan dapat memfokuskan pandangannya terhadap objek tertentu walaupun tidak lama. Tidak adanya pembesaran pada kelenjar getah bening menandakan anak ini tidak menderita penyakit sistemik. Tekanan darah, temperature, frekuensi nadi, dan frekuensi nafas menentukan tingkat keparahan penyakit. Pada pasien ini datang dengan keluhan sesak yang disertai dengan perubahan nyata pada tanda-tanda vital merupakan gangguan akut. Seorang pasien yang gelisah dengan napas yang cepat dan dalam bisa disebabkan hipoksemia berat karena penyakit primer paru/saluran nafas, jantung. Pernafasan cuping hidung (+) menandakan pasien ini sesak nafas. Pada bronkopneumonia pemeriksaan perkusi didapati sonor, hal ini berbeda pada bronkiolitis. Suara perkusi paru normal ialah sonor. Suara perkusi yang berkurang (redup/pekak) apabila terdapat konsolidasi jaringan paru dan cairan dalam rongga pleura. Pada bronkiolitis perkusi didapati hipersonor karena hiperinflasi paru. Berkurangnya intensitas suara napas pada kedua paru menunjukkan adanya obstrusi saluran napas, tetapi pada pasien ini didapati suara nafas yang vaskuler mengeras di kedua lapangan paru karena konsolidasi. Ditemukannya ronki basah halus terdengar pada parenkim paru yang berisi cairan. Suara nafas vesicular mengeras terdapat pada bertambahnya ventilasi dan bertambah baiknya konduksi suara. Pada pasien ini terdapat demam tinggi yang diikuti oleh peningkatan denyut nadi karena setiap kenaikan suhu badan 1o C diikuti oleh kenaikan denyut nadi sebanyak 15-20 /menit. Pemeriksaan pada jantung lainnya normal. Pada inspeksi abdomen terlihat perut tampak membuncit ini menankan gizi kurang. Pada salah satu ekstremitas pasien ini terlihat scar BCG d lengan kanan atas, yang menandakan bahwa anak ini telah melakukan vaksinasi. 4. Pemeriksaan Penunjang Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut: Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hemoglobin Anemia Nilai Normal Keterangan

Hematokrit Leukosit Trombosit LED Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Batang Neutrofil Segmen Limfosit Monosit 10% 3% 45-76% 3-6% 85% 50-65% 0% 1% 1% 0-1% 0-3% 0-5% 9000-12.000/uL

Ht rendah Leukositosis Normal Normal

Normal Normal Normal

Neutrofilia

Limfopenia Normal

Leukositosis mengidikasikan adanya infeksi bakteri, sedangkan neutrofilia dapat terjadi karena anemia yang diderita pasien. Pada foto thorax terlihat bercak perihilar yang merupakan salah satu ciri dari bronkopneumonia.

Hipotesis Berdasarkan gejala yang ditemukan pada kasus ini, kelompok kami memiliki hipotesis antara lain : bronkiolitis dan bronkopneumoni. Alasan kami memilih hipotesis tersebut karena gejala ISPA yang ditemukan sebelum terjadinya sesak napas pada kedua penyakit tersebut, kemudian adanya gejala batuk, pilek, dan ronki.

Diagnosis Pada kasus diatas terdapat beberapa kriteria yang mendukung pasien tersebut didiagnosis bronkopneumonia, yang pertama adalah sesak nafas, kedua auskultasi ronki basah, serta hasil laboratorium leukositosis. Manifestasi bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
7

sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Hal ini terjadi pada pasien kasus diatas. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada Suhu tubuh meningkat (demam) Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) Foto thorax meninjukkan gambaran infiltrat difus Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan) Diagnosis Banding Pada kasus ini, seorang anak 7 bulan menderita sesak nafas yang didahului dengan infeksi pernafasan akut atas, seperti batuk, pilek, demam tinggi, pernafasan cuping hidung dan terlihat retraksi dinding torak. Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan gejala diatas dapat disimpulkan diagnosisnya adalah bronkopneumonia, karena demam tinggi. Diagnosis bandingnya adalah bronkiolitis, karena berdasarkan gejala hampir sama. Dibedakannya melalui pemeriksaan fisik (jika pada bronkiolitis perkusi : hipersonor, auskultasi : ronki basah minimal. Sedangkan bronkopneumonia perkusi : normal/redup, auskultasi : ronki basah nyaring), foto torak dan analisis gas darah.

Penatalaksanaan Penatalaksaan untuk bronkopneumonia dapat dibagi menjadi medikamentosa dan non-medikamentosa. 1. Medikamentosa: * Oksigen nasal 1-2L/menit, untuk mengatasi sesak nafas * Cairan intravena campuran D10% + NaCl 0.9% dengan ratio 3:1 + KCl 10 mEQ/500 ml (sesuai berat badan, suhu, dan status hidrasi) * Antibiotik : Ampisilin 100 mg/kgBB/hari (4x), Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari (4x) * Analgetika: parasetamol, untuk demam * Mukolitik: ambroxol/bisolvon, untuk mengencerkan sputum 2. Non-medikamentosa: * Rawat inap. Pada kasus ini pasien harus dirawat inap karena pasien sesak nafas serta membutuhkan cairan intravena * Perbaikan gizi * Edukasi orang tua Komplikasi Sebenarnya, dengan pengunaan antibiotika, komplikasi sudah hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat terjadi berupa empiema, serta otitis media akut. Komplikasi lainnya seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, dan peritonitis jarang dijumpai. Prognosis Ad Vitam Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam : Ad Bonam

Ad Sanationam

: Ad Bonam

Dengan pemberian antibiotika yang adekuat,selain komplikasi jarang dijumpai, angka mortalitas pun dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Meski demikian, anak dengan malnutrisi energi protein dan yang datangnya terlambat angka mortalitasnya dapat meningkat sedikit lebih tinggi. Karena anak ini mengalami malnutrisi, maka ad vitamnya dubia ad bonam. Meski angka kejadian bronkopneumonia cukup tinggi pada anak hingga usia 4 tahun, namun diharapkan dengan edukasi orangtua yang baik dan benar, maka faktor resiko bronkopneumonia dapat dihindari, maka akan berdampak juga dengan mengecilnya kemungkinan pada anak ini untuk terkena bronkopneumonia di kemudian hari. Bab IV Tinjauan Pustaka Anatomi Saluran Pernapasan(2) Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Partikel debu kasar disaring oleh rambut yang terdapat dalam lubang hidung sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya yang akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi yang

mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelemabbannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring menuju laring yang terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara yaitu glotis bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang panjangnya kurang lebih 12,5cm. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal dengan karina. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utaman bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus
10

yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional tempat pertukaran gas yang terdiri dari bronkiolus primer, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis. Asinus kadang disebut dengan lobulus primer yang memiliki garis tengah kirakira 0,5 sampai 1,o cm. Terdapat sekitar 23 percabangan dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis Fisiologi (1) Saluran napas adalah pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus), alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Saluran pernapasan dimulai dari saluran nasal (hidung) dan membuka ke dalam faring yang menjadi saluran bersama untuk sistem pernapasan dan pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring, trakea yang dilalui oleh udara untuk menuju paru dan esofagus yang dilalui oleh makanan untuk menuju lambung.karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara dan makanan maka sewaktu menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan masuk ke esofagus dan bukan ke saluran napas. Esofagus selalu tertutup kecuali ketika menelan untuk mencegah udara masuk ke lambung saat napas. Laring terletak di pintu masuk trakea, terdapat pita suara pada pintu masuk laring. Sewaktu udara dilewatkan melalui pita suara yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk menghasilkan berbagai suara bicara. Di belakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus primarius/principalis kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru, bronkus principalis terus bercabang untuk tiap lobus menjadi bronkus lobaris. Kemudian bronkus lobaris bercabang menjadi bronkus segmentalis yang kemudian bercabang lagi menjadi saluran yang lebih kecil dan tidak mempunyai kartilago yaitu bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal terdapat duktus alveolus berlanjut ke alveolus tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Trakea dan bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh cincin tulang rawan yang mencegah penyempitan saluran. Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaga tetap terbuka. Dinding saluran ini mengandung

11

otot polos yang disarafi oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia tertentu. Peredaran Darah Paru (2) Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteria bronkialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos yang kemudian bermuara ke vena kava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Sirkulasi bronkial tidak berperan dalam pertukaran gas, sehingga darah tidak teroksigenasi yang mengalami pirau sekitar 2% sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru yang berperan untuk terjadinya pertukaran gas. Jaringan kapiler paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak erat yang diperlukan dalam proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah teroksigenasi kemudian dikembalikan ke ventrikel kiri yang selanjutnya akan dialirkan ke sirkulasi sistemik. Sirkulasi paru merupakan suatu sistem tekanan rendah dan resistensi rendah dibandingkan dengan tekanan sistemik. Tekanan darah pulmonar sekitar 25/10 mmHg dengan tekanan rata-rata sekitar 15 mmHg sedangkan tekanan darah sistemik sekitar 120/80. BRONKIOLITIS(3,4,5) Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut (IRA) bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing pada bayi yang didahului gejala IRA. Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya pada usia 2-8 bulan. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi lakilaki berusia 3-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan padat penduduk. ETIOLOGI Sekitar 95% dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti Adenovirus, virus
12

Influenza, virus Parainfluenza, Rhinovirus, dan mikoplasma, tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkiolitis disebabkan oleh bakteri. PATOFISIOLOGI Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air trapping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorpsi. Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi pari akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian menjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama endexpiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit. DIAGNOSIS Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di atas 38,5oC. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori bawah akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dan sianosis.
13

Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah lekosit biasanya normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik. Pada foto rontgen thorax didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat, tetapi gambaran tidak spesifik. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, ELISA atau PCR, dan pengukuran titer antibodi fase akut dan konvalesens. Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai penyakit lain.Oleh karena itu, untuk menentukan diagnosis bronkiolitis pada anak, penting untuk memperhatikan epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun. TATALAKSANA

Pengobatan terdiri dari :


14

Antibiotik tidak perlu diberikan. Namun diperlukan pada keadaan berat dan ada kemungkinan infeksi sekunder bakteri Peran bronkodilator masih controversial, maksud pemberian untuk memperbaiki pertukaran gas Pemberian kortikosteroid juga belum dapat dibuktikan bermanfaat Pemberian anti virus seperti ribavirin, dapat dipertanggungajwabkan, terutama pada bayi resiko tinggi Imunoterapi masih dalam penelitian, terutama immunoglobulin untuk infeksi RSV.

PROGNOSIS Fase paling gawat, yang terdapat dalam perjalanan penyakit ini terjadi selama 48-72 jam pertama setelah awitan batuk dan dispnue. Mortalitas kasus ini adalah dibawah 1%, kematian sendiri terjadi akibat dari serangan-serangan apnue yang berlangsung

berkepanjangan, asidosis respiratorius berat atau kekeringan yang terjadi sekunder terhadap kehilangan uap air akibat takipnue atau ketidakmampuan untuk minum.

BRONCHOPNEUMONIA(6,7) Bronchopneumonia merupakan bagian dari pneumonia, yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Bronchopneumonia biasanya didahului oleh gejala gejala peradangan saluran nafas bagian atas seperti batu pilek selama beberapa hari yang kemudian diikuti dengan kenaikan suhu yang tiba tiba. Batuk yang terjadi mula mula bersifat kering, lama kelamaan batuk menjadi produktif.

Hal tersebut umumnya membuat anak menjadi gelisah, dispnea, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal disertai dengan pernafasan cuping hidung. Bila hal ini terus berlanjut maka akan terdapat sianosis disekitar mulut dan hidung. Anak dengan daya tahan yang terganggu akan dapat menderita pneumonia berulang sehingga anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun.

15

ETIOLOGI Pada umumnya pneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan Staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronchopneumonia tersering adalah Strptococcus grup B, batang gram negatif dan Chlamydia. Namun selain bakteri, bronchopneumonia atau pneumonia lobaris yang paling sering dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun, biasanya juga disebabkan oleh virus, antara lain adenovirus, virus parainfluenza virus influenza, dan enterovirus.

KLASIFIKASI Pembagian pneumonia sampai saat ini belum ada yang dapat memuaskan semua pihak. Pada umumnya klasifikasi ditetapkan berdasarkan klasifikasi anatomi dan etiologi. Pembagian berdasarkan anatomi adalah sebagai berikut : 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia lobularis atau bronchopneumonia 3. Pneumonia interstitial atau bronkiolitis

Sementara pembagian berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Klasifikasi pneumonia pada anak menurut etiologi Jenis Bakteri Mikroorganisme Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus, Haemophillus influenzae,

Pseudomonas aeruginosa. Virus atau kemungkinan virus Respiratory syncitial virus, adenovirus,

sitomegalovirus, virus influenza Pneumonitis bronkiolitis interstitial dan Pneumocystis carinii pneumonia, Q fever, Mycoplasma Klamidia, dll Infeksi lain : Jamur Aspergilus,Koksidioidomikosis, Histoplasma
16

pneumoniae

pneumonia,

Aspirasi Sindrom Loeffler Pneumonia hipostatik Pneumonia oleh obat / radiasi Pneumonia hipersensitivitas

Cairan amnion, makanan, cairan lambung, benda asing

PATOGENESIS Biasanya organisme penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam paru paru dengan cara terinhalasi oleh pasien, kemudian organisme tersebut melalui saluran nafas masuk ke paru paru perifer. Pada saluran nafas, organisme penyebab dapat mengakibatkan terjadinya reaksi jaringan yang berupa edema, hal ini akan mempermudah terjadinya proliferasi dan penyebaran organisme penyebab. Selanjutnya bagian paru paru yang terkena akan mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN ( polimorfonuklear ), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman di alveoli. Selanjutnya proses peradangan yang terjadi di paru paru mengikuti empat stadium berikut: 1. Stadium kongesti dimana mulai terjadi pelebaran dan kongesti kapiler, serta mulai terdapatnya eksudat jernih, bakteri dalm jumlah yang banyak, beberapa neutrofil dan makrofag di dalam alveolus. 2. Stadium hepatisasi merah dimana lobus dan lobulus yang terkena mengalami konsolidasi, menjadi padat dan tidak mengandung udara, warnanya berubah menjadi merah, dan pada perabaan menjadi seperti perabaan hepar. Selain itu di dalam alveolus banyak di dapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman, stadium ini berlangsung singkat. 3. Stadium hepatisasi kelabu dimana lobus paru masih tetap padat namun warna merah berubah menjadi pucat kelabu, permukaan pleura menjadi suram karena diliputi oleh fibrin, alveolus terisi fibrin dan leukosit, kapiler sudah tidak lagi mengalami kongestif. 4. Stadium resolusi, merupakan stadium dimana eksudat mulai berkurang, namun dalam alveolus makrofag bertambah, sementara leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin diabsorbsi dan menghilang.

Proses patologis tersebut selanjutnya akan menimbulkan gangguan pada pertukaran gas normal di dalam paru paru. Perfusi ventilasi yang tidak sepadan mengakibatkan terjadinya hipoksemia, yang terutama terjadi pada awal perjalanan penyakit.

17

MANIFESTASI KLINIS Bayi mula - mula menderita infeksi ringan pada saluran pernapasan atas disertai dengan ingus yang serous dan bersin. Gejala gejala ini biasanya berakhir beberapa hari dan dapat disertai dengan penurunan nafsu makan dan demam 38,5 39 o C, walaupun demikian suhu dapat berkisar dari subnormal sampai meningkat dengan jelas. Perkembangan kegawatan pernafasan secara bertahap ditandai dengan batuk mengi paroksismal, dispnea, dan iritabilitas. Menyusu dapat sangat sulit, karena frekuensi pernafasan yang cepat tersebut tidak memberikan kesempatan untuk menghisap dan menelan. Pada kasus ringan, gejala gejala menghilang dalam 1 3 hari. Pada penderita yang terkena lebih berat, gejala gejala dapat berkembang dalam beberapa jam dan perjalanan penyakit berlarut larut. Manifestasi sistemik lainnya, seperti muntah dan diare biasanya ada. Suatu pemeriksaan mengungkapkan bahwa bayi takipnea sering dalam keadaan sangat distress. Pernafasan berkisar dari 60 80 kali permenit; haus udara berat dan sianosis dapat terjadi. Cuping hidung melebar, dan penggunaan otot otot asesoris pernafasan menimbulkan retraksi interkostal dan subkostal yang dangkal.

Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronchopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi akan terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 3 minggu. Umumnya pada pneumonia didapatkan leukositosis yaitu berkisar antara 15.000 40.000 / mm3 dengan pergeseran kekiri pada hitung jenis, yang di dominasi oleh sel polimorfonuklear. Kadang kadang ditemukan anemia ringan atau sedang, cairan pleura menunjukan eksudat dengan sel polimorfonuklear berkisar antara 300 100.000 / mm3, protein diatas 2,5 g/dL dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin karena ditemukan albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.

Pemeriksaan mikrobiologik spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, cairan efusi pleura, dimana
18

untuk mendapatkan bahan biakan tersebut dapat dengan pengisapan lewat trakea, bronkoskopi, ataupun torakosentesis, semua tergantung indikasi. Pemeriksaan radiologi dapat dibuat foto thorax posisi postero anterior dan lateral untuk menentukan lokasi lobus yang terkena. Didapatkan gambaran bercak bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. Dengan pemeriksaan radiologi juga dapat diketahui adanya komplikasi yang lebih lanjut.

DIAGNOSIS WHO mengembangkan pedoman klinik diagnosis dan tata laksana pneumonia pada anak yang meliputi penilaian demam, status nutrisi, letargi, sianosis, frekuensi nafas, dan observasi dinding dada untuk mendeteksi adanya retraksi serta auskultasi untuk mendeteksi stridor ronkhi dan wheezing.

DIAGNOSIS BANDING Keadaan yang menyerupai pneumonia adalah bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru dan tuberkulosis.

PENATALAKSANAAN Penisilin diberikan 50.000 U / kg. BB / hari dan ditambah dengan kloramfenikol 50 75 mg / kg BB / hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak 5 mEq.

KOMPLIKASI Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia hampir tidak pernah dijumpai.

PROGNOSIS

19

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. TUBERKULOSIS PARU(8,9) Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen, tapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. PATOGENESIS Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara , yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan . Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia akut. Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, teliga tengah dan usus. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen yang merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme mask ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.

20

DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringet malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik tes tuberkulin Mantoux ,foto thorax dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi. Dalam pemeriksaan fisik, pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat badan turun. Tempat kelainan lesi Tb paru yang paling banyak adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatka perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikular melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik Pada pemeriksaan radiologis, lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah) tapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru (misal pada TB endobronkial). Selain itu, penegakan diagnosis pada pasien TB dapat dilakukan dengan tes tuberkulin. Biasanya dipakai dengan tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin purified protein derivative intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang individu pernah atau sedang terinfeksi M.Tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG dan mycobacteria patogen lain. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun. Dan pada pemeriksaan sputum dapat ditemukan kuman BTA. Kriteria sputum positif bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan atau dengan kata lain, 5000 kuman dalam 1 mL sputum. KOMPLIKASI

21

Komplikasi dini dapat berupa pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, menjalar ke organ lain misal usus dan komplikasi lanjut berupa obstruksi saluran napas, kerusakan parenkim berat , amiloidosi, karsinoma paru serta sindrom gagal napas dewasa.

Bab V Kesimpulan

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (bronkopneumonia). Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala yang tampak, anamnesis pada orang tua pasien, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang (termasuk foto thorax terdapat bercak perihilar). Kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien ini menderita bronkopneumonia. Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan serta edukasi pada orang tua diharapkan dapat membantu untuk mengurangi faktor resiko.

22

Daftar pustaka 1. Sherwood L. Sistem pernapasan. In: Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2010.p.499-501. 2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. In: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;2006.p.740-1. 3. Behrman Richard, C Victor. Nelson ilmu kesehatan anak edisi 12. Jakarta : EGC; 1993.h:614-7. 4. Rauf Syarifuddin. Standar pelayanan medik. Makassar: FKUH; 2009. h:37-9. 5. Zain, MS. Bronkiolitis. Dalam : Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h:333-6.

23

6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : Pneumonia. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 31. 7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Pneumonia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000. P. 4657. 8. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. In: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;2006.p.853-8. 9. Suyono S, waspadji S, Lesmana L. Pulmonologi : Tuberkulosis Paru. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rded. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2001.p.819-29. 10.

24

Anda mungkin juga menyukai