Anda di halaman 1dari 2

Wakaf di Indonesia, Prospektif

Perkembangan wakaf di Indonesia memasuki babak baru. Paling gres, diperkenalkannya wakaf uang atau wakaf tunai. Banyak pihak berharap wakaf jenis ini mampu mendongkrak pengembangan wakaf tak bergerak agar lebih optimal. Karena jika hal itu menjadi kenyataan, tentu akan memberikan manfaat lebih banyak bagi umat. Bagi staf pengajar Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Uswatun Hasanah, pada masa mendatang perkembangan wakaf di tanah air memiliki prospek bagus. Meski demikian, memang perlu dilakukan sejumah pembenahan agar impian tersebut dapat terwujud. Pertama, perlu adanya perubahan konsepsi terhadap wakaf itu sendiri. Artinya masyarakat jangan hanya memandang bahwa wakaf adalah masjid, tanah, atau benda tak bergerak lainnya. Dan kini telah terjadi, masyarakat sudah mulai menganggap keberadaan wakaf tunai. ''Sebenarnya wakaf di Indonesia memang telah ada sejak masuknya Islam di tanah air. Walaupun demikian, wakaf tak berkembang optimal. Masalahnya, wakaf yang ada pada umumnya adalah wakaf benda tak bergerak,'' katanya kepada Republika, di Jakarta, Selasa (30/9). Meski ada pula yang telah mengembangkannya dengan baik. Seperti, Ponpes Gontor. Di sana selain benda tak bergerak wakifnya juga mewakafkan tanah basah. Dengan demikian hasilnya mampu membiayai dan memelihara wakaf benda tak bergerak. Dengan demikian, wakaf benda tak bergerak tak dapat berkembang baik jika tak diiringi oleh wakaf benda bergerak atau wakaf tunai. Pasalnya, tambahnya, wakaf tunai membuka peluang yang unik untuk menciptakan investasi. Baik untuk pelayanan keagamaan, pendidikan serta layanan sosial. Apabila kenyataan itu hadir maka wakaf tunai telah mampu menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial dan pembangunan.

Sebab adanya wakaf tunai akan membuat si kaya melakukan transfer tabungan kepada para usahawan dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai kegiatan. Saat ini, jelas Uswatun, selain masyarakat telah mengalami perubahan pandangan dalam RUU Wakaf yang tengah digodog, sudah dimasukkan materi tentang pengaturan wakaf benda tak bergerak. Baik uang, hak cipta, saham dan sebagainya. Sebelumnya, peraturan perundang-undangan di Indonesia hanya berdasar pada Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 yang hanya mengatur wakaf tanah milik. Namun demikian, ia mengharap nadzir yang mengelola wakaf uang tidaklah sembarangan. Meski sebenarnya lembaga manapun bisa melakukannya jika telah mendapatkan rekomendasi pihak yang berwenang. Terutama dari Departemen Agama, Departemen Keuangan, dan BI. ''Saya berpendapat sekarang sudah ada nadzir wakaf, misalnya Dompet Dhuafa Republika, Bank Muamalat, maupun PKPU. Kalau mereka memang memiliki syarat untuk mengelola wakaf uang, saya kira tidak ada masalah. Cuma dengan sendirinya harus ada pengawasan,'' tandasnya. Hal kedua yang perlu dibenahi adalah nadzir (pengelola wakaf). Uswatun menuturkan, pada umumnya nadzir yang dikenal di Indonesia sifatnya tradisional. Mereka hanya memfungsikan dirinya sebagai penunggu wakaf. Padahal seharusnya ia bertugas supaya wakaf itu bermanfaat. Misalnya, jika wakafnya adalah masjid. Bagaimana masjid itu dimanfaatkan serta bisa mendanai dirinya dari dana yang berasal dari pengembangan masjid. Mungkin sebagian gedung milik masjid untuk tempat sewa pertemuan atau pernikahan. Di sini, ujarnya, harus ada orang-orang yang profesional. Di beberapa negara, pengelola wakaf adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Misalnya, doktor di bidang hukum Islam, ekonomi Islam maupun pertanian. Tak heran jika berjalan-jalan di Jeddah, orang akan mendapati flat yang merupakan wakaf. Menjadi bukti bahwa wakaf itu benar-benar produktif. Serta dikelola oleh tangantangan profesional.

Anda mungkin juga menyukai