Anda di halaman 1dari 11

KULTUR IN VITRO ANGGREK

Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten : Maryam Jamilah : B1J010145 : II :1 : Putri Dhiyas Destiana

LAPORAN PRAKTIKUM ORCHIDOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang mempunyai peranan penting dalam pertanian, khususnya tanaman hias. Warna bunganya yang beragam, bentuk dan ukurannya yang unik serta vase life yang panjang membuat anggrek memiliki nilai estetika tinggi dan daya tarik tersendiri dibandingkan tanaman hias lainnya. Anggrek banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri (Gustin, 2010). Anggrek dapat dibudidayakan secara generatif maupun vegetatif melalui kultur jaringan. Kelemahan perbanyakan anggrek secara generatif seperti yang dikemukakan oleh Cai et al (2011) yang menggunakaan jenis Dendrobium loddigesii Rolfe ialah rendahnya tingkat germinasi dan laju germinasi (perkecambahan). Ketiadaan endosperma pada bijinya membuat anggrek jenis Dendrobium loddigesii hanya dapat berkecambah saat melakukan simbiosis dengan fungi dalam kondisi alamiah. Rusaknya habitat asli dan penjarahan dapat menurunkan tingkat populasi anggrek jenis ini. Karena itulah, teknik perbanyakan vegetatif secara in vitro telah bangyak dijadikan alternatif dalam budidaya anggrek. Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Wattimena dan Mattjik, 1992). Pemuliaan tanaman melalui kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik dan mempertahankan kestabilan genetik. Wattimena dan Mattjik (1992) menyatakan, keragaman genetik pada kultur jaringan dapat dicapai melalui fase tak berdiferensiasi (fase kalus dan sel bebas) yang relatif lebih panjang. Untuk mendapatkan kestabilan genetik pada teknik kultur jaringan, dapat dilakukan dengan cara menginduksi sesingkat mungkin fase pertumbuhan tak berdiferensiasi.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk dapat mensterilkan biji-biji anggrek yang akan ditanam, dapat menumbuhkan biji-biji anggrek hasil penyilangan, dan dapat mengetahui tahapan subkultur anggrek.

II.

MATERI DAN METODE

A. Materi Alat yang digunakan adalah bunsen. Bahan yang digunakan adalah anggrek Dendrobium sp., alkohol 70%, alkohol 96%, HgCl2 0,02%, akuades, SDW (Sterile Destilated Water), dan kertas label. botol kultur, pinset, scalpel, LAF, dan

B. Metode 1. 2. Kultur Biji anggrek

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Disterilkan eksplan yang akan digunakan dengan menggunakan alkohol 70% selama 10 menit, kemudian direndam dengan HgCl 0,02% selama 5 menit, dilanjutkan dengan pencucian menggunakan SDW sebanyak tiga kali pengulangan masing-masing selama 30 detik.

3. 4. 5. 6.

Dibelah eksplan yang telah steril sehingga terlihat biji yang akan ditanam. Disiapkan botol yang berisi media tanam Diambil satu buah biji, setelah itu ditanam, kemudian di wrapping. Diletakkan botol kultur di rak kultur dengan suhu dan pencahayaan yang telah ditentukan.

7.

Diamati eksplan yang telah ditanam selama dua minggu Subkultur anggrek

1.

Di dalam LAF, planlet anggrek di dalam media lama dikeluarkan, dibersihkan, dan dipotong menjadi beberapa bagian.

2.

Ditanam planlet di dalam media baru yang telah disiapkan. Semua tahap dilakukan secara aseptis.

3. 4.

Di wrapping botol kultur baru yang telah ditanami. Diletakkan botol kultur di rak kultur dengan suhu dan pencahayaan yang telah ditentukan.

5.

Diamati eksplan yang telah ditanam selama dua minggu

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Subkultur anggrek

Gambar 1. Subkultur Dendrobium sp.

Gambar 2. Subkultur terkontaminasi jamur pada hari ke-2

Kultur biji anggrek

Gambar 3. Kultur biji Dendrobium sp.

B. Pembahasan Anggrek yang digunakan dalam praktukum kultur in vitro anggkrek adalah jenis Dendrobium. Dendrobium merupakan genus anggrek terbesar dari famili Orchidaceae. Popularitas anggrek ini banyak diminati disebabkan oleh aneka warna dan bentuk bunga yang indah, juga disebabkan periode bunga segar (vase life) yang lebih panjang dibandingkan tanaman hias lainnya. Selain itu keunggulan anggrek Dendrobium dari anggrek lainnya adalah mudah berbunga tanpa memerlukan perlakuan khusus. Umumnya, anggrek hibrida berwarna lembayung muda, putih, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Beberapa hibrida Dendrobium hasil pemuliaan modern memiliki warna kebiruan, gading, atau jingga tua sampai merah tua. Dendrobium dapat berbunga beberapa kali dalam setahun. Tangkai bunganya panjang dan dapat dirangkai sebagai bunga potong (Puchooa, 2004 dalam Gustin, 2010). Genus Dendrobium mempunyai kurang lebih 2000 spesies (Rentoul, 2003 dalam Gustin, 2010). Menurut Smith (1991), kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas. Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni: Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar, dll. Kultur kalus (calus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus-menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregal sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem. Kultur protoplasma eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas

bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik). Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepala sari/anther, ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman hapoid. Salah satu teknik perbanyakan anggrek adalah kultur biji anggrek secara in vitro pada media agar yang kaya akan nutrisi dalam kondisi aseptis. Hal ini terkait dengan ukuran biji anggrek sangat kecil dan tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan), sehingga memerlukan nutrisi dari luar untuk tumbuh. Kelangsungan hidup biji anggrek di alam sangat tergantung pada jamur mikoriza, yang merupakan pensuplai nutrisi seperti gula, asam amino, vitamin dan lain-lain. Perkecambahan biji anggrek di alam menunjukkan daya kecambah yang rendah yaitu kurang dari 1% (Lestari, et al., 2013). Larutan yang digunakan dalam sterilisasi diantaranya adalah larutan HgCl 0,02 %, yang berfungsi untuk sterilisasi sampai tingkat jaringan, larutan alkohol 70% yang berfungsi untuk sterilisasi permukaan, alkohol 96% berfungsi sebagai antiseptik permukaan tangan, dan Sterile Destilated Water (SDW) yang berfungsi sebagai penghilang sisa-sisa larutan yang masih melekat pada tanaman. Media kultur merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan

perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif yaitu komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan (Rachmawati, 2005). Umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang

lebih baik akan dapat diperoleh apabila dalam media tersebut ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992). Laju perkecambahan dari biji sangat tergantung pada hormon seperti NAA dan BAP terutama pada perutumbuhan dalam media. Sekitar 85% pemacuan dengan hormon dapat mengkibatkan perubahan biji menjadi protocorm. Pertumbuhan menjadi protocorm dalam media sekitar 10 minggu namun, dengan pemberian hormon BAP (0,5 mg/l) perkecambahan dari biji bisa dipercepat hingga 7 minggu. Primordial daun dan batang pertama kali muncul sekitar 12 minggu dan setelah 18 minggu baru secara sempurna terbentuk (Pant et al., 2011). Semua bahan-bahan nutrisi baik berasal dari senyawa anorganik maupun senyawa organik, tingkat penyerapannya oleh bahan tanaman (plantlet) sangat dipengaruhi oleh pH media itu sendiri. Untuk pertumbuhan, pH yang sesuai adalah 5,0-6,5 sedangkan bila pH terlalu rendah (<4,5) atau terlalu tinggi (>7,0) dapat menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan dan perkembangan kultur secara in vitro (Pierik, 1987 dalam Widiastoety e. al., 2005). Hasil penelitian Widiastoety et al (2005) menunjukkan bahwa kisaran pH terbaik terdapat pada kisaran 4,8 - 5,2 untuk pertumbuhan tinggi plantlet, luas daun, jumlah daun, jumlah tunas anakan, panjang akar, dan jumlah akar kultur anggrek Dendrobium sp. Eksplan tersebut mengandung atau terinfeksi bakteri, virus atau jamur yang menyebabkan kontaminasi pada tahap pertumbuhan. Meskipun pada masa awal setelah penaburan tidak terjadi kontaminasi, beberapa bulan berikutnya pertumbuhan jamur terlihat. Selain itu, faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap kontaminasi. Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Sumber kontaminasi dapat berasal dari eksplan tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke dalam media, alat yang tidak steril dan lingkungan kerja yang kotor. Sehingga harus dilakukan: sterilisasi lingkungan kerja, alat-alat, media dan bahan tanaman (Gunawan, 1988).

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sub kultur merupakan proses pemindahan plantlet ke dalam media yang baru dengan tujuan memperbarui kandungan nutrisi media yang telah habis. 2. Hasil kultur biji dan subkultur menunjukkan kegagalan karena adanya kontaminasi dari jamur pada hari ke-2.

DAFTAR REFERENSI

Cai, X., Z. Feng, X. Zhang, W. Xu, B. Hou, X. Ding. 2011. Genetic diversity and population structure of an endangered Orchid (Dendrobium loddigesii Rolfe) from China revealed by SRAP markers. Scientia Horticulturae 129 (2011): 877881. Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan, PAU Bioteknologi, IPB. Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB. Bogor. P. 304. Gustin, Agus Purwito, Dewi Sukma. 2010. Budidaya Anggrek Phalaenopsis: Produksi Anggrek Phalaenopsis untuk Ekspor Di PT Ekakarya Graha Flora, Cikampek, Jawa Barat. Makalah Seminar. Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Lestari, Endang, Tutik Nurhidayati, dan S. Nurfadilah. 2013. Pengaruh Konsentrasi ZPT 2,4-D dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium laxiflorum J.J Smith secara In Vitro. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 2, No.1. Pant, B., S. Shresta, and S. Pradhan. 2011. In Vitro seed germination and seedling devlopment of Phaius tancarvilleae (L Her.) Blume. Scientific World, Vol. 9 (9), July 2011. Rachmawati, F. 2005. Kultur Antera pada Anthurium (Anthurium andreanum Linden ex Andre). Thesis Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wattimena, G.A. dan N.A. Mattjik. 1992. Pemuliaan tanaman secara in vitro. Dalam Tim Laboratorium Kultur Jaringan (Ed.). Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Widiastoety, D., S. Kartikaningrum dan Purbadi. 2005. Pengaruh pH Media terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J.Hort. 15(1):1821. Widiastoety, D., S. Kusumo dan Syafni. 1997. Pengaruh Tingkat Ketuaan Air Kelapa dan Jenis Kelapa terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J. Hort. 7(3): 768-772.

Anda mungkin juga menyukai