Bapak S.N. usia 39 th, tinggi badan 165 cm, dengan berat badan 70 kg, pendidikan sarjana, bekerja sebagai PNS di instansi Diklat Pemda Tk I Surabaya Propinsi Jawa Timur bagian tata usaha (staf tata usaha), suku Batak, sudah menikah dan mempunyai 1 orang putera berusia 6 th, klien anak ke 7 dari 10 bersaudara, klien masuk rumah sakit dengan keluhan utama keluyuran, keluar dari rumah, merasa curiga, ketakutan dan bicara kacau. Dari hasil wawancara dengan isteri klien pada tanggal 16 Desember 1999 didapatkan data lebih kurang 2 bulan klien keluyuran keluar dari rumah, klien ditemukan di Semarang dalam keadaan tanpa baju, bicara kacau, perasaan takut dan curiga dengan orang lain serta badan kotor. Kemudian klien dirawat di RSJ Semarang selama 4 hari, klien minta di bawa ke Jakarta dan dirawat di RSJP Jakarta. Riwayat sebelumnya klien pernah menderita gangguan jiwa sejak tahun 1987. Klien pernah kumat terakhir tahun 1994 setelah itu klien berobat jalan . dalam 6 bulan terakhir klien tidak pernah minum obat dengan alasan selama minum obat perutnya tambah gendut. Dikantor teman klien sering mengejek bahwa klien perutnya gendut seperti kerbau. Dilingkungan sekitar rumah temapt tinggal klien serig dikatakan pernah gila. Isteri klien mengatakan sejak klien mengalami gangguan jiwa, bila klien berkunjung ketempat keluarga sering tidak diperhatikan bahkan disikapi dengan kasar, klien pernah di pukul di kepala oleh kakaknya gara-gara menaiki motor milik kakaknya, klien kadang-kadang dibilang menghabis-habiskan biaya selama. Selama di rumah sakit klien mengatakan bahwa klien lain tidak selevel dengan dia dan klien menganggap klien lain bisa mengancam dan mengeroyoknya. Dari hasil observasi dan wawancara klien memberikan jawaban yang tidak masuk akal dan sulit dimengerti. Klien membuat keputusan dengan keyakinan sendiri yang selalu dipertahankan dan menyalahkan atau menuduh orang lain. Selama interaksi klien tampak curiga, klien mempunyai keyakinan orang lain bisa membunuhnya, klien tampak takut dan khawatir dengan orang lain, klien jalan mondar-mandir tampak tegang dan sorot mata tajam.
ANALISA DATA.
NO 1.
DATA DS : Merasa curiga,mengatakan klien lain tidak selevel dengan dia dan mengagap klien lain bisa mengancam dan mengeroyoknya. Ada keyakinan orang lain bisa membunuhnya. Keluyuran, keluar dari rumah. DO : Tampak takut dan khawatir, curiga tegang dan sorot mata tajam. Membuat keputusan dengan keyakinan sendiri dan selalu dipertahankan & menyalahkan atau menuduh orang lain. DS :
2.
Sejak sakit tidak diperhatian bahkan 1. disikapi dengan kasar dan pernah dipukul di kepala. 2. Dikantor diejek perut gendut seperti kerbau, dilingkungan rumahdikatakan pernah gila. 3. Menganggap klien lain tidak selevel dengan dia. Isteri klien mengatakan tidak tahu cara merawat klien. DO : Tidak memakai baju, badan kotor. DS : 6 bulan terakhir tidak mau makan obat. 1. Mengeluh makan obat tambah gendut karena minum obat. DO : DS : DO : Bicara kacau, tidak masuk akal dan sulit dimengerti. Membuat keputusan dengan keyakinan sendiri. 1.
Gangguan konsep diri (harga diri rendah) Koping keluarga inefektif (ketidakmampuan keluarga merawat klien). Defisit perawatan diri.
3.
4.
kerusakan verbal.
komunikasi
POHON MASALAH.
Core Problem
Waham curiga
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Kerusakan komunikasi verbal b/d waham curiga. 2. Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain b/d waham curiga. 3. Waham curiga b/d harga diri rendah. 4. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidakmampuan keluarga merawat klien. 5. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b/d ketidakmampuan keluarga merawat klien. 6. Defisit perawatan diri b/d harga diri rendah.
PERENCANAAN 1. Kerusakan komunikasi verbal. a. Tujuan umum : klien dapat berkomunikasi verbal. b. Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi. Klien dapat berhubungan dengan realitas. Klien dapat dukungan dari keluarga. Klien dapat menggunakan obat dengan benar. c. Intervensi keperawatan.
1.
Bina hubungan saling percaya : beri salam terapeutik. Jangan membantah dan mendukung waham klien. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi. Observasi apakah waham klien mengganggu aktivitas sehari-hari dan perawatan diri.
2. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien tentang realitas. Diskusikan kemampuan klien masa lalu dan sekarang. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan melakukannya saat ini. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada. 3. Observasi kebutuhan klien sehari-hari. Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien. Atur situasi agar klien tidak punya waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Berbicara dengan klien dalam konteks realita. Sertakan klien dalam terapy aktivitas kelompok. Beri pujian untuk kegiatan positif klien. 5. Diskusikan dengan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat, lingkungan, follow up.
6. Diskusikan dengan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping akibat penghentian. Diskusikan perasaan setelah makan obat. Beri obat dengan prinsip 5 benar. d. Rasionalisasi. 1. Hubungan saling percaya adalah landasan utama untuk hubungan selanjutnya. Mengorientasikan klien pada keyataan. Klien menjadi lebih percaya dan diperhatikan. Mengetahui akibat dari waham terhadap aktivitas dan perawatan diri. 2. klien lebih percaya diri dan mengenal kemampuan yang realistis. 3. Kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan koping klien yang mengingkari terhadap kebutuhannya. 4. Mengingatkan dan melatih klien untuk menerima realitas. 5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga tentang gejala dan merawat klien dengan waham.
6. Diharapkan klien minum obat atas kesadaran sendiri dan pengawasan dari keluarga. 2. Gangguan proses fikir : waham curiga. a. Tujuan Umum : mampu behubungan dengan orang lain tanpa rasa rendah diri. b. Tujuan khusus : 1. Klien mampu memperluas kesadaran dirinya. 2. Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 3. Klien dapat menilai kemampuan dirinya. 4. Klien mampu membuat perencanaan yang realitas untuk dirinya. 5. Klien mampu bertanggung jawab dalam bertindak. 6. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam meningkatkan harga diri rendah. c. Intervensi. 1. Identifikasi kemampuan klien. Motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan. Mulailah dengan penegasan identitas klien. Tunjukan klien berharga, bertanggung jawab dan dapat membantu diri sendiri. Beri pujian dan perhatian pada perilaku yang sesuai. 2. 3. Dorong klien untuk berekspresi. Gunakan komunikasi terapeutik dan respon empati. Bantu klien mengungkapkan kemampuan positif. Bantu klien untuk mengungkapkan hubungannya dengan orang lain. Beri penguatan bahwa klien berguna dalam menyelesaikan masalah. Gunakan sumber daya keluarga untuk penyelidikan diri klien. Bersama klien mengidentifikasi dan menilai stresor. Jelaskan stresor mempengaruhi pikiran dan perilaku. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping. Bandingkan bersama klien koping adaptif dan maladaptif. Diskuiskan kerugian koping maladaptif dan keuntungan koping adaptif. Bimbing dalam memilih koping adaptif. Beri pujian atas kemampuan klien memilih dan mencoba koping adaptif. Beri pengertian bahwa diri klien yang dapat merubah dirinya. Motivasi klien merumuskan tujuannya sendiri. Diskusikan konsekwensi dan realitas tujuannya. Bantu menerapkan perubahan yang diharapkan secara jelas.
4.
5. 6.
Motivasi memulai harapab baru dan berkembang sesuai potensinya. Beri pujian atas kemampuan klien. Beri kesempatan klien untuk sukses. Bantu mendapatkan bantuan yang dibutuhkan. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok. Tingkatkan perbedaan diri klien dalam keluarga sebagai pribadi yang unik. Beri waktu yang cukup untuk proses yang merubah. Beri bantuan dan reinfortment positif atas keinginan klien. Bina hubungan saling percaya. Kaji pengetahuan keluarga tentang masalah harga diri klien. Diskusikan cara membantu klien dalam meningkatkan harga diri klien. Motivasi keluarga untuk aktif meningkatkan harga diri klien. Beri pujian atas tindakan positif keluarga.
d. Rasionalisasi. 1. Sebagai dasar untuk intervensi. Meningkatkan keterbukaan klien Membantu memperluas kesadaran diri. Meningkatkan kepercayaan diri klien. Dapat meningkatkan harga diri dan motivasi klien. 2. Membantu klien menerima pikiran dan perasaannya. Sebagai sarana untuk mewujudkan penerimaan klien terhadap diri dan pikirannya. Keterbukaan adalah pra syarat untuk berubah. Memberi gambaran konsep diri dan HAM secara terbuka. Memberikan keyakinan untuk berubah., Tempat tepat untuk penyelidikan. 3. Guna merencanakan pemecahan masalah. Perilaku cerminan keyakinan klien. Agar klien mengenal potensi dengan baik. Membantu menentukan koping yang tepat. Agar bisa membedakan koping. Meningkatkan motivasi klien memilih koping. Meningkatkan harga diri dan minat yang positf.
4. Menanamkan sikap yang bertanggung jawab. Klien adalah individu bertangguang jawab. Memotivasi menilai rencana dan tujuan.
5. 6.
Klien perlu bertindak secara realistis. Langkah awal bertindak realistis. Meningkatkan harga diri. Agar klien mengganti koping yang mal adaptif. Bantuan diperlukan dalam proses berubah. Meningkatkan harga diri Manusia makhluk unik. Perubahan perlu waktu Meningkatkan harga diri dan motivasi. Dasar untuk intervensi . untuk menetukan rencana selanjutnya Pengetahuan tentang cara meningkatkan harga diri bagi keluarga. Peran aktif keluarga akan meningkatkan harga diri. Meningkatkan motivasi keluarga.
3. Penatalaksaan regimen terapeutik inepektif. a. Tujuan umum : Penatalaksanaan regimen terapeutik efektif. b. Tujuan khusus : 1. Keluarga dapat mengenal masalh dalam merawat klien. 2. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan dengan mengidentifikasi sumber koping. 3. Keluarga dapat menggunakan koping yangtelah dipilih dalam merawat klien. 4. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan keluarga sehat dalam merawat klien dirumah. 5. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. c. Intervensi. 1. Bina hubungan saling percaya. Lakukan home visite. Dorong keluarga untuk mengekspresikan perasaannya dalam merawat klien. 2. Diskusikan dengan keluarga tentang koping yang selama ini digunakan. Beri reinforcement positif pada keluarga bila dapat mengemukakan tindakan positif dan perawatan klien. Diskusikan dengan keluarga tentang alternatif koping adaptif / sumber pendukung.
Diskusikan dengan anggota keluarga cara yang selam ini dilakukan dalam merawat klien. 3. Beri reinforcement positif anggota keluarga yang mengemukakan tindakan yang benar dan berhasil. Jelaskan cara yang adaptif dalam merawat klien. 4. Motivasi keluarga untuk menerima klien apa adanya. Diskusikan dengan keluarga untuk menyediakan perlengkapa n yang diperlukan untuk klien sehari-hari. Diskusikan dgn keluarga untuk melatih kemampuan klien menyelesaikan masalah. 5. Diskusikan tentang fasilitas pelayanan. Jelaskan guna dan efek obat. Menganjurkan dan memotivasi klien untuk follow up d. Rasionalisasi. 1. Dasar yang kuat bagi keluarga dalam mengekpresikan perasaannya. Merupakan dasar hubungan saling percaya. Mengidentifikasi kemampuan keluarga merawat klien. 2. Menentukan intervensi yang akan diberikan. Meningkatkan harga diri dan percaya diri keluarga. Membuka wawasan guna menangani si sakit. Untuk mengidentifiksai cara adaptif merawat klien.
3. Meningkatkan harga diri keluarga dan sebagai motivasi. Menambah dan meningkatkan pengetahuan keluarga merawat klien. 4. Diharapkan dapat meningkatkan harga diri dan percaya diri klien. Agar klien merasa diperhatikan. Melatih klien mengambil keputusan dan penerimaan klien oleh keluarga. 5. Agar keluarga mengetahui dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Mencegah kambuhnya penyakit.