Anda di halaman 1dari 26

TUGAS TERSTRUKTUR PARSITOLOGI TREMATODA HATI

Oleh: KELOMPOK 1

RIZKY RAMDHANIA SAGITA SAVITA SARI KURNIA AULIA KH AGUNG MUHARAM

(G1F009010) (G1F009015) (G1F009025) (G1F009028)

RATIH JUWITA NINDA (G1F009049)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2013

PENDAHULUAN

Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut: Telur meracidium sporocyst redia cercaria metacercaria cacing dewasa (Rosdiana , 2009). Dimana fase daur hidup tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing trematoda. Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sebagai berikut: 1. Trematoda pembuluh darah 2. Trematoda paru 3. Trematoda usus 4. Trematoda hati (Rosdiana , 2009).

Keterangan : (1) Schistosoma (2) Paragonimus (3) Clonorchis (4) Echinostoma (Rosdiana , 2009).

Tanda-tanda/Ciri-ciri Umum 1. Tubuhnya bersegmen. 2. Ukurannya bervariasi antara satu milimeter sampai beberapa sentimeter. 3. Mempunyai batil isap (sucker=acetabulum), yang terletak di bagian anterior, disebut batil isap mulut (oral sucker) dan di bagian ventral tubuh, disebut batil isap perut (ventral sucker). Ada species yang mempunyai genital sucker (Heterophyes heterophyes). 4. Pada umumnya monocieus/hermaphrodite kecuali Schistosoma. 5. Tidak mempunyai rongga tubuh (body cavity). 6. Mempunyai sistem pencernaan, tetapi tidak sempurna. Mulut (oral cavity) yang dikelilingi oral sucker terletak di ujung anterior, dilanjutkan dengan pharynx, esophagus bercabang di depan pipih dorsoventral, berbentuk seperti daun, tidak

ventral sucker dan menjadi sepasang usus yang berakhir buntu (caeca) yang bentuknya bervariasi : Simple/sederhana : hanya bercabang dua dan berakhir buntu

(Clonorchis sinensis), Setelah bercabang dua lalu bercabang-cabang lagi ke lateral (Fasciola hepatica) Setelah bercabang lalu menyatu lagi menjadi satu satu caecum yang disebut reunited- intestine (Schistosoma). 7. Mempunyai sistem excretory dan sistem syaraf. 8. Berkembang biak dengan bertelur (oviparus) 9. Telur mempunyai operculum (kecuali Schistosoma 10. System reproduksi berkembang sempurna. Alat genital terletak di antara kedua percabangan intestine (Rosdiana , 2009). Alat Reproduksi Jantan yang terdiri dari dua buah testis (kecuali pada Schistosoma) yang biasanya terdapat di bagian posterior., dilengkapi dengan dua vas efferens, satu vas deferens yang meluas menjadi seminal vesicle, diikuti oleh suatu penyempitan (ejaculatory duct), kemudian masuk ke genital atrium. Pada genital atrium bermuara ductus ejaculatorius. Cirrus merupakan

modifikasi bagian terminal vas deferens, bersifat muscular, berfungsi sebagai alat copulasi Glandula prostate, mengelilingi bagian yang menyempit dari vas deferens. Cirrus sac, merupakan kantong yang menutupi glandula prostat, atrium genetalis dan vesicula seminalis (Rosdiana , 2009). Alat Reproduksi betina terdiri dari Sebuah ovarium dengan dua vittelaria yang terletak pada kedua sisi badan dengan susunan bervariasi tergantung species. Organ ini dilengkapi dengan organ lain yang tidak terlalu penting untuk diingat seperti vittelaria yang bermuara pada ootype. Laurer's canal, Seminal receptacle, dan ootype. Uterus keluar dari ootype setelah berkelokkelok berakhir pada genital atrium. Ootype sendiri merupakan organ tempat

bertemunya ovum dan spermatozoa (ruang fertilisasi), Pada salah satu sisinya berhubungan dengan uterus dan pada sisi lain berhubungan dengan oviduct. Organ yang lain adalah Mehlis gland yang mengelilingi ootype.dan genital atrium yang membuka pada bagian ventral tubuh, dekat acetabulum (Rosdiana , 2009).

PEMBAHASAN

1. Opisthorchis viverrini

A. Klasifikasi Opisthorchis viverrini Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa Filum Kelas Ordo Famili Genus Species : Platyhelminthes : Trematoda : Prosostromata : Opistorchoidae : Opistorchis : Opistorchis viverini (Rosdiana , 2009)

B. Sejarah Daerah endemik ditemukan di Muangthai. Morfologi dan daur hidup cacing ini mirip Opistorchis felineus. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang mengandung metaserkaria (Rosdiana, 2009). Di daerah Muangthai timur laut ditemukan banyak penderita kolangiokarsinoma dan hepatoma pada penderita opistorkiasis. Hal ini diduga karena ada peradangan kronik saluran empedu. Selain itu berhubungan juga dengan cara pengawetan ikan yang menjadi hospes perantara O.viverrini. (Rosdiana, 2009).

C. Penyebaran Ditemukan endemik di Thailand dan daerah Muangtai serta tersebar di daerah Asia Tenggara (Sutanto, 2008).

D. Morfologi dan Siklus Hidup Morfologi dan daur hidup cacing ini mirip Opistorchis felineus. 1. Lebar 2-3 mm 2. Bentuk lebih panjang atau langsing. 3. Kutikula tertutup duri. 4. Oral sucker lebih terminal. asetabulum pada 1setengah bagian tubuh depan (1/4 dari seluruh panjang tubuh) 5. Besar oral sucker = besar ventral sucker. 6. Sekum panjang tak bercabang 7. Testis berlobi miring satu sama lain 8. Kelenjar vitelin S pada tengah badan. Perbedaan morfologi dari parasit ini dengan O. felineus adalah vitellarianya berkelompok-kelompok dan testis serta ovariumnya lebih besar ukurannya (Soejoto, 1989).

Daur hidup cacing ini yaitu telur mengandung seekor mirasidium yang terbawa bersama feses hospes definitif, termakan oleh hospes

perantara I dan menjadi serkari dikeluarkan setelah 2-3 bulan , serkaria termakan oleh ikan dan menjadi metaserkaria yang infektif, kemudian masuk ke tubuh manusia ketika memakan ikan . Apabila dimakan oleh manusia, cacing keluar dari kista diduodenum dan ke saluran empedu bagian distal dan menjadi dewasa dalam waktu 3 sampai 4 minggu (Anonim, 1998). Hospes pada cacing O.v : Hospes definitif : kucing, anjing dan manusia Hospes perantara I : siput air tawar, bithynea iechi. Hospes perantara II : ikan jenis idus dan tinca. Penyakit yang disebabkan oleh spesies ini adalah Opistorkiasis (Rosdiana, 2009).

E. Patologi dan Gejala Klinis Cacing dalam jumlah sedikit tidak akan menimbulkan gejala, kadang-kadang timbul gejala berupa diare, kurang nafsu makan, perut kembung, perasaan tidak enak di epigastrium. Nyeri di kuadran kanan atas dapat juga timbul disertai hepatomegali, ikterus, suhu naik 38,5 C. Selanjutnya jika jumlah telur mencapai 10-50 butir per mg tinja, penyakit berat dan jika lebih dari 50 butir, penyakit sangat berat (Natadisastra, 2005).

F. Diagnosis Dasarnya dengan menemukan telur dalam tinja atau dari drainase duodenum atau analisis dengan PCR (Natadisastra, 2005).

G. Pengobatan Cukup baik dengan pemberian obat klorokuin (Natadisastra, 2005).

H. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari makan-makanan yang terbuat dari ikan mentah atau yang dimasak tidak sempurna. Dan

juga menghindari minum air mentah terutama didaerah endemis untuk mengindari terjadinya kista (Tierney, 2005).

2. Opistorchis felineus

A. Klasifikasi Opistorchis felineus Kelas Ordo Famili Genus : Trematoda : Prosostomata : Opistorchoidae : Opistorchis (Rosdiana, 2009)

B. Sejarah Ditemukan pada tahun 1884 pada hati kucing oleh Sebastiano Rivolta dari Italy. Pada tahun 1891, scientist Rusia K.N. Vinogradov menemukannya pada manusia dan menamainya parasit cacing hati Siberian. Pada tahun 1930-an, seorang helmintology, Hans Vogel dari Hamburg mempublikasikan artikel yang menggambarkan siklus hidup dari Opisthorchis felineus (Rosdiana , 2009).

C. Penyebaran Opistorchis felineus tersebar di eropa timur, eropa tengah, eropa selatan, asia seperti Vietnam dan india. Daerah yang sangat endemis di

polandia dan Desna Basin. Di daerah endemis kucing merupakan hospes reservoir yang terpenting sebagai sumber penular (Muslim, 2009). Parasit ini ditemukan di Eropa Tengah, Siberia dan Jepang. Parasit ini ditemukan pada manusia di Prusia, Polandia dan Siberia ditemukan di Jepang yang bukan daerah endemik Clonorchiasis. Cacing dewasa panjangnya kira-kira 1 cm hidup dalam saluran empedu dan hati manusia serta kucing. Telur besarnya kira-kira 30 mikron. Siklus hidup patologi dan klinik diagnose dan pengobatannya hampir sama dengan C. sinensis (Rosdiana, 2009).

D. Morfologi dan daur Hidup Morfologi

1. Ukuran, panjang 7-8 mm dan lebar 2-3 mm 2. Bentuk lebih panjang atau langsing. 3. Kutikula tertutup duri. 4. Oral sucker lebih terminal. asetabulum pada 1setengah bagian tubuh depan (1/4 dari seluruh panjang tubuh) 5. Besar oral sucker = besar ventral sucker. 6. Sekum panjang tak bercabang 7. Testis berlobi miring satu sama lain 8. Kelenjar vitelin S pada tengah badan. (Muslim,2009)

Cacing Opistorchis felineus ini merupakan trematoda yang hermaprodit. Cacing dewasanya berbentuk pipih dengan dua penghisap (oral dan ventral/perut). Cacing ini dapat dibedakan dengan spesies lain dari family Opisthorchidae dengan morfologinya. Ukuran dari cacing dewasa O. felineus adalah 7-12 x 2-3 mm; ukuran cacing dibawah pengaruh dari diameter saluran empedu dan intensitas dari infeksi. Ukuran telurnya adalah 25-35x15-17m (Muslim, 2009).

Morfologi dewasa

Host intermediet yang pertama adalah siput air tawar dari genus Bithynia (e.g., B.inflata, B.tentaculata, B.leachi) yang hidup di telaga atau sungai yang alirannya pelan. Dalam siput, ada tahapan dua larva yang dapat dideteksi yaitu sporokista dan redia. Infeksi yang lazim terjadi pada siput umumnya pada kisaran 0,07-0,63% (Muslim, 2009). Host intermediet yang kedua adalah ikan air tawar dari family Cyprinidae (e.g. golden orfe, Leuciscus idus; common dace, L. leuciscus; common roach, Rutilus rutilus; tench, Tinca tinca; barbell, Barbus barbus; carp bream, abramis brama). Pada ikan, hanya tahap larva metaserkaria yang dapat dideteksi. Pada ikan dapat dijumpai 1 30.000 metaserkaria. Lebih dari 6000 metaserkaria dapat dideteksi per gram-nya (Muslim, 2009). Daur hidup Telur bermirasidium dalam proses , hospes perantaran I (menetas keluar mirasidiumnya), redia (serkaria), hospes perantara II

(metaserkaria), manusia (terjadi eksistasio di dalam usus), terus kesaluran empedu, hati, dewasa.

Cacing dewasa menghasilkan telur yang dikeluarkan melalui feses. Setelah dicerna pada siput yang cocok (host intermediet pertama), telur melepaskan miracidia/mirasidium , yang mengalami beberapa tahap perkembangan di dalam siput (sporokista , redia, cercaria). Serkaria dilepaskan dari siput dan berpenetrasi ke ikan air tawar (host intermediet kedua), metaserkaria tersimpan/ada di dalam otot atau dibawah sisik . Mamalia sebagai host definitive (kucing, anjing, dan beberapa mamalia pemakan ikan termasuk manusia) menjadi terinfeksi dengan memakan ikan yang belum matang yang mengandung metaserkaria. Setelah dicerna, metaserkaria berada di duodenum dan naik sampai menuju ke saluran

empedu kemudian mereka mengkaitkan dirinya dan berkembang hingga dewasa, yang dapat menghasilkan telur setelah 3 sampai 4 minggu . Cacing dewasa O. felineus ukurannya 7 mm to 12 mm dengan tebal 2 mm to 3 mm) terletak di dalam empedu dan saluran pancreas dari host mamalia, dimana mereka mengkaitkan diri mereka pada mukosanya (Irianto, 2009). Hospes dan nama penyakit : Hospes definitive

Mamalia (manusia, kucing, anjing, dan pemakan ikan lainnya). Hospes intermediet pertama Siput air tawar Hospes intermediet kedua Ikan air tawar Nama penyakitnya adalah opistorkiasis (Irianto, 2009).

E. Patologi dan Gejala Klinis Infeksi terjadi pada manusia/mamalia lain yang memakan ikan mentah atau yang dimasak kurang baik. Kucing merupakan hospes reservoir yang terpenting di daerah yang sangat endemis. Keong sebagai hospes perantara/intermediet mendapatkan infeksi dari feses yang terdapat di pantai pasir dan yang ikut terbawa arus air (Muslim, 2009). Gejala klinis yang biasanya terjadi biasanya disebabkan oleh cacing dewasa yang menimbulkan peradangan dan proliferasi sel-sel epitel saluran empedu, proses lanjut dapat menimbulkan fibrosis. Berat atau ringannya penyakit bergantung pada jumlah dan lamanya infeksi oleh cacing. Pada kasus berat, penderita dapat mengalami ikterus, eosinofilia local, edema wajah dan kadang-kadang asites (Muslim, 2009). Tanda-tanda dan gejala yang lain adalah : demam, mual, sakit perut, diare, periode inkubasi sekitar 2 minggu, pada infeksi kronik terjadi cholangitis dan obstruktif jaundice yang di dokumentasikan seperti colangiocarcinoma (Irianto, 2009).

F. Diagnosis Deteksi pada siput/keong : Pengamatan Mikroskop hasil pembedahan siput dan analisis PCR dari homogenisasi tubuh siput (Pozio, 2008). Deteksi pada ikan dapat dilakukan dengan : Penekanan otot ikan (trichinoscopy)

Pencernaan

Metaserkaria yang utama pada jumlah yang terbanyak yaitu pada otot dari caudal dan dorsal paddle. Metaserkaria dapat diidentifikasikan pada golongan family atau spesies berdasarkan morfologi ataupun PCR derived methods (Pozio, 2008). Deteksi/diagnosis pada hospes mamalia adalah : a. Deteksi parasitological Deteksi dari telur parasit dalam sampel tinja, ukuran telur untuk cacing ini 25-35 x 15-17 m. b. Deteksi serological Menggunakan tes ELISA yang dikembangkan pada manusia dan karnivora (anjing,kucing) menggunakan eksresi atau sekresi antigen dari cacing dewasa secara in vitro. c. Deteksi molekuler Menggunakan PCR dari sampel tinja. Pada hasil tes laboratorium biasanya menghasilkan jumlah leukosit yang tinggi mencapai 29,8 x 103/L, eusinofil yang tinggi mencapai 60% dan enzim hati (AST/ALT mU/mL) meningkat sampai 315/899 (Pozio, 2008).

G. Pengobatan Pilihan pertama pengobatan dapat menggunakan

Praziquanteldengan dosis 25 mg/kg secara per oral, selama 1 hari. Atau pilihan kedua pengobatan yaitu Albendazole dengan dosis 10 mg/kg sehari secara per oral dalam 2 dosis untuk 7 hari (Yangco et al, 1987).

H. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari makan-makanan yang terbuat dari ikan mentah atau yang dimasak tidak sempurna. Dan juga menghindari minum air mentah terutama didaerah endemis untuk mengindari terjadinya kista (Tierney, 2005).

3. Clonorchis sinensis

A. Klasifikasi Clonorchis sinensis Kingdom Phylum Kelas Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Platyhelminthes : Trematoda : Opisthorchiida : Opisthorchiidae : Clonorchis : Clonorchis sinensis (Waykoff, 1958)

B. Sejarah Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Conell tahun 1847 disaluran empedu pada seorang Cina di Kalkuta. Clonorchis sinensis merupakan trematoda hati oriental liver fluke yaitu parasit pada manusia yang hidup disaluran empedu. Cacing daun ini adalah parasit mamalia yang makan ikan merupakan parsit manusia .Cacing hati Cina kebetulan adalah cacing hati manusia yang merupakan kelas Trematoda , Phylum Platyhanmelminthes . Parasit ini tinggal di hati manusia, dan ditemukan terutama di umum saluran empedu dan kantong empedu , makan pada empedu (Sutanto, 2008).

C. Penyebaran Distribusi cacing ini cukup luas. Hewan ini, yang diyakini menjadi lazim parasit cacing yang paling ketiga di dunia, adalah endemik untuk Korea Selatan Jepang , Cina , Taiwan ,Asia Tenggara dan sebagian Timur Jauh Rusia. Saat ini menginfeksi suatu manusia diperkirakan 30.000.000. Clonorchis sinesnsis adalah parasit opisthorchid trematoda yang menginfeksi kucing dan manusia di negara-negara tropis dan

subtropis di Asia. Di Quebec, Canada pada tahun 1996 pernah menjadai wabah trematodiasis (Saul, 2005). D. Epidemiologi Kebiasaan makan ikan yang diolah kurang matang merupakan faktor penting dalam penyebaran penyakit. Selain itu cara pemeliharaan ikan dan cara pembuangan tinja di kolam ikan penting dalam penyebaran penyakit. Clonorchiasis terjadi ketika banyak orang terutama yang

tinggal didaerah pantai senang makan-makanan laut mentah maupun ikan mentah yang mempunyai kenikmatan tersendiri. Misalnya salad yang berasal dari ikan mentah, ikan dengan jus lemon, lomi-lomi yang diasinkan dan diberi jus lemon, bawang, tomat. (Anonim, 2006). E. Siklus Hidup dan Morfologi Siklus hidup

Cacing ini berbentuk pipih, memanjang, tidak berduri, tidak padat, berwarna kelabu membias cahaya, menyempit ke anterior dan agak membulat ke posterior serta mempunyai batil isap perut lebih kecil dari batil isap kepala (Brown, 1979). Secara umum telur dari Clonorchis sinensis yang berisi mirasidium yang berkembang ke dalam bentuk dewasa. Telur dikeluarkan dengan tinja. Telur menetas bila dimakan keong air (Bulius, Semisulcospira). Clonorchis sinensis dewasa memiliki bagian-bagian tubuh utama pengisap oral, faring, usus buntu, pengisap ventral, vitellaria, rahim, ovarium, kelenjar Mehlis , testis, kandung kemih exretory.

Hospes sebagai perantara hidup Hospes Perantara Pertama Siput air tawar Parafossarulus manchouricus sinonim: Parafossarulus striatulus, sering berfungsi sebagai hospes perantara pertama untuk sinensis Clonorchis di Cina, Jepang, Korea dan Rusia. Host siput lain termasuk :

Bitinia longicornis sinonim: Alocinma longicornis di China Bitinia fuchsiana di China Bitinia misella di China Parafossarulus anomalosiralis di China Melanoides tuberculata di China Semisulcospira libertina di China Assiminea lutea di China Tarebia granifera di Taiwan, Cina Begitu berada di dalam tubuh siput, mirasidium yang menetas

dari telur, dan tumbuh secara parasit dalam siput. mirasidium ini berkembang menjadi sebuah sporosit, yang pada gilirannya

memondokkan reproduksi aseksual dari redia, tahap berikutnya. Para redia sendiri memondokkan reproduksi aseksual cercaria berenang

bebas. Sistem reproduksi aseksual memungkinkan untuk persilangan eksponensial individu cercaria dari satu mirasidium. Ini membantu para Clonorchis dalam reproduksi, karena memungkinkan mirasidium untuk memanfaatkan satu kesempatan pasif dimakan oleh siput sebelum telur mati. Setelah redia dewasa, yang tumbuh di dalam tubuh siput sampai saat ini, mereka secara aktif menanggung keluar dari tubuh siput ke lingkungan air tawar (Sutanto, 2008). Hospes perantara Kedua Pada tahap selanjutnya mereka masuk menmbus ke dalam tubuh ikan, mereka kembali menjadi parasit pada hospes barunya. Setelah masuk dari otot ikan, cercaria yang membuat kista metacercarial pelindung yang dapat digunakan untuk

mengenkapsulasi tubuh mereka. Kista pelindung ini terbukti bermanfaat ketika otot ikan dikonsumsi oleh manusia (Sutanto, 2008). Hospes Definitif Kista menghindari tahan dicerna asam oleh memungkinkan asam metaserkaria manusia, untuk dan

lambung

memungkinkan metaserkaria untuk mencapai usus kecil terluka. Mencapai usus kecil, metaserkaria yang menavigasi ke hati manusia, yang menjadi habitat akhir. Pakan Clonorchis pada empedu manusia diciptakan oleh hati . Dalam hati manusia, Clonorchis mencapai tahap yang matang dari reproduksi seksual . Orang-orang dewasa hermafroditik menghasilkan telur setiap 1-30 detik, sehingga perbanyakan cepat penduduk di hati (Sutanto, 2008). Cacing dewasa mempunyai ukuran 12-30 x 3-5 mm, hidup disaluran empedu, hati, kadang-kadang juga ditemukan dipankreas (Brown,1979). Telur CS berukuran 27-35x12-29 berwarna kuning coklat muda, dan mempunyai operkulum pada bagian bawah mempunyai penonjolan kecil pada bagian yang lebih tebal. Telur berisi mirasidium yang tidak akan menetas bila dimakan hospes perantara pertama yaitu keong air Gastropoda (Swellengrebel and Stermann, 1960).

Mirasidium akan keluar bila tertelan oleh air yang sesuai, selanjutnya didalam jaringan keong mirasidium mengalami

metamorfosis menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria kan musnah jika tidak bertemu dengan seekor ikan dalam waktu 24-48 jam.hospes perantara kedua adalah ikan air tawar kurang lebih 40 jenis dari famili Cyprinidae ( Pseudorasbora parva, Gnathopogon elongatus)juga gobiid dan salmoniid (Gandahusada et al, 1998). Selain itu ikan dari spesies Curassius auratus dan

Ctenopharyngodon idella yang sering dimakan mentah, paling sering menyebabkan infeksi cacing ini terutama diPolandia dan Cina Selatan. Pada penelitian ternyata infestasi metaserkaria tertinggi di ikan. Didalam otot ikan sarkaria menembus masuk tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista di dalam kulit di bawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria (Sutanto, 2008). Didalam duodenum akan mengalami eksistasi, kemdian larva masuk kedalam duktus koledokus, lalu ke saluran empedu yang lebih kecil, dan mejnadi dewasa selama 1 bulan. Seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan (Piekarski, 1962). Cacing ini dapat hidup selama 20-25 tahun. Setiap hari seekor cacing dapat mengeluarkan telur sebanyak 1100-2400 butir dalam tinja anjing atau kucing, 1600 butir marmot, 3000 dalam tikus dan pada manusia belum diketahui jumlahnya (Barry, 2005). - Morfologi Telur : 1. Bentuk seperti lonjong ukuran 2530m 2. warna kuning kecoklatan 3. Kulit halus tetapi sangat tebal 4. Pada bagian ujung yang meluas terdapat tonjolan 5. Berisi embrio yg bersilia (miracidium) 6. Operculum mudah terlihat 7. infektif untuk siput air Cacing Dewasa :

1. Ukuran 12 20 mm x 3 5 mm 2. Ventral sucker < oral sucker 3. Usus (sekum) panjang dan mencapai bag. Posterior tubuh 4. Testis terletak diposterior tubuh & keduanya mempunyai lobus 5. Ovarium kecil terletak 2008). ditengah (anterior dari testis) (Susanto,

F. Patologi dan Gejala Klinis Pada stadium awal tidak ditemukan gejala, namun pada stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa kembung, diare, edema dan pembesaran hati. Pada beberapa psien ditemukan demam, rash, malaise dan rasa tidak enak diperut kwadran kanan atas. Pada stadium lanjut didaptkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, ascites, diare, edema dan sirosis hepatica. Keadaan dapat disisil dengan takikardia, palpitasi, vertigo dan depresi mental serta kadang-kadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati (Belding, 1952). Gejala akut timbul dalam waktu beberapa minggu, berupa nyeri di abdomen, nause, diare, kadang-kadang disertai eosinofilia yang merupakan gejala utama (Tierney, 2005). Pada infeksi kronis ditemukan keadaan umum lemah, anoreksia, sakit pada epigastrium, diare, emam yang berkepanjangan, rasa sakit yang intermitten pada kwadran atas kanan sekitar hati, pembesran hati secara progersif. Namun fungsi hati dapat normal kecuali pada kasus yang berat (Belding, 1952). Sumbatan saluran empedu menyebabkan kolangitis, sirosis portal dan mungkin karsinoma hati (Grabda, 1991). Adanya batu di saluran

empedu intrahepatik dapat menyebabkan infeksi piogenik yang rekuren, kolangitis, kolangiohepatitis, abses duktus biliaris, abses hati,

kolangiokarsinoma dan gejala lain pada hati. Dapat terjadi endoflebitis dari cabang vena porta (Lun et al, 2005). Pada individu yang mengalami infeksi CS dalam waktu lama maka makin banyak fibrosis terbentuk dan terjadi destruksi jaringan hati sehingga faal hati terganggu, walaupun SGOT dan SGPT masih normal (Brown, 1979). Pada beberapa pasien ditemukan sirosis disertai ikterus dan asites, juga dapat terjadi kolesistitis kronik, kolelitiasis, disertai tidak berfungsinya kandung empedu. Cacing dapat juga masuk kedalam duktus pankreatikus dan meyebabkan pankreatitis akut. Penderita jarang meninggal oleh karena CS namun kematian dapat terjadi bila infeksi cukup luas disertai dengan gangguan fungsi hati, kolangiokarsinoma, daya tahan tubuh yang menurun atau oleh karena penyakit lain yang menyertai (Chapter, 2006). Kadang-kadang infeksi yang terjadi sangat hebat ditemukan 4000 ekor cacing pada hati seorang manusia. Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan (Grabda, 1991).

G. Diagnosa Diagnosa didasarkan pada isolasi feses telur C. sinensis bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti viverrini Opisthorchis , dan felineus Opisthorchis , dapat dibedakan dengan pemeriksaan miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR. Konfirmasi biasanya dibuat pada laparotomi eksplorasi dan visualisasi cacing dalam pohon bilier atau kandung empedu dari kucing yang terkena dampak (Sutanto, 2008). Di daerah endemis yang mempunyai kebiasaan makan ikan mentah adanya clonorchiasis dapat diduga bila ditemukan penderita

dengan pembesaran hati dan gejala hepatitis. Diagnosis diferensialnya adalah tumor ganas, sirosis hati, atau penyakit lain yang menyebabkan pembesaran hati. Diagnosis pasti ditegakan dengan menemukan telur Clonorchis di dalam tinja atau dengan drainage empedu. Telur Clonorchis harus dibedakan dengan telur cacing Opistorchis dan Heterophyidea (Waykoff, 1958). Pada pemeriksaan dengan computed tomography scanning (CTcsan) dan ultrasonografi (USG) terlihat dilatasi dari saluran empedu intrahepatik dengan atau tanpa dilatasi minimal dari duktus intra dan ekstrahepatik yang besar. Dengan transhepatic cholangiogram terlihat adnya struktur dan dilatasi dari cabang-cabang sebagai filling degfect. Pada pasien dengan obstruksi duktus biliaris telur cacing hanya dapat ditemukan dengan aspirasi jarum halus atau dengan operasi

(Tierney, 2005). Beberapa kasus clonorchiasis dilaporkan dengan gejala yang berbeda-beda. Seorang wanita Korea berusia 19 tahun yang bermigrasi ke Amerika , selama 7 bulan mengalami mual, muntah disertai nyeri epigastrik pada daerah kanan atas. Gejala tersebut berlangsung menetap, disertai kolik pada perut. Dengan pemeriksaan ultrasonografi terlihat dilatasiu multipel dari duktus biliaris disertai dilatasi yang sangat hebat dari struktur lobular hati. Dengan endoscopy retrograde

cholangiopancreotogreaphy berhasil diangkat sebuah cacing berwarna hitam dari ductus billiaris (Belding, 1952). Clonorchiasis juga ditemukan pada seorang wanita, istri seorang petani berumur 75 tahun yang mengeluh nyeri abdomen disertai ikterus sedang. Pada pemeriksaan echography dari kandung empedu terlihat adnya deposit parasit di kandung empedu. Pada pemeriksaan tinja ditemukan adanya telur Clonorchis sinensis. Kasus clonorchiasis juga ditemukan pada seorang wanita berumur 66 tahun yang menderita abses hati. Setelah dilakukan operasi ditemukan telur dalam jumlah sangat banyak, di salurean empedu dan pada tinja. Pada pemeriksaan serologi terbukti telur tersebut adlah telur Clonorchis sinensis (Lin et al, 1987).

Oleh karena pada pasien dengan clonorchiasis harus dicermati adanya occult cholagiocarcinoma, maka pemeriksaan radiologi seperti kolangiografi, USG dan CT-scan memegang peranan penting untuk diagnosis, menentukan stadium, dan menentukan proses pengobatan dari kolangiokarsinoma. Dengan ditemukannya 3 kasus clonorchiasis disertai adanya massa di dalam lumen kandung empedu yang ditemukan dengan pemeriksaan CT-scan , maka korelasi antara clonorchiasis dengan adenokarsinoma kandung empedu sedang diteliti (Kim, 2003).

H. Pengobatan Pengobatan untuk parasit ini adalah sama dengan trematoda lainnya, terutama melalui penggunaan praziquantel sebagai obat pilihan pertama. Obat diberikan pada 5 mg / kg stat, atau mingguan. Obat yang digunakan untuk mengobati infestasi mencakup triclabendazole , praziquantel , bithionol , Albendazole dan mebendazol. Namun Praziquantel dapat diberikan per oral dalam berbagai kombinasi dosis antara lain 20-30 mg/kgBB, tiga kali perhari lebih dari satu hari, 25 mg/kg BB,tiga kali per hari selama dua hari berturut-turut, atau 40 mg/kgBB secara dosisi tunggal (Chen, 1991). Toleransi pengobatan dengan praziquental sangat baik dan efektif, sehingga merupakan pilihan utama (drug choice). Pada infeksi berat dosis dapat diulang untuk mengeliminasi infeksi (Yangco et al, 1987).

I. Pencegahan Pencegahan clonorchiacis dapat dilakukan dengan menghindari makan-makanan yang terbuat dari ikan mentah atau yang dimasak tidak sempurna. Dan juga menghindari minum air mentah terutama didaerah endemis untuk mengindari terjadinya kista. Disamping itu pencegahan dapat dilakukan dengan mengontrol pemakaian pupk tinja yang terkontaminasi. Pupuk tinja manusisa dapat digunakan pada kolam ikan untuk meningkatkan produksi ikan, juga meningkatkan pertumbuhan

keong yang merupakan hospes perantara kedua dari Clonorchis sinesnsis (Tierney, 2005). Kegiatan pemberantasan lebih ditujukan untuk mencegah infeksi pada manusia. Misalnya penyuluhan kesehatan agar orang makan ikan yang sudah dimasak dengan baik serta pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai. Tetapi hal ini agak lambat diterima oleh masyarakat desa (Sutanto, 2008).

KESIMPULAN

Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya Klasifikasi tremastoda diantaranya yaitu : 1. Hepatic Trematodes(Liver flukes): Habitat di hepar Fasciola hepatica Fasciola gigantica Dicrocoelium dendriticum Clonorchis sinensis Opisthorchis felineus Opisthorchis viverini

2. Intestinal Trematodes (Intestinal Flukes): Habitat di usus halus: Fasciolopsis buski Heterophyes heterophyes Metagonimus yokogawai Echinostoma malayanum

3. Lung Trematodes (Lung flukes) : Habitat di paru misalnya : Paragonimus westermani 4. Blood Trematodes (Blood Flukes) Pada plexus venosus vesicalis : Schistosoma haematobium

Pada plexus mescentericus superior : Schistosoma japonicum Pada plexus mescentericus inferior : Schistosoma mansoni

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2006.Parasites.http://www.diet=and=health.net/articles.php?cont=parasit es23-1-2006 diakses tanggan 1 April 2012 Anonim..2009.Opistorchiasis.http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/opisthorchiasis. htm. diakses tanggal 1 April 2012 Anonim,2010. http://crocodilusdaratensis.wordpress.com/2010/08/18/clonorchissinensis-opisthorchis-sinensis/ diakses 1 April 2012 Barry D. 2005.p.285-9. Clonorchis sinensis.In:Robert Ls,Janovi J,JR editors.Foundations of Parasitology.7thed.Mc. Graw Hill.New York Belding DL.1952.p.640-51.Clonorchis sinensis.textbook of Clinical

parasitology.USA:Appleton Century Co Brown HW.1979.Cestoda Usus Manusia.Trematoda Hati.Clonorchis

sinensis.Dasar Parasitologi Klinis Edisi Ketiga.Gramedia.Jakarta Chapter 16:Parasites.potential Food Safety Hazard.http://seafood .ucdafis. edu /HACCP/Compendium/chapt16.htm 23-1-2006 Chen ER.1991:184-5.Clonorchiacis in Taiwan.In:Cross JH,Editor.Emerging Problem in Food-Bome Parasitic Zoonosis:Impact on Agriculture and public health.Bangkok,Thailand.Seameo Regional Trop Med And Pub Health Project Bangkok Gandahusada S,Ilahude HD,Pribadi w.1998.p.38-50.Trematoda Hati Clonorchis sinensis.Parasitologi kedokteran Edisi ketiga.FKUI.Jakarta Grabda J.1991.241-2.Clonorchis sinensis.Marine Fish Parasitology.Anoutline. PWN Polish Scientific Publisher.Warsawa Irianto Koes. 2009. Panduan Praktikum Parasitologi Dasar. Bandung : YramaWidya Lin AC,Chapman SW,Turner HW,Wofford JD Jr.Clonorchiacisisan update.South MedJ.1987:80.p.919-22.http://www.fujita-hu.ac.jp/tsutsumi/case/ case057.htm Lun ZR,Grasser RB,Lai DA,Zhu XQ,Yu XB, Fang YY.2005;5:31-

41.Clonorchiacis a key Foodberne Zoonosis in China.Lancet Infect Dis.

Kim, Y. H. 2003;28:83-6.Carcinoma of The Gallbladder Associated with Clonorchiacis:Clinicopathology and CT evaluation.Abdominal Imaging. Muslim. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Natadisastra D, Agoes R. 2005. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ yang Diserang. Jakarta: EGC. Piekarski G.1962:69-71.Clonorchis sinensis.Medical Parasitology in

Plates.Lapage G (English Translation).Bayer AG.Germany. Pozio, Edoardo. 2008. Epidemiology, Diagnosis and Control of Opisthorchis felineus.http://www.iss.it/binary/crlp/cont/Pozio_Opisthorchis_felineus_.pdf. diakses tanggal 1 April 2012 Safar Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi Helmintologi Entomologi. Bandung : Yrama Widya Saul D. Sushi Safety.The Frozen Fish Fiasco.News and Views.2005;82:90-1 Soejoto Dkk. 1989. Parasitologi Medik Helminthologi Jilid 2. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta. (Halaman 96 Dan Halaman 107-109). Sutanto,Inge dkk.2008.Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.FKUI.Jakarta Swellengrebel NH,Sterman MM.1960;210-6.Clonorchis sinensis Animal Parasites in man.Lancaster Press Inc.USA Tierney LM Jr, MC.Phee SJ,Papadakis MA.2005.p.1452-3.Current Medical Diagnosis & Treatment.Lange Medical Books.Mc Graw-Hill.New York Waykoff DE.1958;44:461-6.Studies on Clonorchis sinensis.The Host-Parassite relations in the rabbit and observations on the relative suspectibility of certain laboratory hosts.J parasitol. Yangco BG, Lerma C de, Lyman GH, price DL. 1987;31:135-8.Clinical Study evaluating Efficiacy of Paraziquantel in Clonorchiasis.Antimicrob agent Chemother.

Anda mungkin juga menyukai