Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI HEART DISEASE (HHD)

A. Definisi Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan retina mata. Hypertensi Heart Disease adalah penyakit jantung hipertensif ditegakan bila diketahui ventikel, kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap-tahap, pertahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertensi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastol. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas, fungsi fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertropi dan terjadinya arterosklerosis koroner . (Kapita Selekta Kedokteran, 1999, FKUI, Media Aqesculapius, Jakarta). Hypertensi didefinisikan oleh Joint Committee on Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan

sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki. (Marilynn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta). Klasifikasi hypertensi menurut Doenges, 1999 ; adalah : 1) Hypertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan diastolic sampai 130 mmHg; 2) Hasil pengukuran diastolic diatas 130 mmHg dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama , kemudian maligna. Hypertensi sistolik juga merupakan factor risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemik jantung bila tekanan diastolic 90-115 mmHg.

B. Etiologi Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat. Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal. Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.

C. Patofisiologi Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang

peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui nuerohormonal terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat AfrikaAmerika. Patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan pada bagian ini. 1. Hipertrofi ventrikel kiri Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK). Risiko HVK meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan penemuan lewat EKG (bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat menegakkan diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan hubungan langsung antara derajat dan lama berlangsungnya peningkatan tekanan darah dengan HVK. HVK didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara primer dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi, perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis. Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodelling konsentrik, HVK konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Bandingkan dengan HVK eksentrik, di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun hanya terjadi pada sisi tertentu, misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk pada kasus

hiperetensi. Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat, namun HVK kemudian mendorong terjadinya disfungsi diastolik otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung. 2. Abnormalitas Atrium Kiri Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri. Sebagai tambahan, perubahan struktur ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi diastolik, dapat mempercepat terjadinya gagal jantung. 3. Penyakit Katup Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral. 4. Gagal Jantung Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi

diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa HVK (Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase komplaien lambat dari diastolik ventrikel. Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan HVK. Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan HVK. Disfungsi sistolik yang asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri, menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan menandakan peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri. 5. Iskemik Miokard Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri

koroner, bahkan hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi bersifat multifaktorial. Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural, menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan oksigen. Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa hipertensi. 6. Arimia kardiak Arimia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi. Resiko henti jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolismedipekirakan memegang peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel, ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel takiaritmia. Artrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor umum bagi artrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan artrial fibrilasi mengidap hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan HVK telah dianggap sebagi faktor yang mungkin berperan. Perkembangan artrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik dekompensata, dan yang

lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik, khususnya stroke. Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan HVK daripada pasien tanpa HVK. Penyebab arimitmia tersebut dianggap terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard.

D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : 1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

E. Klasifikasi Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI, 1997) sebagai berikut :
No 1. 2. 3. 4. Kategori Optimal Normal High Normal Hipertensi Grade 1 (ringan) Grade 2 (sedang) Grade 3 (berat) Grade 4 (sangat berat) Sistolik(mmHg) <120 120 129 130 139 140 159 160 179 180 209 >210 Diastolik(mmHg) <80 80 84 85 89 90 99 100 109 100 119 >120

F. Penatalaksanaan Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategori pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa

penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas. Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi : 1. Pengaturan Diet Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH. Beberapa diet yang dianjurkan: a. Rendah garam,beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan pengurangan komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system reninangiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi.Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari. b. Diet tinggi potassium,dapat menurunkan tekanan darah tapi

mekanismenya belum jelas.Pemberian Potassium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi,yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular. c. d. e. Diet kaya buah dan sayur. Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner. Tidak mengkomsumsi Alkohol.

2. Olahraga Teratur Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah. 3. Penurunan Berat Badan Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus

karena umumnya obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung simpatomimetik,sehingga dapat meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia. Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya dengan obat antihipertensi. 4. Farmakoterapi Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide, beta-blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers, ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti hydralazine. Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 2. Pemeriksaan retina 3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung 4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri 5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa 6. Pemeriksaan; renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi 7. Ginjal terpisah dan penentuan kadar urin 8. Foto dada dan CT scan.

H. Komplikasi Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,otak, dan jantung.Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut: pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:

gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu diqwaspadai. pembatasan asupan natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi. Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain : 1. Stroke 2. Gagal jantung 3. Gagal Ginjal 4. Gangguan pada Mata ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Aktivitas/ Istirahat a. b. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

2. Sirkulasi a. Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi,perspirasi. b. Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.

3. Integritas Ego a. Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress

multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan. b. Tanda :Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue

perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi a. Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).

5. Makanan/cairan a. Gejala: Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretik b. Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

6. Neurosensori a. Gejala: Keluhan pening /pusing,sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis). b. Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.

7. Nyeri/ ketidaknyaman a. Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan

jantung),sakitkepala.

8. Pernafasan a. Gejala: Dispnea yang berkaitan dari aktivitas /kerja

takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok. b. Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan buny inafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.

9. Keamanan a. Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular 2. Intoleran aktivitas b.d kelemahan umum ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 3. Nyeri ( sakit kepala ) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral 4. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d masukan berlebih 5. Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA

Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55 Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008). Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm. 2008 Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm. Accessed at Desember 3, 2008 Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241 Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543. accessed at Desember 3,

Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.610-614. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442 Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h. 245 Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. 1995. h.45 Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC. H.322-323

Anda mungkin juga menyukai