Anda di halaman 1dari 6

Tinea Cruris et Corporis dengan Resiko Infeksi Sekunder

ABSTRAK Dermatifitosis (tinea) adalah Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisanlapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis. Menyebabkan kelainan pada kulit dengan morfologi yang khas yaitu lesi polimorf dengan bagian tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang. Gejala ini disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini digaruk maka papul-papul atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga menimbulkan daerah yang erosif dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Pasien laki-laki umur 51 tahun, pedagang di pasar, datang dengan keluhan utama gatal-gatal di daerah selangkangan kanan-kiri, perut, leher belakang, tangan kanan. Key word: dermatofitosis, tinea, cruris, corporis KASUS Penderita laki-laki umur 51 tahun datang ke poliklinik kulit RSUD Temanggung dengan keluhan utama gatal-gatal di daerah selangkangan kanan-kiri, perut, leher belakang, tangan kanan. Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal tak tertahankan, di daerah selangkangan kanan-kiri, perut, leher belakang, dan tangan kanan sejak satu bulan yang lalu. Pada daerah yang gatal tersebut terdapat lesi yang awalnya kecil lalu makin lama makin meluas. Daerah tersebut kadang terasa perih. Pasien tidak demam baik sebelum maupun selama penyakit tersebut menyerang. pasien sudah berobat ke Puskesmas, mendapat pengobatan salep selama satu minggu tapi tak ada perubahan. Pada riwayat penyakit dahulu tidak ditemukan riwayat alergi makanan dan obatobatan, riwayat asma, maupun riwayat diabetes melitus. Pada keluarga juga tidak ditemukan riwayat alergi makanan dan obat-obatan, riwayat asma, maupun riwayat diabetes melitus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu afebris. Status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan hasil hifa jamur (+) Status dermatologi sebagai berikut:

Lokasi : regio inguinal dextra et sinistra, lower abdomen, coli posterior, humeri dextra. UKK : patch polisiklik, berbatas tegas terdiri atas eritem, skuama dan erosi bekas garukan, tepi meninggi disertai papul dan vesikel. Suhu sama dengan daerah sekitar dan tidak teraba adanya indurasi. DIAGNOSIS Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis dari penderita adalah tinea cruris et corporis. TERAPI Pada pasien ini dilakukan terapi dengan pengobatan peroral dan topikal. Untuk terapi peroral diberikan ketokonazole tablet 200 mg satu hari sekali selama 7 hari sebagai anti fungi dan interhistin tablet tiap 12 jam sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa gatal. Untuk terapi topikal diberikan sporex salep yang dioleskan tiap 8 jam pada kulit yang mengalami kelainan. DISKUSI Dermatifitosis (tinea) adalah Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisanlapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis. Tinea kruris dan tinea korporis merupakan dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita (Budimulja, 2005). Dermatofita dibagi menjadi genera Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis. Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh karena harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan tidak praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis dapat disebabkan oleh beberapa spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang.

Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Sedangkan tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (glabrous skin) seperti di daerah muka, leher, badan, lengan, dan gluteal. Penyebab tersering tinea korporis adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Pasien merasa gatal dan kelainan umumnya berbentuk bulat, berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorf) dengan bagian tepi lesi lebih jelas tanda peradangannya daripada bagian tengah. Beberapa lesi dapat bergabung dan membentuk gambaran polisiklis. Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada kasus dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas, diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kulit dengan larutan KOH 10-20 % (Daili, dkk., 2005). Penyebab tersering tinea kruris adalah Epidermophyton floccosum, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Trichophyton rubrum. Gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama-kelamaan meluas sehingga dapat meliputi skrotum, pubis, glutea bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis banding tinea kruris meliputi dermatitis seboroik, kandidosis kutis, eritrasma, dermatitis kontak dan psoriasis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskop langsung memakai larutan KOH 10-20 % (Madani, 2000; Siregar, 2005). Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan sediaan langsung yang positif dan biakan. Kadang kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang ( 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.

Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada bagian pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada psoriasis terdapat tanda-tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetes lilin, dan fenomena auspitz. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung PENGOBATAN a. Pengobatan topical - Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep ( Salep Whitfield). - Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10) - Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll. b. Pengobatan sistemik - Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. - Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan - Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat azol seperti itrakonazol, flukonazol dll.

Pada kasus ini pasien laki-laki berusia 51 tahun bekerja sebagai pedagang di pasar. Sering berkeringat dan tempat berdagangnya kurang bersih dan tidak higienis. Hal ini menjadi faktor resiko dan faktor pemberat dari penyakit tinea atau dermatofitosis. Pada pemeriksaan didapatkan kulit yang mengalami kelainan adalah di daerah selangkangan, perut bawah, leher, dan lengan atas. Hal ini berarti bahwa pasien menderita tinea cruris et corporis. Karena klasifikasi tinea adalah berdasarkan letak anatomis dari kelainan kulit yang muncul. Dilihat dari faktor resiko dan faktor pemberat yang ada, apabila kedua hal tersebut tidak dihindari dan atau pengobatan tidak adekuat maka pasien ini beresiko terkena infeksi sekunder dari tinea yang dideritanya.

KESIMPULAN Dermatifitosis (tinea) adalah Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisanlapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis. Menyebabkan kelainan pada kulit dengan morfologi yang khas yaitu lesi polimorf dengan bagian tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang. Gejala ini disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini digaruk maka papul-papul atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga menimbulkan daerah yang erosif dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Klasifikasi tinea yaitu berdasarkan letak anatomis dari kelainan kulit yang muncul. untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa factor, yaitu Faktor virulensi dari dermatofita, Faktor trauma, Faktor-suhu dan kelembaban, Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan, Faktor umur dan jenis kelamin KEPUSTAKAAN 1. Budimulja, U., 2005, Mikosis, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 4th ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 89 105. 2. Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia Indonesia, Jakarta : 27 37.

3. Madani, F., 2000, Infeksi Jamur Kulit, dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit Kulit, Penerbit Hipokrates, Jakarta : 73 87. 4. Siregar, R.S., 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 10 44.

PENULIS: Ciptaning Sari Dewi Kartika NIM 2004.031.0111 NIPP 1535.24.08.2008 Homebase: RSUD Temanggung Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Anda mungkin juga menyukai