Anda di halaman 1dari 12

Pesatnya Perkembangan Aliran Sesat di Indonesia

By rizqi88

Selamat Datang di Blog Rizqi Awal. Blog ini lebih mengkhususkan artikel-artikel keislaman dan
opini yang berasal dari saya. Selain itu Berisi pula tentang motivasi-motivasi keislaman yang
insya Allah dapat bermanfaat bagi kita semua.

Judul yang saya ketengahkan ini merupakan rasa kekhawatiran saya terhadap Pemerintah
Indonesia yang mengambil sikap masa bodoh dengan bermunculannya berbagai macam agama
BAru yang jelas-jelas masih menyangkut pautkan agama islam. Pemerintah benar-benar
berupaya sedang menegakkan Pancasila setegak-tegaknya sehingga orang dapat saja mengklaim
ia Bertuhan yang MAha Esa asalkan ia beragama. YAch inilah contoh kecil pemerintah yang
dapat menjadi masalah besar akibat tidak diterapkannya aturan-aturan islam sebagai pokok
hukum Negara.

JAngan Heran pula bila MUI hanya mampu mengeluarkan fatwa tanpa dapat mencegah dan
bertindak terhadap perbuatan yang jelas-jelas Allah SWT murkai itu. KArena kenapa pemerintah
lebih memilih untuk dapat mendapatkan urusan perut ketimbang urusan masyarakatnya heran.
Dan salah satu penyebab utama bermunculan agama baru ini akibat kepemimpinan saat ini tidak
berada dalam aturan dan kekuasaan islam sehingga orang dengan enak saja mengklaim agama
baru. Tsumma NAudzubillah min Dzaliik

Tag: OPiniku

Kelompok Aliran Sesat Tak Bisa


Dibiarkan
Monday, 12 January 2009

Oleh: KH 'Athian Ali M Da'i, LC., MA,


Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) |

Aliran sesat terus saja berkembang di Indonesia. Tidak hanya aliran sesat yang beranggotakan
banyak orang seperti Ahmadiyah, aliran sesat yang beranggotakan beberapa orang pun tumbuh
subur. Bak jamur di musim hujan, aliran-aliran sesat berkembang sejak kran reformasi dibuka.
Maka penyesatan demi penyesatan menghinggapi umat Islam. Sebagian ajarannya menjadikan
para pemeluknya keluar Islam.

Ini adalah hal yang sangat berbahaya. Rusaknya akidah umat tidak hanya berdampak pada
kehidupan dunia, tapi juga akhirat. Penyelewengan ajaran Islam seperti virus yang menggerogoti
tubuh umat Islam. Jika tidak diamputasi, maka virus itu akan berkembang dan menjadikan tubuh
umat kian lemah tak berdaya. Dalam pandangan Islam penyesatan ini harus dihentikan, tak ada
pilihan lain. Tidak bisa dengan alasan toleransi atas nama kebebasan berkeyakinan, aliran sesat
dibiarkan bahkan dilindungi.

Oleh karena itu, pemerintah atau aparat penegak hukum harus menuntaskan keberadaan
kelompok aliran sesat ini. Sebab, keberadaan mereka jelas telah meresahkan umat Islam karena
mereka membawa nama-nama Islam dengan tujuan untuk menyesatkan akidah umat Islam.
Mungkin saja tidak masalah jika mereka tak membawa nama Islam. Tapi perkembangan aliran
sesat di Indonesia menunjukkan, hampir semua aliran sesat ini berkonotasi Islam. Dapat
dipastikan tujuan kelompok aliran sesat ini apalagi kalau bukan merusak Islam.

Siapa sebenarnya di balik mereka itu? Tahun 1960-an lalu, ada kelompok-kelompok yang
membawa nama Islam dengan membawa ajaran sesat dan menyesatkan. Mirip yang terjadi
sekarang. Tenyata setelah peristiwa G30S/PKI meledak, terungkap bahwa tokoh-tokoh PKI
berada di balik kelompok-kelompok itu.

Bisa jadi mereka adalah kelompok yang diciptakan. Mereka diciptakan untuk kepentingan
imperialisme, untuk kepentingan komunis, untuk kepentingan politik. Karena itu untuk
membongkar itu semua diperlukan sebuah kekuatan, hukum dan sebagainya. Tentu di sini, peran
pemerintah dituntut untuk melindungi hak-hak warga negara, khususnya sebagai Muslim. Hak
pertama yang harus dipenuhi adalah hak memiliki keyakinan supaya kita tidak diinjak-injak oleh
orang lain. Itu hak esensial yang harus dilindungi oleh pemerintah.

Memang ini adalah hak pemerintah bukan masyarakat. Sebab masyarakat sendiri tidak mungkin
bisa memberantas gerakan-gerakan itu dengan memeranginya dan menyalahi aturan yang ada.
Yang bisa melakukan itu semua hanyalah pemerintah yang punya kekuasaan.

Introspeksi

Munculnya banyak aliran sesat ini seharusnya menggugah para ulama, ustad dan kiai untuk
membentengi akidah umat. Bagaimanapun harus diakui kenapa ada umat Islam yang tersesat
secara akidah. Ini yang harus menjadi bahan introspeksi.

Sudah saatnya juru dakwah untuk melihat apa yang salah dengan dakwahnya selama ini. Jangan-
jangan dakwah kita selama ini tampaknya tidak menyentuh masalah yang prinsip yaitu akidah
sehingga umat mudah dijerumuskan dan disesatkan. Sebab kalau kita lihat fakta di lapangan,
orang yang disesatkan ternyata bukan orang-orang yang begitu awam, tapi mereka justru orang
yang sudah tertarik kepada Islam. Mereka justru sedang ada di masjid, sedang melakukan aktifias
dakwah. Artinya mereka memanfaatkan orang-orang yang sudah tertarik pada Islam. Berarti
dakwah kita belum tepat. Kenapa orang yang tertarik pada Islam malah terseret pada aliran sesat.
Muhasabah dakwah sangat perlu kita lakukan terus.[]

Jakarta (GP–Ansor):Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim


Muzadi menyatakan, maraknya aliran baru yang sesat dan menyesatkan akhir-akhir ini
disebabkan kebebasan yang terlalu longgar setelah era reformasi. Untuk mengatasi masalah
tersebut, PBNU meminta aparat penegak hukum menindak tegas setiap orang yang menyebabkan
lahirnya aliran yang meresahkan masyarakat itu.

“Kalau dulu terlalu ketat, sekarang ini terlalu longgar,” ungkapnya kepada wartawan usai
acara penandatanganan MoU antara PBNU dan British Council Inggris dalam bidang
pendidikan, di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/10) kemarin.

Ada data menyebutkan sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang
berkembang di Indonesia. Sebanyak 50 di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat.

Menurut dia, sejak dua tahun belakangan ini, aliran sesat memang tumbuh subur di Indonesia.
Fenomena tersebut mengingatkan pada masa sebelum G30S PKI meletus, yaitu antara tahun
1964 hingga 1965 lalu. ”Ini mengingatkan kita pada aliran sesat prolog G30S PKI pada tahun
1964-1965. Saya tidak katakan ini ada hubungan, tapi Indonesia sudah dua kali ini terlanda
maraknya aliran sesat,” tuturnya.

Karena itu, Hasyim meminta kepada masyarakat dan aparat penegak hukum untuk pandai
membedakan, antara khilafiyah, bid’ah dan kesesatan. Hal itu penting agar masyarakat dan
aparat tidak kebingungan melihat fenomena maraknya aliran sesat. ”Aparat sendiri sepertinya
juga kesulitan membedakan sesuatu yang sesat, sehingga ragu melakukan tindakan,” katanya.

Menangggapi adanya pihak-pihak yang menganggap munculnya aliran sesat bagian dari
kebebasan pemikiran yang mengacu pada hak azasi manusia, tokoh NU kelahiran Bangilan,
Tuban, itu mengatakan, aparat penegak hukum seharusnya bisa membedakan antara hak azasi
manusia dan hak ketuhanan. Mengaku sebagai “Jibril” dan “Rasul” adalah bentuk
pelanggaran terhadap hak ketuhanan. ”Jadi orang tidak bisa mengaku Jibril atau rasul, karena
itu hak ketuhanan, bukan hak azasi manusia,” jelasnya.

Dikatakannya, aliran sesat yang melecehkan Islam bermacam-macam jenisnya, mulai dari shalat
dua bahasa, shalat tanpa busana dan pelecehan terhadap Alqur’an. Namun, kata pengasuh
pondok pesantren Al-Hikam ini, dari sejumlah aliran yang merusak ajaran Islam itu, yang paling
berat aliran Al Qiyadah Al Islamiyah karena pemimpinnya, Ahmad Moshaddeq, mengaku nabi.
”Paling berat ya yang mengaku sebagai nabi,” jelasnya.
Dari perkembangan aliran sesat di Indonesia, katanya, adalah penyerahan diri pimpinan Al
Qiyadah Al Islamiyah, Ahmad Moshaddeq karena diuber-uber oleh polisi, dan bebasanya Lia
Aminuddin (Lia Eden) dari tahanan. Unik karena publik menyaksikan adanya “nabi” yang
ditangkap polisi dan “Jibril” yang bisa tersedu sedan.

“Mengaku ‘rasul’ kok dan menyerah. Ya lucu, nabi kok menyerah dan “Jibril”
kok nangis. Yang menarik lagi, pada saat orang yang mengaku nabi ditangkap, eh yang mengaku
Jibril malah keluar,” cetusnya.

Pada kesempatan tersebut, ia menyatakan tak sepakat terhadap ungkapan salah satu pimpinan
Ormas di Indonesia (Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, red) yang meminta pimpinan
aliran agar membentuk agama baru. Menurut dia, membentuk agama baru adalah hak azasi
ketuhanan. PBNU, imbuh dia, siap membantu orang yang ikut-ikutan aliran sesat kembali ke
jalan yang benar.

”Saya kira itu terlalu berlebihan. Kalau mereka bisa diluruskan ya diluruskan. PBNU siap
membantu mereka, itu untuk para pengikutnya. Tapi kalau untuk pemimpin-pemimpinnya ya
diserahkan kepada hukum,” katanya.

Curiga Big Design

Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Said Agil Siradj menengarai ada
kelompok-kelompok tertentu yang sengaja memunculkan aliran kelompok Al Qiyadah Al
Islamiyah. “Saya melihat dan memang ada kecenderungan ke arah sana. Namun persisnya
saya tidak tahu,” kata Said Agil pada acara Halal Bihalal di Universitas Pancasila (UP), Rabu
(31/10) kemarin.

Ia curiga dan kemungkinan ada big design (desain besar) dari semua kejadian ini. Menurut dia,
aliran Al Qiyadah Al Islamiyah, memang bisa dikatakan sesat karena pendapat mereka
bertentangan dengan hal-hal prinsip yang sudah diterima seluruh umat Islam. “Jika mereka
menyatakan tidak wajib shalat lima waktu, dan adanya nabi setelah Muhammad maka bisa
dikatakan sesat,” jelasnya.

Lain halnya dengan perbedaan yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah. Walaupun ormas-
ormas Islam tersebut berbeda, namun bukan hal yang prinsip yang menjadi perbedaannya.
“Beda secara parsial dengan kajian ilmiah mendalam itu tidak sesat,” jelasnya.

Lebih lanjut Agil mengatakan, untuk menangani munculnya kembali aliran sesat tersebut,
pemerintah dan aparat keamanan harus bertindak dan campur tangan untuk menyelesaikan kasus
tersebut.

Namun kata dia, tindakan terhadap aliran tersebut jangan sampai anarkis, seperti yang terjadi
terhadap aliran Ahmadiyah di Parung, Bogor, Jawa Barat. “Jangan sampai ada tindakan
kekerasan terhadap pimpinan atau pengikutnya,” jelasnya.
Pemerintah dan ormas Islam, kata dia, harus juga memberikan pencerahan mengenai agama
terhadap masyarakat. Pencerahan agama bukan saja oleh Departemen Agama, Mejelis Ulama
Indonesia (MUI), tapi juga ormas Islam, terutama pada masyarakat bawah atau “grassroot”.
“Harus ada program-program pemahaman agama yang mengikutsertakan terutama kalangan
’grassroot’,” jelasnya.
“Rasul” Tersangka

Sementara, setelah menyerahkan diri pada Senin (29/10) malam, rasul Al Qiyadah Al Islamiyah,
Ahmad Moshaddeq, dan dua pengikut setianya dinyatakan sebagai tersangka. “Tersangkanya
tiga orang. Yang 2 pengikutnya,” kata Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Carlo
Tewu di Polda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, kemarin.

Namun, Carlo enggan membocorkan nama tersangka itu. “Tanya saja ke tim investigasinya-
lah,” elaknya. Menurut dia, kepolisian masih terus melakukan pendalaman dan
mengumpulkan bukti-bukti atas aliran yang dianggap sesat ini. Sumber di Polda mengatakan
salah satu tersangka baru bernama Beni Satria.

Selama menjalani pemeriksaan, Moshaddeq menjelaskan panjang lebar aliran yang dianutnya.
Tidak diperlukan psikiater untuk mendampinginya. “Wah nggaklah, waras kok. Malah
orangnya pintar. Kalau ditanya nyerocos panjang lebar,” kata Kepala Satuan Keamanan
Negara (Kamneg) Polda Metro Jaya AKBP Tornagogo Sihombing di Mapolda Metro Jaya secara
terpisah saat ditanya perlu tidaknya Moshaddeq didampingi psikiater.

Dia menambahkan, pengikut Moshaddeq diperbolehkan menjenguk pimpinannya. Namun,


pengamatan kemarin, belum ada satu pun pengikut yang menjenguk Moshaddeq setelah
menyerahkan diri pada Senin (29/10) malam lalu. Moshaddeq yang telah ditetapkan sebagai
tersangka kini masih diperiksa secara intensif.

Tornagogo menyatakan telah memintai keterangan 28 saksi dalam kasus ini dan untuk
menguatkan jerat pidana, pihaknya memeriksa dua saksi ahli. “Kita minta keterangan saksi
ahli dari Departemen Agama dan ahli pidana umum,” katanya.

Adapun 28 saksi itu terdiri atas para pengikut dan warga sekitar. “Di antara saksi itu 6
pengikut yang ikut mengantarkan Moshaddeq saat menyerah diri dan warga yang netral,”
tambah Tornagogo.

Dia menambahkan pidana tidak dikenakan kepada para pengikut Al Qiyadah. “Kalau hanya
ikut-ikut saja ya enggak bisa (ditahan) dong,” ujar Tornagogo.

Sementara, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Harry Hermansyah menyatakan melarang
aliran Al Qiyadah Al Islamiyah untuk wilayah DKI Jakarta, termasuk buku-buku dan
selebarannya. Untuk tingkat pusat, larangan akan dikeluarkan Kejaksaan Agung. Hal itu
disampaikan Harry Hermansyah usai rapat Muspida membahas Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah
di Gedung Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, kemarin.
“Apabila kemungkinan nanti di masyarakat ada pemikiran atau demo-demo yang
bertentangan dengan ajaran Islam nanti kita kaji. Apabila MUI mengeluarkan fatwa bisa jadi
dilarang juga,” ujarnya. Jika melanggar, lanjut Harry, akan dikenai pasal 156 A dan 156 KUHP
dengan maksimal hukuman 5 tahun penjara.

Sementara, anggota Komisi VIII DPR yang membidangi masalah keagaman M Ichawan Syam
menegaskan, sudah saatnya pemerintah membuat aturan hukum terhadap pimpinan dan penyebar
aliran sesat di Indonesia. pasalnya, tidak saja mengganggu persoalan aqidah agama, tetapi juga
menganggu stabilitas negara.

“Pemerintah harus segera merumuskan aturan hukum terhadap pimpinan dan penyebar aliran
sesat di Indonesia, karena gerakan mereka sangat berbahaya, tidak hanya menghancurkan umat
Islam tetapi juga menghancurkan bangsa Indonesia,” ujar Ichwan Syam yang dihubungi
berada di Surabaya, kemarin.

Ichwan Syam yang juga Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan, aturan hukum
tersebut harus tegas, jika perlu hukuman mati karena gerakan mereka melebihi kejahatan
korupsi, subversif, makar, dan Sara. Karena itu rumusan hukum harus pasti untuk aspek jera.

“Kejahatan yang mereka lakukan itu tidak hanya menodai agama yang meresahkan umat
beragama, khususnya umat Islam, tetapi sebenarnya lebih dari itu mengganggu stabilitas nasional
dan bisa membuka pintu bagi intelejen asing menghancurkan Islam dan mengganggu stabilitas
negara,” tegas Ichwan.

Supaya aturan hukum yang akan dijadikan undang undang (UU) itu tidak menjadi polemik di
kemudian hari, kata dia, dalam perumusannya harus ada pedoman identivikasi untuk mengetahui
letak pelanggaran pidananya, pelanggaran subversifnya dan pelanggaran sara yang mereka
lakukan.

“Jadi saya kira hukumannya harus melebihi hukum korupsi. Jika perlu hukuman sumur hidup
atau hukuman mati, untuk memberikan aspek jera kepada penyebar aliran sesat itu,” tegas
mantan Ketua Pemuda Ansor itu.(dm/aji)
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
Jakarta (GP–Ansor):Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim
Muzadi menyatakan, maraknya aliran baru yang sesat dan menyesatkan akhir-akhir ini
disebabkan kebebasan yang terlalu longgar setelah era reformasi. Untuk mengatasi masalah
tersebut, PBNU meminta aparat penegak hukum menindak tegas setiap orang yang menyebabkan
lahirnya aliran yang meresahkan masyarakat itu.

“Kalau dulu terlalu ketat, sekarang ini terlalu longgar,” ungkapnya kepada wartawan usai
acara penandatanganan MoU antara PBNU dan British Council Inggris dalam bidang
pendidikan, di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/10) kemarin.

Ada data menyebutkan sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang
berkembang di Indonesia. Sebanyak 50 di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat.

Menurut dia, sejak dua tahun belakangan ini, aliran sesat memang tumbuh subur di Indonesia.
Fenomena tersebut mengingatkan pada masa sebelum G30S PKI meletus, yaitu antara tahun
1964 hingga 1965 lalu. ”Ini mengingatkan kita pada aliran sesat prolog G30S PKI pada tahun
1964-1965. Saya tidak katakan ini ada hubungan, tapi Indonesia sudah dua kali ini terlanda
maraknya aliran sesat,” tuturnya.

Karena itu, Hasyim meminta kepada masyarakat dan aparat penegak hukum untuk pandai
membedakan, antara khilafiyah, bid’ah dan kesesatan. Hal itu penting agar masyarakat dan
aparat tidak kebingungan melihat fenomena maraknya aliran sesat. ”Aparat sendiri sepertinya
juga kesulitan membedakan sesuatu yang sesat, sehingga ragu melakukan tindakan,” katanya.

Menangggapi adanya pihak-pihak yang menganggap munculnya aliran sesat bagian dari
kebebasan pemikiran yang mengacu pada hak azasi manusia, tokoh NU kelahiran Bangilan,
Tuban, itu mengatakan, aparat penegak hukum seharusnya bisa membedakan antara hak azasi
manusia dan hak ketuhanan. Mengaku sebagai “Jibril” dan “Rasul” adalah bentuk
pelanggaran terhadap hak ketuhanan. ”Jadi orang tidak bisa mengaku Jibril atau rasul, karena
itu hak ketuhanan, bukan hak azasi manusia,” jelasnya.

Dikatakannya, aliran sesat yang melecehkan Islam bermacam-macam jenisnya, mulai dari shalat
dua bahasa, shalat tanpa busana dan pelecehan terhadap Alqur’an. Namun, kata pengasuh
pondok pesantren Al-Hikam ini, dari sejumlah aliran yang merusak ajaran Islam itu, yang paling
berat aliran Al Qiyadah Al Islamiyah karena pemimpinnya, Ahmad Moshaddeq, mengaku nabi.
”Paling berat ya yang mengaku sebagai nabi,” jelasnya.

Dari perkembangan aliran sesat di Indonesia, katanya, adalah penyerahan diri pimpinan Al
Qiyadah Al Islamiyah, Ahmad Moshaddeq karena diuber-uber oleh polisi, dan bebasanya Lia
Aminuddin (Lia Eden) dari tahanan. Unik karena publik menyaksikan adanya “nabi” yang
ditangkap polisi dan “Jibril” yang bisa tersedu sedan.

“Mengaku ‘rasul’ kok dan menyerah. Ya lucu, nabi kok menyerah dan “Jibril”
kok nangis. Yang menarik lagi, pada saat orang yang mengaku nabi ditangkap, eh yang mengaku
Jibril malah keluar,” cetusnya.

Pada kesempatan tersebut, ia menyatakan tak sepakat terhadap ungkapan salah satu pimpinan
Ormas di Indonesia (Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, red) yang meminta pimpinan
aliran agar membentuk agama baru. Menurut dia, membentuk agama baru adalah hak azasi
ketuhanan. PBNU, imbuh dia, siap membantu orang yang ikut-ikutan aliran sesat kembali ke
jalan yang benar.

”Saya kira itu terlalu berlebihan. Kalau mereka bisa diluruskan ya diluruskan. PBNU siap
membantu mereka, itu untuk para pengikutnya. Tapi kalau untuk pemimpin-pemimpinnya ya
diserahkan kepada hukum,” katanya.

Curiga Big Design

Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Said Agil Siradj menengarai ada
kelompok-kelompok tertentu yang sengaja memunculkan aliran kelompok Al Qiyadah Al
Islamiyah. “Saya melihat dan memang ada kecenderungan ke arah sana. Namun persisnya
saya tidak tahu,” kata Said Agil pada acara Halal Bihalal di Universitas Pancasila (UP), Rabu
(31/10) kemarin.

Ia curiga dan kemungkinan ada big design (desain besar) dari semua kejadian ini. Menurut dia,
aliran Al Qiyadah Al Islamiyah, memang bisa dikatakan sesat karena pendapat mereka
bertentangan dengan hal-hal prinsip yang sudah diterima seluruh umat Islam. “Jika mereka
menyatakan tidak wajib shalat lima waktu, dan adanya nabi setelah Muhammad maka bisa
dikatakan sesat,” jelasnya.

Lain halnya dengan perbedaan yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah. Walaupun ormas-
ormas Islam tersebut berbeda, namun bukan hal yang prinsip yang menjadi perbedaannya.
“Beda secara parsial dengan kajian ilmiah mendalam itu tidak sesat,” jelasnya.

Lebih lanjut Agil mengatakan, untuk menangani munculnya kembali aliran sesat tersebut,
pemerintah dan aparat keamanan harus bertindak dan campur tangan untuk menyelesaikan kasus
tersebut.

Namun kata dia, tindakan terhadap aliran tersebut jangan sampai anarkis, seperti yang terjadi
terhadap aliran Ahmadiyah di Parung, Bogor, Jawa Barat. “Jangan sampai ada tindakan
kekerasan terhadap pimpinan atau pengikutnya,” jelasnya.

Pemerintah dan ormas Islam, kata dia, harus juga memberikan pencerahan mengenai agama
terhadap masyarakat. Pencerahan agama bukan saja oleh Departemen Agama, Mejelis Ulama
Indonesia (MUI), tapi juga ormas Islam, terutama pada masyarakat bawah atau “grassroot”.
“Harus ada program-program pemahaman agama yang mengikutsertakan terutama kalangan
’grassroot’,” jelasnya.
“Rasul” Tersangka

Sementara, setelah menyerahkan diri pada Senin (29/10) malam, rasul Al Qiyadah Al Islamiyah,
Ahmad Moshaddeq, dan dua pengikut setianya dinyatakan sebagai tersangka. “Tersangkanya
tiga orang. Yang 2 pengikutnya,” kata Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Carlo
Tewu di Polda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, kemarin.
Namun, Carlo enggan membocorkan nama tersangka itu. “Tanya saja ke tim investigasinya-
lah,” elaknya. Menurut dia, kepolisian masih terus melakukan pendalaman dan
mengumpulkan bukti-bukti atas aliran yang dianggap sesat ini. Sumber di Polda mengatakan
salah satu tersangka baru bernama Beni Satria.

Selama menjalani pemeriksaan, Moshaddeq menjelaskan panjang lebar aliran yang dianutnya.
Tidak diperlukan psikiater untuk mendampinginya. “Wah nggaklah, waras kok. Malah
orangnya pintar. Kalau ditanya nyerocos panjang lebar,” kata Kepala Satuan Keamanan
Negara (Kamneg) Polda Metro Jaya AKBP Tornagogo Sihombing di Mapolda Metro Jaya secara
terpisah saat ditanya perlu tidaknya Moshaddeq didampingi psikiater.

Dia menambahkan, pengikut Moshaddeq diperbolehkan menjenguk pimpinannya. Namun,


pengamatan kemarin, belum ada satu pun pengikut yang menjenguk Moshaddeq setelah
menyerahkan diri pada Senin (29/10) malam lalu. Moshaddeq yang telah ditetapkan sebagai
tersangka kini masih diperiksa secara intensif.

Tornagogo menyatakan telah memintai keterangan 28 saksi dalam kasus ini dan untuk
menguatkan jerat pidana, pihaknya memeriksa dua saksi ahli. “Kita minta keterangan saksi
ahli dari Departemen Agama dan ahli pidana umum,” katanya.

Adapun 28 saksi itu terdiri atas para pengikut dan warga sekitar. “Di antara saksi itu 6
pengikut yang ikut mengantarkan Moshaddeq saat menyerah diri dan warga yang netral,”
tambah Tornagogo.

Dia menambahkan pidana tidak dikenakan kepada para pengikut Al Qiyadah. “Kalau hanya
ikut-ikut saja ya enggak bisa (ditahan) dong,” ujar Tornagogo.

Sementara, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Harry Hermansyah menyatakan melarang
aliran Al Qiyadah Al Islamiyah untuk wilayah DKI Jakarta, termasuk buku-buku dan
selebarannya. Untuk tingkat pusat, larangan akan dikeluarkan Kejaksaan Agung. Hal itu
disampaikan Harry Hermansyah usai rapat Muspida membahas Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah
di Gedung Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, kemarin.

“Apabila kemungkinan nanti di masyarakat ada pemikiran atau demo-demo yang


bertentangan dengan ajaran Islam nanti kita kaji. Apabila MUI mengeluarkan fatwa bisa jadi
dilarang juga,” ujarnya. Jika melanggar, lanjut Harry, akan dikenai pasal 156 A dan 156 KUHP
dengan maksimal hukuman 5 tahun penjara.

Sementara, anggota Komisi VIII DPR yang membidangi masalah keagaman M Ichawan Syam
menegaskan, sudah saatnya pemerintah membuat aturan hukum terhadap pimpinan dan penyebar
aliran sesat di Indonesia. pasalnya, tidak saja mengganggu persoalan aqidah agama, tetapi juga
menganggu stabilitas negara.

“Pemerintah harus segera merumuskan aturan hukum terhadap pimpinan dan penyebar aliran
sesat di Indonesia, karena gerakan mereka sangat berbahaya, tidak hanya menghancurkan umat
Islam tetapi juga menghancurkan bangsa Indonesia,” ujar Ichwan Syam yang dihubungi
berada di Surabaya, kemarin.

Ichwan Syam yang juga Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan, aturan hukum
tersebut harus tegas, jika perlu hukuman mati karena gerakan mereka melebihi kejahatan
korupsi, subversif, makar, dan Sara. Karena itu rumusan hukum harus pasti untuk aspek jera.

“Kejahatan yang mereka lakukan itu tidak hanya menodai agama yang meresahkan umat
beragama, khususnya umat Islam, tetapi sebenarnya lebih dari itu mengganggu stabilitas nasional
dan bisa membuka pintu bagi intelejen asing menghancurkan Islam dan mengganggu stabilitas
negara,” tegas Ichwan.

Supaya aturan hukum yang akan dijadikan undang undang (UU) itu tidak menjadi polemik di
kemudian hari, kata dia, dalam perumusannya harus ada pedoman identivikasi untuk mengetahui
letak pelanggaran pidananya, pelanggaran subversifnya dan pelanggaran sara yang mereka
lakukan.

“Jadi saya kira hukumannya harus melebihi hukum korupsi. Jika perlu hukuman sumur hidup
atau hukuman mati, untuk memberikan aspek jera kepada penyebar aliran sesat itu,” tegas
mantan Ketua Pemuda Ansor itu.(dm/aji)

Anda mungkin juga menyukai