Anda di halaman 1dari 16

OPTIMALISASI UTILITAS GUDANG UNILEVER - PT POS INDONESIA DI KAWASAN PULO GADUNG MELALUI PENATAAN LAY OUT GUDANG DAN

APLIKASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN INVENTORY PERGUDANGAN BERUPA SYSTEM RADIO FREQUENCY IDENTIFICATION (RFID) Oleh : I Wayan Kemara Giri, S.Sos., M.Si Dosen Jurusan Logistik Bisnis Politeknik Pos Indonesia Bandung

ABSTRAK
Gudang adalah fasilitas khusus yang bersifat tetap, yang dirancang untuk mencapai target tingkat pelayanan dengan total biaya yang paling rendah. Kurang seimbangnya antara proses penawaran dan permintaan mendorong munculnya persediaan (inventory), sehingga membutuhkan ruang sebagai tempat penyimpanan sementara (gudang), baik berupa raw materials, goods in process maupun finished goods yang dibutuhkan didalam proses koordinasi penyaluran barang. Aktivitas pendukung utama dalam proses pergudangan, yaitu storage dan material handling. Penanganan bahan baku (material handling) merupakan bagian integral dari pengendalian proses pergudangan yang memerlukan tingkat perhatian yang cukup tinggi. Untuk mengelola gudang dengan baik perlu adanya system yang dapat dibangun dan dikendalikan dengan baik. Penataan ruang (Lay Out) merupakan salah satu dari perencanaan gudang yang baik terutama pada saat melakukan order picking, efisensi penggunaan ruang gudang juga merupakan salah satu dari tindakan manajemen gudang untuk mengoptimalkan pengelolaan gudang secara terstruktur demikian pula dengan penggunaan area gudang yang dapat dihitung dengan baik untuk memaksimumkan penggunaan area gudang. Penggunaan teknologi sebagai pemungkin dalam pengelolaan gudang yang saat ini sedang berkembang di dunia pergudangan seperti RFID (Radio Frequency Identification) adalah salah satu dari sekian banyak system yang dapat membantu efisiensi dan efektivitas pergudangan. Dari hasil analisis didapat bahwa layout gudang di gudang Unilever Pos Indonesia belum mengikuti pola ketentuan gudang yang berlaku sehingga system fifo tidak berjalan. Manajemen Gudang telah menerapkan system yang baik dalam penggunaan kapasitas gudang, dimana hampir tidak terdapat space yang kosong dan semua dipenuhi untuk penyimpanan barang. Teknologi yang digunakan saat ini masih bersifat stand alone dan baru untuk kepentingan internal, sehingga barang yang datang lebih banyak dari barang yang keluar, dampaknya adalah kerusakan barang cenderung lebih banyak karena terlalu lama menumpuk disimpan.
Warehouse is a special facility that is fixed, which is designed to achieve the target level of service with the total lowest cost. Less balanced between the supply and demand drives the supply (inventory), so the need for space for temporary storage (warehouse), in the form of raw materials, goods in process and finished goods are needed in the process of coordinating the distribution of goods. The main supporting activities in the warehousing process, the storage and material handling. Handling of raw materials (material handling) is an integral part of the warehousing process control that require the attention level high enough. To properly manage the warehouse needed a system that can be built and properly controlled. Spatial layout (Lay Out) is one of the good warehouse planning especially at the time of order picking, warehouse space usage efficiency is also one of the warehouse management actions to optimize the management of structured storage as well as with the use of storage areas that can be calculated by either to maximize the use of the warehouse area. The use of technology as a warehouse management pemungkin currently being developed in the warehouse such as RFID (Radio Frequency Identification) is one of the many systems that can help the efficiency and effectiveness of warehousing. From the analysis results obtained that the layout of the warehouse at the warehouse Unilever - Pos Indonesia has not followed the pattern of the applicable provisions of the warehouse so that the system fifo not running. Warehouse Management has implemented a good system in the warehouse space usage, where there is almost no empty

ABSTRACT

space, and all met for the storage of goods. The technology used today is still a new stand alone and for internal purposes, so that goods coming more from the exit of goods, the effect is damage to goods are more prone to being too long kept piling up.

P E N D A H U L U A N. Latar Belakang Dalam perusahaan manufaktur maupun jasa, baik itu perusahaan besar maupun perusaaan kecil membutuhkan gudang, karena gudang merupakan tempat penyimpanan barang sementara, baik berupa bahan baku (raw materials), barang setengah jadi (goods in process) maupun barang jadi (finished goods). Akan tetapi penyimpanan barang tersebut tidak berada dalam satu persil gudang, melainkan dipisahkan sesuai dengan sifat dan karakteristik barangnya. Dengan adanya pengaturan barang tersebut, maka barang-barang akan terjamin dan terhindar dari kemungkinan rusak ataupun cacat selama proses penyimpanan. Selain itu dengan adanya sistem penyimpanan yang baik di gudang, maka hal itu dapat mempermudah jalannya alur proses produksi karena adanya penanganan persediaan barang yang tepat di gudang. Aktivitas gudang yang seperti dipaparkan di atas dapat di temukan pada Gudang Unilever - PT. Pos Indonesia (Persero) di Kawasan Pulo Gadung yang menyelenggarakan usaha dalam bidang jasa pergudangan. Gudang Unilever memiliki luas 1800 m harus ditangani secara cepat dan tepat, karena barang-barang tersebut membutuhkan penanganan khusus dan harus dilengkapi dengan sarana-sarana yang memadai dalam proses penyimpanannya. Tata letak (layout) gudang juga dirancang sesuai dengan tingkat persediaan dari barang dan tanpa menggunakan rak-rak besi penyimpanan yang memanfaatkan fungsi tinggi gudang akan memudahkan baik dalam hal penerimaan, penyimpanan maupun pada saat pengeluaran barang dari gudang. Walau pengelolaan gudang ini sudah mempergunakan sistem manajemen pergudangan seperti WMS (Warehousing Management System) sebagai suatu sistem untuk mengetahui stock barang, luas space yang tersedia dan pembuatan packing list, namun sifatnya masih stand alone belum terkoneksi dengan PT Unilever. Sehingga antara barang yang datang, stock barang dan ruang gudang sering tidak tepat. Dalam kerjasama operasional gudang Unilever ini, PT Pos Indonesia Cq SBU Logistik Pos menerima penggantian biaya dari PT Unilever, yang dibuat berdasarkan analisa neraca rugi laba (profit and losses), disamping itu terdapat biaya pengelolaan gudang berupa marketing fee. Marketing fee ini ditetapkan sebesar 10 % (berdasarkan pada surat keputusan No.011/SBU-TL/0107 tanggal. 2 Januari 2007 tentang marketing fee SBU Total Logistik) yang dihitung dari keuntungan berdasarkan analisa neraca rugi laba yang dibuat setiap bulannya. Pembayaran biaya-biaya yang menjadi beban PT Unilever Indonesia. Tbk diterima oleh SBU Logistik selalu melewati batas waktu yang ditentukan, artinya seharusnya dibayarkan pada awal bulan setelah laporan dibuat dan kenyataannya pembayaran melebihi batas waktu dimaksud dan adakalanya terjadi perbedaan perhitungan yang menyebabkan tagihan PT Pos Indonesia (Persero) kepada PT Unilever Indonesia. Tbk sehingga sering berlarut-larut penyelesaiannya. Berlarut-larutnya masalah tersebut merupakan kerugian bagi pihak PT Pos Indonesia karena pembayaran dimuka oleh PT Pos Indonesia merupakan kerugian finansial (opportunity lose), karena besarnya biaya yang dibayarkan jika uang tersebut masih mengendap di PT Pos Indonesia (Persero) dapat menambah cash management sebesar dan sesuai dengan tarif bunga bank yang berlaku saat itu.

Rumusan Masalah. Berdasarkan pada uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pranata (lay out) gudang yang baik agar mudah dalam pencarian barang sehingga penerapan system fifo sebagai yang dipersyaratkan dalam pergudangan dapat berjalan dengan baik?

Artikal Warehousing

2. Berapa indeks efisiensi pranata (layout) gudang persediaan barang Unilever PT Pos Indonesia di Cakung dengan lokasi dan areal yang tetap? 3. Bagaimana aplikasi system informasi manajemen inventory yang tepat guna untuk mengatasi agar tidak terjadi stock out maupun over stock barang dan pengawasanya? KONDISI GUDANG UNILEVER - PT POS INDONESIA SAAT INI Joint Operation. PT Pos Indonesia (Persero) Cq SBU Logistik Pos merupakan anak perusahaan yang melaksanakan bisnis logistik sedangkan PT Unilever Indonesia, Tbk adalah perusahaan manufaktur yang menghasilkan berbagai produk untuk dan yang akan di salurkan keberbagai outlet Unilever. Untuk menyalurkan produknya dan pengelolaan gudang, PT Unilver Indonesia,Tbk mengadakan kerjasama (join operation) dengan PT Pos Indonesia Cq SBU Total Logistik melalui perjanjian kerjasama No : 01/LM/KTK/10/01 dan No : PKS 37/DIROPOS/0302 tertanggal 1 Oktober 2001 tentang pemanfaatan jasa layanan logistik dan pengiriman barang (POS/Gift) PT. Unilever Indonesia, Tbk dan Fix Cabinet/ Sparepart Ice Cream Walls. Ruang lingkup perjanjian meliputi : 1. Pemanfaatan layanan jasa logistik yang disediakan SBU Total Logistik Pos Indonesia dalam hal pengiriman barang POS (point of sale) dan Gift (barang yang dibagikan secara Cuma-Cuma kepada konsumen) dan sparepart Walls. 2. Melakukan pekerjaan administrasi gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan dan persiapan pengiriman barang. 3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia, alat/ sarana kerja. Luas gudang Unilever yang dikelola PT Pos Indonesia (Persero) seluas 1800 m2 (panjang 60 m dan lebar 30 m, sedangkan ketinggian gudang 4 m ) yang di bagi atas 2 (dua) bagian yaitu sebagian ruang untuk menempatkan barang PoS/GIFT dan sebagian lagi adalah ruang untuk produk WALLS yang masing-masing barang mempunyai menajemen tersendiri. Produk dari Unilever yang dikelola oleh gudang Unilever Pos Indonesia. Walaupun berlabel Unilever tapi barang yang dikelola bukan produk-produk asli dari Unilever (seperti detergent, sabun mandi, pasta gigi dlsb) melainkan barang-barang Point of Selle and Gift serta barang-barang sparepart Walls. Secara lebih detail barang yang ditangani oleh SBU Total Logistik dapat diuraikan sebagai berikut a. Barang Point of Salle (POS) and Gift. Barang PoS and Gift adalah barang dan / atau alat bantu yang diletakkan / dipasang di suatu toko dengan tujuan untuk mempromosikan barang / produk Unilever dan barang hadiah yang dibagikan / diberikan secara cuma-cuma kepada pelanggan dan / atau konsumen Unilever. . b. Sparepart Walls. Untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh hal-hal tersebut, maka Walls telah menyediakan barang-barang spare part yang siap menggantikan barang-barang fasilitas yang ada jika terjadi kerusakan tanpa memungut bayaran. Spareparts yang disediakan berupa ; compressor, ice maker, freezer, rack, dll. Penerimaan Barang (received). Penerimaan barang di gudang Unilever - Pos Indonesia tidak jauh berbeda dengan penerimaan barang di gudang-gudang umum lainnya. Armada transport yang membawa barang wajib membawa Purchase order dari Unilever dan dilengkapi Surat Jalan. Jika tanpa kedua surat tersebut, pihak gudang berhak menolak menerima barang tersebut. Kecuali bila ada konfirmasi dari pihak Unilever via Fax/ Telepon maupun e-mail. Setelah surat-surat yang dibutuhkan lengkap, barang kemudian di check, baik itu jumlah, ukuran, satuan, kondisi sampai status barang. Setelah barang secara fisik cocok dengan barang yang tercantum di daftar/faktur maka barulah barang-barang tersebut disimpan dalam gudang. Bagian inventory melihat secara komputerik, di space mana barang tersebut akan diletakkan kemudian dengan bagian Sistem

Artikal Warehousing

Informasi menghitung jumlah persediaan dan memberikan laporan kepada pihak Unilever bahwa barang telah diterima. Penyimpanan (Storage) Pada awalnya, system penyimpanan di gudang Unilever - Pos Indonesia menggunakan penomoran sehingga memudahkan dalam cara penyimpanan dan pengambilan. Namun, karena jumlah barang yang datang tidak seimbang dengan alur barang yang keluar dan space gudang yang terbatas, maka sistem penomoran tidak dapat dilakukan. Sistem penyimpanan pada sistem Informasi hanya untuk keperluan inventory. Sedangkan dalam proses penyimpanan dan pengambilan barang (order picking), petugas gudang hanya mengandalkan daya ingat cheker dan packer serta supervisor Inventory. Dampaknya adalah barang yang baru datang diletakan diatas tumpukan barang yang telah ada atau pada space lainnya yang dekat dengan pintu keluar gudang, sehingga apabila dibutuhkan untuk di kirim ketempat lain, maka barang yang dekat atau mudah terjangkau akan diambil lebih awal. Sedangkan barang yang sulit terambil karena letaknya agak jauh dengan pintu gudang, tetap dibiarkan menunggu sampai pesanan berikutnya. Proses ini tidak memperhatikan system fifo (first in first out), sehingga barang yang lama akan cenderung menjadi out of date dan bahkan bisa rusak karena penyimpanan yang terlalu lama di dalam gudang. Pengiriman Barang ( Distribution system) Dalam proses pengiriman barang (distribution system) , SBU Logistik Pos - Unilever Indonesia menggunakan 3 (tiga) cara pengangkutan barang yaitu dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat, baik dengan menggunakan armada sendiri atau dengan armada angkutan lainnya dengan sistem kontrak atau carter atau dengan alat angkutan lainnya, jika barang tersebut untuk luar kota, diantaranya dengan menggunakan : a. Pengangkutan Armada Paket Pos (Arpakpos) Pengiriman barang dengan menggunakan Armada Paket Pos, hanya digunakan untuk semua jenis kiriman barang di luar area JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi). b. Pengiriman Langsung (Door to door) Pengriman secara langsung dilakukan dengan menggunakan angkutan truck yaitu menggunakan armada pos dan jika dipandang perlu maka pengiriman barang PoS/Gift dapat diangkut dengan angkutan lain yaitu bekerja sama agen transport lain. Salah satunya adalah PT. Sola Gracia untuk pendistribusian spareparts dan kulkas Walls dengan cara sewa kontrak. Sistem distribusi ini dilakukan khusus untuk wilayah Jawa dan Bali. c. Shipping Agent (laut dan udara) Pengiriman barang dengan angkutan laut maupun angkutan udara, SBU Total Logistik mengirimkannya melalui agen kapal laut (EMKL) dan agen kapal udara (EMKU), hal ini ditempuh untuk mendistribusikan spareparts dan kulkas Walls yang diperuntukan bagi tujuan daerah luar Jawa dan Bali. Kebijakan ini ditempuh karena jika dilakukan pengiriman via Kantorpos maka akan terjadi pembengkakkan biaya transportasi disamping proses birokrasi di Kantorpos yang akan mamakan waktu, sehingga berpengaruh terhadap waktu tempuh. Sistem Informasi & Inventory WMS (Warehousing Management System) Warehousing Management System merupakan system informasi manajemen yang dimiliki oleh SBU Logistik Pos. Dalam hubungan kerjasama ini, namun pada kenyataannya WMS hanya berfungsi sebagai : a. Data internal Gudang Pos yang digunakan untuk mengetahui dengan cepat stock barang yang tersedia di gudang. b. Mengetahui space gudang yang tersedia. c. Membuat Delivery Docket dan Packing List yang berfungsi sebagai Surat Jalan terhadap barang. Dalam operasional sehari-hari justru keberadaan WMS ini tidak berfungsi dengan baik artinya seringkali kepala gudang menerima pemberitahuan melalui telepon akan adanya pendisitribusian barang kepada para konsumen Unilever yang ditindak lanjuti dengan pengiriman barangnya, tanpa melihat

Artikal Warehousing

kondisi atau persediaan barang (stock) yang ada digudang, dampaknya adalah terjadi system Lifo (Last in Fist Out atau barang yang tiba langsung dikirimkan kepada konsumen). BPCS (Business Planning Controlling System) Business Planing Controlling System merupakan system informasi yang dimiliki dan digunakan oleh PT. Unilever Indonesia. Tbk. BPCS dalam hubungan kerjasama ini memiliki fungsi untuk melaporkan kepada PT Unilever tentang aktivitas gudang yang meliputi : a. Barang yang telah diterima di Gudang b. Barang yang telah dikirim c. Stock barang danBiaya pengiriman yang terhutang Namun sifatnya masih stand alone sehingga dalam pembuatan BPCS ini petugas secara berkala membuat hard copy dan mengirimkannya kepada PT Unilever Indonesia untuk dilakukan cross check. Pranata (Lay Out) Gudang Unilever PT Pos Indonesia. Seperti telah dikemukan diatas bahwa gudang Unilever yang dikelola oleh SBU Total Logistik Pos menempati area gudang seluas 1.800 m (panjang 60 m dan lebar 30 m tinggi gudang 4 m). Gudang tidak dilengkapi dengan rak sehingga barang-barang ditumpuk sesuai dengan diterimanya barang. Walaupun gudang ini menggunakan palet untuk aktivitas penyimpanan barang, namun hanya barang Walls saja yang diberi palet, sedangkan barang yang pembungkusnya dari karton tidak diberi palet. Penerimaan barang tidak didasarkan pada kapasitas gudang, sehingga barang yang diterima tidak sesuai dengan barang yang keluar, sehingga sering terjadi over stock barang. Dampaknya adalah penumpukan barang yang melebihi kapasitas daya/beban karton pembungkus barang. Disain Gudang. Gudang Unilever di disain datar antara lantai dengan tempat cross docking sehingga apabila dilakukan loading pada truck harus digunakan handy fork lift atau tenaga manusia untuk menaikannya dari lantai gudang ke atas truk atau sebaliknya. Halnya akan menjadi masalah jika barang yang akan dimuat (loading) di truk barang yang besar dan berat yang akan memakan waktu dalam pemuatan maupun pembongkaranya. Disamping itu gudang kelihatan kumuh dan banyak debu karena, gudang jarang dibersihkan, walau ada pegawai namun mereka tidak melakukan pembersihan areal gudang sehingga gudang menjadi kotor dan berdebu, disamping itu gudang tidak mempunyai alat kebersihan gudang dan terdapat beberapa bagian atap yang bocor jika hujan datang, hal ini menjadi masalah, karena air yang jatuh langsung mengenai barang yang ada digudang. Tentang kebocoran atap telah dilaporkan, dan sejauh ini belum ada tindak lanjutnya, karena perbaikan merupakan kewenangan Pihak Pertama (PT Unilever), Pihak Kedua dalam hal ini walau dapat memperbaikinya namun dikawatirkan nantinya tidak mendapat penggantian biaya yang telah dikeluarkan. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Gudang Menurut Lambert (2001:390) pengertian gudang didefinisikan sebagai berikut: Gudang adalah bagian dari sistem logistik perusahaan yang menyimpan produk-produk (raw material, port, goods inprocess, finished goods) pada dan antara titik sumber (point-of-origin) dan titik konsumsi (Point-ofconsumption), dan menyediakan informasi kepada manajemen mengenai status, kondisi, dan disposisi dari item-item yang disimpan. Fungsi Gudang Pergudangan pada dasarnya mempunyai tiga fungsi utama yaitu : 1. Movement/Material Handling Movement atau material handling dibagi kedalam tiga aktivitas utama yaitu : a. Receiving b. Transfer c. Order selection Shipping 2. Storage

Artikal Warehousing

Storage terdiri dari empat kegiatan utama : a. Holding, atau penyimpanan dengan tujuan memberikan proses perlindungan keamanan dan persediaan terhadap barang. b. Consolidation, proses konsolidasi barang baik inbound consolidation maupun outbound consolidation. c. Outbound dispertion d. Good in process, dalam hal ini adalah product mixing 3. Information Transfer Pada umumnya tempat penyimpanan persediaan (gudang) diperlukan untuk : a. Mencapai transportasi yang ekonomis. b. Mencapai produksi yang ekonomis. c. Mendapat keuntungan dari diskon pembelian dengan kuantitas banyak dan pembelian duluan. d. Memelihara sumber persediaan. e. Mendukung kebijakan pelayanan pelanggan perusahaan. f. Mengantisipasi kondisi perubahan pasar (seperti musiman, fluktuasi permintaan, kompetisi). g. Mengatasi perbedaan ruang dan waktu yang berbeda diantara produsen dan konsumen. h. Menetapkan setidak-tidaknya biaya total logistik seimbang dengan tingkat pelayanan pelanggan yang diinginkan. i. Mendukung just-in-time dari supplier dan pelanggan. Radio Frequenty Identity (RFID) Radio Frequency Identification (RFID) adalah sebuah metode pengidentifikasian sebuah obyek secara otomatis. RFID dapat digunakan dalam bisnis pergudangan dan lain sebaginya Sebagi alat Bantu manajemen dalam mengidentifikasikan barang maupun obyek. Obyek yang dimaksud adalah obyek yang telah dilengkapi dengan sebuah tag/transporder yang digunakan untuk melakukan komunikasi dengan reader. Tag/transporder RFID adalah sebuah alat pengidentifikasi yang dipasang pada sebuah obyek berupa produk, binatang, kendaraan atau orang dengan tujuan untuk melakukan identifikasi melalui penggunaan gelombang radio. Menurut Patrick J. Sweeny II (2005 9) RFID sangat penting dalam pengembangan bisnis dimana RFID bisa mengidentifikasikan barang secara real time, dan menyatakan sebagai berikut : RFID is a very valuable business and technology tool. It holds the promise of replacing existing. Indentification technologies like the barcode. RFID offer strategic advantages for business because it can track inventory in the supply chain more efficiency, provide real time in-transit visibility (ITV), and monitor general enterprise assets.. Sampai saat ini, teknologi RFID telah digunakan pada berbagai macam area aplikasi. Secara sederhana, teknologi RFID dapat dilihat sebagai sebuah alat pengidentifikasi seseorang atau sebuah obyek dengan menggunakan radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ini terjadi antar reader dengan tag /transponder sebagai pembawa identitas. Proses pengidentifikasian ini dimulai ketika reader memancarkan sinyal radio-frequency terhadap tag yang berada dalam area jangkauan sinyal tersebut. Radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh sinyal radio-frequency akan mengaktifkan tag sehingga tag akan mengirimkan identitasnya kepada reader. Proses komunikasi yang dibangun antara reader dan tag untuk mendapatkan identitas dari sebuah tag dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini :

Artikal Warehousing

Gambar 1: Proses Kerja RFID Jenis High Frekuensi Komponen Sistem RFID Secara umum, sistem RFID terdiri atas beberapa komponen seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2 : Komponen Sistem RFID Penjelasan gambar komponen RFID: - Tag atau biasa juga disebut transponder. Tag RFID adalah sebuah komponen yang ditempatkan pada sebuah obyek yang akan diidentifikasi. Tag ini berfungsi untuk menyimpan dan mentransmisikan data ke sebuah reader secara contactless dengan menggunakan gelombang radio. - Reader atau biasa juga disebut interrogator. Sebuah reader dapat berfungsi untuk membaca dan menulis data pada tag RFID yang sesuai. Proses pembacaan/penulisan pada tag akan dilakukan apabila tag berada dalam daerah interogasi sebuah reader. - Antenna Antena digunakan oleh reader untuk memancarkan gelompang radio pada tag sehingga terbentuk komunikasi antara reader dengan tag untuk melakukan proses pembacaan atau penulisan data pada sebuah tag - Reader Interface Layer atau biasa juga disebut middleware. Middleware adalah sebuah komponen yang sangat penting dari sebuah sistem RFID karena tanpa komponen ini maka sebuah sistem RFID hampir tidak ada nilainya. Komponen ini terdiri atas perangkat keras seperti komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak berupa aplikasi dan sistem basis data yang akan mengontrol dan mengolah data-data yang dibaca atau ditulis oleh sebuah reader pada tag Kerangka Pemikiran Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan mengacu kepada asas akademisi dan dapat dipertanggungjawabkan dan diuji secara akademis, maka perlu dibuat suatu kerangka pemikiran yang jelas terinci dan mendasar.

Artikal Warehousing

Karena penelitian ini didasarkan pada apa yang dilihat secara nyata dan dibandingkan dengan apa yang seharusnya ada. Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Existing condition

Remedial

Problems Identification

GAP GA P
Expectation Condition

Gap Analysis

Management Recomendation

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian dimulai dari identifikasi masalah yang dilihat dan terjadi pada obyek penelitian yang disebut existing condition, kemudian masalah tersebut dianalisis untuk menentukan permasalahan inti dan dirumuskan menjadi suatu topik bahasan penelitian ini yang kemudian diarahkan kepada kondisi yang diharapkan (Expectation condition). Perubahan dari existing condition menjadi expeting condition tidaklah semudah itu karena terdapat beberapa kendala yang disebut Gap, untuk itu gap ini harus dianalisa dengan mendekatkan dan didasari pada teori yang berkaitan dengan obyek penelitian. Analisis gap akan menghasilkan manajemen rekomendasi (Management recomendation) yang dapat dipergunakan sebagai perbaikan kondisi saat ini (Existing condition) untuk pencapaian kondisi yang diharapkan (Expecting condition). Manajemen rekomendasi akan menghasilkan program aksi yang disebut perbaikan atau mengobati yang luka atau salah dari proses dan diharapkan akan mendekatkan antara harapan yang diinginkan dengan kenyataan melalui kajian terstruktur. KONDISI GUDANG UNILEVER - PT POS INDONESIA YANG DIHARAPKAN Dengan memperhatikan uraian yang telah dikemukan pada Bab II tentang kondisi gudang saat ini dan Bab III tentang kajian pustaka gudang yang diharapkan, berdasarkan pada kajian pustaka serta pada observasi singkat tersebut dapat ditemu kenali beberapa hal yang belum sesuai antara kenyataan dengan kondisi yang diharapkan, antara lain berupa : Managing Office Lay Out. Penyimpanan ataupun penyusunan barang belum dilakukan dengan baik dan benar, hal terlihat dengan adanya penumpukan karton/barang yang melebihi kapasitas daya dukung barang yang semestinya. Penumpukan barang tanpa menggunakan palet sehingga pada saat dan akan diangkut dengan hand forklif menyebabkan rusaknya kemasan barang. Disamping itu penumpukan barang tidak menggunakan rak, dampak adalah bahwa sistem fifo (first in first out) sebagaimana hal yang diterapkan dalam manajemen pergudang tidak berjalan dengan baik, khususnya untuk barang yang sifatnya homogen dan kecenderungan menggunakan sistem lifo (last in first out).

Artikal Warehousing

P o S / G I F T A R E A Picker, Checker and Packaging Area


WC

WALL,S SPARE PART AREA

Mushola

O F F I C E

Gambar 4. Layout Gudang Baru yang Diusulkan


Penyusunan barang agar disusun berdasarkan kategori ABC yaitu barang yang fast moving (kategori A) ditempatkan pada bagian muka yaitu mendekati pintu keluar gudang. Barang yang sifatnya average moving (kategori B) ditempatkan pada layer kedua atau dibelakang fast moving. Sedangkan barang yang slow moving (kategori C) diletakan dibelakang barang average moving. Demikian pula dengan barang yang retour agar ditempatkan pada tempat yang tidak mengganggu manover handy fork lift, atau diusulkan untuk di hapuskan dari pertanggungan gudang melalui mekanisme yang berlaku. Usulan perbaikan layout gudang Unilever PT Pos Indonesia dari yang lama seperti yang terdapat pada Bab II dalam penelitian ini diusulkan agar lajur stacking yang tadinya melintang dan menutupi pintu keluar masuk gudang, menjadi membujur kearah pintu keluar masuk barang. Gambar/ denah dapat dilihat seperti di atas Lay out gudang yang ditawarkan adalah seperti gambar tersebut di atas, untuk itu harus dilakukan perombakan total, karena pengelola harus menenpatkan barang sesuai dengan kepentingannya. Penumpukan barang harus dapt diambil dari dua sisi dimana picker dapat mengambil dan menyinpan barang secara paralel. Penyimpanan harus sesuai dengan pola atau model ABC dimana warna merah sebagai low moving, warna kuning untuk barang yang average moving dan warna hijau untuk barang yang fast moving. Hal ini berlaku untuk barang PoS/Gift dan Walls Spare Part, sedangkan untuk barang yang return atau sparepart yang telah rusak hendaknya disingkirkan dari gudang penyimpanan. Managing Reporting System. Untuk percepatan pelaporan kepada pihak Unilever SBU Logistik Pos menggunakan system WMS (Warehousing Management System) yang merupakan system informasi yang hanya berfungsi sebagai : a. Data internal PoS yang digunakan untuk mengetahui stock barang yang tersedia di gudang. b. Mengetahui space gudang yang tersedia. c. Membuat Delivery Docket dan Packing List yang berfungsi sebagai Surat Jalan terhadap barang. System ini belum memberikan informasi yang actual khususnya dalam system penyimpanan dan informasi lainnya yang dibutuhkan dalam suatu manajemen pergudangan yang dapat diakses secara on line. System lainnya adalah BPCS (Business Planning Controlling System) yang merupakan system

Artikal Warehousing

informasi yang dimiliki dan digunakan oleh PT. Unilever. BPCS dalam hubungan kerjasama ini memiliki fungsi untuk melaporkan kepada Unilever tentang : a. Barang yang telah diterima b. Barang yang telah dikirim c. Stock barang d. Biaya pengiriman Kedua system ini walau menggunakan komputer sebagai pemungkin teknology, namun sifatnya masih stand alone yaitu pelaporan yang dilaporkan dengan menggunakan faximile atau pengiriman data fisik atau hard copy. Sehingga data tersebut tidak bersifat real time. Untuk meningkatkan kapasitas WMS dan BPCS ini maka manajemen gudang mulai dapat menggunakan teknologi RFID (Radio Frequency Identification) yang banyak digunakan diberbagai negara dalam pengelolaan gudangnya. Managing Trasportation System. Untuk menghidari terjadinya miss communication dalam penetapan alat angkutan dan pengawasan kendaraan perlu digunakan suatu sistem pengawasan fleet atau armada angkutan misalnya dengan menggunakan alat komunikasi radio atau yang lebih dikenal dengan sistem GPS (Global Positioning System) yang dikenal dengan system C-track. Managing Capacity Area Warehousing. Pengelolaan kapasitas gudang merupakan hal yang penting, dimasa sekarang gudang merupakan suatu pemasukan dari perusahaan, semakin banyak barang yang dikelola maka semakin banyak income karena pengelolaaan space gudang yang baik akan menghasilkan keuntungan. Dari data yang luas area gudang diketahui bahwa luas area bagain dalam gudang dengan ukuran panjang 60 m dan lebar 30 m pemanfaatanya belum maksimal antara lain sebagai berikut : 1. Total Floor Area : Untuk menentukan berapa floor area yang dibutuhkan selama satu tahun , pertama-tama kita dapat menentukannya dalam perbulan, misalnya consignment weight bulan januari 2006 sebesar 349.945 kg = 350 ton (dibulatkan) dengan volume muatan sebesar 100 m maka stowage factor 3 % (100/350 = 3 %), sedangkan broken stowage sebesar 15 % Sehingga kebutuhan ruangan dalam bulan Januari 2008 adalah sebesar : 350 x 3 x 100 + 15 Total Floor Area = ---------------------------------- = 1.050 100 Maka dari perhitungan tersebut diatas ruang yang dibutuhkan dalam bulan Januari 2006 sebesar 1.050 m dari 1.260 m yang tersedia. 2. Usable Storage Area : Sering disebut sebagai luas gudang efektif yaitu luas gudang yang dapat digunakan untuk menimbun muatan. Luas gudang efektif tersebut biasanya terdiri dari 70 % dari total floor area, dimana yang 30 % terdiri dari : Ruang yang terpakai dan dibutuhkan untuk penyimpanan adalah 70 % x 1.800 m = 1.260 m 3. Stacking Height : Ketinggian rata-rata penumpukan muatan digudang. Dalam menyusun muatan perlu diberi batas-batas tertentu sehingga penimbunan benar-benar dapat diatur secara baik, biasanya tinggi penumpukan diberi tanda pada dinding gudang dengan garis-garis sebagai pembatas ketinggian. Adapun warna garis tersebut dapat dibedakan antara lain sebagai berikut : Stacking Factor : 3 x 100 + 15 = 3,15 100 Stacking factor maksimal adalah 3,15 dan mengingat tinggi gudang maka disarankan untuk stacking factor kurang dari 3,15 m

Artikal Warehousing

10

4. Stowage Factor : Adalah jumlah ruangan dalam meter yang diperlukan untuk 1 ton muatan atau dengan kata lain jumlah volume dibagi dengan jumlah berat. Misalnya volume suatu muatan 100 m, sementara itu berat muatan 350 ton, maka stowage factornya adalah : Stowage factor : 100 M = 2,81 (dibulatkan menjadi 3 %) 350 5. Holding Capacity : Untuk holding kapasitas daya tampung gudang dapat diketahui sebagai berikut : Holding Capacity = 1.260 x 3,15 = 1.260 m 3,15 6. Storage Occupancy Ratio : Untuk menentukan storage occupancy ratio dalam satu tahun maka dapat dihitung berdasarkan besarnya produksi barang yang dikelola dalam satu tahun, dari data tahun 2006 terdapat produksi sebesar 2.408.456 kg ( atau dibulatkan sebesar 2.408 ton), maka dapat dihitung rationya sebagai berikut : Storage Occupancy Ratio = 2.408 x 100 % = 150,5 % 1600 Berdasarkan perhitungan diatas, maka ratio occupancy storage telah melampaui 70 % maka hal ini menunjukan bahwa aktivitas gudang tersebut tidak sesuai dengan daya tampung gudang, dimana barang yang masuk dengan barang yang keluar tidak seimbang, lebih banyak barang yang diterima ketimbang barang yang keluar. Menghadapi kondisi seperti ini maka pengelola gudang harus melakukan overbregen (pengalihan barang ke gudang lainnya), sehingga gudang yang ada akan dapat digunakan dengan baik dan sesuai dengan pola dan aturan pergudangan yang berlaku. Managing Eficiently Warehousing. Pengelolaan gudang erat kaitannya dengan efisiensi dari gudang, terutama dalam pengelolaan space yang berkaitan dengan peletakan ayau penempatan barang yang baik, jika memungkinkan maka digunakan sistem raking, hal ini penting untuk menjamin ketidak rusakan barang yang ditumpuk, dan atau sebagai bagian dari kemudahan dalam order picking dan storagenya. a. Indeks Ruang Gang (IRG) Indeks ruang gang sebagaimana yang digunakan adalah untuk menentukan apakan ruang gang yang ada telah sesuai dengan kebutuhan riel suatu operasional gudang yang baik, untuk itu dapat dihitung sebagai berikut : banyaknya ruas gang pada gudang PoS/Gift tersebut sebesar 6 bh x 30 m x 0,80 = 144 m dan ruas gang gudang Walls 3 bh x 20 m x 0,80 m = 48 m (144 + 48 ) IRG = ----------------= 0,12 1600 Indeks ruang gudang menunjukan angka 0,12 ini membuktikan bahwa penggunaan ruang untuk gang dibawah 3 % untuk stowage factor, menunjukan bahwa penggunaan gang/isle sangat efisien karena gang dibuat dengan jarak 0,80 m. Namun dengan ukuran sedemikian rupa menyulitkan bagi material handling seperti hand fork liftuntuk manover, atau waktu melakukan order picking. Kondisi ini menyebabkan picker mengambil barang yang berada di depan matanya sedangkan barang yang telah lama datang tidak diambil untuk dikirim sesuai dengan permintaan. b. Indek Ruang Gudang (IRGd). Untuk mengetahui indeks kerapatan tata letak barang dan peralayan dapat dihitung sebagai berikut : (1600 1260) IRGd = ------------------= 0,21 1600 Nilai 0,21 atau 21 % menunjukan tingkat kerapatan yang tinggi hal ini menunjukan bahwa pemakaian ruang gudang untuk penempatan barang dan peralatan kerja sangat efisien. Jika dibandingkan dengan stowage factor 3 %

Artikal Warehousing

11

c.

Indek Pemanfaatan Ruang Gudang (IPRG). Untuk menghitung berapa besaran indeks pemanfaatan gudang (IPRG) dapat dilihat dari berapa besar storage occupancy ratio gudang dibagi dengan volume total yang tersedia untuk gudang senyatanya, sebagai berikut : 150,5 IPRG = ------------- = 2,15 70 Indeks pemanfaatan ruang gudang berdasarkan perhitungan IPRG sebesar 2,15 ini menunjukan bahwa penggunaan ruangan sangat efisien, karena pemakaian ruangan diatas 1 %, atau seharusnya 0,70 % yang idealnya. Jadi manajemen gudang dalam mengelola gudang sangat efisien sehingga tidak terdapat ruang kosong untuk manover hand fork lift atau peralatan lainnya. Dan penumpukan barang melebihi stacking heigh/factor yang diperbolehkan. Dampaknya adalah kerusakan kemasan dan sirkulasi udara yang kurang baik jika stacking high ini melebihi yang seharusnya ditetapkan.

Material Handling. Material handling sangat menentukan dalam proses bongkar muat (loading/unloading), walau gudang ini telah menggunakan hand fork lift, namun dalam penyusunan barang masih menggunakan tenaga manual, artinya dalam melakukan penumpukan barang masih menggunakan tenaga manusia sebagai alat untuk melakukan penyusunan (stacking item). Penggunaan pallet sebagai alat pembatas dan kemudahan dalam order picking tidak dilakukan pada barang PoS (Point of Service) sehingga barang/dus akan menjadi robek ketika akan diambil dengan hand fork lift. Hanya barang walls saja yang diberi pallet. Demikian pula dengan barang yang akan dikirim dengan menggunakan kantungpos sering penumpukannya tidak melalui kaidah penumpukan barang yang harus ditumpuk secara melintang dan membujur. ANALISIS GAP DAN PEMBAHASAN Untuk mendekatkan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharapkan, diperlukan adanya justifikasi system yang dapat menganalisis gap tersebut sehingga apa yang dikerjakan dengan apa yang seharusnya dikerjakan sesuai dan pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pergudangan. Untuk menganalisis gap tersebut ada beberapa metode yang ditawarkan untuk justifikasi dan pemecahan masalah manajemen pergudangan unilever dan PT Pos Indonesia. Adapun metode yang ditawarkan serta hal lainnya yang berkaitan dengan manajemen pergudangn itu antara lain : Managing Lay Out Warehousing. Apabila kita memahami gudang sebagai suatu sistem, maka proses pergudangan pada setiap tahapan baik pre order picking, order picking maupun post order picking akan memiliki tiga jalur kecepatan arus barang. Masing-masing jalur tersebut adalah jalur cepat, jalur sedang dan jalur lambat. Ada empat cara dalam pengelolaan layout yang baik yaitu : 1. Layout for storage, layout gudang yang dipengaruhi oleh tingkat turnover persediaan, apabila tingkat turnover persediaan rendah, maka gudang akan relatif lebih padat dengan peralatan penyimpanan dan volume inventory yang relatif lebih tinggi. 2. Layout for order picking, pada umumnya pross sirkulasi komoditi di dalam gudang selalu berpola bahwa masukan selalu dalam unit yang lebih besar dari keluaran gudang. Dengan demikian layout didesain untuk memudahkan order picking. 3. Strorage equipment choice, pemilihan saran penyimpanan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan penyimpanan barang, menurut klasifikasi dan karakteristik produk/komoditi. 4. Movement equipment choice, adalah pemilihan saran pemindahan produk/komoditi yang dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu : a. Manual equipment, yaitu sarana pemindahan barang dilakukan dengan menggunakan tangan/tenaga manusia. b. Power assisted equipment, sarana pemindahan barang dengan menggunakan bantuan tenaga listrik.

Artikal Warehousing

12

c. Fully mechanized equipment, adalah sarana pemindahan barang yang sepenuhnya terkomputerisasi. Managing Indeks Efisiensi Warehousing Indeks efisiensi merupakan suatu pendekatan sistematis, untuk mepertimbangkan atau apakah pengunaan space gudang telah dilakukan dengan efisien. Untuk itu harus ada alat ukur yang menyatakan bahwa suatu gudang dikelola dengan baik, dan alat ukur itu harus dapat menunjukan efisiensi dari suatu proses yang dilakukan dengan ukurannya adalah penekanan biaya (cost). Tingkat efisiensi gudang yang dikelola menunjukan angka yang baik yaitu : IRG (Indeks Ruang Gang) sebesar 0,10 % dibandingkan dengan stowage factor sebesar 3 %, dan IRGd (Indeks Ruang Gudang) sebesar 0,21 menunjukan tingkat kerapatan gudang yang tinggi serta IPRG (Indeks Pemanfaatan Ruang Gudang) sebesar 2,15 ini menunjukan bahwa pengelola gudang sangat efisien dalam mengunakan space gudang. Namun jika dilihat dari segi estetika dan system pergudangan yang berlaku, efisiensi yang dilakukan oleh pengelola gudang tidak menggambarkan kenyaman kerja seperti yang dituntut dalam pola kerja K3 (Keamanan, Kenyamanan dan keselamatan kerja), keamanan barang/komoditi tidak terjamin, karena terdapat banyak barang yang rusak akibat penumpukan barang yang melebihi daya dukung, serta melampaui stacking factor yang diharuskan dalam pengelolaan gudang. Disamping itu kecepatan dalam proses order picking dan storage terganggu, karena untuk mengambil barang yang lebih dahulu datang agak sulit, karena harus mencari dari tumpukan barang/komoditi lain. Managing Reporting System Pengelolaan pelaporan akan erat hubungannya dengan sistem penagihan piutang dari Pihak Pertama kepada Pihak Kedua. Gudang Unilever sudah mempunyai sistem informasi manajemen, namun sejauh ini sifatnya stand alone dan manual tidak online. Walau gudang Unilever sudah mempunyai WMS (Warehousing Management System) namun penggunaannya masih terbatas pada pencatatan inventory saja dan belum berfunsi sebagai sistem informasi manajemen yang semestinya, dan kecenderungan menggunakan manual yang jauh lebih efektif, misalnya saja dalam penempatan barang/komoditi dalam gudang, dimana mereka lebih cenderung menggunakan ingatan dari menggunakan komputer sebagai alat untuk kontrol space dan penempatan barang/komoditi pada gudang yang bertalian. Disamping itu gudang mempunyai system pelaporan keuangan yang disebut BPCS (Business Planning Contolling System) dan system ini juga tidak terhubung secara online dan masih stand alone, system ini memberikan laporan manajemen tentang barang yang telah diterima, dikirim dan biaya yang dikeluarkan terhadap pengiriman dan penerimaan barang/komoditi. Setiap akhir bulannya laporan BPCS yang berupa hard copy dikirim ke PT Unilever untuk penyelesaian piutangnya. Managing Transportation. Untuk pengawasan alat transportasi khususnya Arpak yang dikelola oleh SBU Total Logistik dapat menggunakan bantuan C-track yaitu suatu alat pengawasan transportasi dengan menggunkan GPS (Global Position System), system ini sangat baik untuk mengawasi alat angkutan dari kecelakaan, kelambatan dan kecurangan supir. Kendaraan dapat dipantau selama 24 jam melalui monitor/ layer computer yang terhubung dengan internet dan satelite. System ini sudah banyak dipakai diberbagai instansi di Indonesia dan sangat akurat dalam pengawasan fleet (armada) pengangkutan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. Dari uraian bab per-bab dalam penelitian ini maka dapat kami simpulkan bahwa penataan Layout gudang belum efektif, karena penempatan barang/komoditi tidak menggunakan system. Dimana barang yang fast moving, average moving dan slow moving sebagai bagian dari order picking tercampur menjadi satu, dan bahkan hampir tidak dapat dilacak dengan baik. Berdasarkan alat pengukuran efisiensi dalam pemakaian space gudang, pengelola telah melakukannya dengan baik, dimana tidak terdapat ruang yang kosong bagi penempatan

Artikal Warehousing

13

barang/komoditi, serta tidak terdapat broken stowage. Indeks Ruang Gang (IRG), Indeks Ruang Gudang (IPGd) dan IPRG (Indeks Penggunaan Ruang Gudang) menunjukan tingkat efisiensi gudang yang dikelola cukup baik yaitu : IRG (Indeks Ruang Gang) sebesar 0,10 % dibandingkan dengan stowage factor sebesar 3 %, dan IRGd (Indeks Ruang Gudang) sebesar 0,21 menunjukan tingkat kerapatan gudang yang tinggi serta IPRG (Indeks Pemanfaatan Ruang Gudang) sebesar 2,15 ini menunjukan bahwa pengelola gudang sangat efisien dalam mengunakan space gudang. Aplikasi system informasi manajemen inventory yang ada sudah baik, namun system tidak online atau masih stand alone, sehingga fungsi WMS (Warehousing Management System) hanya untuk membuat Dokumen Keterangan (surat jalan) yang seharusnya WMS mempunyai fungsi lain sebagai bagian dari data Inventory. Sedangkan BPCS (Business Planning Controlling System) yang seharusnya digunakan sebagai System Informasi Management Keuangan tidak berfungsi dengan baik dan masih stand alone, sehingga system pelaporan dibuat secara hard copy kepada pihak PT Unilever Indonesia melalui SBU Total Logisik Pos. Rekomendasi Dari kesimpulan tersebut di atas peneliti menganggap perlu adanya rekomendasi dalam pengelolaan gudang PT Unilever ini satu dan lain guna dapat memberikan perbaikan dalam pengelolaannya. Disamping itu diharapkan bahwa pengelolaan ini dapat dilakukan secara professional, mengingat bahwa bisnis pergudangan dalam kancah bisnis logistik apabila dikelola dengan baik akan menghasilkan pendapatan yang cukup baik. Untuk perbaikan kondisi yang senyatanya kepada kondisi yang diharapkan maka rekomendasi pengelola gudang sebagai berikut : a. Penataan Layout gudang merupakan hal yang mendasar, penataan agar dibuat berdasarkan system fifo dan menggunakan metode ABC yaitu barang yang fast moving ditempatkan pada bagian dekat pintu keluar, barang yang average moving diletakan dibelakang barang fast moving dan yang slow moving diletakan dibelakang barang average moving. Untuk mengurangi kerusakan barang dalam penumpukan dan kemudahan dalam pengambilan barang (order picking) agar dibuat rak yang terdiri dari tiga tingkat. b. Efisiensi bukan berarti menggunakan space dengan full, akan tetapi juga memperhatikan estetika gudang, yaitu penumpukan barang sejenis dengan memperhatikan alur barang, misalnya dengan melakukan penumpukan secara alur melintang dan membujur. Penumpukan barang sebaiknya tidak melampaui daya tumpuk barang, hal ini untuk menghindari kerusakan barang akibat penumpukan yang berlebihan, serta kelamaan penyimpanan barang yang berakibat pada kerusakan atau kelapukan pembungkusnya. c. Teknologi yang ada cukup baik, namun jika digunakan RFID maka halnya akan mengurangi rework, karena barang yang keluar dan masuk dicatat secara otomatis tanpa harus mengentry ulang. d. Penggunaan material handling sebagai percepatan dalam proses loading dan unloading belum maksimal, karena penggunaan hand fork lift masih terbatas diusulkan agar menggunakan simple fork lift yang digerakan dengan baterai. d. Sebagai rekomendasi tambahan, SBU Total Logistik Pos dalam pengawasan fleet angkutan paket pos dapat menggunakan system c-track yaitu pengawasan fleet dengan menggunakan GPRS yang dihubungkan dengan internet dan GSM sehingga kendaraan bermotor dapat diawasi secara 24 jam, sehingga dapat mengurangi tingkat efisiensi dan efektivitas kendaraan. DAFTAR PUSTAKA 1. Bolten, Ernst F, 1997, Managing Time and Space in the Modern Warehousing,1601 Broadway, New York,NY 10019 2. Emmet, Stuart, 2005, Excellence Warehouse Management how to Minimize Cost and Maximise Value, john Wiley & Sons Ltd, Ontario Canada. 3. Harmon, Roy L., 1993, Reinventing The Warehouse World ClassmDistribution Logistics, A Division of Mcmillan. Inc, 866 Third Avenu, New York, NY 10022 4. Jounal, Goods That Talk Strategic Infact of RFID, Feb 2004/026, AT Kienery,Inc.

Artikal Warehousing

14

5. Journal,Cross-docking speeds up Belk Distribution Center, @ 2005 FKI Logistex, St Louise Universe, USA 6. Sweeney II, Patrick J, 2005, RFID for Dummies, ets Ready to Implement This Revolutionary Inventory Control Tool, WilleyPublishing, Inc, Indianapolis, USA 7. Tomkins, James A., 1998, The Warehouse Management Handbook, 2809 Millbrook Road, Raleigh, NC 27604. 8 Keputusan Direksi PT Pos Indonesia No : 01/LM/KTK/10/01 dan No : PKS 37/DIROPOS/0302 tertanggal 1 Oktober 2001 tentang pemanfaatan jasa layanan logistik dan pengiriman barang (POS/Gift) PT. Unilever Indonesia, Tbk dan Fix Cabinet/ Sparepart Ice Cream Walls.

Artikal Warehousing

15

Anda mungkin juga menyukai