Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN Bells palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat

akut. Banyak yang menggabungkan antara Bells palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui.1,2,3,4 Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.1,2,5 Rehabilitasi medik pada penderita Bells palsy diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.

DEFINISI Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, nonneoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.6,7

ETIOLOGI Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu : 1,5 1. Teori Iskemik vaskuler Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis. 2. Teori infeksi virus Virus yang dianggap paling banyak bertanggung jawab adalah Herpes Simplex Virus
1

(HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1). 3. Teori herediter Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis. 4. Teori imunologi Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

PATOFISIOLOGI Apapun sebagai etiologi Bells palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab atas gejala klinik Bells palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen.

GAMBARAN KLINIS Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura palpebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bells phenom (lagoftalmus disertai dorso rotasi bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga
2

menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.1,6

DIAGNOSA Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Anamnesa : - Rasa nyeri. - Gangguan atau kehilangan pengecapan. - Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. - Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain. Pemeriksaan : - Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer. - Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 6,8 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengerutkan dahi Memejamkan mata Mengembangkan cuping hidung Tersenyum Bersiul Mengencangkan kedua bibir

REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELLS PALSY Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bells palsy maka akan dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut World Health Organization (WHO) adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial. Tujuan rehabilitasi medik adalah : 10 1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin 2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin 3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal. Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik. Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Programprogram yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.

I.

Program Fisioterapi Pemanasan superfisial dengan infra red. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy

1. Pemanasan 1, 10

2. Stimulasi listrik 1,8 Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah / meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.
4

3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh). Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot.1,3 Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan.11 Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

II.

Program Terapi Okupasi Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan

dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.5

III.

Program Sosial Medik

Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.5

IV.

Program Psikologik Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering

menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.5 Program Ortotik Prostetik Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.

V.

Home Programme 1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit 2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat 3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet 4. Perawatan mata : 1. Beri obat tetes mata 3x sehari 2. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari 3. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

LAPORAN KASUS
IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama : Ny. H.K : 48 tahun : Perempuan : Ternate Tanjung Lingk II Wawonasa : Penjual kue : Islam

Tanggal pemeriksaan : 5 Maret 2013

ANAMNESIS Keluhan utama : kekakuan di pipi dan bibir sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang Mulut tertarik ke kiri dialami penderita sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya penderita merasa lidahnya menebal saat makan siang. Ketika penderita bangun pagi keesokan harinya, penderita merasa mulutnya seperti tertarik ke kiri, lalu penderita bercermin dan melihat mulutnya miring/tertarik ke kiri. Bersamaan dengan itu, mata kanan penderita tidak bisa menutup rapat sehingga terasa pedih bila terkena air dan angin. Mata kanan penderita berair terus. Bila

penderita makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan. Bila penderita minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan dan tidak tersedak saat minum. Penderita tidak mengalami kelemahan anggota gerak dan bicara pelo.Sebelumnya penderita mengeluh telinga kiri sering berdenging. Riwayat gangguan pendengaran disangkal penderita. Satu minggu sebelum serangan, penderita mengalami bencana banjir selama 3 hari dan itu menyebabkan penderita terpapar udara dan air dingin akibat banjir tersebut. Sebelumnya penderita berobat ke Puskesmas, tetapi tidak ada perubahan. Lalu penderita datang ke RSUP Prof. dr. R. D. Kandou bagian poli saraf dan dirujuk ke bagian Rehabilitas Medik.

Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya penderita belum pernah menderita penyakit seperti ini. Penderita tidak pernah sakit telinga, kecelakaan/jatuh, trauma di wajah/telinga. Hipertensi, diabetes mellitus (DM), kolesterol disangkal. Penderita memiliki riwayat asam urat 15 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga Hanya penderita yang sakit seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi Penderita seorang ibu rumah tangga, memiliki suami dan tiga orang anak. Saat ini penderita bekerja sebagai penjual kue di pasar. Penderita tinggal di rumah bersama orangtua (ibu), suami dan anak-anak. Rumah permanen, berlantai ubin, 3 buah kamar tidur, dihuni oleh 6 orang, kamar mandi/WC jongkok berada di luar rumah, menggunakan air sumur pompa dan Pusat Listrik Negara (PLN). Biaya pengobatan penderita ditanggung Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

PEMERIKSAAN Keadaan Umum Kesadaran Tanda vital Kepala Leher Status Internus : Baik : Compos mentis, kontak (+), pengertian baik : T : 150/90 mmHg, N : 80x/menit, R : 20x/menit, Sb : aterm : Konjungtiva anemis -/-, sclera icterus -/: Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar (-) : Cor/pulmo : Gerakan dada tampak simetris, iktus kordis tak tampak. Batas jantung kanan sela iga IV linea sternalis dekstra, batas jantung kiri sela iga V linea midklavikularis sinistra. Perkusi sonor. Bising jantung (-), suara napas bronkhial, rhonki (-), wheezing (-) Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-),nyeri tekan supra pubik (-), nyeri tekan disudut kosto vertebra (-), hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, auskultasi bising usus (+) normal. Ekstremitas : akral hangat, edema (-).
8

Status Neurologis

: Nervus kranialis I-XII dalam batas normal, kecuali N.VII dekstra tipe perifer

Status Lokalis N.VII : Motorik Mengerutkan alis (m.corrugator supercili) Menutup mata (m.orbicularis occuli) Mengerutkan dahi (m.frontalis) Melebarkan lubang hidung (m.dilator nasal) Tersenyum (m.zigomatikus mayor) Bersiul (m.orbicularis oris) Menggembungkan pipi (m.bucinator) Dekstra 1 2 0 0 0 0 0 Sinistra 3 3 3 3 3 3 3

Sensorik

Tidak ada kelainan pengecapan

SKALA UGO FISCH Posisi Istirahat Mengerutkan dahi Menutup mata Tersenyum Bersiul Nilai 20 10 30 30 10 Persentase (%) 0, 30, 70, 100 30 0 30 30 30 Skor 6 1 9 9 3
Total 28

Penilaian presentase : - 0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter

- 30 % : simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada simetris normal. - 70 % : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah normal - 100% : simetris, normal/komplit

RESUME Dilaporkan pasien perempuan usia 48 tahun dengan keluhan utama kekakuan di pipi dan bibir sebelah kanan. Dari anamnesis ditemukan bahwa mulut tertarik ke kiri dialami sejak 2 minggu yang lalu. Penderita bercermin dan melihat mulutnya miring/tertarik ke kiri. Mata kanan penderita tidak bisa menutup rapat,terasa pedih bila terkena air dan angin akibatnya mata kanan penderita berair terus. Bila penderita makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan. Bila penderita minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan. Riwayat telinga berdenging (+). Satu minggu sebelumnya, penderita mengalami bencana banjir selama 3 hari dan itu menyebabkan penderita terpapar udara dan air dingin akibat banjir tersebut. Dari pemeriksaan fisik interna tidak ada kelainan, pemeriksaan neurologis di temukan kekuatan otot fasialis 1 pada m.corrugator supercili dekstra, 2 pada m.orbicularis oris dekstra , dan 0 pada m.frontalis, m. zigomatikus mayor, m.orbicularis occuli, m.levator labii superior dekstra. Tidak ada ganguan sensibilitas, dan nilai skala UGO FISCH adalah 28, kesan paresis Nervus Fasialis tipe perifer. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang tidak dilakukan. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, didapatkan diagnosis : klinis : paresis N.VII perifer dekstra etiologi : idiopatik topis : foramen stilomastoideus fungsional : gangguan aktivitas sehari-hari (makan, minum, berkumur)

PROBLEM REHABILITASI MEDIK Kelumpuhan otot wajah : Sudut mulut tertarik ke kiri Kelopak mata kanan tidak bisa menutup rapat dengan baik

Gangguan dalam Aktifitas Kegiatan Sehari-hari (AKS) otot-otot wajah : Pada saat makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan

Gangguan psikologis, penderita merasa malu dengan keadaan ini

10

PROGRAM REHABILITASI MEDIK 1. Fisioterapi Evaluasi : Kontak (+) Angkat alis (), mata kanan tidak bisa menutup rapat Sudut mulut tertarik ke kiri Pada saat makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan

Program : Pemanasan superficial berupa infrared pada wajah sebelah kanan selama 10 menit Deep kneading massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah, lamanya 5-10 menit Latihan gerak volunteer wajah sisi kanan di depan cermin dengan gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut. 2. Okupasi Terapi Evaluasi : Kontak (+) Angkat alis (), mata kanan tidak bisa menutup rapat Sudut mulut tertarik ke kiri Pada saat makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan

Program : Latihan penguatan otot wajah dengan memberikan latihan menutup mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum, meringis Latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan berkumur, latihan makan dengan mengunyah di sisi kanan, minum dengan sedotan. 3. Psikologi Evaluasi : Kontak (+), pengertian baik Penderita merasa sedikit cemas dan malu
11

Keinginan penderita untu sembuh sangat besar Penderita menjalankan aturan rehabilitasi medik

Program : Memberikan dorongan mental agar penderita rajin menjalankan program rehabilitasi dan melakukan home programme yang diberikan agar penyakitnya cepat sembuh. 4. Ortotik Prostetik Evaluasi : Wajah tidak simetris Kelopak mata kanan tidak bisa menutup rapat Mulut tertarik ke kiri

Program : Saat ini belum diperlukan 5. Terapi Wicara Evaluasi : Kontak (+) Artikulasi baik, tidak ada gangguan dalam bicara

Program : Saat ini belum diperlukan Program latihan di rumah : 1. Perawatan mata : Beri obat tetes mata 3x sehari Memakai kacamata hitam saat bepergian siang hari Sebelum tidur, kelopak mata ditutup secara pasif

2. Kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kanan selama 20 menit 3. Massage wajah sebelah kanan ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sebelah kiri 4. Latihan meniup lilin dengan jarak semakin dijauhkan, makan dengan mengunyah di sisi kanan, minum dengan sedotan dan mengunyah permen karet.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81 2. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-52 3. Rusk HA. Disease of the Cranial Nerves. In : Rehabilitation Medicine. 2nd ed. New York : Mc Graw Hill, 1971 : 429-31 4. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-60 5. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bells Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bells Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 1-7 6. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 1985 : 311-17 7. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English : ELBS, 1985 :113-6 8. Thamrinsyam. Penilaian Derajat Kekuatan Otot Fasialis. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bells Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 31-49 9. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In : Principles of Neurology. 5th ed. New York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-5 10. Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3th ed. Baltimore : William & Wilkins, 1983 : 235-48 11. Reyes TM, Reyes OBL. Hydrotherapy, Massage, Manipulation and Traction. Volume 2 Philippines : U. S. T Printing Office, 1977 : 78-84, 210

13

Anda mungkin juga menyukai