Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses yang kompleks ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, bersifat relatif permanen dan prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar pebelajar baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar yang dialami ada teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan yaitu teori belajar behavioristik walaupun ada juga yang telah mengaplikasikan berbagai teori belajar yang ada.. Pengetahuan dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan, begitu dengan pendidikan. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman pribadi, pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran dan keyakinan benar salah. Dari penjelasan ini jelas pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melaui indra maupun akal. Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh dengan belajar, sehingga tidak mustahil bermunculan teori-teori belajar antara lain teori belajar kognitifisme, humanistik, behaviorisme dan laian-lain, yang masing-masing teori mempunyai kelemahan dan kelebihan. Di dalam proses pembelajaran, munculnya kesulitan untuk memahami suatu konsep merupakan hal yang wajar. Ini menggambarkan bahwa anak sedang melakukan proses berpikir. Mereka berusaha untuk mengintegrasikan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Skemata atau pengetahuan awal setiap siswa tidaklah sama sehingga kesulitan yang dihadapi setiap anak pun tidaklah selalu sama. Sebagai seorang guru atau orang yang membimbing mereka belajar, sebaiknya kita dapat mengenali dan memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak. Karena jika dibiarkan kesulitan tersebut tidak lagi menjadi sebuah kewajaran, melainkan suatu masalah yang dapat menghambat perkembangan intelektual anak.

Mencermati

berbagai

teori-teori

belajar

dengan

segala

kelebihan

dan

kekurangannya, Vygotsky seorang psikolog berpandangan bahwa anak membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, dan tidak secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan kepadanya (Budiningsih; 99). Pendapat tersebut hampir sama dengan Pieget yang menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan itu terjadi melalui interaksi anak dengan obyek fisik secara langsung dan anak melakukan sendiri. Kedua hal inilah yang kemudian mendasari munculnya teori kontruktivisme. Konstruktivisme yang mempunyai pengaruh besar pada tahun 1930 yang bekerja sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S. Vygotsky, yang sangat tertarik pada efek interaksi siswa dengan teman sekelas pada pelajaran. Jaramillo (1996) menjelaskan, Vygotsky mencatat bahwa interaksi individu dengan orang lain berlangsung pada situasi sosial. Vygotsky percaya bahwa subyek yang dipelajari berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai metode pembelajaran tersendiri. Memasuki era demokrasi yang sebenarnya adalah era yang ditandai dengan keragaman perilaku, adanya penghargaan terhadap saesuatu yang berbeda sehingga perlu adanya perubahan di bidang pendidikan dan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultural. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana teori belajar Vygotsky itu? 2. Apa kelebihan dan kelemahan teori belajar Vygotsky? 3. Bagaimana penerapan teori belajar Vygotsky dalam pembelajaran ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui teori belajar Vigotsky 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar Vygotsky 3. Untuk mengaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas

BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Vygotsky Dizaman Piaget dan Freud, Vygotsky menjalani hidup yang singkat tapi produktif (1896 1934) Vygotsky adalah seorang Rusia yang meninggal diusia 38 tahun. Ia merupakan salah seorang tokoh termasyur dalam bidang psikologi. Sebelum meninggal ia mewariskan pemikiran yang mendobrak pemikiran psikologi saat itu. Menurutnya apa yang menjadi perilaku manusia adalah proses menyesuaikan diri dengan apa yang sesuai/tepat dan menjadi harapan masyarakat/lingkungan. Perkembangan kognitif manusia adalah selain proses biologis juga karena proses transformasi. Tetapi tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh lingkungan Vygotsky menyebutnya sebagai kontruksi sosial. Konstruksi Vygotsky memandang bahwa pengetahuan dikontruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognitif diarahkan melalui adaptasi intelektual dalam konsteks sosial budaya. Proses penyesuaian itu harus sesuai dengan pengkontruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini para kontruktivis lebih menekankan pada penerapan tehnik saling tukar gagasan antar individual. Tiga prinsip penting yang diturunkan teori Vygotsky adalah: 1. Intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui; 2. Interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; dan 3. Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa. Bahasa dan Pemikiran Menurut vykgotsky, anak-anak menggunakan percakapan tidak hanya untuk berkomunikasi social, tetapi juga untuk membantu meraka memecahkan tugas. Vygotsky 1962 lebih percaya bahwa anak-anak menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing, dan memantau perilaku mereka. Penggunaan bahasa

untuk pengaturan diri (self-regulation) ini dinamakan private speech. Sebagai contoh anak-anak kecil berbicara keras-keras kepada diri mereka sendiri mengenai hal-hal seperti mainan mereka dan tugas-tugas yang berusaha mereka selesaikan. Jadi, ketika pengerjaan sebuah puzzle, seorang anak mungkin berkata potongan ini tidak cocok; mungkin aku akan mencoba yang itu . beberapa menit kemudian dia mengatakan, ini sulit. Bagi piaget private speech adalah egosentris dan tidak dewasa tetapi bagi Vygotsky, hal ini merupakan sebuah alat penting dari pemikiran selama tahun-tahun pada masa kanak-kanak. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada awalnya berkembang secara independent satu sama lain dan kemudian bergabung. Ia menekankan bahwa semua fungsi mental memiliki asal-asul eksternal atau social. Anak-anak harus menggunakan bahasa sebelum mereka berkomunikasai dengan orang lain dan sebelum mereka dapat berfokus pada pemiran-pemikran meraka sndiri. Anak-anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dengan menggunakan bahasa untuk periode waktu yang lama, sebelum mereka dapat melakukan transisi dan percakapan eksternal menjadi internal. Periode transisi ini terjadi pada antara umur 3-7 tahun dan melibatkan pembicaraan pada diri sendiri. Setelah beberapa saat, berbicara sendiri (self-talk) menjadi sifat alami kedua bagi anak-anak dan mereka dapat melakukannya tanpa verbalisasi. Teori Sosiocultural Lev Vygotsky (1896-1934) menyatakan bahwa perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sejalan dengan teori sosiogenesis. Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan konstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial secara aktif pula. Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vigotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya.
4

Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari sejarah hidupnya (Budiningsih; 99). Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktifitas-aktifitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tandatanda atau lambang yang berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosial-kultural di mana seseorang berada. Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosiokultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental . Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg. Mereka melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan-jaringan erat, luas, dan kompleks di dalam dan di antara keluarga-keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi tersebut. Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi idividualnya bersifat bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat sekunder . Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial diluar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersifat pasif dalam berkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan konstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan yang aktif pula. Ada dua hal penting yang digunakan

Vygotsky untuk menjelaskan teori belajarnya yaitu Zone of Proximal Development (ZPD), dan scaffolding. Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development) Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang zona perkembangan proksimal (zone of proximal development/ZPD). Menurutnya, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu : 1. Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. 2. Tingkat perkembangan potensial yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental.

Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona

perkembangan proksimal diartikan sebagai

fungsi-fungsi atau

kemampuan-

kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan. Ibaratnya sebagai embrio, kuncup atau bunga, yang belum menjadi buah. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Untuk menafsirkan konsep zona perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation, yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi. Jadi batas bawahnya adalah tingkat keterampilan yang dapat diraih oleh anak yang dilakukan secara mandiri. Batas atasnya adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan seorang pengajar yang kompeten. Gagasan Vygotsky tentang perkembangan proksimal ini mendasari

perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling

terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bantuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial. Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, memberikan feedback, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya. Konsep Scaffolding Teori Scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir 1950-an oleh Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif. Dia menggunakan istilah untuk menggambarkan anak-anak muda dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai belajar berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar barbahasa. Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar usaha mandiri-nya. Cazden menyatakan bahwa scaffolding sebagai kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian (Budiningsih, 2008). Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat

mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Scaffolding dipersiapkan oleh pembelajar untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas. Istilah scaffolding digunakan pertama kali oleh Wood, dkk (Budiningsih, 2008), dengan pengertian dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. Pengertian dari Wood ini sejalan dengan pengertian ZPD (Zone of Proximal Development) dari Vygotsky. Peserta didik yang banyak tergantung pada dukungan pembelajar untuk mendapatkan pemahaman berada di luar daerah ZPD-nya, sedang peserta didik yang bebas atau tidak tergantung dari dukungan pembelajar telah berada dalam daerah ZPD-nya. Menurut Vygotsky,

peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi ketika mendapat bimbingan (scaffolding) dari seorang yang lebih ahli atau melalui teman sejawat yang memiliki kemampuan lebih tinggi (Martinis, 1960, 2010). Larkin (Cahyono, 2010) menyatakan bahwa scaffolding adalah salah satu prinsip pembelajaran yang efektif yang memungkinkan para pembelajar untuk

mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing. Penulis sendiri mendefinisikan scaffolding sebagai bantuan yang besar kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Lihat gambar di bawah ini!

Perkembangan aktual

Intervensi awal berupa sajian masalah

Intervensi lanjutan melalui teknik scaffolding

Gambar 1.1 Model Pengembangan ZPD ( Suryadi, 2005:156)

Gambar di atas menunjukan bahwa pemberian intervensi atau bantuan oleh guru dilberikan pada saat siswa sudah merasa sangat kesulitan, yakni ketika ia benar-benar berada di ujung kemampuan aktualnya. Dengan diberikan bantuan misalnya dengan contoh, diskusi, hints atau pertanyaan, siswa dapat menuju kemampuan potensialnya, dan jika anak telah sampai pada tingkat yang lebih sulit lagi, maka bantuan pun dapat kembali diberikan begitu seterusnya. Sehingga siswa tidak akan merasa terganggu dan merasa diabaikan. Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith (Fauzi, 2009) :

a. Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting

bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak dari pada peran yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka justru menyatakan walaupun anak dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoristis ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak.
b. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya

juga berpengaruh pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discoveri learning) kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
c. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi

oleh teman sebaya, yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal di dalam pelajaran. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.

B. Kelebihan dan Kelemahan Teori Vygotsky Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa kelebihan: 1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang; 2. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya; 3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggnaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental; 4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah; 5. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan konstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makana baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Konsep vygotsky mempuyai tiga kelemahan yaitu : 1. Kesadaran terlihat dalam suatu cara yang intelektualistis. Tidak ada tempat untuk emosi dan motivasi. 2. Generalisasi dari proses perkembangan terbatas pada fungsi-fungsi interaksi dan komunikasi verbal. Inilah sebabnya maka vygotsky disebut seorang idealis 3. Kurangnya data empiris yang menhyokong hipotesisnya. Psikologi anak yang mutakhir di Rusia mencoba mengatasi kekurangan-kekurangan ini. C. Penerapan Teori Vygotsky Teori Vygotsky memberikan suatu sumbangan yang sangat berarti dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini memberi penekanan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugastugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam Zone of Proximal Development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding (pemecahan), dimana pemecahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih lompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri.

Implementasi Pembelajaran IPA dengan Menggunakan LKS Berbasis Masalah Berdasarkan teori Zone of Proximal Development dari Vygotsky serta teori scaffolding dari Bruner, proses perubahan dari tahapan perkembangan aktual ke perkembangan potensial bisa terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan individu lain yang mempunyai kemampuan lebih. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menunjang peningkatan pemahaman siswa sehingga siswa mampu mencapai
10

perkembangan potensialnya. Ketika siswa telah mampu mencapai perkembangan potensialnya, maka siswa tersebut telah mampu berpikir matematika tingkat tinggi. Agar implementasi pembelajaran dapat mencapai hasil yang memuaskan, maka teori pembelajaran Vygotsky-Bruner yakni ZPD dan scaffolding perlu dijadikan sebagai landasan utama. Hal yang tak kalah penting, di dalam perencanaan guru perlu menyiapkan bahan ajar yang tepat dan relevan. Bahan ajar yang digunakan harus dirancang oleh guru ke dalam bentuk soal pemecahan masalah yang memungkinkan disajikan di awal pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hoffman dan Ritchie (1997) (Lie, 2010) bahwa Scaffolding selalu digunakan untuk mendukung pembelajaran berbasis masalah (PBL). Setelah guru menyiapkan perencanaan pembelajaran dengan matang, selanjutnya guru mulai mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Langkahlangkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: a. Kegiatan Awal 1. Guru mengkondisikan siswa untuk siap memulai pembelajaran 2. Guru melakukan apersepsi dan memberikan motivasi kepada siswa 3. Mengajukan suatu konteks permasalahan b. Kegiatan Inti 1. Setelah siswa memahami konteks permasalahan, kemudian siswa diberi lembar kegiatan 2. Pada 15 menit pertama siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan jawaban secara individual. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah permasalahan yang diajukan 3. Kemudian 25menit selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan jawaban secara berkelompok heterogen (2-4 orang). Hal ini dimaksudkan agar anak dapat berinteraksi dan saling bertukar pemikiran. Secara tidak langsung dalam kegiatan ini intervensi dapat terjadi antara siswa dengan siswa lain di dalam satu kelompok. Disamping itu, guru juga dapat melakukan teknik scaffolding dengan tepat selama proses kegiatan. 4. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka c. Kegiatan Akhir 1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang dipelajari 2. Guru menutup pembelajaran

11

d. Penilaian

Penilaian prestasi aspek kognitif dilakukan melalui pemberian pre tes dan pos tes yang harus dikerjakan oleh siswa pada awal tindakan dan akhir pelaksanaan tindakan. Penilaian prestasi belajar aspek afektif pada pembelajaran ini dapat dilihat dari kegiatan siswa ketika bekerja sama di dalam kelompok, keaktifan di dalam kelpmpok serta keberanian bertanya dan menjawab. Sedangkan untuk penilaian prestasi belajar aspek psikomotorik pada

pembelajaran ini dapat dilihat dari kemampuan siswa memasukkan rumus atau konsep matematika ke dalam penyelesaian masalah serta kemampuanya di dalam mengaplikasikan pengetahuan ke dalam kegiatan sehari-hari. Pada dasarnya penilaian ditujukan untuk melihat sampai dimana tingkat keberhasilan teknik scaffolding dalam meningkatkan perkembangan siswa dari perkembangan aktualnya ke perkembangan potensialnya. Sehingga ia mampu berpikir tingkat tinggi.

12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Menurut Vygotsky suatu pengetahuan tidak hanya didapat oleh anak itu sendiri melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya juga. Karya Vygotsky didasarkan pada pada tiga ide utama, yaitu : 1) Intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui 2) Interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual 3) Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa. Zona perkembangan proksimal atau Zone of Proximal Development adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual (kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebayanya yang lebih berkompeten). Scaffolding adalah dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk

membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. Penilaian prestasi aspek kognitif dilakukan melalui pemberian pre tes dan pos tes. penilaian aspek afektif dapat dilihat dari keaktifan siswa didalam kelompoknya. Sedangkan penilaian aspek psikomotoriknya dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuannya didalam pemecahan masalah.

13

DAFTA PUSTAKA
Agustiani, henriati. 2009. Psikologi Pekembagan. Bandung: Refika Aditama. Budiningsih, C. Asri. 2005.Belajar & Pekembangan. Jakarta: Rineka Cipta. Budiningsih, C. Asri. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Muis, Daniel & Reynold, David. 2008. Effective Teaching Teori & Aplikasi. Yogjakarta: Pustaka Belajar. Santrock, W, John. 2008. Psikologi pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika. Slameto. 2002. Belajar & Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suyanto, slamet. 2005. Dasar-Dasar Pedidikan Anak Usia Dini. Yogyakata. Hikayat.

14

Anda mungkin juga menyukai