Anda di halaman 1dari 37

Tampilkan posting dengan label PATOFISIOLOGI.

Tampilkan semua posting


Rabu, 01 Juni 2011

PATOFISIOLOGI RESPIRASI 2
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI RESPIRASI 2 EMBOLI PARU (PE) Emboli paru: terjadi bila sebuah embolus, biasanya bekuan darah, terlepas dari tempatnya, masuk sirkulasi ke jantung bagian kanan, dan tersangkut pada arteri pulmonalis atau salah satu percabanganya Infark paru (nekrosis) jarang menyertai PE karena paru dilindungi oleh aliran darah ganda PE bisanya terjadi setelah trombosis vena profunda (DVT) pada vena tungkai

PE yang masif adalah salah satu penyebab kematian mendadak yang paling sering dan penyebab kedua terhadap trombosis koronaria Trombosis pada vena dicetuskan oleh tiga penyebab (Trias Virchow): Venostatis Hiperkoagulabilitas Peradangan dinding pembuluh darah

Predisposisi trombosis: gagal jantung kongestif, keganasan, postpartum, post operasi (terutama ortopedi dan pelvis) Trias klasik pada PE ukuran sedang (dispnae, nyeri dada, hemoptisis) tidak spesifik dan tidak sensitif onset mendadak dispnae, takipnea, takikardi biasanya tidak hemoptisis dan nyeri pleura, kecuali ada infark PE pada pembuluh darah perifer kecil asimptomatik PE berulang dapat menyebabkan: obliterasi pembuluh darah, hipertensi pulmonal, kor pulmonale

Oklusi emboli masif pada a.pulmonalis ditandai: syok, hipotensi, takikardi, sianosis, stupor, sinkop mati mendadak Profilaksis PE: heparin, stocking penekan anti emboli Pengobatan PE: fibrinolisis dengan aktivator plasminogen jaringan untuk menghancurkan bekuan Pengobatan skunder PE: antikoagulasi dengan heparin atau warfarin

EDEMA PARU Edema paru adalah gerakan cairan berlebih dari sistem vaskuler paru ke interstitium paru dan bahkan ke rongga alveolar Penyebab: kongesti kapiler paru akibat: gagal ventrikel kiri Gagal ventrikel kiri akibat: PJK, penyakit katub jantung, hipertensi, kardiomiopati

Pengobatan darurat edema paru: mengurangi tekanan hidrostatik paru, pemberian diuretik, O2 dan digitalis untuk memperbaiki kontraktilitas miokardial KOR PULMONALE Kor pumonale: adanya hipertropi atau gagal ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan pada paru, pembuluh darah paru atau dinding dada COPD adalah penyebab kor pulmonale paling sering

Prekusor kor pulmonale yang sering adalah peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi a.pulmonalis ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Etiologi (gangguan restriktif paru, gangguan obstruktif paru, gangguan vaskuler primer) menyebabkan: (1) Perubahan pembuluh darah paru berkurangnya jaringan vaskuler paru meningkatnya resistensi vaskuler paru hipertensi pulmonal hipertropi ventrikel kanan kor pulmonale Etiologi (gangguan restriktif paru, gangguan obstruktif paru, gangguan vaskuler primer) menyebabkan:

(2) Perubahan fungsional pada paru (hipoksemia, hiperkapnae, asidosis) vasontriksi arteriole paru meningkatnya resistensi vaskuler paru hipertensi pulmonal hipertropi ventrikel kanan kor pulmonale Manifestasi klinis: Adanya penyakit pernafasan yang disertai hipertensi pulmonal Adanya hipertropi ventrikel kanan Pengobatan: terapi O2 memperbaiki hipoksia dan vasokontriksi memperlambat kor pulmonale dan memperpanjang masa hidup pasien dengan COPD GAGAL NAFAS Gagal nafas: paru tidak dapat melakukan fungsi primernya yaitu oksigenasi darah arteri dan eliminasi karbon dioksida dada) Gagal nafas akut (ARF): gas darah arteri (PaO2 50 mm Hg dan PaCO2 50 mm Hg ) Penyebab: Gangguan ekstrinsik paru ( penekanan pusat nafas, gangguan neuromuskuler, gangguan pleura dan dinding

Penyebab: Gangguan instrinsik paru (gangguan obstruksi difus, gangguan restriktif paru, gangguan pembuluh darah paru) Faktor pencetus: 1. Infeksi trakeobronkial, pneumonia 2. Sekret meningkat dan mengental 3. Bronkospasme 4. Gangguan pembersihan sekret 5. Sedatif, narkotik, anestesi 6. Terapi oksigen (FlO2 tinggi) 7. Trauma 8. Kelainan kardiovaskuler 9. Pneumotoraks Gambaran klinis: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Hipoksia Hiperkapnae Sakit kepala Kekacauan mental Gangguan penilaian Bicara kacau, gangguan fungsi motorik, agitasi, gelisah, delirium, tidak sadar

PENGOBATAN GAGAL NAFAS Sekret yang tertahan: hidrasi yang memadai, ekspektoran, aspirasi kateter, trakeostomi Hipoksemia: terapi O2 bertahap Hiperkapnae: perangsang respiratorik, hindari sedasi, ventilasi buatan (trakeostomi) Infeksi: antibiotik Bronkospasme; bronkodilator Gagal jantung: diuretik, digoksin

ARDS Sindrom gawat nafas akut (ARDS): bentuk khusus gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional Penyebab: syok, sepsis, trauma berat, cedera aspirasi/inhalasi Gambaran klinis: dispnae, takipnae, ronki basah, penurunan PaO2, penurunan PaCO2, atelektasis difus (rontgen) Pengobatan: memperbaiki syok, asidosis, dan hipoksemia yang menyertai Perlu ventilasi mekanis dan O2 dosis tinggi Pembatasan cairan dan terapi diuretik Antibiotik untuk infeksi

KANKER PARU Kanker paru penyebab kematian utama kematian di USA Faktor risiko: merokok, inhalasi karsinogen, urban, diet kurang vit.A, infeksi nafas kronik, hereditas 70% letak kanker di bronkus prinsipalis, dan jenis tersering karsinoma sel skuamosa Gejala: batuk persisten, dispnae, hemoptisis, nyeri pleura, jari tabuh, anoreksia penurunan BB, kelelahan Diagnosis: radiologi, bronkoskopi dan sitologi Stadium kanker berdasarkan TNM Pengobatan: kombinasi operatif, radiasi dan kemoterapi

STADIUM TUMOR PRIMER T0 tidak terbukti adanya tumor primer Tx kanker terbukti dengan sitologi, tetapi negatif radiologi dan bronkoskopi Tis karsinoma in situ T1 tumor 3 cm T2 tumor > 3 cm

T3 sdh menyebar (dinding dada, diafragma, pleura, mediastinum, perikardium) tapi belum ke jantung, vaskuler besar, trakea T4 sdh menyerang jantung, vaskuler besar, trakea, efusi pleura maligna

KELENJAR LIMFE REGIONAL (N) N0 tidak ada metastase limfe regional N1 metastase peribronkial, hilus ipsilateral N2 metastase mediastinaal ipsilateral N3 metastase mediastinal dan hilus kontralateral

METASTASE JAUH (M)

M0 tidak diketahui adanya metastase jauh M1 metastase jauh (otak)

TB PARU TB; penyakit infeksi menular yang disebabkan M. Tuberkulosis Jalan masuk TB: nafas, cerna dan luka kulit Basil TB yang mencapai alveoli menimbulkan reaksi radang Nekrosis lesi menimbulkan gambaran keju (nekrosis kaseosa)

Lesi primer pada TB disebut: fokus Ghon, dan kombinasi antara kel limfe yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks Ghon Insiden TB meningkat karena adanya: HIV/AIDS, alkohol, tunawisma Gejala: batuk lama produktif >3mgg, nyeri dada, hemoptisis Gejala sistemik: demam, menggigil, keringat malam, lemas, anoreksia, penurunan BB

Reaksi positif Tuberkulin test (test mantoux) mengindikasikan adanya infeksi tetapi tidak berarti ada penyakit secara klinis Prinsip pengobatan TB: Multifarmasi Rutinitas Jangka panjang

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06.17 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI RESPIRASI 1
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI RESPIRASI 1 ANATOMI FISIOLOGI Fungsi utama saluran nafas atas: menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara nafas Saluran nafas dilapisi mukosa bersilia mukus dihasilkan oleh sel goblet Asinus: unit respirasi (tempat pertukaran gas) bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, sakus alveolus dan alveolus Pusat nafas ada di medulla oblongata, reseptor O2 ada di aorta (glomus aorticus) dan a. karotis (glomus karoticus) Rangsangan parasimpatis (kolinergik) menyebabkan br onkokontriksi dan peningkatan sekresi mukus Rangsangan simpatis (adrenergik) menyebabkan bronkodilatasi dan penurunan sekresi mukus Sistem pertahanan sitem respiratorius: 1. Filtrasi udara oleh hidung

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Reflek batuk Reflek menelan atau muntah Gerakan mukosiliaris Bronkokonstriksi reflek Makrofag alveolar dan IgA Ventilasi kolateral (antar alveolus) melalui pori Kohn

PROSEDUR DIAGNOSIS Prosedur morfologis: radiologi, biopsi, bronkoskopi, uji sputum, CT scan, MRI (magnetic resonance imager), angiografi Uji fungsi paru: Pulmo Function Test (PFT) dengan alat spirometer Pola obstruktif yang ditandai dengan obstruksi aliran udara Pola restriktif ada penurunan volume paru tetapi tidak ada obstruksi aliran paru

Pola obstruktif ventilasi: bronkitis kronis, emfisema, asma ada penurunan FEV (force expires volume), MMFR (maximum medium force respires) serta tingginya RV (residue volume) dan FRC (force residue capacities) Pola restriktif ventilasi: gangguan parenkim, pleura, neuromuskular, dinding dada Pola restriktif ditandai: penurunan VC (vital capacities), TLC (total lung capacities), FRC (force residue capacities) dan RV (residue volume) mencerminkan hilangnya elastisitas dinding dada atau paru Penyebab hipoksia: Ventilasi/perfusi tidak seimbang Hipoventilasi alveolar Gangguan difusi Anastomose arterivenosa intra pulmonar

GANGG ASAM BASA pH HCO3 PaCO2 Asidosis respiratorik Alkalosis respiratorik Asidosis metabolik Alkalosis metabolik TANDA DAN GEJALA Batuk: reflek protektif yang disebabkan iritasi tracheobronkial oleh mekanik, kimia, peradangan Sputum berlebihan terjadi pada peradangan akut dan kronik cabang tracheobronkial Sputum kuning atau hijau: mencerminkan adanya leukosit dan proses supuratif yang menyerang saluran nafas atau parenkim Sputum bau menandakan abses atau bronkiektasis Hemoptisis: batuk darah atau sputum dengan sedikit darah

Sputum berdarah bronkitis, pneumonia, karsinoma bronkogenik, fibrosis kistik, TB, bronkiektasis dan emboli paru Dispnae: perasaan sulit bernafas subyektif, tanda obyektif jika bernafas dengan otot nafas tambahan (sternokleidomastoideus, skalenus, trapesius, cuping hidung, tachipnae, hiperventilasi) Ortopnae: dispnae pd posisi berbaring disebabkan penumpukan darah di dada saat berbaring (kl berdiri di kaki) Dispnae paroksismal nokturna: terbangun dari tidur akibat dispnae tanda gagal jantung kongestif penyebab peningkatan volume intravaskular sentral yang berhubungan dengan posisi berbaring (darah pindah dari perifer ke sentral)

Penyebab dispnae: penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit paru interstitial atau alveolar, paru obstruktif, gangguan dinding dada, otot nafas dan kecemasan Nyeri dada: dinding dada, pleura, saluran nafas dan struktur mediastinum Nyeri pleuritik: nyeri menusuk, nyeri terlokalisir yang diperberat dengan inspirasi dalam dan batuk serta berkurang saat menahan nafas Jari tabuh: perubahan bentuk normal falang distal dan kuku (tangan dan kaki) yang ditandai: kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, ujung jari menjadi besar Jari tabuh berhubungan dengan: penyakit paru (TB, abses paru, kanker paru), penyakit kardiovaskuler (tetralogi Fallot, endokarditis), penyakit hati kronik, penyakit saluran cerna Sianosis: berubahnya warna kulit menjadi kebiruan (terutama dibawah kuku) dan membran mukosa akibat meningkatnya jumlah Hb tereduksi (deoksigenasi) dalam kapiler Sianosis sentral akibat PaO2 rendah, sianosis perifer akibat vasokontriksi perifer (lingkungan dingin), obstruksi aliran darah, curah jantung rendah PENYAKIT OBSTRUKTIF PARU Penyakit obstruktif: gangguan jalan nafas atau asinus yang ditandai dengan menurunya kemampuan menghembuskan udara Penyebab: bronkitis kronik, emfisema, asma kronik, bronkiektasis, fibrosis kistik CPOD (chronic pulmo obstructive disease) adalah gabungan bronkitis kronik dan emfisema

Bronkitis kronis: batuk kronis dengan pengeluaran sputum minimum 3 bulan setiap tahunya, sekurangkuranganya selama 2 tahun Emfisema: anatomi patologik, dilatasi dan destruksi rongga udara sebelah distal bronkiolus terminalis, ductus alveolaris, dan dinding alveolar Asma bronkial: penyakit episode yang ditandai dengan hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan yang bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas reversibel yang disebabkan oleh bronkospasme CPOD dibagi 2: emfisema predominan dan bronkitis predominan

CPOD emfisema predominan: diafragma menjadi tipis, datar dan berbentuk seperti tong karena udara terperangkap dan peningkatan TLC (total lung capacities) dan RV (residue volume), dispnae, batuk dan sputum minimal CPOD bronkitis predominan: pasien gemuk, diameter anteroposterior dada normal, batuk, sputum, hipoksia, hiperkapnia, polisitemia kompensatoris, sianotik, hipertensi Bronkiektasis: dilatasi abnormal bronkus dan bronkiolus ukuran sedang yang permanen dan disertai peradangan dan infeksi Merupakan komplikasi: campak, pertusis, influenza, bronkitis, pneumonia Gejala: batuk kronik, sputum mukoporulen, sputum busuk, malnutrisi dan jari tabuh

PENYAKIT RESTRIKTIF PARU Penyakit restriktif paru ditandai: peningkatan kekakuan paru atau thorax, yang menyebabkan penurunan peregangan, penurunan VT, VC, dan TLC Disfungsi inspirasi, kerja nafas meningkat, pola nafas cepat dan dangkal

Penyebab: ekstrapulmonal (gangguan SSP, neuromuskuler, deformitas rongga thorax, trauma rongga thorax), intrapulmonar (gangguan pleura dan parenkim) Efusi pleura: pengumpulan cairan di cavum pleura

Cairan dapat berupa: transudat (kadar protein rendah) disebut: Hidrotorax akibat tekanan hidrostatik yang tinggi pada gagal jantung atau penurunan tekanan osmotik koloid (nefrotik sindrom dan sirosis hepatis) Efusi pleura: pengumpulan cairan di cavum pleura

Cairan dapat berupa: transudat (kadar protein rendah) disebut: Hidrotorax akibat tekanan hidrostatik yang tinggi pada gagal jantung atau penurunan tekanan osmotik koloid (nefrotik sindrom dan sirosis hepatis) Cairan pleura dapat berupa eksudat (cairan tinggi protein) disebut fibrothorax banyak mengandung fibrinogen atau fibrin karena peradangan dan keganasan Cairan pleura berupa nanah disebut: empiema karena pneumonia, abses paru, neoplasma yang meluas sampai pleura Pneumotorax: adanya udara dalam cavum pleura

Pneumotoraks spontan: primer/idiopatik akibat ruptur pleura kongenital, sekunder akibat penyakit paru (emfisema, pneumonia, keganasan) atelektasisPneumotoraks traumatik: cedera pada dada, tusukan, fraktur iga, komplikasi biopsi paru Atekektasis: kolap pada alveoli

Atelektasis kompresi: akibat tekanan eksternal pada paru akibat: pneumotoraks, efusi pleura, distensi abdomen Atelektasis absorpsi: timbul bila mukus menghalangi masuknya udara ke saluran nafas distal, absorbsi gas dalam alveoli akan menyebabkan alveoli kolap Pneumonia: radang atau infeksi parenkim paru Penyebab: bakteri, virus, fungus, protozoa

Faktor risiko: usia (sangat muda/tua), infeksi virus saluran nafas atas, merokok, alkohol, COPD, kanker paru, penyakit kronis, pembedahan, bedrest, endotrakeal/trakeostomi, fraktur iga, terapi imunosupresif, AIDS Infeksi oportunistik menyerang pasien dengan penekanan imun, organismenya adalah: Protozoa Pneumocystis carinii Fungus candida, aspergilus Virus herpes simpleks, sitomegalovirus Bakteri patogen Gejala pneumoni: demam, menggigil, batuk produktif, dispnae, nyeri dada

Pneumokoniosis: kelompok penyakit yang disebabkan inhalasi debu anorganik atau organik yang dapat menyebabkan fibrosis interstitialis yang luas

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06.13 1 komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI ENDOKRIN 2
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI ENDOKRIN 2 GLANDULA ADRENAL SUPRARENAL Letak: diujung/kutub superior renal Bagian luar: Cortex adrenal Bagian dalam: Medulla adrenal

HORMON GLANDULA ADRENAL Cortex Adrenal: 1. H. Glukokorticoid kortisol - hidrokortison 2. H. Mineralokorticoid aldosteron 3. H. Androgen mirip testosteron Medulla Adrenal 1. H. Adrenalin 2. H. Noradrenalin

EFEK METABOLIK KORTISOL Metabolisme protein: efek katabolik menyebabkan hilangnya protein dari kulit, otot dan tulang, menyebabkan striae, atropi otot, osteoporosis Metabolisme KH: merangsang glukoneogenesis dan melawan efek insulin yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia Metabolisme Lemak: mobilisasi asam lemak dan mendistribusi ulang lemak ke wajah dan batang tubuh Menghambat respon imun humoral, selular dan peradangan yang menurunkan pertahanan imun dan memperlambat proses penyembuhan Merangsang aktivitas sekresi lambung (pepsin dan HCl), meningkatkan risiko ulkus peptikum Fungsi otak berlebihan, yang berkaitan dengan kelabilan emosi

PEMERIKSAAN Tumor atau hiperplasia kortek dan medulla kel. Adrenal sering tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik sebab letaknya tersembunyi Kelainan kel. Adrenal yang memerlukan tindakan bedah sebagian besar disebabkan hipersekresi Pemeriksaan khusus: pemeriksaan kadar hormon, CT Scan menentukan letak tumor, dan pemeriksaan radioaktif dng jodium 131 PENYEBAB HIPERKORTISISME 1. Adenoma basofil hipofisis 2. Hiperplasia kelenjar adrenal 3. Adenoma atau karsinoma kel adrenal 4. Penggunaan kortikosteroid yang lama SINDROM CUSHING

Disebabkan sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan Kelebihan stimulasi ACTH hiperplasia korteks arenal Adenoma korteks adrenal, hiperaktifitas hipofisis atau tumor laian yang mengeluarkan ACTH

GAMBARAN KLINIK SINDROM CUSHING 1. Obesitas 2. Gundukan lemak pada punggung 3. Muka bulat (moon face) 4. Striae 5. Berkurangnya massa otot 6. Kelemahan otot 7. Hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita) 8. Amenorhoe/impotensi DIAGNOSIS SINDROM CUSHING 1. Pemeriksaan kadar hormon dalam darah 2. Penentuan letak tumor dengan: CT Scan, sidik radioaktif, angiografi 3. Komplikasi 4. Gangguan ginjal atau strok hipertensi 5. Hiperglikemia, infeksi DM 6. Lumpuh kelemahan otot PENANGANAN SINDROM CUSHING Mitotan (lisodren) menghambat biosintesis steroid pada tumor ganas korteks suprarenal Hipofisektomi tumor hipofisis Adrenalektomi tumor adrenal Ablasio hipofisis dengan radiasi atau bedah mikro Pasca bedah terapi substitusi kortikosteroid seumur hidup

HIPERALDOSTERONISME (MORBUS CONN) 85% disebabkan adenoma 15% disebabkan hiperplasia nodular bilateral Gejala: 1. 2. 3. 4. 5. Hipertensi Poliuria Polidipsia Kelemahan otot Tetani

Laboratorium: 1. Hipokalemia 2. Alkalosis 3. Kadar aldosteron tinggi di urine dan plasma 4. Letak tumor: 5. Roentgen negatif jika tumor kecil 6. CT Scan

ADDISON DISEASE (HIPOADRENALISME) Akibat atropi primer kortek adrenal korteks adrenal tidak lagi mensekresi aldosteron cadangan garam tubuh menjadi sangat berkurang akibat reabsorbsi Na menurun Na, Cl dan air hilang kedalam urine Penyebab: autoimune pada korteks adrenal, TB pada korteks adrenal, kanker koteks adrenal Akibat banyak hilangnya CES volume plasma berkurang, konsentrasi eritrosit meningkat, curah jantung turun penderita mengalami syok mati Defisiensi Glukokortikoid tidak mampu mempertahankan glukose darah normal antara makan karena tidak dapat mensintesa glukose dalam jumlah bermakna dengan glukoneogenesis tahun Hipoglukokortikoid juga menyebabkan mudah stres dan infeksi saluran nafas Pengobatan: Penyakit Addison yang tidak diobati akan mati dalam beberapa hari karena kelemahan otot dan syok Bila diberikan mineralokortikoid dan glukokortikoid serta asupan garam yg tinggi dapat hidup ber tahun-

VIRILISASI Sekresi androgen yang berlebihan pada wanita menyebabkan virilisasi Gejala: jerawat, suara memberat, pembesaran klitoris, kebotakan, oligomenorea, amenorea, hirsutisme: pertumbuhan rambut kasar yang berwarna gelap berlebihan dengan distribusi maskulin pada wajah, putting susu dan daerah pubis PANKREAS Letak: membentang secara transversal pd dinding abdomen posterior. Kepala pada curva duodenum ekor samapi limpa Dibagi 2 bagian: Asinus dan Pulau Langerhans Acinus kel. Eksokrin getah pankreas (enzim) Pulau Langerhans kel. Endokrin ada 3 macam sel , , hormon

HORMON PANKREAS 1. Sel H.glukagon 2. Sel H.Insulin 3. Sel H.Somatostatin (belum jelas) DIABETES MELLITUS Batasan penyakit metabolik akibat menurunya hormon insulin, yang ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria Penyakit DM primer gangguan metabolisme KH, sekunder gangguan metabolisme lemak dan protein DM tipe 1: tergantung insulin Kekurangan insulin endogen akibat destruksi autoimune pd sel beta pancreas Idiopatik DM tipe 2: tidak tergantung insulin Resistensi insulin perifer (reseptor) Gangguan sekresi insulin Produksi glukose hati yang berlebihan Tidak ada bukti detruksi sel beta pancreas Obesitas berhubungan dengan tipe ini

FUNGSI INSULIN Glukose tidak dapat langsung diffusi ke sel Glukose harus berikatan dulu dengan carrier: G + C GC GC dapat berdiffusi kedalam sel Didalam sel GC G + C C keluar sel lagi untuk mengikat G yang lain sampai semua G masuk sel Proses ini dipercepat oleh H. Insulin Jika H. Insulin kurang proses masuknya G kedalam sel lambat G menumpuk didalam darah DM

KRITERIA DIAGNOSIS Menurut WHO: 1. Random 200 mg% 2. Puasa 140 mg% 3. 2 jam PP 200 mg% (75 gr glukose) Darah (normal) SDP < 110 mg% 2 jam PP , 140 mg% Urine (normal) Reduksi negatif

GEJALA KLINIS Mula-mula 3P (Poliuria = banyak kencing, Polidipsia = banyak minum dan Poliphagia = banyak makan) BB naik sel beta masih dalam keadaan kompensasi hiperinsulinemia lipogenesis BB naik Nafsu makan menurun tinggal 2P (poliuria dan polidipsia) BB turun (sindroma Diabetes akut) mual menuju Ketoasidosis Diabetik Lemah, capai komplikasi gangguan metabolisme KH Kesemutan, rasa panas di tungkai, rasa tebal di telapak kaki, kram, nyeri otot, gangguan seksual komplikasi saraf Pandangan kabur, sering ganti kaca mata komplikasi retina

KOMPLIKASI DM Retinopati diabetik akibat mikroangiopati perdarahan jaringat parut kebutaan Glumerulosklerotik diabetik penyebab GGK stadium akhir (ESRD, End Stadium Renal Disease) hipertropi ginjal, penebalan membran basal kapiler glomerulus, peningkatan GFR, mikroalbuminuria, hipertensi, nefropati denga proteinuria, penurunan cepat GFR ESDR Neuropati perifer penyebab ulcerasi yang sulit dikontrol pada kaki penderita DM Gangguan atau hilangnya sensasi nyeri menyebabkan hilangnya rasa nyeri akibat penekanan sepatu atau trauma Bertambah parah jika disertai gengguan vaskularisasi Penyakit makrovaskuler mengacu pada aterosklerosis PJK, Stroke, IMA

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06.08 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN


Dr. Suparyanto, M.Kes GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN SISTEM KOMUNIKASI Sistem saraf dan endokrin merupakan sistem komunikasi yang mengatur aktivitas metabolisme Sistem saraf menyampaikan pesan melalui impuls listrik Sistem endokrin menyampaikan pesan melalui impuls zat kimia yang disebut hormon

APA ITU HORMON Hormon adalah derivat protein (glikoprotein, polipeptide atau asam amino) atau derivat kolesterol (steroid) Hormon adalah suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah Macam hormon: 1. Steroid dan tironin (larut lemak) 2. Polipeptide dan katekolamin (larut air)

MACAM HORMON Contoh Hormon steroid: kortisol, aldosteron, kolekalsiferol (Vit. D) Contoh Hormon tironin: tiroksin (T4) dan trijodotironin (T3) Contoh Hormon polipeptide: Hormon hipotalamus, hormon hipofisis, parathormon, kalsitonin, insulin dan glukagon Contoh hormon katekolamin: epineprin dan norepineprin

CARA KERJA HORMON Hormon steroid dan tironin (larut lemak) berdifusi melalui membran sel bergabung dengan reseptor dalam sitoplasma mengirim mRNA untuk sintesa protein Hormon polipeptide dan katekolamin (larut air) bergabung dengan reseptor dalam membran sel mengaktifkan adenil siklase untuk mengubah ATP siklik AMP respon fisiologi FUNGSI SISTEM HORMON 1. Respon thd stres dan cedera 2. Pertumbuhan dan perkembangan 3. Reproduksi 4. Metabolisme energi 5. Metabolisme cairan dan elektrolit 6. Respon kekebalan tubuh KARAKTERISTIK HORMON 1. Disekresi dalam jumlah kecil 2. Pelepasan pulsatif dalam irama sirkadian (pagi tinggi siang rendah sore tinggi malam rendah) 3. Bekerja sesuai respon fisiologi 4. Sebagian besar dinonaktifkan dalam hati dan diekskresi dalam urine

PENYAKIT ENDOKRIN Defisiensi Hormon: infeksi, infark, kematian jaringan, tumor, pengangkatan, autoimune, defisiensi makanan, herediter terapi dengan penggantian Kelebihan Hormon: kegagalan umpan balik negatif, produksi berlebih, iatrogenik terapi dengan supresi hormon dengan obat atau pembedahan Resistensi reseptor sel target: defek reseptor (DM tipe2), cedera atau destruksi autoantibodi, herediter, tidak ada sel target terapi dengan meningkatkan interaksi hormon reseptor (contoh sulfoniluria untuk DM tipe2) GLANDULA PITUITARIA Terletak di sella Tursika Terdiri adenohipofisis (anterior) dan neurohipofisis (posterior) Kelainanya biasanya akibat tumor adenohipofisis adenoma Gejala dan tanda tumor hipofisis tergantung hormon yang diproduksi (hiperfungsi atau hipofungsi)

KLASIFIKASI ADENOHIPOFISIS AKTIVITAS ENDOKRIN HORMON SINDROM KLINIK Somatotropik GH Akromegali Gigantisme Kortikotropik ACTH Morbus Cushing Prolaktin (Prolaktinoma) PRL Amenorhoe Galaktore Impotensi Tirotropik TSH Hipertiroidi Gonadotropik FSH Jarang

KELAINAN HIPOFISIS Hiperprolaktinemia disebabkan adenoma mikro di hipofisis mengakibatkan amenore, galaktore Adenoma Hormonal aktif menyebabkan sindrome Hiperpituitarisme morbus Cushing (hiperadrenokortisme), akromegali dan amonore Hipopituitarisme defisiensi hormon hipofisis GH, LH, FSH mudah tertekan sindrom kekurangan hormon TSH dan ACTH bertahan lebih kuat Hemianopia buta separo lapangan pandang akibat tumor di sella tursika menekan kiasma optikum

HIPERPITUTARIA Kelebihan produksi hormon di lobus anterior glandula pituitaria manifestasi pada tulang berbeda, tergantung kematangan pertumbuhan rangka dan jenis sel abnormal pada glandula pituitaria Adenoma sel eosinofil pada masa pertumbuhan Gigantisme (pada anak), jika pertumbuhan tulang telah berhenti Akromegali (pada dewasa) Adenoma sel basofil Sindrom Cushing, pada semua umur

GIGANTISME Dalam masa pertumbuhan anak

Kelebihan hormon yang dihasilkan oleh sel eosinofil merangsang pertumbuhan tulang tumbuh luar biasa tinggi berlebihan Keadaan ini seringkali disertai pertumbuhan kelamin yang terbelakang

AKROMEGALI Terjadi pada masa dewasa Kelebihan hormon tidak dapat merangsang pertumbuhan panjang tulang lagi (epifisis tulang telah habis), tetapi merangsang pertumbuhan tulang melebar akibat rangsangan proses penulangan intramembran oleh periosteum Gambaran Klinik: 1. Rahang membesar 2. Hidung dan dahi menonjol 3. Tulang tangan dan kaki membesar 4. Jika terjadi pada vertebra dapat terjadi kifosis HIPOPITUITARISME Kelainan akibat kekurangan hormon pertumbuhan Penyakitnya disebut: Dwarfisme (cebol) Ciri: perkembangan badan seperti anak-anak, tidak pernah mengalami pubertas

SINDROMA CHUSING Akibat kelebihan hormon yang dihasilkan oleh sel basofil adenohipofise Gejala klinik: 1. Osteoporosis 2. Obesitas dengan Moon Face 3. Pertumbuhan rambut berlebihan 4. Hipertensi Komplikasi: patologik fraktur akibat osteoporosis

DIABETES INSIPIDUS Kerusakan nukleus supraoptikus ke kelenjar hipofisis posterior sekresi ADH menurun urine encer, volume meningkat (5 15 L/hari) sering kencing (poliuria) Volume tubuh normal asal reflek haus normal

GLANDULA THYROIDEA Letak Gl.Tiroid di Larynk menempel pada cartilago thyroidea Terdiri 2 lobus dextra & sinistra dan isthmus Hormon gl.Thiroid 1. H. Tiroksin (T4) 2. H. Tri-iodotironin (T3) 3. H. Calsitonin

KELAINAN GLANDULA TIROIDEA Gangguan fungsi tirotoksikosis Perubahan susunan kelenjar dan morfologi penyakit tiroid noduler

Pembesaran tiroid struma

PEMERIKSAAN GLANDULA THYROIDEA Morfologi: 1. Besar, bentuk, batasnya 2. Konsistensi, hubungan dengan struktur sekitarnya 3. USG nodul tunggal atau multiple, foto Roentgen Fungsi: 1. Uji metabolisme 2. Uji fungsi tiroid, kadar hormon 3. Antibodi tiroid

Lokasi dan fungsi: Sidik radioaktif/ tes yodium radioaktif menggunakan Teknetium (Tc -99m) atau Yodium (I-131) untuk menentukan apakah nodul bersifat hiperfungsi, hipofungsi atau normal, yang umumnya disebut: nodul panas, nodul dingin dan nodul normal Diagnostik patologik: Pungsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi Biopsi insisi/eksisi untuk pemeriksaan histologi

PENYAKIT GRAVES Disebut juga Penyakit Basedow penyakit Hipertiroidea Hipertiroid merangsang metabolisme BB turun (kalori tidak mencukupi) Metabolisme pd sistem cardivaskuler peningkatan sirkulasi curah jantung meningkat 2 -3x takikardi, palpitasi dan fibrilasi atrium Metabolisme saluran cerna diare Hipermetabolisme saraf tremor, bangun malam, mimpi buruk, ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, ketakutan yang tidak beralasan Hipermetabolisme nafas dispnea, takipnea Kelainan mata akibat reaksi autoimun pd jaringan ikat dida lam rongga mata jaringan ikat hiperplastik mendorong mata keluar eksoftalmus Eksoftalmus rusaknya bola mata akibat keratitis Gangguan faal otot bola mata strabismus

PENYEBAB HIPERTIROIDISME 1. Stroma toksik difus (penyakit Graves) 2. Stroma nodus toksik 3. Pengobatan berlebihan dengan tiroksin 4. Tiroiditis 5. Metastasis karsinoma tiroid GEJALA HIPERTIROID Metabolik: 1. Tidak tahan terhadap suhu tinggi 2. Nafsu makan meningkat 3. Berat badan menurun 4. Diare

5.

Menoragia

Kardivaskuler: 1. Palpitasi 2. Tekanan denyut besar/ pulses seler 3. Takikardi juga sewaktu tidur atau istirahat 4. Fibrilasi atrium Neuropsikiatrik; 1. Hiperkinesia 2. Insomnia 3. Kurang stabil emosi 4. Tremor 5. Kelemahan otot Mata 1. 2. 3. 4. Kulit 1. 2.

Eksoftalmus karena proptosis Retraksi kelopak mata Oftalmoplegi (kelumpuhan otot mata) Juling/ strabismus (otot mata terjepit)

Miksedema Udema pretibia

PENANGANAN GRAVES Pengendalian tirotoksikosis pemberian antitiroid: PTU (Profil Tio Urasil) atau Karbimasol Ablasio dengan yodium radioaktif Tiroidektomi subtotal bilateral

HIPOTIROIDISME Berkurangnya produksi hormon tiroksin Manifestasi Klinis tergantung: derajat kekurangan; mula terjadi; dan lama kelainan berlangsung Bentuk berat Kretinisme: bentuk tubuh sangat pendek disertai retardasi mental

Pada tulang panjang akan terjadi: disgenesia epifisis fragmentasi pusat pertumbuhan tulang dan tulang rawan yang persisten Kepala menjadi lebih besar dibanding ukuran tubuh Tulang belakang kifosis Hipotiroid yang diobati dini hasil akan baik Penyebab: 1. Penyakit Hipotalamus 2. Kerusakan kelenjar Hipofisis 3. Defisiensi Jodium 4. Obat antitiroid 5. Tiroiditis

6. Struma Hasimoto gangguan autoimune 7. Hipotiroidisme ianogenik hipotiroid setelah tiroidektomi atau terapi yodium radioaktif (ablasio radioaktif)

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06.02 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:
Kamis, 04 November 2010

PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 2
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 2 REAKSI MERUGIKAN OBAT >10% Pasien yang minum obat, mengalami efek merugikan yang tidak terduga dari pengobatannya Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendasar dan menyebabkan pemborosan bahan material yang serius dan merugikan manusia Respon merugikan berkaitan dengan obat mencerminkan toksisitas yang disebabkan oleh dosis pemakaian atau kecepatan pemberianya Reaksi idiosinkratik pada beberapa individu merupakan respon personal yang tidak dapat diperkirakan mencerminkan pola unik metabolisme obat Reaksi-reaksi yang menyerupai peristiwa imunologis dijumpai pada obat-obat (morfin, tiamin, polimiksin, tubokurarin) yang menyebabkan pelepasan histamin langsung dari sel mast dan basofil manusia menyebabkan biduran dan urtikaria ditempat suntikan Contoh reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah alergi penicillin. Reaksi yang merugikan terhadap pinisillin merupakan contoh hapten yang berikatan dengan protein tubuh

Agen yang mensensitisasi dapat menyebabkan: anafilaktik, urtikaria, reaksi IH, serum sikness dan dermatitis kontak Respon IgE terhadap antigen yang disuntikan (mis:penisilin) mungkin terjadi pada sebagian individu, risiko reaksi urtikaria dan sistemik cepat, tidak terbatas pada populasi atopik Uji kulit (skin test) menggunakan produk penisiloil polilisin (PPL) sekarang digunakan secara luas untuk menilai adanya hipersensitivitas terhadap penisilin terapi Hati tempat metabolisme obat yang utama dan menunjang reaksi merugikan yang paling berat pada

Jumlah terbanyak dari reaksi obat yang merugikan pada kulit terdiri dari makula (bintik merah datar) atau papula (bintik merah meninggi) yang terasa gatal dan cenderung bersatu menjadi suatu erupsi morbiliformis (mirip rubela) Pengawasan ketat adanya tanda-tanda dini reaksi obat yang merugikan memudahkan penghentian obat pencetus membatasi morbiditas Tindakan terbaik adalah menemukan adanya riwayat penyakit alergi sebelumnya yang memberi petunjuk adanya risiko tinggi

DEFISIENSI IMUN Defisit kekebalan humoral (antibodi) mengganggu pertahanan melawan bakteri virulen, banyak bakteri seperti ini yang berkapsul dan merangsang pembentukan nanah Host yang mengalami gangguan fungsi antibodi mudah menderita infeksi berulang di gusi, telinga bagian tengah, selaput otak, sinus paranasal dan struktur bronkopulmonal Pemeriksaan imunoglobulin serum dengan alat nefelometri, sekarang telah banyak digunakan untuk mengukur kadar IgG, IgA, IgM dan IgD pada serum manusia Imunodefisiensi humoral mencolok pada beberapa penyakit keganasan: mieloma multiple, leukemia limfositik kronik, dan perlu mendapat perhatian bila sel tumor menginfiltrasi struktur limforetikuler Fungsi sel T yang tidak sempurna, pada banyak penyakit, juga sebagai defek primer atau disebabkan oleh beberapa gangguan seperti: AIDS, sarkoidosis, penyakit Hodgkins, neoplasma non-Hodgkins dan uremia Fungsi sel T yang gagal terjadi bila timus gagal berkembang (sindrom DiGeorge) diperbaiki dengan transplantasi jaringan timus fetus Perhatian yang serius terhadap setiap orang yang menderita defisiensi sel T yang jelas adalah pd ketidakmampuanya untuk membersihkan sel-sel asing termasuk leukosit viabel dari darah lengkap yang ditransfusikan AIDS AIDS (acquired immunodeficiency syndrome): adalah penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan infeksi oportunistik, neoplasma skunder dan kelainan neurologik AIDS disebabkan retrovirus RNA HIV-1, juga HIV-2 di Afrika Barat Target utama HIV-1 adalah reseptor CD4+ yang terdapat di membran sel T helper, makrofag, sel dendritik (saraf) dan limfoid Virus HIV masuk ke sel T helper melalui perlekatan gp 120 (epitop virus HIV) ke reseptor sel CD4+ mengambil alih metabolisme sel T, untuk mensintese virus baru Penularan HIV: melalui seks (homoseks atau heteroseks), transfusi darah, penyalah gunaan obat terlarang IV, plasenta Uji penapisan standart adalah ELISA (enzyme-linked immuno sorbent assay) dan uji konfirmasi yang tersering adalah Western blot Tanda utama infeksi HIV adalah deplesi progresif sel-sel T CD4+, termasuk sel T helper dan makrofag Pada sistem imun yang masih utuh, jumlah normal sel T CD4+ berkisar dari 600 sampai 1200/mm3 Pada infeksi HIV, respon imun seluler maupun humoral ikut terlibat

FASE KLINIS HIV/AIDS 1. Fase infeksi akut primer (serokonversi) 2. Fase asimptomatik 3. Fase simptomatik dini 4. Fase simptomatik lanjut Setelah fase awal infeksi HIV, individu mungkin tetap seronegatif selama beberapa bulan (masa jendela/ window period) saat ia mungkin menularkan virus kepada orang lain Infeksi akut terjadi pada tahap serokonversi dari status antibodi negatif menjadi positif Pada tahap post serokonversi: banyak pasien mengalami penyakit mirip-influenza, ruam atau limfadenopati yang berkaitan dengan penurunan limfosit T CD4+ Fase asimptomatik infeksi HIV merupakan suatu periode laten klinis (tahunan) dengan sistem imun relatif utuh, namun replikasi virus HIV terus berlangsung terutama di jaringan limfoid Fase simptomatik dini: ditandai dengan limfadenopati generalisata persisten (PGL) dengan gejala: demam menetap, keringat malam, diare, penurunan BB fase awal penyakit AIDS

Fase simptomatik lanjut: imunodefisiensi bertambah parah disertai penyulit infeksi oportunistik, infeksi HIV ke SSP dan timbulnya neoplastik Pasien HIV dengan hitung sel T CD4+ < 200/mm3, baik asimptomatik atau simptomatik diklasifikasikan sebagai pengidap AIDS Pasien AIDS rentan infeksi protozoa, bakteri, jamur dan virus karena menurunya surveilans dan fungsi sistem imun Pneumonia Pneumocystic carinii (PPC) adalah infeksi oportunitik serius yang paling sering didiagnosis pada pasien dengan AIDS, yaitu fase akhir infeksi HIV Timbulnya keganasan merupakan gambaran yang sering dijumpai pada pasien AIDS, termasuk sarkoma kaposi (SK), limfoma tipe sel B derajat tinggi, dan karsinoma serviks invasif Sarkoma Kaposi; merupakan tumor berwarna ungu di semua organ, tetapi paling khas di kulit Infeksi SSP oleh HIV menimbulkan ensefalitis yang menyebabkan sindrom demensia (complex dementia AIDS), neuropati perifer, dan mielopati pada sebagian besar pasien dalam fase lanjut penyakit. Waktu median dari serokonversi sampai kematian akibat AIDS adalah sekitar 11 tahun Bayi yang lahir dari ibu positif HIV memperlihatkan antibodi positif hingga umur 10 18 bulan, karena itu status HIV anak tidak dipakai uji ELISA atau Western blot, tetapi menggunakan: uji antigen p24 atau RNA HIV Antibodi HIV bayi mengindikasikan ibu bayi tersebut positif HIV Angka penularan HIV dari ibu ke bayi dpt dikurangi dengan obat antiretrovirus (zidovudin oral) selama kehamilan, zidovudin IV sewaktu persalinan termasuk SC, dan sirup zidovudin untuk bayi dan pemberian susu formula pada bayi, bukan ASI Anak dengan AIDS perkembangan penyakitnya lebih cepat dan parah dibanding dewasa

REFERENSI Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 05.20 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 1
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 1 IMUNOLOGI Imunologi: ilmu tentang sistem kekebalan tubuh Fungsi sitem imun (3): 1. Pertahanan (destruksi zat asing seperti virus atau bakteri, untuk mencegah infeksi dari patogen) 2. Homeostasis (membersihkan sel yang rusak, mencegah sisa sel berkembang jadi ancaman) 3. Surveilans (mengenali dan menghancurkan sel yang bermutasi misal Kanker) Antigen atau imunogen: molekul atau sel yang mampu merangsang respon imune Antibodi (imunoglobulin): glikoprotein plasma yang dihasilkan limfosit B (sel plasma) yang bereaksi melawan antigen Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari agen p enginvasi, melalui imunitas seluler dan humoral Organ limfoid primer: sumsum tulang tempat perkembangan sel T, dan timus tempat perkembangan sel B

Organ limfoid skunder: kelenjar getah bening, tonsil, limpa, jaringan terkait mukosa di kulit, saluran nafas, cerna, urine Respon imun seluler bersifat langsung dilaksanakan oleh limfosit T Respon imun humoral bersifat tidak langsung, dilaksanakan oleh imunoglobulin spesifik (antibodi) yang dihasilkan sel plasma (sel B) Peran sel T: pengendali dan pelaksana Pengendali dilaksanakan oleh sel T helper (CD4) mengendalikan produksi imunoglobulin Pelaksana dilaksanakan oleh Sel T sitotoksik (CD8) memusnahkan virus, tumor, jaringan transplantasi

Imunoglobulin: IgG, IgA, IgM, IgE dan IgD 1. IgG paling banyak, dpt menembus plasenta 2. IgM paling besar, bertanggung jawab dalam respon imun primer 3. IgA ada di air mata, kolostrum, air liur 4. IgE paling sedikit, terlibat hipersensitif tipe 1 5. IgD berfungsi sebagai reseptor imunogen Komplemen: sekelompok protein (terdiri >9) yang dalam keadaan normal beredar dalam darah dalam bentuk inaktif, bentuk aktifnya berperan menimbulkan respon peradangan Imunitas didapat alami: aktif setelah sakit atau terpapar antigen. Pasif didapat dari ibu lewat plasenta, kolostrom Imunitas didapat artifisial: aktif vaksinasi. Pasif serum (antibodi)

Penyakit imunologik: 1. Penyakit imunodefisiensi: AIDS 2. Penyakit hipersensitivitas: alergi 3. Penyakit autoimune: Lupus eritematus sitemik Penyakit hipersensitif (4) 1. Reaksi tipe 1: anafilaktik (IgE) 2. Reaksi tipe 2: sitotoksik (Ig M dan IgG) 3. Reaksi tipe 3: komplek imun (Ig M,IgG) 4. Reaksi tipe 4: sel T GANGGUAN IMUNOLOGI Contoh hipersensitivitas tipe 1 (IgE), adalah: rinitis alergika, asma alergi (ekstrinsik), dermatitis atopik Hipersensitivitas tipe 1 ditandai dengan produksi IgE yang meningkat akibat terpapar dengan antigen merupakan ciri khas atopi Rinitis alergi merupakan kondisi atopik yang paling sering ditemukan Obat antihistamin (CTM) yang paling sering digunakan. Pengobatan utama seharusnya adalah menghindari alergen Asma adalah keadaan klinis yang ditandai dengan episode berulang penyempitan bronkus yang reversibel, diantara episode adalah nafas normal Dermatitis atopik adalah suatu gangguan kulit kronik, yang sering ditemukan pada penderita rinitis alergika dan asma serta diantara anggota keluarga mereka Dermatitis atopik seringkali timbul akibat garukan pada bayi usia 1 tahun (eksema infantilis) dengan kulit yang merah, gatal, meninggi dan mengelupas Eksema infantilis umumnya hilang setelah 5 tahun Peyebab ketidak nyamanan dermatitis atopik adalah gatal yang membandel disertai retakan kulit yang nyeri

Pengobatan dermatitis bersifat simptomatis: antipruritus dephenhidramin, kortikosteroid, antiinflamasi non steroid Biduran (urtikaria): lesi kulit yang mencerminkan adanya proses imunologis yang melibatkan IgE Sebagaian besar urtikaria cepat sembuh dan swasirna, pada anak sering disebabkan oleh virus Urtikaria sering disebabkan oleh udara dingin

Pruritus pada urticaria tambah parah jika mandi air panas, stress, gerak, lingkungan fisik yang tidak mendukung Sebagaian besar respons antibodi memerlukan antigen yang pertama kali diproses untuk menghasilkan antibodi (imunoglobulin) Gangguan autoimun yang bergantung antibodi manusia terutama mempengaruhi elemen darah (trombosit dan eritrosit) Semakin banyak bukti bahwa ITP (idiopatik trombositopenik purpura) berhubungan dengan IgG dalam darah reaktif dengan trombosit penjamu (Host) Transfusi hemolitik reaksi yang merupakan suatu bentuk proses imunohemolitik (IH) yang khusus Biasanya terjadi bila seseorang resipien telah disensitisasi terhadap antigen eritrosit manusia asing melalui kehamilan atau riwayat transfusi yang menerima darah yang mengandung antigen ini Reaksi hemolitik terhadap darah yang ditransfusikan menimbulkan fenomena IH yang sangat berbahaya dan dramatis yang dijumpai secara klinis Dengan mempertimbangkan akibat yang mengerikan ini, maka harus dipertimbangkan setiap tindakan yang layak dilakukan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya reaksi transfusi hemolitik Uji Coombs memberikan informasi dasar mengenai deskripsi gangguan IH Reaksi positif (menggumpal) menunjukan terdapat sel -sel darah dengan jumlah bermakna yang terikat molekul imunoreaktif Sindrom Goodpasture: suatu gangguan yang menunjukan autoimun manusia yang diperantarai antibodi sehingga menyebabkan kerusakan organ dalam (paru dan ginjal) Serum sickness penyakit yang diinduksi oleh kompleks imun (antigen antibodi) prototipik dan memerlukan pemajanan bahan antigenik (serum, obat) yang akan tetap berada dalam sirkulasi hingga terjadi respons antibodi spesifik Penimbunan kompleks yang terbentuk didalam jaringan memicu terjadinya inflamasi Pada mulanya ditimbulkan setelah pemberian serum kuda untuk mencegah difteri dan tetanus

Hipersensitivitas tipe lambat (DTH): yang diperantarai oleh limfosit yang tersensitisasi secara spesifik, memberikan pertahanan major terhadap virus, fungi dan bakteri yang menyesuaikan terhadap pertumbuhan intrasel dan juga menghalangi pertumbuhan sel ganas DTH juga mengalami respon yang kurang pada setiap fungsi protektif yang berlangsung; Contoh DTH yang paling lazim adalah dermatitis kontak eksema alergika (AECD)

REFERENSI Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 05.14 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:
Selasa, 19 Oktober 2010

PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL


Dr. Suparyanto, M.Kes

PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL MACAM GAGAL GINJAL Gagal Ginjal Akut (GGA): Sering berkaitan dengan penyakit kritis Berjalan cepat dalam hitungan hari minggu Biasanya reversibel bila penderita dapat bertahan dengan penyakit kritisnya Gagal Ginjal Kronik (GGK): Dimulai dengan kerusakan yang progresif pada nefron dalam waktu lama dan ireversibel GAGAL GINJAL AKUT (GGA) GGA = ARF (Acute Renal Failure) dengan gejala: Penurunan GFR yang cepat (dalam beberapa hari), Azotemia dan Gangguan homeostasis elektrolit, cairan dan asam basa Penyebab GGA: 1. Prarenal 2. Intrinsik 3. Pascarenal GGA PRARENAL (PENURUNAN PERFUSI GINJAL) Deplesi CES absolut (perdarahan, diuresis berat, diare berat, luka bakar) Penurunan volume sirkulasi yang efektif Penurunan curah jantung (infark, aritmia, decom) Vasodilatasi perifer (sepsis, anafilaksis, anestesi) Hipoalbumin (sirosis, sindrom nefrotik) Perubahan hemodinamik ginjal primer (aspirin, kaptopril, alfa adrenergik) Obstruksi vaskuler ginjal bilateral (stenosis, trombosis, emboli)

GGA PASCA RENAL (OBSTRUKSI SALURAN KEMIH) Obstruksi uretra Obstruksi saluran kemih (hipertropi prostat, karsinoma) Obstruksi ureter (batu) Kandung kemih neurogenik

GGA INTRINSIK Nekrosis Tubular Akut (ATN) Pasca iskemik: syok, sepsis, bedah jantung terbuka

Nefrotoksik endogen: hemoglobin, mioglobin, multiple mieloma, asam urat

Nefrotoksik eksogen: antibiotik (aminoglikoside, amfoterisin B), logam berat (merkuri, arsen), pelarut (metanol, etilen glikol, karbon tetraklorida) Penyakit vaskular/glomerular: infeksi, alergi, maligna

GEJALA KLINIS GAGAL GINJAL 1. Stadium oligurik 2. Stadium diuretik 3. Stadium penyembuhan STADIUM OLIGURIK GGA Lamanya 7 10 hari Oliguria terus menerus (akibat syok, penurunan vol plasma) Hipervolemia Hiperkalemia Asidosis metabolik ( [HCO3-] ) Sindrom uremik

STADIUM DIURETIK GGA Selama 2 3 minggu Diuresis, tetapi fungsi tubular tetap terganggu Efek hipokalemia, hiponatremia, dehidrasi

STADIUM PENYEMBUHAN GGA Dapat terjadi selama 1 tahun Kadar BUN dan kreatine kembali normal

SINDROMA UREMIA Sindrom uremia adalah kumpulan tanda dan gejala pada insufisiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit (<10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD (end stage renal disease) Pada titik ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak mampu lagi mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal MANIFESTASI KLINIS SINDROM UREMIA Pengaturan fungsi regulasi dan ekskresi yang kacau: ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit, asam basa, retensi nitrogen, metabolisme lain, gangguan hormonal Abnormalitas sistem tubuh multiple

AZETOMIA Azetomia: adanya zat nitrogen dalam darah, diindikasikan dengan tingginya kadar kreatini serum dan BUN diatas nilai normal Merupakan tanda awal ESRD atau sindrome uremia

EFEK SINDROMA UREMIA Asidosis metabolik: ginjal tidak mampu mengsekresi asam (H+) Hiperkalemia: kegagalan mengsekresi K, dan kegagalan pertukaran cairan CIS ke CES akibat asidosis Gangguan ekskresi Na hipertensi Hiperuresimia artritis gout

Anemia akibat penurunan eritropoitin Gangguan perdarahan akibat gangguan agregasi trombosit Perikarditis uremia akibat toksin uremia Pneumonitis uremik akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar Kulit: seperti lilin, akibat uremia dan anemia, pruritus akibat deposit Ca Saluran cerna: mual, muntah, anoreksia, penurunan BB

GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) Stadium 1: menurunya cadangan ginjal, asimtomatik, GFR menurun hingga 25%N Stadium 2: insufisiensi ginjal: poliuria dan nokturia, GFR 10% - 25% N, kadar kreatin dan BUN meningkat diatas N Stadium 3: ESRD atau sindrom uremik, GFR <5 10ml/mnt, kadar kreatinin dan BUN meningkat tajam, terjadi kelainan biokimia dan gejala kompleks PENYEBAB UTAMA ESRD (END STAGE RENAL DISEASES) Diabetes Hipertensi Glomerulonefritis (GN) Penyakit Ginjal Polikistik (PKD)

PENATALAKSANAAN GGK Konservatif: Penentuan dan pengobatan penyebab Pengoptimalan dan maintanance keseimbangan garam dan air Koreksi obstruksi saluran kemih Deteksi awal dan pengobatan infeksi Pengendalian hipertensi Diet rendah protein, tinggi kalori Deteksi dan pengobatan komplikasi

Terapi penggantian Ginjal Hemodialisis (membran semipermiabel ada pada mesin) Dialisis peritoneal (membran semipermiabel menggunakan peritoneum) Transplantasi ginjal

PH URINE Urine asam asidosis metabolik, respiratorik dan pireksia (demam) serta diet banyak protein hewani Urine basa infeksi saluran kemih (pengurai urea), diet banyak sayur Batu dalam urine asam: kalsium oksalat, asam urat, sistin Batu dalam urine basa: kalsium fosfat, Mg-Amonium fosfat (batu triple fosfat/ struvit)

REFERENSI Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 21.07 6 komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI GINJAL
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI GINJAL FUNGSI GINJAL Organ vital yang mempertahankan kestabilan lingkungan interna tubuh (ECF) Ginjal mengatur keseimbangan: cairan tubuh, elektrolit, asam basa dengan cara filtrasi darah Reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit Mengekresikan kelebihan air, elektrolit, asam basa sebagai urine

Ginjal juga berfungsi mengekskresi sisa metabolisme (urea, kreatinine dan asam urat), metabolit (hormon) dan zat kimia asing (obat) Ginjal mensekresi (fungsi endokrin): 1. Renin (penting untuk pengaturan tekanan darah) 2. 1,25 dihidroksi vit D3 (penting untuk mengatur kalsium) 3. Eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit) MEKANISME RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON Mekanisme yang bertanggung jawab dalam mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan dengan mengatur homeostasis ion Na Hipotensi dan hipovolemia hipoperfusi ginjal tekanan perfusi dalam arteriole aferen dan hantaran NaCl ke makula densa keduanya menyebabkan sekresi renin dari sel JG (Juksta Glomerulus atau sel Granular) pada dinding arteriole aferen Renin di sirkulasi menyebabkan pecahnya Angiotensinogen substrat (dihasilkan hati) Angiotensin 1

Angiotensin 1 diubah menjadi Angiotensin 2 oleh ACE (Angiotensin Converted Enzim) yang dihasilkan Paru dan Ginjal Angiotensin 2 punya 2 efek: 1. Vasokontriksi arteriole dan 2. Pe reabsorbsi air dan ion Na tekanan darah naik

BAGAN MEKANISME RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON

MEKANISME ADH Mekanisme ADH berperan penting dalam regulasi metabolisme air dan mempertahankan osmolalitas darah normal dengan merangsang rasa haus dan mengatur ekskresi air melalui ginjal dan osmolalitas urine Volume ECF dan pe osmoraritas ECF merangsang sekresi ADH (hipofisis posterior)

ADH aliran darah ke medulla ginjal hipertonisitas interstitial medulla kemampuan memekatkan urine urine ADH permeabilitas duktus koligen thd air konsentrasi urine urine

RENAL BLOOD FLOW RBF atau aliran darah ginjal adalah 1000 1200 ml/menit atau 20 25% dari curah jantung RPF atau aliran plasma ginjal sekitar 660 ml/menit GFR (Glomerulus Filtration Rate) indek fungsi ginjal = 125 ml/menit pada pria dan 115 ml/menit (wanita) GFR akan menurun 1ml/menit/tahun setelah umur 30 tahun

PROSEDUR DIAGNOSTIK PENYAKIT GINJAL Metode Biokimia: Pemeriksaan Kimia Urine Laju Filtrasi glomerulus Tes Fungsi Tubulus

Metode Morfologik: Pemeriksaan Mikroskopik Urine Pemeriksaan Bakteriologik Urine

Pemeriksaan radiologi Biopsi Ginjal

PROTEINURIA Ekskresi protein normal dalam urine kurang dari 150 mg/hari jika lebih Patologis Penyebab Proteinuria: Fungsional Aliran keluar (prarenal) Glomerulus Tubulus

Proteinuria fungsional (sementara) terdapat pada kasus ginjal normal, akibat ekskresi protein berlebihan pd kasus: demam, latihan berat, akibat posisi berdiri (proteinuria ortostatik) Proteinuria prarenal: akibat ekskresi protein BM rendah (produksi protein berlebih) pada kasus Multiple Mieloma dimana jumlah protein yg difiltrasi melebihi kemampuan reabsorbsi tubulus Proteinuria menetap terdapat pada penya kit sistemik dan ginjal

Proteinuria glomelural adalah peningkatan permeabilitas glomelural akibat hilangnya jumlah atau ukuran sawar glomerulus (lapisan glomerulus: endotel, membran basal dan epitel) yang dapat lolos protein dgn BM rendah Penyakit tubulointerstisial dapat mengganggu absorpsi protein tubular yang mengakibatkan proteinuria (pielonefritis kronik, asidosis tubulus ginjal, sindrom Fanconi, Nekrosis Tubulus Akut (ATN)) Sindrom neprotik hilangnya protein sebanyak 3,5 g/hr atau lebih dala m urine

HEMATURIA Hematuria adanya darah dalam urine Hematuria sering merupakan tanda adanya penyakit ginjal (glumerulonefritis) atau penyakit saluran kemih bagian bawah (infeksi, batu, trauma dan neoplasma) BATU GINJAL Jenis batu ginjal tersering: kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran Yang merangsang pembentukan batu: statis urine, infeksi atau pemakaian kateter menetap Batu asam urat terbentuk dalam urine asam dan uropati obstruktif akibat kristalisasi asam urat Pencegahan pembentukan batu: minum air yang banyak

BERAT JENIS URINE Pengukuran berat jenis urine dipergunakan untuk memperkirakan osmolalitas urine BJ 1,010 berhub dengan osmolilitas darah normal BJ urine min yang diencerkan: 1,001 BJ urine max yg pekat: 1,040

Pada gagal ginjal progresif pertama, ginjal kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine lalu kehilangan kemampuan mengencerkan urine BJ urine bertahan 1,010 pd saat gagal ginjal stadium akhir GFR

GFR indeks fungsi ginjal yang terpenting dan diukur secara klinis den gan uji bersihan creatinin

Kadar kreatinin serum (normal: 0,7 1,5 mg/dl) dan BUN (normal: 10 20 mg/dl) berbanding terbalik dengan GFR dan dapat digunakan untuk penilaian krisis gagal dan insufisiensi ginjal

BUN (Blood Urea Nitrogen) kurang akurat dibanding kreatinin karena asupan protein dalam diet dan keadaan katabolisme dapat mempengaruhi BUN TEST FUNGSI TUBULUS Fungsi tubulus adalah: reabsorbsi selektif dari cairan tubulus dan sekresi kedalam lumen tubulus Test fungsi tubulus proksimal: Tes ekskresi fenolsulfonftalein Para Amino Hipurat (PAH) Tes fungsi tubulus distal: Tes pemekatan, pengenceran, pengasaman dan konservasi Na SEDIMEN URINE Unsur abnormal urine: eritrosit, leukosit, bakteri, silinder (protein yang terbentuk dalam tubulus dan duktus koligen) USG Silinder diberi nama berdasarkan elemen seluler yg melekat (eritrosit, leukosit, bakteri, sel tubulus) Silinder punya nilai diagnostik yg tinggi karena berasal dari ginjal Silinder granular yg lebar gagal ginjal Bakteriuria >105 CFU/ml (Coloni Form Unit)

USG memberikan info tentang ukuran dan anatomi ginjal, termasuk kista dan dilatasi kalix USG Doppler menilai aliran dalam arteri dan vena ginjal CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Image) menggambarkan sistem ginjal

RADIOGRAFI Radiografi polos ukuran ginjal dan batu radioopak Kontras IV (IVP) garis bentuk ginjal dan saluran kemih Sistouretrogram tanpa kontras dx reflux vesikuloureteral Angiografi ginjal kontras radioopak lewat kateter a. Femoralis

BIOPSI Diagnosis histologi membutuhkan biopsi ginjal Biopsi perkutaneus dilakukan dengan jarum pemotong melalui punggung dengan bantuan ultrasonik

REFERENSI Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6
Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 20.59 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI DARAH 2
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI DARAH 2 LEUKOSIT

Fungsi utama leukosit pertahanan melawan infeksi Macam leukosit: granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil), agranulosit (limfosit dan monosit) Leukositosis: jumlah lekosit lebih dari normal (>10.000/mm3) Leukopenia: jumlah leukosit kurang dari normal (<5.000/mm3)

GANGGUAN LEUKOSIT LEUKEMIA Leukemia penyakit neoplastik sumsum tulang (proliferasi lekopetik) Tanda: diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoitik (sel limfoblast) di sumsum tulang Klasifikasi berdasarkan FAB (French-American-British) Leukemia Limfoblastik akut (banyak pada anak) Leukemia Mieloblastik akut (banyak pada dewasa)

ETIOLOGI LEUKEMIA Penyebab dasar tidak diketahui Jarang familial (meningkat pada saudara kandung) Radiasi Zat kimia (benzen, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon, agen antineoplastik)

LEUKEMIA AKUT Proliferasi sistem lekopetik Mendesak sistem eritropetik anemia Mendesak trombopetik trombopeni Gejala:lemah, demam, anoreksia, nyeri pada sendi

Tanda: pucat, purpura, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati Gejala klinis: Penurunan sel hematopoitik (granulosit dan trombosit) Infeksi (selulitis, pneumonia, infeksi oral, abses perirektal, septikemia) dan perdarahan Menggigil, demam, takikardi, takipnea Pengobatan: kemoterapi, transplantasi sumsum tulang Leukemia Granulositik Kronik (LGK) atau Leukemia Mielositik Kronik (LMK) 15% pada dewasa Gangguan mieloproliferatif (mieloblast) sumsum tulang Kromosom Philadelphia (Ph) merupakan contoh perubahan sitogenetik pada 85% pasien leukemia mieloid kronik, leukemia limfoid atau mielositik akut LEUKEMIA KRONIK Gejala: hipermetabolik: kelelahan, penurunan BB, tidak tahan panas, splenomegali, anemia, takikardia, pucat, nafas pendek Pengobatan: kemoterapi, transplatasi sumsum tulang

LIMFOMA Limfoma keganasan sistem limfatik Penyebab: tidak diketahui, imunodefisiensi, terpapar herbisida, pestisida, pelarut organik (benzen) Berdasarkan histopatologi mikroskopik dan kelenjar limfe yang terserang dibedakan: limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin STADIUM LIMFOMA HODGKIN

1. 2. 3. 4.

Stadium 1: mengenai satu regio kelenjar limfe Stadium 2: mengenai dua atau lebih kelenjar limfe berdekatan atau 2 kel limfe berjauhan Stadium 3: mengenai diatas dan dibawah diafragma, tetapi masih terbatas pada kel limfe Stadium 4: keterlibatan difus organ ekstralimfatik (sumsum tulang, hati)

LIMFOMA HODGKIN Penyebab: belum diketahui Gambaran histologis: sel Reed Sternberg yang merupakan sel berinti dua atau lebih nukleoli besar (ciri khas limfoma Hodgkin) Gejala: pembesaran kel limfe (servikal dan supraclavikular) teraba seperti karet, tidak nyeri tekan, batuk kering, nafas pendek, demam, keringat malam, anoreksia, kakeksia, kelelahan Pengobatan: kemoterapi LIMFOMA NON HODGKIN 70% berasal dari sel B Gejala: demam, penurunan BB, keringat malam, limfadenopati difus tanpa sakit, efusi pleura, anoreksi, mual, hematemesis Pengobatan: kemoterapi

MULTIPLE MIELOMA Multiple mieloma: neoplastik sel plasma Manifestasinya adalah proliferasi sel plasma imatur dan matur dalam sumsum tulang Penyebab: tidak diketahui Gambaran diagnosa: >10% sel plasma di sumsum tulang Sel plasma dalam tulang atau biopsi jaringan lunak Adanya protein mieloma pada imunoelektroforesis urine atau plasma Adanya lesi tulang pada radiogram rangka

Hapusan perifer ditemukan sel mieloma Gejala: Tumor atau asimtomatis, anemia, hiperkalsemia Peningkatan globulin abnormal gangguan penglihatan, sakit kepala, mengantuk, mudah marah, kebingungan Perdarahan, nyeri tulang (destruksi dan faktur patologis) Pengobatan: kemoterapi

HEMOSTASIS Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian komplek reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cidera Bekuan diikuti oleh resolusi (lisis bekuan) dan regenerasi endotel

FAKTOR PEMBEKUAN I Fibrinogen II protrombin III Tromboplastin IV kalsium V Akselerator plasma globulin

VII Akselerator konversi proteombin serum VIII Globulin anti hemolitik IX Faktor Christmas X Faktor Stuart Prower XI Pendahulu Tromboplastin Plasma XII Faktor Hageman XIII Faktor Penstabil Fibrin

Faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan) dan faktor IV (Calsium) merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi Tromboplastin jaringan (Faktor III) dilepas oleh pembuluh darah yang cedera disebut Faktor Ekstrinsik Faktor Instrinsik faktor pembekuan yang ada dalam plasma darah

HEMOSTASIS Hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari perdarahan masif akibat trauma Pada keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau trombosis yang menyumbat cabang pembuluh darah Pada saat cedera, tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis adalah: Vasokonstriksi sementara Reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit Aktivasi faktor pembekuan Koagulasi dimulai dalam keadaan homeostatik oleh cedera vaskuler

Vasokontriksi merupakan respon segera terhadap cedera, diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen didalam dinding pembuluh darah yang cedera ADP (agregasi adenosin difosfat) dilepas oleh trombosit yang menyebabkan agregasi Trombin merangsang agregasi trombosit Faktor III trombosit juga mempercepat pembekuan plasma

BAGAN FASE KOAGULASI

HEMOSTASIS Setelah pembentukan bekuan, penghentian pembekuan darah lebih lanjut penting untuk menghindari keadaan trombotik yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan Antikoagulan yang terdapat secara alami adalah antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan S

Sistem fibrinolitik diaktivasi oleh trombin yang ada didalam sirkulasi, yang memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin Aktivasi trombin yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen, trombositopenia, berkurangnya faktor koagulasi, dan fibrinolisis

HEMOFILIA Hemofilia gangguan koagulasi herediter berepisode sebagai perdarahan intermiten Hemofilia akibat mutasi gen faktor VIII (Hemofili A) atau faktor IX (Hemofili B) kedua gen terletak di kromosom X gangguan resesif terkait X Pengobatan: meningkatkan faktor VIII atau IX dan mencegah komplikasi

PENYAKIT VON WILLEBRAND Penyakit Von Willebrand gangguan koagulasi herediter (autosomal resesif) Terjadi penurunan Faktor VIII Pengobatan: meningkatkan faktor VIII

DIC (DISEMINATA INTRAVASKULER COAGULATION) DIC merupakan sindrom kompleks, dimana plasma darah yang harusnya cair berubah jadi bekuan akibat terbentuknya trombi fibrin difus, yang menyumbat mikrovaskuler tubuh DIC disebabkan masuknya aktivator koagulasi (tromboplastin) kedalam sirkulasi: solusio plasenta, tumor, luka bakar, cedera remuk Pengobatan: Heparin (antikoagolan)

REFERENSI Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 20.49 1 komentar: Link ke posting ini Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:

PATOFISIOLOGI DARAH 1
Dr. Suparyanto, M.Kes PATOFISIOLOGI DARAH 1 DARAH Darah merupakan CES, sebagai medium pertukaran zat antar sel didalam tubuh dan lingkungan interna Darah terdiri komponen sel dan cairan Cairan darah disebut plasma terdiri 91% air dan 9% zat padat Fungsi plasma sebagai medium transport

KOMPONEN PLASMA DARAH Protein: albumin, globulin, Faktor pembekuan: fibrinogen, trombin Enzim, hormon Unsur organik: lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa Unsur anorganik: mineral

KOMPONEN SEL DARAH 1. Eritrosit: transport O2 dan CO2 2. 3. Leukosit: imunitas (fagositosis) Trombosit: hemostasis (pembekuan)

HEMATOPOIESIS Hematopoiesis: proses pembentukan dan pematangan sel darah Induk sel darah: sel pluripoten Proeritroblas calon eritosit Megakarioblast calon trombosit Monoblas calon monosit Meiloblas calon lekosit bergranula (neutrofil, basofil, eosinofil) Limfoblas calon leukosit B dan T

Sel pluripoten proeritroblas normoblas basofilik normoblas polikromatofilik normoblas ortokromatik retikulosit eritrosit Sel pluripoten megakarioblas promegakariosit megakariosit trombosit Sel pluripoten promonosit monosit

Sel pluripoten meioblas promeilosit pecah jadi 3 macam sel Promeilosit meilosit eosinofilik eosinofil

Promeilosit meilosit neutrofilik metameilosit neutrofilik neutrofil batang neutrofil segmen Promeilosit meilosit basofilik basofil Sel pluripoten limfoblas prolimfosit pecah jadi 2 macam sel Prolimfosit bursa ekuivalen limfosit B sel plasma Prolimfosit timus limfosit T

PEMERIKSAAN DARAH Hitung sel darah Eritrosit: 3,6 5,4 juta /mm3. (polisitemia diatas normal, anemia dibawah normal) Leukosit: 5.000 10.000 /mm3, (lekositosis diatas normal, lekositopenia dibawah normal) Trombosit: 150.000 350.000 trombositopenia dibawah normal) /mm3 (trombositosis diatas normal,

MORFOLOGI SEL DARAH Anisositosis menyatakan variasi ukuran sel yang abnormal Poikilositosis variasi bentuk sel yang abnormal Polikromasia eritrosit yang memiliki distribusi warna yang berbeda Normokromia warna normal, mencerminkan kadar Hb yang normal dalam eritrosit Hipokromia warna pucat, anemia

HEMOGLOBIN Zat warna darah (dalam eritrosit) Jumlah normal laki-laki : 13,5 17,5 g/dl, sedang pada wanita : 12 16 g/dl Jumlah kurang dari normal: anemia

Macam hemoglobin: 1. HbA: hemoglobin dewasa normal 2. 3. 4. HbF: hemoglobin fetal HbS: hemoglobin sel sabit Hb: hemoglobin Memphis

PEMERIKSAAN DARAH Hematokrit / volume packed sel: volume darah lengkap yang terdiri dari eritrosit Normositik: ukuran sel normal Mikrositik: ukuran sel kecil Makrositik: ukuran sel besar Hitung retikulosit: mencerminkan aktifitas sumsum tulang Retikulosit: eritrosit imatur

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: untuk memperkirakan dosis kemoterapi dan terapi radiasi pada penderita keganasan hematologik Analisis sitogenetik perlu untuk diagnosis, pengobatan, respon pengobatan dan potensi remisi (penyembuhan) ERITROSIT Bentuk lempeng bikonkaf, tidak berinti, dilapisi membran tipis. Jumlah normal eritrosit : 3,6 5,4 juta /mikro liter. Produksi eritrosit dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritropoitin (dibuat ginjal) Umur eritrosit kira-kira 120 hari

GANGGUAN ERITROSIT Anemia: jumlah kurang dari normal Polisitemia: jumlah eritrosit yang terlalu banyak Anemia bukan diagnosa, tetapi cerminan perubahan patofisiologik

Gejala anemia: pucat, tachikardi, bising jantung, angina, iskemia miokard, dispnea, kelelahan MACAM ANEMIA (KLASIFIKASI MORFOLOGIK) Anemia normokromik normositik warna normal (Hb), bentuk normal Causa: kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis (infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, metastase pd sumsum tulang) Anemia normokromik makrositik warna normal (Hb), bentuk besar Penyebab : defisiensi vit B12, asam folat, kemoterapi kanker Anemia hipokromik mikrositik: warna kurang (Hb), bentuk kecil

Causa: defisiensi besi, sideroblastik (siderosit: eritosit muda pada sumsum tulang), kehilangan darah banyak, thalasemia (gangguan sintesa globin) Peningkatan hilangnya eritrosit 1. Perdarahan trauma, ulkus, polip, keganasan, hemoroid, menstruasi 2. Penghancuran eritrosit (hemolisis) anemia sel sabit, thalasemia (gangguan sintesis globin), sferositosis (gangguan membran eritrosit), defisiensi enzim (G6PD, piruvatkinase), transfusi, malaria, hipersplenisme, luka bakar, katup jantung buatan Gangguan produksi eritrosit (diseritropoiesis) 1. Keganasan: metatastik, leukemia, limfoma, meiloma multiple, reaksi obat, zat kimia toksik, radiasi 2. Penyakit kronis: ginjal, hati, infeksi, defisiensi endokrin, defisiensi vit B12, asam folat, vit C, besi ANEMIA APLASTIK Anemia aplastik gangguan pada sel induk di sumsum tulang, produksi sel-nya tidak mencukupi Mengancam jiwa

Causa: kongenital, idiopatik, virus Pansitopenia Eritrosit normokromik normositik

Gejala: Anemia: lelah, lemah, nafas pendek Trombositopenia: ekimosis dan petekie (perdarahan dibawah kulit), epistaksis (mimisan), perdarahan saluran cerna, kemih dan kelamin, sistem saraf Lekopenia: kerentanan dan keparahan infeksi (bakteri, virus dan jamur) Pengobatan: Transplantasi sumsum tulang ANEMIA DEFISIENSI BESI Morfologis: mikrositik hipokromik Causa: menstruasi, hamil, asupan besi kurang, vegetarian, gangguan absorbsi (gastrektomi), perdarahan (polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, hemoroid) Gejala: anemi, rambut halus dan rapuh, kuku tipis, rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok (koilonikia), atropi papila lidah, stomatitis Pengobatan: asupan besi, menghilangkan causa

ANEMIA MEGALOBLASTIK Morfologis: makrositik normokromik Causa: defisiensi vitamin B12, asam folat, malnutrisi, malabsorbsi, infeksi parasit (cacing), penyakit usus, keganasan Sumber asam folat: daging, hati, sayuran hijau Gejala: anemia, glositis (lidah meradang dan nyeri), diare, anoreksia Pengobatan: asupan asam folat

ANEMIA SEL SABIT Causa: hemoglobinopati (kelainan struktur) penyakit genetik autosom resesif Anemia hemolitik kongenital Gejala: anemia, infark (penyumbatan),daktilitis (radang tangan, kaki), takikardi, bising, kardiomegali, dekom kordis, stroke, icterus, kolelitiasis Pengobatan: pencegahan dan simtomatis

POLISITEMIA Polisitemia kelebihan eritrosit Polisitemia primer atau vera adalah gangguan meiloproliferatif yaitu sel induk pluripoten abnormal Polisitemia skunder terjadi jika volume plasma di dalam sirkulasi berkurang (mengalami hemokonsentrasi) tetapi volume total eritrosit didalam sirkulasi normal

REFERENSI Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Anda mungkin juga menyukai