Anda di halaman 1dari 31

BAB I KONSEP DASAR MEDIS CEDERA KEPALA A.

PENGERTIAN Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. (Standar Pelayanan Medis, RS Dr. Sardjito. 2008) Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. ( Arif mansjoer. 2000) Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik tumpul maupun trauma tajam. (Fransisca, 2008) Cedera kepala adalah peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan kelaianan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan. (Brunner & suddarth, 2001) Klasifikasi cedera kepala menurut (Arif Muttaqin. 2008) : 1. Cedera kepala ringan GCS 14-15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma. 2. Cedera kepala sedang GCS 9-13

Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Cedera kepala berat GCS lebih kecil atau sama dengan 8. Dapat kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial. Tipe trauma kepala menurut (Muttaqin, Arif. 2000) : a. Trauma kepala terbuka Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai atau menyobeki durameter menyebabkan Cairan Serebrospinal merembes. Terjadi jaringan otak. b. Trauma kepala tertutup Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi komosio, kontusi, epidural hematoma, subdural hematoma, intrakranial kerusakan saraf otak dan

hematoma. 1. Komosio / gegar otak dengan tanda-tanda : a. Cedera kepala ringan. b. Difungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali. c. Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit. d. Tanpa kerusakan otak permanen. e. Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah. f. Disorientasi sementara.

g. Tidak ada gejala sisa. h. Tidak ada terapi khusus.. 2. Kontusio serebri/memar otak, dengan tanda-tanda : a.) Ada memar otak. b.) Perdarahan kecil lokal, dengan gejala adanya gangguan lokal dan perdarahan. c.) Gejala : (1.)Gangguan kesadaran lebih lama. (2.)Kelainan neurologis positif. (3.)Refleks patologis positif, lumpuh, konvulsi (4.)Gejala TIK meningkat. (5.)Amnesia lebih nyata.
Menurut (Muttaqin, Arif. 2000)

B. PROSES TERJADI MASALAH 1. Presipitasi a. Kecelakaan lalu lintas. b. Kecelakaan kerja. c. Trauma pada olah raga. d. Kejatuhan benda. e. Luka tembak. Menurut Elizabeth, Corwin. 2000.

2. Predisposisi a. Trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak. b. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak. c. Efek percepatan. d. Efek perlambatan pada otak. Menurut Brunner & Suddarth. 2001. 3. Patofisiologi Terjadinya kekerasan pada kepala dapat menimbulkan cedera pada jaringan kulit, tulang maupun struktur dalam rongga tengkorak. Kerusakan tergantung pada besarnya transver energi yang mengenai kepala. Bila suatu benda bergerak memukul kepala atau kepala bergerak mengenai benda, maka pada waktu kontak antara keduanya akan terbentuk energi besarnya bergantung pada masa, densitas, bentuk dan kecepatan benda yang memukul. Sebagian energi akan diserap dan menyebabkan terjadinya deformitas berupa LEKUKAN KE DALAM (INBENDING) tulang pada lokasi benturan (IMPAK). Jika energi yang terserap melewati suatu ambang tertentu maka akan terjadilah FRAKTUR TENGKORAK. Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan : a. Kepala diam dibentur benda yang bergerak. b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam. c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena tergencet oleh dua benda yang bergerak.

Bagan Patofisiologi : Gg ADO hematoma TIK naik edema

Cedera kepala Cidera otak primer

Respon biologi

hipoxemia

Cedera otak sekunder Kontusio laserasum kerusakan sel otak sembuh

Gg metabolik

mati

irreversibel (cacat)

Menurut Nurhidayat, Saiful dan Rosjidi, C. Rosjidi. 2010

4. Manifestasi klinik Manifestasi klinik cedera kepala yaitu : a. Perubahan tingkat kesadaran. Perubahan derajat kesadaran tak selalu memperburuknya keadaan umum bagian otak, tetapi merupakan perangkat sensitif dan dapat dipercaya untuk mengenali adanya kemungkinan buruknya kondisi neurologik.

b. Disfungsi pupil. Akibat peninggian TIK supratentoral atau oedema otak, perubahan ukuran pupil terjadi. Tidak saja ukuran pupil yang berubah, tetapi dapat juga bentuk dan reaksi terhadap cahaya. c. Nyeri kepala. Nyeri terjadi akibat penekanan langsung akibat pelebaran pembuluh darah saat kompensasi. d. Muntah. Muntah disebabkan adanya kelainan di intratentorial atau akibat penekanan langsung pada pusat muntah. e. Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi. Pada tahap awal tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil, pada tahap selanjutnya karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah di batang otak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks respon Chusing teraktivasi agar tetap menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi dari pada TIK. Dengan meningginya tekanan darah, curah jantung pun bertambah dengan meningkatnya kegiatan pompa jantung yang tercermin dengan semakin memburuknya kondisi penderita akan terjadi penurunan tekanan darah. Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan semakin meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun ke arah 60 kali permenit sebagai usaha kompensasi. Menurunnya denyut nadi dan isi

denyut terjadi sebagai upaya jantung untuk memompa akan irreguler, cepat, halus dan akhirnya menghilang. f. Perubahan pola pernafasan. Perubahan pola pernafasan merupakan pencerminan sampai tingkat mana TIK. Bila terjadi PTIK akut sering terjadi oedem pulmoner akut tanpa distres syndrom (ARDS). g. Perubahan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan disfungsi

hipotalamus. Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Pada fase dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangat tinggi. Menurut Nurhidayat, saiful dan Rosjidi, C. 2010. 5. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis cedera kepala sebagai berikut: a. Untuk kontusio kehilangan kesadaran kurang dari 20 menit. 1) Biasanya tidak perlu dirawat di RS. 2) Tirah baring. 3) Pemberian asetaminofen untuk sakit kepala. b. Untuk kontusio, laserasi dan kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit. 1.) Rawat inap. 2.) Tirah baring. 3.) Craniotomy untuk mengeluarkan hematoma, khusunya bila

perdarahan dari arteri. Mencakup pembukaan tengkorak melalui

pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intra cranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah, dan mengontrol perdarahan. (Brunner & Suddart 2002;2146) 6. Pemeriksaan penunjang Menurut Marylinn E. Doenges, 2000 ; a. CT scan (tanpa atau dengan kontras) Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Catatan : Pemeriksaan berulang mungkin perlu dilakukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma. b. MRI (Magnetik Resonansi Imaging) Sama dengan CT scan, dengan atau tanpa kontras. c. Rontgen tengkorak Mengidentifikasi adanya fraktur pada tulang cranium, pelebaran pada sutura, pergeseran struktur dari garis tengah, adanya fragmen tulang. d. Angiografi cerebral Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma e. BAER (Brain Audytory Evoked Respons) Menentukan fungsi korteks dan batang otak f. PET (Positron Emission Tomography)

Menunjukkan perubahan aktifitas metabolism pada otak. g. GDA (Gas Darah Arteri) Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigen yang akan dapat meningkatkan TIK. h. Kimia/Elektrolik darah Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK/ perubahan mental. i. Pemeriksaan Toksikologi Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran. j. Kadar anti konvulsan darah Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang. 7. Komplikasi (Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi Kedua. Gajah Mada University Press, 2003) Jangka Pendek a. Hematom Epidural 1.) Akut (minimal 24 jam sampai dengan 3x24 jam) a.) Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
b.)Gejala Laserasi hemiparese

2.) Pemeriksaan neurologis menunjukan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematoma, dapat di jumpai

10

tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal : hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif. a.) CT-scan : ada bagian hiperdens yang bikonvek b.) LCS : Jernih c.) Penatalaksanaan yaitu tindakan evakuaasi darah (dekompresi) penigkatan pembuluh darah. b. Hemaotom Subdural Adalah perdarahan terjadi diantara durameter dan araknoidea. Pada perdarahan epidural pada umumnya berasal dari arteri, hematoma subdural berasal dari vena. c. Perdarahan intracerebral Perdarahan dalam cortexs cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapatis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. d. Oedema Serebri Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsan. Gejala- gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak normal, hanya tekanannya dapat meninggi. 1.)Tekanan Intra Kranial meningkat 2.)Cephalgia memberat
3.) Kesadaran menurun

11

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan menurut Marilynn E. Dongoes, 2000: 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah oleh hemorragi/hematoma, edema cerebral. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler( cedera pada pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif. 3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan fisiologis, konflik psikologis. 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan. 5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma atau defisit neurologis. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

7. Perubahan

penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan. 8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional, ketidakpastian hasil/harapan. 9. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan kognitif, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber.

12

D. FOKUS INTERVENSI 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma) ; edema cerebral (respon local atau umum pada cedera, perubahan metabolic) Tujuan : Aliran darah keotak kembali normal Kriteria : a. Tidak kehilangan kesadaran b. Tanda-tanda vital stabil Intervensi : a. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan keotak dan potensial peningkatan TIK R : Menentukan pilihan intervensi b. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (GCS) R : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP c. Monitor vital sign R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolic ( nadi yang membesar ) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK

13

d. Evaluasi keadaan pupil (ukuran, ketajaman, kesamaan antara kanan dan kiri, reaksi terhadap cahaya) R : Untuk mengetahui fungsi dari nervus optikus (II) dan nervus okulomotor (III) e. Kaji perubahan pada penglihatan R : Akan menggambarkan area kerusakan otak, sehingga membantu pemilihan intervensi f. Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau posisi netral. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala R : Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena selanjutnya akan meningkatkan TIK g. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan dan batsi waktu dari setiap prosedur tersebut R : aktifitas yang dilakukan terus-menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif h. Turunkan stimulasi eksterna dan berikan kenyamanan R : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan dan menurunkan TIK Kolaborasi i. Tinggikan kepala 15-45 derajat sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi R : Meningkatkan aliran balik vena kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema resiko terjadinya peningkatan TIK j. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

14

R : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan fase dilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK k. Berikan obat sesuai indikasi Analgetik sedang R : Dapat diindikasikan untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negative pada TIK tetapi harus digunakan dengan hati-hati untuk mencegah gangguan pernafasan 2. Pola nafas tidak efekti berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak),kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial Tujuan : pola nafas kembali efektif Kriteria ; a. b. c. Intervensi : a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan R : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/keterlibatan otak b. Catat kompetensi reflex menelan dan kemampuan untuk melindungi jalan nafas sendiri R : Kemampuan memobilisasi atau membersikan secret penting untuk memelihara jalan nafas Pola nafas efektif (14-20 x/menit) Bebas sianosis Tidak ada bunyi stridor, ronchi, wheezing

15

c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi R : Untuk memudahkan ekspansi/verifikasi paru dan menurunkan kemungkinan adanya lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas d. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar R : Mencegah / menurunkan ateletosis e. Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suarasuara tambahan yang tidak normal R : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral f. Pantau penggunaan dari obat-obatan depresan pernafasan seperti sedative R : Dapat meningkatkan gangguan/komplikasi pernafasan Kolaborasi g. Pantau analisa gas darah , tekanan oksimetri R : menentukan kecukupan pernafasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi h. Lakukan rontgen toraks ulang R : Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang i. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi R : Memobilisasi dan membersihkan jalan nafas serta menurunkan atelektasis/komplikasi pru lain

16

3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik psikologis Tujuan : kemampuan berfikir pasien bisa kembali normal Kriteria : a. b. Pasien dapat berorientasi sesuai dengan kenyamanan Pasien dapat mengenali adanya perubahan dalam proses pikir

Intervensi ; a. Kaji rentan perhatian, kebingungan dan catat tingkat ansietas pasien R : rentan perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam b. Pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan

kepribadian/tingkah laku pasien sebelum mengalami trauma dengan respon pasien sekarang R : Perubahan pada interprestasi stimulus dapat berkembang tergantung dari keadaan trauma c. Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf atau keberadaan staf sebanyak mungkin R : Memberikan pasien perasaan yang stabil, dan mampu mengontrol situasi d. Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan berulang dan teratur neurologis secara

17

R : Mencegah/membatasi komplikasi yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatu hal yang serius pada pasien dapat membantu menurunkan ansietas e. Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negative R : Menurunkan resiko terjadinya respons pertengkaran atau penolakan f. Anjurkan pada orang terdekat untuk meberikan berita baru R : Meningkatkan orientasi realitas dan berfikir normal g. Hindari meninggalkan pasien sendirian ketika mengalami gelisah atau berontak R : Dukungan dapat memberikan ketenangan yang menurunkan ansietas dan resiko terjadinya trauma Kolaborasi h. Koordinasi/ikut sertakan pada pelatihan kognitif atau program rehabilitasi sesuai indikasi R : Untuk kompensasi gangguan pada kemampuan berfikir dan mengatasi masalah konsentrasi, memory, daya penilaian dan

menyelesaikan masalah 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan Tujuan : mampu mempertahankan kekuatan otot Kriteria : Adanya peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh Intervensi :

18

a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi R : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan b. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala

ketergantungan (0-4) R : Kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko yang terbesar u ntuk terjadinya bahaya sehubungan dengan imobilisasi c. Ubah posisi secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut R : Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh d. Berikan/bantu untuk melakukan latihan tentang gerak R : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstermitas dan menurunkan terjadinya vena statis e. Bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi R : Prosesi penyembuhan yang lambat sering menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan f. Berikan perawatan kulit dan pertahankan kebersihan linen R : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya eksoriasi kulit g. Berikan perawatan mata, air mata buatan, tutup mata sesuai kebutuhan

19

R : Melindungi jaringan lunak dari kekeringan 5. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, tindakan invasive Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi b. Terjadi penyembuhan luka Intervensi : a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptic R : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nasokomial b. Ganti linen setiap hari R : mencegah infeksi nosokomial c. Pantau suhu tubuh secara teratur R : Mendeteksi dini tanda-tanda awal terjadinya infeksi d. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi R : Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman penyebab infeksi e. Perawatan tempat injeksi pemasangan infuse. R : dengan perawatan teknik aseptic pada intervensi mencegah infeksi. Kolaborasi f. Berikan antibiotic sesuai indikasi.

20

R : Antibiotik berguna untuk menahan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme 6. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan. Tujuan : Pasien mampu menerima nutrisi, dapat mengunyah dan menelan dengan baik. Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, Berat badan ideal Intervensi : a. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan R : menentukan cara pemilihan jenis makanan b. Auskultasi bising usus R : Membantu dalam menentukan respons dari periltastik usus terhadap suatu makanan c. Berikan makanan dalm jumlah kecil dalam waktu yang sering dan teratur R : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan Kolaborasi d. Konsul dengan ahli gizi R : Mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh dan keadaan penyakit sekarang

21

7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma/deficit neurologis Kriteria : a. Melakukan kembali/mempetahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi. b. Mendemonstrasikan perubahan perilaku/ gaya hidup untuk mengkompensasi. Intervensi : a. Orientasikan pasien terhadap lingkungan dan orang lain di areanya. R : memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan. b. Letakkan barang yang dibutuhkan pasien dalam posisi yang mudah di jangkau. R : memudahkan pasien mengambil barang. c. Tentukan tajam penglihatan. R : kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi. d. Observasi tanda-tanda disorientasi. R : menurunkan resiko jatuh e. Melatih mengenal lingkungan dengan menggunakan mata kanan. R : menyesuaikan dengan perubahan sensori: penglihatan. Kolaborasi : f. Rujuk pada ahli fisioterapi, R : Meningkatkan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan ketrampilan perceptual

22

8. Perubahan

proses

keluarga

berhubungan

dengan

krisis

situasional, ketidakpastian tentang hasil harapan Tujuan : Keluarga mampu menerima perubahan situasi dan krisis Kriteria : Keluarga mamapu/dapat mengekspresikan perasaan, keluarga mampu mengidentifikasi sumber eksternal dan internal dan

menggunakan kemampuannya untuk mencegah krisis Intervensi : a. Catat bagian-bagian dari unit keluarga, keberadaan/keterlibatan system pendukung R : Menentukan adanya sumber keluarga dan mengidentifikasi halhal yang diperlukan b. Anjurkan untuk mengakui perasaannya R : membantu untuk menyatakan perasaannya tentang apa yang sedang terjadi sebagai akibat dari pemberian keyakinan yang kurang tepat c. Evaluasi/diskusikan harapan/tujuan keluarga R : Untuk mendapatkan/mengumpulkan informasi yang akurat d. Anjurkan untuk menggunakan cara-cara koping tingkah laku yang cukup berhasil yang sebelumnya dilakukan R : Berfokus pada kekuatan dan penguatan dan penguatan kemampuan khusus untuk menghadapi krisis saat sekarang

23

Kolaborasi : e. Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan

perencanaan perawatan R : Memungkinkan keluarga untuk menjadi bagian integral dari rehabilitasi dan memberikan rasa control 9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat/keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber Tujuan : Informasi tentang penyakit pasien terpenuhi Kriteria : Ada partisipasi dalam proses pengobatan, mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan dan potensial komplikasi Intervensi : a. Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga keluarganya R : memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual b. Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengurus sesudahnya R : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya c. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

24

R : Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual d. Identifikasi tanda/gejala adanya factor resiko secara individual
R : Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi yang serius

25

KONSEP DASAR MEDIS FRAKTUR MAKSILA A. PENGERTIAN Fraktur maksila adalah terputusnya kontinuitas tulang maksila. (R. Schrock, 2000) Fraktur maksila adalah rusaknya kontinuitas tulang maksila yang disebabkan oleh trauma baik secara langsung maupun tidak langsung. (R. Sjamsuhidayat, 2001) Fraktur maksilofasial adalah cedera yang mencakup jaringan lunak dan tulangtulang yang membentuk struktur maksilofasial. Tulang-tulang tersebut antara lain: os maksila, os mandibula, os zygoma, os nasal, os frontal. (Japardi, Iskandar, 2004) Cedera pada tulang-tulang wajah dikelompokkan atas: 1. Sepertiga atas, mencakup os frontal, biasanya akan melibatkan sinus frontal. 2. Sepertiga tengah, mencakup os maksila, os zygoma, os nasal, sebagian orbital. 3. Sepertiga bawah, fraktur pada os mandibula dapat terjadi pada sympisis, parasympisis, korpus mandibula, angulus mandibula, ramus mandibula, dan condylus mandibula. Menurut Japardi, Iskandar, 2004.

26

B. PROSES TERJADI MASALAH 1. Presipitasi. a. Kecelakaan lalu lintas. b. Trauma. Menurut R.Sjamsuhidayat , 2001. 2. Predisposisi. a. Kekuatan tulang.

b. Kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma. c. Kelenturan tulang. Menurut R.Sjamsuhidayat, 2001. 3. Patofisiologi. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari pada yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusak atau terputusnya kontinuitas tulang. (Carpenito, Lynda Juall. 2001). Derajat keparahan fraktur sangat tergantung pada kekuatan trauma. Karena itu fraktur kominutif dapat dipastikan karena adanya kekuatan energi yang besar yang menyebabkan trauma. (Wood R. J, 2000) 4. Manifestasi klinis. Tanda dan gejala fraktur maksila: a. Nyeri hebat pada tempat fraktur b. Tidak mampu menggerakkan rahang.

27

c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti fungsi berubah, bengkak dan krepitasi. Menurut Theodore, R. Schrock. 2000. 5. Penatalaksanaan medis. Penatalaksanaan medis fraktur maksila : a. Fiksasi menggunakan kawat Stainless-steel dalam waktu 6 minggu untuk memungkinkan penyatuan yang kokoh dari fragmen-fragmen tulang tersebut. b. Pembidaian dengan batang arkus dan fiksasi intermaksiler selama 4 minggu adalah satu-satunya pengobatan yang diperlukan. Menurut Theodore, R. Schrock. 2000. 6. Komplikasi Komplikasi pada fraktur maksila : a. Komplikasi setelah dilakukan perbaikan fraktur maksila umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang umum terjadi pada fraktur maksila adalah infeksi atau osteomilitys, yang nantinya dapat menyebabkan kemungkinan komplikasi lain. (Wood R. J, 2000)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Doenges, E Marylinn. 2000 yaitu: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, resiko tinggi terhadap. 2. Integritas jaringan, kerusakan

28

3. Komunikasi, kerusakan verbal 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh: kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap. 5. Nyeri, akut 6. Ansietas /ketakutan. 7. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan.

D. FOKUS INTERVENSI 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, resiko tinggi terhadap. Tujuan: Bersihan jalan napas efektif. Kriteria hasil: Mempertahankan patensi jalan napas dengan pola pernafasan normal, bunyi nafas jelas dan tidak bising, aspirasi dicegah Intervensi : a. Tinggikan tempat tidur 30 derajat R: meningkatkan drainage sekresi oedem. b. Observasi Frekwensi /irama pernafasan. R: dapat mengindikasikan terjadinya gagal pernafasan. c. Auskultasi bunyi nafas. R: adanya mengi/ronci menunjukkan sekret tertahan. d. Berikan O2. R: Menurunkan resiko muntah dan menurunkan terjadinya

29

2. Integritas jaringan, kerusakan Tujuan: tidak terjadi kerusakan jaringan Kriteria hasil: a. Menunjukkan penyembuhan b. Menunjukkan ketepatan penyembuhan pada area insisi. Intervensi: a. Awasi edema wajah R: kondisi vaskuler jaringan meningkatkan risiko perdarahan. b. Bersihkan mulut. R: meningkatkan penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi. c. Inspeksi mulut, observasi terjadi eritema, inflamasi. R: identifikasi dini dan pengobatan infeksi lokal dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. d. Perhatikan peningkatan nyeri. R: dapat mengindikasikan infeksi. 3. Komunikasi, kerusakan verbal Tujuan: dapat melakukan komunikasi verbal Kriteria hasil: Pasien akan menetapkan metode komunikasi dapat diekspresikan. Intervensi: a. Tentukan luasnya ketidakmampuan untuk berkomunikasi. R: tipe cedera menentukan kebutuhan bantuan. b. Berikan pilihan cara komunikasi (tulisan, gambar)

30

R: memampukan pasien untuk mengkomunikasikan kebutuhan c. Validasi arti upaya komunikasi, pertahankan kontak mata. R: mengirimkan minat individual dan keinginan untuk

mengkomunikasikan. 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh: kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap. Tujuan: kebutuhan nutrisi tercukupi. Kriteri hasil: a. Mempertahankan berat badan b. Bebas tanda malnutrisi Intervensi: a. Timbang berat badan R: memberi gambaran keefektifan program diit. b. Anjurkan pasien bersandar ke depan bila makan/minum. R: menurunkan resiko aspirasi. c. Hindari suhu makanan/cairan ekstrim R: menurunkan resiko cedera area mukosa. d. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diit. R: nutrisi adekuat penting untuk penyembuhan luka. 5. Nyeri, akut Tujuan: nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil: Nyeri hilang/ terkontrol.

31

Menunjukkan penggunaan teknik relaksasi Intervensi: a. Kaji tipe/lokasi nyeri R: berguna dalam membedakan ketidaknyamanan pasca operasi dari terjadi komplikasi. b. Berikan informasi tentang ketidaknyamanan dan intervensi penghilangan. R: mengetahui apa yang diharapkan. c. Berikan tindakan kenyamanan R: memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan rileks. d. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi. R: meningkatkan relaksasi e. Kolaborasi pemberian analgetik. R: memberikan penghilang nyeri.

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Masa Nifas
    LP Masa Nifas
    Dokumen14 halaman
    LP Masa Nifas
    Ratna Suciati
    100% (2)
  • TB Paru
    TB Paru
    Dokumen42 halaman
    TB Paru
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis Kista Coklat Fix
    Endometriosis Kista Coklat Fix
    Dokumen30 halaman
    Endometriosis Kista Coklat Fix
    Ratna Suciati
    100% (1)
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen27 halaman
    Anemia
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Etopik
    Kehamilan Etopik
    Dokumen24 halaman
    Kehamilan Etopik
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen1 halaman
    Lamp Iran
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Revisi 1
    BAB 1 Revisi 1
    Dokumen30 halaman
    BAB 1 Revisi 1
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Bab I CKR
    Bab I CKR
    Dokumen31 halaman
    Bab I CKR
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Cedera Kepala
    Cedera Kepala
    Dokumen24 halaman
    Cedera Kepala
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • BAB I.doc Ok
    BAB I.doc Ok
    Dokumen33 halaman
    BAB I.doc Ok
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Konsep Dasar Medis Ischaemic Heart Disease (Ihd)
    Bab I Konsep Dasar Medis Ischaemic Heart Disease (Ihd)
    Dokumen16 halaman
    Bab I Konsep Dasar Medis Ischaemic Heart Disease (Ihd)
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • .Bab 1
    .Bab 1
    Dokumen23 halaman
    .Bab 1
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Otitis Media
    Otitis Media
    Dokumen20 halaman
    Otitis Media
    Ratna Suciati
    0% (1)
  • Diare
    Diare
    Dokumen12 halaman
    Diare
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Rencana Kegiatan
    Rencana Kegiatan
    Dokumen1 halaman
    Rencana Kegiatan
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • TB Paru
    TB Paru
    Dokumen42 halaman
    TB Paru
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Liflet Kes Reproduksi
    Liflet Kes Reproduksi
    Dokumen3 halaman
    Liflet Kes Reproduksi
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • OMA Gejala dan Penatalaksanaan
    OMA Gejala dan Penatalaksanaan
    Dokumen13 halaman
    OMA Gejala dan Penatalaksanaan
    Ratna Suciati
    100% (1)
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen23 halaman
    Ppok
    Ratna Suciati
    0% (1)
  • Kontrol Emosi
    Kontrol Emosi
    Dokumen20 halaman
    Kontrol Emosi
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Askep Ansietas.
    Askep Ansietas.
    Dokumen4 halaman
    Askep Ansietas.
    Bali Koleksi
    Belum ada peringkat
  • ISPA
    ISPA
    Dokumen3 halaman
    ISPA
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Femur
    LP Fraktur Femur
    Dokumen15 halaman
    LP Fraktur Femur
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • NCP Keluarga
    NCP Keluarga
    Dokumen5 halaman
    NCP Keluarga
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Askep Tetani
    Askep Tetani
    Dokumen7 halaman
    Askep Tetani
    Uda Yengki
    Belum ada peringkat
  • Epi Lepsi
    Epi Lepsi
    Dokumen7 halaman
    Epi Lepsi
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Syok
    Laporan Pendahuluan Syok
    Dokumen5 halaman
    Laporan Pendahuluan Syok
    Radikal Yuridistian
    Belum ada peringkat
  • HHD
    HHD
    Dokumen13 halaman
    HHD
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Cad
    Cad
    Dokumen10 halaman
    Cad
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat