Anda di halaman 1dari 4

MIA ANAK PENJUAL TAHU Oleh : Yoana Stephani Tarigan

Pagi ini mentari tersenyum manis padaku, embun pagi dan angin sepoi-sepoi mengelus rambutku dan menyejukkan pikiranku. Sandal jepit yang kupakai basah terkena sisa embun padi yang ada di rerumputan tempatku berjalan menuju pasar bengkok. Hatiku sangat senang, karna kemarin aku harus berjalan beriringan dengan hujan yang sering sekali menerpa wajahku yang mungil hingga terasa sedikit sakit. Tetapi tidak untuk hari ini. Pasar bengkok adalah tempat ibuku berjualan tahu. Sebelum subuh ia sudah berangkat ke pasar untuk membeli tahu yang akan ia jual. Ibuku menjual berbagai jenis tahu, mulai dari tahu putih, tahu kuning, dan tahu isi. Selain tahu ibuku juga menjual tempe dan toge, semua itu dibeli ibu kepada seorang yang menjadi tokeh di pasar bengkok yang sering kudengar dipanggil dengan sebutan Toeng. Kata ibu semua itu ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup kami sekeluarga karna ayahku telah dipanggil Allah Bapa ke surga. Aku bingung mengapa Tuhan memanggil ayahku ke surga padahal kami semua sangat sayang padanya, saat kutanya pada ibu katanya tuhan lebih sayang pada ayah, itulah sebabnya ayah dipanggil ke surga. Aku adalah anak tertua dari dua bersaudara, namaku Mia, itu adalah nama panggilanku dan mana lengkapku adalah Emiliana Emtimanta Kacaribu. Aku mempunyai adik, namanya Brema, lengkapnya Bebere Mamana Kacaribu. Kami berasal dari suku Batak Karo sehingga dibelakang nama kami diletakkan nama keluarga besar yakni keluarga Kacaribu. Setiap pagi aku membantu ibu di pasar, setelah matahari tampak di ufuk timur aku pergi kepasar sambil mengantarkan Brema ke sekolah terlebih dahulu. Kebetulan tahun ini aku mendapat giliram masuk siang di sekolah sehingga, aku dapat membantu ibu di pasar pada pagi hari. eh Udah datang kam (kamu) nakku ibu langsung menyapaku dengan sapaan dan senyuman hangatnya, udah Bu aku membalas senyum ibuku. Mia kata Ibu sambil membungkus tahu untuk pembeli. Ya Bu jawabku. Kam (kamu) beli sarapan kita di warung Pak anto tau (sana) nakku kata Ibu sambil mengeluarkan dua lembar limaribuan dari tas pinggang yang dipakainya.

Tak menunggu lama, aku langsung mengambil uang itu dan membeli dua bungkus nasi gurih di warung Pak Anto, kebetulan aku merasa sangat lapar karna mie yang kumasak tadi pagi dimakan habis oleh Brema. Tidak lama berjalan, akupun sampai di warung Pak Anto dan langsung memesan dua bungkus nasi gurih. Pak dua bungkus nasi gurih ya..! aku memesannya dari balik steling kaca Pak Anto. Ia tunggu sebentar ya Mia Pak Anto hafal namaku karna hampir setiap hari aku membeli sarapan di warungnya. Tidak lama menunggu dua bungkus nasi guruh telah berpindah ke tanganku, aku mengeluarkan dua lembar limaribuan dam memberikannya kepada Pak Anto sambil mengucarkan terima kasih. Aku berjalan dengan cepat tak sabar untuk menyantap sarapan pagiku yang kunanti sejak tadi. Tiba-tiba dua orang bertubuh besar dan tinggi berhenti di hadapanku. Aku sangat terkejut dan takut namun aku memberanukan diri untuk merbicara. Maaf bang, aku mau lewat kataku dengan suara pelan dan sedikit bergetar. Lewat-lewat, memang ini jalan Ayahmu apa? Teriak seorang dari mereka dekat ke telingaku yang menambah ketakutanku, tapi aku berusaha tenang. Memang ini bukan jalan Ayahku, tapi saya rasa Jalan ini adalah jalan untuk umum dan semua orang boleh lewat. Jadi, saya mohon biarkan saya lewat. jika kamu mau lewat berikan kami sarapan itu pada kami. Oo tidak bisa. Wah anak sialan, sudah berani melawan kamu ya. Aku pun langsung lari berbalik arah, menghindar dari dua pereman yang ingin merebut sarapanku dan Ibuku. Dengan nafas terengah-engah aku sampai di tempat ibuku berjualan, wajarlah aku telah berlari memutari pasar untuk menghindari dua orang tadi yang ingin merebut sarapan pagiku. Ibuku heran melihat tingkahku yang seolah-olah dikejar oleh setan. Kenapa kam (kamu) Mia? Tanya Ibu sambil melihat kearahku. Tidah ada apa-apa Bu. jawabku menenangkan Ibu. Aku langsung duduk di samping Ibu dan memakan sarapan pagiku, aku harus sarapan bergantian dengan ibu karna seorang dari kami harus melayani pembeli yang hendak membeli

tahu yang dijual Ibu. Tidak membutuhkan banyak waktu untuk menyantap habis sarapanku dan langsung bergantian dengan Ibu untuk berjualan. Tahu tahu mari Bu beli tahu saya. Kataku dengan suara sedikit keras untuk menjajakan tahu daganganku. Beberapa pembeli datang dan membeli tahu danganku. Tidak terasa, jam telah menunjukkan pukul sepuluh. Aku harus pulang ke rumah dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Aku berpamitan pada Ibu dan pergi menyusuri jalan yang tadi pagi kulalui, tapi kali ini rerumputan sudah kering, embun pagi telah menguap dan hilang, aku tidah tahu kemana perginya. *** Setiap hari aku menjalani aktifitas yang sama, menjual tahu, pergi kesekolah, dan malam harinya membersihkan daun untuk pembungkus tahu. Tapi hari ini berbeda. Saat bangun pagi, semu sendiku terasa sakit dan badanku terasa kaku dan tidak tergerakkan. Mataku seperti ditarik kebawah dengan segudang beban yang membuatnya tidak dapat terbuka, terasa dingin di sekujur tubuhku yang menbuat tangan dan kakiku menggigil seperti berada di kutup saja. Sepertinya pagi ini aku tidak dapat pergi ke pasar untuk menjual tahu. Matahari semakin tinggi tapi sakit yang kurasakan belum juga berkurang malah terasa semakin parah. Kucoba beranjak dari tempat tidur tetapi aku tak sanggup, rasanya bumi telah berbalih dan aku seperti melayang dan berputar-putar. Aku terjatuh dan tidak sadarkan diri. *** Anak saya sakit apa dok? Ini bukan penyakit parah Buk, Ibuk tidak usah khawatir. Anak Ibuk hanya terserang malaria ringan dan tidak terlalu sulit untuk diobati. Jadi, tenang saja ya buk. Perbincangan itu terdengar sayup di telingaku, aku sudah mulai sadar tapi rasa pening dan dingin belum hilang dari tubuhku. Bu.... Bu. Mia ada dimana? tanyaku setengah sadar kepada Ibu. Kita sedang di Puskesmas nak, tadi sewaktu Ibu pulang dari pasar kamu pingsan di depan pintu kamarmu dan badanmu sangat panas. Ibu langsung membawamu ke puskesmas. Untung saja penyakitmu tidak parah jadi, kita tidak perlu bermalam di sini. Kata Ibu menjawab pertanyaanku. ***

Aku sangat sedih tidak dapat membantu ibu berjualan tahu untuk beberapa hari ini karna penyakitku. Aku berdoa supaya aku lekas sembuh dan membantu ibu berjualan tahu di pasar seperti biasanya. Tuhan tolong Mia, sembuhkan Mia dari penyakit ini supaya besok Mia dapat membantu Ibu berjualan tahu di pasar. Aku pun memejamkan mata dan tidur.

Anda mungkin juga menyukai