Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR (ANALYSIS OF FACTORS - FACTORS AFFECTING THE MONEY CIRCULATION)

ANISA FEBRIYANTI RAHMADANA ( Mahasiswi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ) EMAIL : anisafebriyanti85@yahoo.com

Pembimbing : Tony S, Chendrawan, ST, SE, M, Si

ABSTRACK
The reaserch aims to analyye the effect inflation and interest rate on the money circulation. Samples taken as many !8 years in 2000-2012. Based on this reasearch, regresition formula had found as : Y = 1718009.437 6445.245INF -94040.880 BI RATE ;5%. The regresion formula can be interpreted taht inflation regression coefficient showed a negative direction means the increase in From the results of the study showed variable inflation negatively affect JUB, thus Ho is accepted and H1 is rejected. From the results of the study showed Tongkat variable interest rate (bi rate) negatively affect the JUB, thus Ho is accepted and H1 is rejected. Keyward : INFLATION, BI RATE, AND THE MONEY CIRCULATION

I. PENDAHULUAN Perekonomian di Indonesia saat ini banyak sekali menimbulkan masalah, salah satu penyebabnya adalah jumlah uang beredar. Namun apa saja yang menjadi faktor faktor timbulnya jumlah uang beredar ini. Dalam pembahasan jurnal kali ini akan dibahas mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar di Indonesia dilihat dari beberapa variabel yakni Inflasi dan Tingkat suku bunga (BI rate) pada periode tahun 2002 2012. Jumlah uang beredar adalah uang yang diedarkan oleh bank Indonesia kepada masyarakat namun jumlahnya tidak karuan dikarenakan naiknya tingkat suku bunga dari tahun ke tahun. Karena hal ini, maka kemampuan para konsumen untuk berinvestasi dan saving menurun karena jumlah pendapatan

Teori likuiditas atas bunga menjelaskan bahwa, bunga adalah harga uang, dan harga uang (bunga) ditentukan oleh jumlah uang (money supply). Dengan demikian, jika uang yang tersedia (money supply) rendah maka tingkat bunga akan naik dan tinggi. Sebaliknya, jika jumlah uang yang tersedia (money supply) amat rendah, maka akan terjadi kesulitan likuiditas yang pada akhirnya membuat perekonomian macet alias kriris. Krisis global yang terjadi saat ini diantaranya disebabkan karena rendah jumlah uang yang tersedia terutama di Amerika Serikat akibat kredit macet (subprime mortgage) yang berdampak kebanyak negara dan akhirnya menimbulkan krisis keuangan global. Kredit macet yang terjadi di Amerika Serikat tersebut disebabkan karena naiknya suku bunga kredit dari 1 persen menjadi sekitar 5% untuk subprime mortgage tersebut. Karena adanya kenaikan suku bunga kredit tersebut, maka banyak nasabah yang tidak mampu membayar kreditnya. Kredit macet ini mencapai 1,2 triliun US $ yang mengakibatkan macetnya sistem keuangan AS dan akhirnya

kebanyak negara di dunia. Dari fakta ini jelas bahwa penyebab krisis keuangan dan krisis ekonomi global di picu oleh harga uang alias bunga (interest) yang tinggi atau naik. nasional individu tetap. Maka akhirnya Bank Indonesia mengeluarkan uang dengan jumlah yang banyak guna untuik memperbaiki sistem ekonomi di Indonesia.. Namun yang akhirnya terjadi adalah timbul masalah Inflasi di Indonesia yang menambah buruk suasana keadaan perekonomian di Indonesia. Seharusnya pemerintah tidak melakukan hal seperti ini, karna inflasi dapat menjadi masalah terbesar ysng dihadapi oleh masyarakat di Indonesia. Pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga sangat berpengaruh dengan adanya jumlah uang beredar. Dengan demikian pada pada jurnal ini akan dibahas tentang konsep Inflasi, tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar. Mengetahui apakah dampak yang akan terjadi dengan pengaruh kedua variabel ini. Dalam hal tabungan atau deposito, maka tingkat bunga selalu menjadi acuan bagi penambung maupun deposan. Seandainya seseorang mendepositokan uangnya sebesar Rp 500 juta dengan suku bunga 10%, apakah penabung dan deposan tersebut akan lebih kaya pada tahun berikutnya?. Jawabnya belum tentu, dalam konsep ekonomi konvensional nilai uang saat ini tidak akan sama dengan nilai uang di masa datang. Hal itu disebabkan karena adanya tingkat inflasi. Berdasarkan data empiris, tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya. Berdasarkan fakta ini, maka jelas bunga tidak membuat orang lebih kaya jika

uangnya ditabungkan atau tetapi malah sebaliknya.

didepositokan,

Dalam teori klasik, bahwa bunga merupakan harga kapital (price of capital), dimana apabila permintaan modal (uang) naik maka bunga akan naik pula, tetapi orang meminta uang atau meminjam uang bukan semata-mata untuk investasi tetapi juga untuk transaksi (konsumsi) dan spekulasi. Meskipun demikian peminjam tetap dikenakan bunga. Itulah sebabnya dalam ekonomi kapitalis, kegiatan transaksi ekonomi lebih banyak di sektor keuangan ini dibandingkan dengan sektor riil.

II. KERANGKA TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN INFLASI : A. Menurut Dr. Boediono dalam bukunya Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2 Ekonomi Makro ( 1982 : 155 )Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. B. Menurut Tajul Khalwaty A.S. dalam bukunya Inflasi dan Solusinya ( 2000 : 5 ) Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Teori Inflasi 1. Demand inflation Pull Inflation, Demand pull Gambar 2.1 INFLATIONARY GAP Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada awalnya demand pull inflation bermula dari harga P1 dan output Q1, kemudian terjadi kenaikan permintaan total dari AD1 menjadi AD2. Kenaikan permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi seluruhnya, sehingga terjadilah kenaikan harga dari P1 menjadi P2 dan output juga mengalami kenaikan dari Q1 menjadi QFE. Kenaikan tersebut berlangsung terus dari AD2 ke AD3sehingga harga juga turut naik dari P2 ke P3, sedang total output tetap pada posisi QFE. Kenaikan harga tersebut terjadi karena ada inflationary gap, yang akan terus berlangsung selama permintaan total terus naik menjadi AD4.

Terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregatif (bersifat agregatif) dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan kesempatan agregatif (aggregate demand) selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang biasa juga disebut sebagai Inflasi Murni (Pure Inflation). Namun jika pertambahan permintaan melebihi Gross National Product (GNP) pada kondisi kesempatan kerja penuh, ini akan mengakibatkan terjadinya Inflationary Gap dan selanjutnya terjadilah inflasi. Gambar 2.1 membuktikan bahwa kenaikan kurva pengeluaran total dari C + I menjadi C1 + I1mengakibatkan terjadinya pergeseran titik keseimbangan B berada di atas GNP Full Employment (YFE). Jarak antara titik A ke titik B (YFE ke Y1) adalah besarnya inflationary gap.

Gambar 2.2 DEMAND PULL INFLATION

Pada Gambar 2.3 kenaikan tingkat harga akan terjadi jika kurva permintaan agregat bergeser ke kanan sedang kurva penawaran tetap, atau jika kurva penawaran agregat bergeser ke kiri sedangkan kurva permintaan tetap pada posisinya. Inflasi yang terjadi sebagai akibat bergesernya kurva permintaan agregat disebut Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation). Sedangkan inflasi yang terjadi akibat pergeseran kurva penawaran agregat disebut Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push Inflation). Demand Pull Inflation tidak mengakibatkan pengurangan tenaga kerja di bawah kesempatan kerja penuh. Sebaliknya, Demand Pull Inflation dapat mengakibatkan terjadinya Cost Push Inflation.

a.Adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja yang biasanya dikoordinir oleh organisasi serikat buruh atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). b. Adanya industri yang monopolis, yang memberikan kekuatan kepada pengusaha (produsen) untuk menguasai pasar dan selanjutnya menaikkan harga lebih tinggi. c. Kenaikan bahan baku industri, seperti terjadi pada tahun 1972-1973. Saat itu negara-negara Arab produsen minyak melakukan embargo terhadap negara-negara industri yang mendukung Israel mencaplok wilayah-wilayah Arab. Produksi minyak di pasaran terus berkurang dan terjadilah kenaikan harga minyak yang melumpuhkan banyak industri yang membuat dunia mengalami resesi ekonomi cukup parah. Sektor produksi mengalami stagflasi. Pengangguran terjadi di mancanegara disertai dengan berbagai kerusuhan.

Gambar 2.3 KESEIMBANGAN UMUM 2. Cost Push Inflation Pada kondisi Cost Push Inflation, tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi. Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut :

Gambar 2.4 COST PUSH INFLATION Gambar 2.4 menunjukkan proses kenaikan biaya produksi dan harga produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terusmenerus, akibatnya terjadilah

Cara Menghitung Inflasi Dalam menghitung tingkat inflasi, diperlukan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berguna untuk mengukur tingkat persentase kenaikan harga dari suatu periode ke periode yang lain. IHK ialah suatu indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/ rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Mulai Juni 2008, IHK disajikan dengan menggunakan tahun dasar 2007=100 dan mencakup 66 kota yang terdiri dari 33 ibukota propinsi dan 33 kota-kota besar di seluruh Indonesia. IHK sebelumnya

menggunakan tahun dasar 2002=100 dan hanya mencakup 45 kota. Rumus menghitung IHK : IHn = Pn x 100 % Po Keterangan : IHn = Indeks Harga tahun n (tahun yang dihitung) Pn = Jumlah harga-harga tahun n (tahun yang dihitung) Po = Jumlah harga-harga tahun dasar

2.2 TINGKAT SUKU BUNGA

Edward dan Khan (1985), mengatakan bahwa faktor penentu suku bunga tcrbagi alas 2 (dua) faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar, dan Ekspektasi Inflasi. Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan tingkat Ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing. Seperti halnya dalam setiap analisis keseimbangan ekonomi, pembicaraan mengenai keseimbangan di pasar uang juga akan melibatkan unsur utamanya, yaitu permintaan dan penawaran uang. Bila mekanisme pasar dapat berjalan tanpa hambatan maka pada prinsipnya keseimbangan di pasar uang dapat terjadi, dan merupakan wujud kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang. Teori ini berhubungan dengan apa yang dikatakan oleh ekonom Inggris John Maynard Keyness, yang telah mengkritik teori ekonomi klasik tentang pengembangan teori tingkat suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini untuk menjelaskan suku bunga

untuk jangka pendek. Tingkat suku bunga menurut Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Di dalam teori ini terdapat dua macam investasi yang dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Uang merupakan kekayaan yang paling likuid karena uang mempunyai kemampuan untuk membeli setiap saat. Sedangkan obligasi tidak dapat untuk membeli sesuatu kecuali kalau diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk uang tunai. Keyness mengatakan bahwa, permintaan terhadap uang merupakan tindakan rasional, meningkatnya permintaan uang akan menaikkan tingkat suku bunga. Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai

persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang. Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah : jika suku bunga tinggi,otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian

yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank. Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selau tinggi ( Prasetiantono, 2000 : 99-101)

2.3 JUMLAH UANG BEREDAR Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu: 1. jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut Narrow Money (M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan 2. uang beredar dalam arti luas atau Broad Money (M2), yang terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit). Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Dalam tulisan ini, jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2). Namun sebelum menguraikan uang beredar dalam arti sempit

dan luas tersebut, penting dijelaskan disini tentang uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral. Uang Primer atau Uang Inti (M0)

Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia. Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah

pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal. Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bankbank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan. Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian. Faktor-faktoryangmempengaruhi jumlahuangberedar. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97) 1. Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit); Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan

terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar. 2. Keadaan APBN (surplus atau defisit);

Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil. 3. Perubahan Indonesia; kredit langsung Bank

Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembagalembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar. 4. Perubahan Indonesia. kredit likuiditas Bank

Sebagai bankers bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar. Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar. 2.4 KERANGKA PEMIKIRAN Dapatlah ditarik kesimpulan bahwa terdapat tiga variabel yang bisa dianalisis lebih lanjut, yaitu jumlah uang beredar variabel terikat (dependent variable)yang dipengaruhi

oleh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga BI Rate yang berfungsi sebagai variabel bebas (independent variable). INF (X1) TEORI KEYNES JUB (Y) TEORI KEYNESS BI RATE (X2) TEORI KEYNES X2X

III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metode Analisis Data Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi variabel depemdent yaitu jumlah uang beredar dan variabel independent yaitu tingkat suku bunga (bi rate) dan inflasi. Data mentah yang digunkan dalam penelitian ini adalah data tahunan dari tahun 2000-2012. Data jumlah uang beredar menggunakan data dari Bank Indonesia demikian untuk data tingkat suku bunga (bi rate) dan inflasi juga diambil dari data Bank Indonesia. Jenis penelitian dari segi pendekatan dibagi menjadi dua macam yaitu : pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Sedangkan dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam pendekatan ini data dihimpun dengan menggunakan data sekunder dengan jenis data time series, data yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI). Metode pengumpulan data dengan library research. Namun terkadang buku referensi yang kita miliki sudah tidak up to date karena ilmu yang selalu berkembnag, oleh karena itu penelitian ini menggunakan internet research. Adapun jenis penelitian yang dipakai yaitu pengujian hipotesis khususnya dengan menggunakan analisis regresi berganda. Seperti menggunakan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji heteroskedestisitas dan uji autokorelasi. Sedangkan uji statistiknya menggunakan uji t, uji f, dan uji determasi.

Dari diagram diatas, diketahui bahwa jumlah uang beredar ditentukan oleh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga BI rate. Inflasi terjadi karna jumlah uang yang beredar dalam masyarakat ini terlalu banyak dan Bank Indonesia mencetak uang dengan bebas. Inflasi naik maka tingkat suku bunga juga naik demikian apabila jumlah uang beredar turun maka inflasi akan turun dan tingkat suku bunga pun menurun.

2.5 HIPOTESIS Dari kerangka pemikiran seperti yang telah disebutkan dapat diambil bebrapa hipotesis sebagai berikut : Ho : o = 0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat suku bunga BI Rate terhadap jumlah uang beredar periode 11 tahun terakhir yakni pada tahun 2002 2012. H1 : o = 0 : terdapat hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat suku bunga BI Rate terhadap jumlah uang beredar periode 11 tahun terakhir yakni pada tahun 2002 2012.

3.2 Operasional Variabel Agar lebih mudah memahami tentang penggunaan variabel-variabel dalam penelitian ini, maka lihat tabel operasional variabel berikut ini : TINGKAT SUKU BUNGA (BI RATE) Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. RASIO

Tabel 2 Operasional Variabel VARIABEL DEFINISI SKALA

INFLASI

A. Menurut Dr. RASIO Boediono dalam bukunya Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2 Ekonomi Makro ( 1982 : 155 )Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terusmenerus. B. Menurut Tajul Khalwaty A.S. dalam bukunya Inflasi dan Solusinya ( 2000 : 5 ) Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.

JUMLAH UANG BEREDAR

Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu: 1. jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut Narrow Money (M1), yang terdiri dari uang kartal

RASIO

3.3 Model Fungsi JUB = ( infalasi, tingkat suku bunga (bi rate)

Gambar 3

Sedangkan rumus statistiknya adalah sebagai berikut : JUB = 0 + 1 INF + 2 SBI + error, 5% Dimana : JUB INF BI RATE 0 1 dan 2 : Jumlah Uang Beredar : Inflasi : Tingkat Suku Bunga : konstanta : Koefisien Regresi dari masing-masing variabel yang mempengaruhi jumlah uang beredar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN berdasarkan model regresi yang telah dijelaskan berdasarkan analisis menggunakan SPSS, hubungan antara Inflasi dan Tingkat Suku Bunga (bi rate) terhadap jumlah uang beredar dapat disimpulkan persamaan garis regresi dari tabel 3 coefficient sebagai berikut yaitu :

berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa titik-titik tidak menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya tidak mengikuti garis diagonal. Dengan demikian, penyebaran data JUB tidak mengikuti asumsi normalitas.

b. Uji heterokedestisitas Gambar 4

4.1 Uji Asumsi Klasik a. Uji normalitas

Dengan melihat gambar 4 tersebut tidak terdapat pola yang jelas serta titik-titik menyebar ke arah kanan dan dibawah angka 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedestisitas pada model regresi ini.

Coefficients Standar dized Unstandardized Coeffici Coefficients Std. Model B Error Beta t ents

95.0% Confidence Interval for B Lower Sig. Bound Upper Bound

c. Uji autokorelasi
1 (Cons 171800 22752 tant) Model Summary
b

7.55 .000 119334 224267 1 -.192 - .225 1.31 5 -.870 - .000 5.95 8 4.210 4.663

9.437

1.373

Inflasi Std. Error of the Estimate BI Rate

- 4900.9 6445.2 45 - 15782. 94040. 880 740 01

- 4856.25 17746.7 43 3

Adjusted R Model 1 R .912


a

R Square .832

Square

.790 62556.94791

a. Predictors: (Constant), BI Rate, Inflasi b. Dependent Variable: Jumlah Uang Beredar

130435. 57645.8 943 18

a. Dependent Variable: Jumlah Uang Beredar

Berdasarkan tabel diatas tidak diperoleh Durbin Watson maka tidak dapat disimpulkan autokorelasi.

Hasil hipotesis penelitian pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga (bi rate) terhadap Jumlah Unag Beresarsecara parsial adalah sebagai berikut : 1. Nilai t-hitung pada tingkat inflasi sebesar -1.315 dengan tingkat signifikan
0,225. Karena nilai signifikasi lebig besar dari 5% dan nllai t-hitung lebih kecil dari ttabel maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi terhadap JUB.

4.2 Uji determinasi Dalam uji determinasi dapat dilihat pada tabel 4 Model Summaryb dengan melihat adjusted R2. Nilai adjusted R2 adalah 0,790, hal tersebut berarti 79% variabel JUB dapat dijelaskan oleh variabel independentnya yaitu Inflasi dan SBI. Sisanya sebesar 21% dijelaskan oleh variabelvariabel lain di luar persamaa.

2. Nilai t-hitung pada BI RATE-5.958 dengan


tingkat signifikan 0.000.karena nilai signifikasi lebih kecil dari 5% dan nilai thitung lebih kecil dari tabel maka tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel BSI terhadap JUB.

4.3 Uji t Taebl 5

4.4 Uji f Tabel 6


ANOVA Sum of Model 1 Squares df
b

V1. REFERENSI 1. Eko, Yuli. 2009. Ekonomi 1 : Untuk SMA dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
F Sig. .001
a

Mean Square

Regressi 1.549E11 on Residual 3.131E10 Total 1.862E11

2 7.745E10 19.792

8 10

3.913E9

2. http://akuntansimanajemen2.blogspot.com/2011/07/fa ktor-penyebab-dan-caramengatasi.html

a. Predictors: (Constant), BI Rate, Inflasi b. Dependent Variable: Jumlah Uang Beredar

3. http://jurnalsdmku.blogspot.com/2010/12/teoripreferensi-likuiditas-tingkat.html 4. http://www.informasiku.com/2011/04/ teori-suku-bunga-dan-inflasi.html

Dapat dilihat bahwa nilai signifikasi sebesra 0.001 dan nilai F hitung 19,792. Karena nilai signifikasi dan F hitung lebih 5% MAKA ADA PENGARUH ANTARA Inflasi dan BI rate terhadap JUB.

V. KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil penelitian menunjukan variabel Inflasi berpengaruh negatif terhadap JUB, dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak. 2. Dari hasil penelitian menunjukan variabel Tongkat Suku Bunga (bi rate) berpengaruh negatif terhadap JUB, dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak.

5. Mulyati, sri Nur dan Mahfudz, Agus dan Permana, Leni. 2009. Ekonomi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta. 6. www.bi.go.id

Anda mungkin juga menyukai