Anda di halaman 1dari 7

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini merupakan landasan bagi dibentuknya program jaminan sosial yang dapat membantu penghidupan yang layak bagi kemanusiaan jika mengalami resiko-resiko sosial-ekonomi. 2. Undang-Undang No.2 tahun 1951 merupakan salah satu penjabaran dari pasal 27 ayat (2) UUD 1945, mewajibkan setiap pengusaha untuk bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi terhadap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya. 3. Undang-Undang No.14 Tahun 1969 yang merupakan undang-undang pokok ketenagakerjaan, antara lain mengatur penyelenggaraan jaminan sosial oleh pemerintah yang meliputi jaminan sakit, hamil, bersalin, hari tua, cacad, meninggal dunia, dan menggangur bagi seluruh tenaga kerja 4. Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang ASTEK menyellenggarakan Undang-Undang No.2/1951 dan Undang-Undang No.14/1969, tetapi hanya menyangkut jaminan kecelakaan kerja, hari tua, dan kematian, dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua, dan asuransi kematian. 5. Dalam rangka melengkapi program ASTEK dengan jaminan sakit, hamil, dan bersalin sesuai Undang-Undang No.14/1969, ditetapkan SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja. 6. Undang-Undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memadukan seluruh program diatas menjadi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian Pemeliharaan Kesehatan, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam peraturan dalam Peraturan pemerintah No.14 Tahun 1993< keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993, dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-05/MEN/1993. B. Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 1. Jaminan Sosial tenaga kerja telah diangkat dan dicantumkan dalam garis-garis besar haluan negara 1993 yaitu bab IV Pembangunan Lima Tahun Keenam sebagai kebijaksanaan PELITA Keenam bidang Ekonomi khususnya sektortenaga kerja. 2. Dalam GBHN 1993 itu disebutkan bahwa Jaminan sosial tenaga kerja mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan, dan jaminan terhadap kematian.

C. Mengapa Harus Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja fiatur dengan undang-undang karena alasan-alasan tertentu. 1. Jaminan sosial memberikan hak ( kepada tenaga kerja ), dan membebani kewajiban ( terutama bagi pengusaha ), sehingga harus ada persetujuan dari wakil-wakil rakyat dilembaga legislatif. 2. Penjelasan pasal 23 UUD 1945 menyebutkan bahwa segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan DPR-RI 3. Sesuai kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kewajiban yang mengandung ancaman sanksi pidana hanya dapat diatur dengan undangundang dimana sifat wajib dari jaminan sosial memang mengandung sanksi pidana sebagai upaya penegak hukum. 4. Peraturan Perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi. Undang-Undang No.2/1951 yang mengatur kecelakaan kerja sebagai kewajiban pengusaha secara individual, dianggap memberatkan keuangan pengusaha menengah dan kecil serta membuat sungkan tenaga kerja mengajukan Klaim kepada pengusahanya selain hanya menyangkut 13 sektor usaha saja, peraturan pemerintah No.33/1977 perlu disempurnakan jenis dan jumlah programnya. 5. Perkembangan pembangunan nasional kearah industrialisasi memerlukan perlindungan yang lebih pasti bagi tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.

D. Hubungan Risiko dan Jaminan 1. Setiap tenaga kerja yang bekerja dengan mendapatkan penghasian yang baik dalam hubungan kerja maupun tidak dalam hubungan kerja selalu mengha risikorisiko sosial-ekonomi tertentu dalam pekerjaannya, yaitu kemungkinan menderita sakit termasuk kehamilan dan persalinan, mengalami cacat, mecapai hari meninggal dunia, dan menganggur karena PHK. 2. Risiko-risiko tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 15 undangundang no.14 tahun 1969, sifatnya universal terjadi dimanapun dan kapanpun, di negara industri maju dan di negara berkembang, sehingga harus ditangani secara sistematis, terencana teratur melalui program-program sebagaimana yang diatur dalam undang-undang n0.3 tahun 1992 yaitu, jaminan kecelakaan kerja, jaminnan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. 3. Jaminan kecelakaan kerja menanggulangi sakt, cacat, dan kematian akibat kerja. Jaminan pemeliharaan kesehatan menanggulangi sakit akibat apa saja, kehamilan,

persalinan; jaminan hari tua menangulangi hari tua, cacat, dan kematian; jaminan kematian menanggulangi kematian biasa. 4. Satu-satunya resiko yang belum ditanggulangi adalah pengangguaran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam hal ini jaminan hari tua sebagai jaminan masa karyawan dapat diberikan dalam hal karyawan menalami PHK sebelum umur 55 tahun asalka telah menjadi peserta setidak-tidaknya selama 5 tahun. 5. Dalam matrix risiko-jaminan kelihatan ada beberapa tumpang-tindih dalam penanggulangan risiko. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan program-program jaminan sosial itu sebaiknya dilakukan secara terpadu, sehingga mungkin merupakan satu kesatuan paket jaminan.

KEPESERTAAN

A. Ketentuan Wajib

Jaminan sosial selalu dilaksanaka secara nasional dan besifat wajib sehingga prinsip-prisipnya dapat terlaksana secara optimal yaitu menyangkut skala besar ekonomi gotong-royong, pemerataan perlindungan, kemanfaatannya terjamin, dan pendidikan masa depan.

1. Skala besar ekonomis Ketentuan wajib dapat menjamin jumlah kepesertaan yang cukup sehingga secara statistik dan berdasarkan hukum angka besar, probabilita, asumsi dan perkiraannya dapat dilakukan dengan lebih Selain itu, pembiayaan secara rata-rata, per unit atau per kapita ditekan lebih rendah. besar maka tepat. dapat

2. Gotong-royong Kepesertaan yang besar kemungkinan berlangsungnya gotong-royong secara efektif. Gotong-royong antar resiko berarti mereka yang sehat membantu yang sakit, mereka yang tidak mengalami musibah membantu yang terkena musibah. Gotong-royong antar generasi yaitu mereka yang muda membantu yang lebih tua. Gotong-royong antar penghasilan ialah mereka yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.

3. Pemerataan perlindungan Dengan ketentuan wajib yang ditegakkan secara konsisten, maka pada dasarnya setiap tenaga kerja mendapatkan perlindungan jaminan sosial. Tenaga kerja yang bekerja di peusahaan besar maupn di perusahaan menengah dan perusahaan kecil berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Perlindungan dasar memungkinkan diikuti oleh setiap pengusaha dan tenaga kerja karena pembiayaannya dapat terjangkau.

4. Kemanfaatannya terjamin Peraturan perundang-undangan menjamin kesinambungan kepesertaan. Dengan kesinambungan kepesertaan, perkiraan dan proyeksi dapat dilakukan jauh ke depan secara lebuh akurat. Dengan demikian solvabilitasnya tetap terjamin. Dengan demikian kemanfaatankemanfaatannyaakan selalu terjamin, karena penerimaan iurannya juga

akan terjamin kesinambungannya. Dengan kata lain, penyelenggaraannya tidak akan mengenal kebangkrutan.

5. Pendidikan masa depan Ketentuan wajib mendidik tenaga kerja memikirka masa depannya. Tanpa kewajiban umumnya sulit bagi tenaga kerja untuk menyisihkan sedikit dari penghasilannya guna kepentinga jaminan sosial hari tua, waktu sakit, bila mengalami kecelakaan atau meninggal dunia. Demikian juga, ketentuan wajib memaksa pengusaha memikirkan jaminan sosial bagi karyawannya.

B. Tahap Kepesertaan

1. Pada hakekatnya, kepesertaan dan pengusaha dan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja bersifat wajib. Namun karena luasnya kepesertaan, maka pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan teknis, administratif, dan oprasional. 2. Kepesertaan pengusaha yang semula dalam program ASTEK untuk mereka yang mempunyai 100 orang tenaga kerja atau lebih. Dengan berlakunya program jaminan sosial, syarat kepesertaan tersebut diteruskan, yaitu 10 orang tenaga kerja atau lebih, atau membayar upah sebesar Rp1.000.000 atau lebih sebulan. 3. Kepesertaam tenaga kerja pada dasarnya meliputi seluruh tenaga kerja sesuai pengertiannya dalam undang-undang no. 14 tahun 1969 yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Di dalam hubungan kerja artinya tenaga kerja yang mempunyai perjanjian kerja dengan pengusaha atau perorangan, seperti karyawan pengusaha, pembantu rumah tangga. Di luar hubungan kerja artinya tenaga kerja mandiri, seperti dokter, pengacara, akuntan, pedagang. 4. Pentahapan kepesertaan tenaga kerja saat ini masih menyangkut tenaga kerja dalam hubungan kerja dengan pengusahan atau perorangan, termasuk tenagaborongan dan harian lepas. Kepesertaan tenaga kerja mandiri ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

C. Kepesertaan Persial

1. Pengusah atau kontraktor di sektor konstruksi umumnya mempekerjakan pekerja harian lepas. Dalam hal ini, hubungan kerja tidak boleh untuk waktu lebih dari 3 bulan berturut-turut, sesudah itu pekerja harian lepas hanya dapat dipekerjakan kembali sesudah waktu 20 hari. 2. Oleh karena itu, maka sifat dan pekerjaannya dapat berubah-ubah dalam waktu maupun volumenya, upah didasarkan atas kehadiran pekerja secara harian, dan pihak pengusaha maupun pihak pekerja bebas memutuskan hubungan kerja tanpa syarat. 3. Dalam keadaan demikian maka hubungan kerja tersebut tidak pasti, sehingga kepesertaan p

Anda mungkin juga menyukai