Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Definisi

Penyakit ini terutama menyerang kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung Mycobacterium Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk. Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20an dan 30an. bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria. 2.2 Epidemiologi Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India.[3] Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. [4] Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti India dan Vietnam. Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri

penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali. Di Indonesia diketahui 22.175 orang menderita lepra. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan Brasil dengan prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk. 2.3 Etiologi Penyebab Morbus Hansen (lepra/kusta) adalah Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik Berbentuk basil dengan ukuran 3 8 UmX0,5 Um, http://id.wikipedia.org/wiki/Gram_positif”>gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium. Gambar 1. Mycobacterium Leprae Mycobacterium Leprae merupakan basil tahan asam dan tahan alkohol, obligat intrasel, dapat diisolasi dan diinokulasi ,tetapi tidak dapat dibiakkan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Zielhl Nielsen, dengan sediaan diambil dari kedua cuping telinga dan lesi yang ada dikulit, dan didapatkan gambaran BTA positif dengan gambaran globi. Klasifikasi morbus Hansen terbagi 2 yaitu menurut Ridley dan Jopling dengan tipe atau bentuk : TT, BT, BB, BL, LL sedangkan menurut WHO yaitu : tipe pausibasiler dan multibasiler. Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid) Merupakan bentuk yang tidak menular. Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi,

punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas. Komplikasi saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal daripada bentuk basah. Pemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebab. Bentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi. Kusta bentuk basah(tipelepromatosa) Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lain.. Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta. Kelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecilkecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagai benjolanbenjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di badan, muka dan daun telinga. Sering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung. Kecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit. Pada bentuk yang parah bisa terjadi muka singa (facies leonina). Tabel 1. Diagnosis klinis menurut WHO (1995) PB MB 1-5 lesihipopigmentasi/eritema

Lesi kulit (makula datar, papul yang meninggi, nodus) distribusi tidak semetris hilangnya sensasi yang

Jelas > 5 lesidistribusi lebih simetris

hilangnya sensasi

kurang jelas Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya senses/ kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena) Hanya satu cabang saraf 2.4 Patofisiologi Kuman masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernapasan dan kulit yang tidak intak atau tidak utuh. Sumber penularannya adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (Tipe Multibasiler) yang belum diobati. Dan ada syaratnya yaitu Prolonged contact dan intimate. Artinya bisa menular jika terdapat kontak yang lama dan intim. Misal dalam satu anggota keluarga, pergaulan sehari-hari. 2.5 Patogenesis reaksi Kusta Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalan kronis penyakit kusta yang dianggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta. Ada dua tipe reaksi dari kusta yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe I sering disebut reaksi lepra non nodular merupakan reaksi hipersensitifitas tipe IV ( Delayed Type Hipersensitivity Reaction ). Reaksi tipe I sering kita jumpai pada BT dan BL. M. Leprae akan berinteraksi dengan limfosit T dan akan mengakibatkan perubahan sistem imunitas selluler yang cepat. Hasil dari reaksi ini

ada dua yaitu upgrading reaction / reversal reaction , dimana terjadi pergeseran ke arah tuberkoloid ( peningkatan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada respon terhadap terapi, dan downgrading, dimana terjadi pergeseran ke arah lepromatous ( penurunan sistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada awal terapi (Wahyuni, 8:2009). Reaksi kusta tipe II adalah hipersensitivitas humoraltepatnya hipersensitivitas tipe III. Reaksi tipe dua sering juga disebut eritema nodosum lepromatous. Reaksi ini sering terjadi pada pasien LL. M. Lepraeakan berinteraksi dengan antibodi membentuk kompleks imun dan mengendap pada pembuluh darah. Komplemen akan berikatan pada komples imun dan merangsang netrofil untuk menghasilkan enzim lisosom. Enzim lisosom akan melisis sel. 2.6 Diagnosis Diagnosis berdasarkan atas : Anamnesa Gambaran klinis Ditemukannya bercak kulit yang mati rasa Pada pemeriksaan didapatkan : Penebalan cuping telinga (+) madarosis (+) Kulit kering (+) Saraf facialis : kerusakan (+), penebalan (-) Saraf aurikularis magnus : kerusakan (-), penebalan (+) Saraf medianus : kerusakan (+), penebalan (-) Saraf ulnaris : kerusakan (+), penebalan (-) saraf peroneus : kerusakan (+), penebalan (-)

Gambar 2. Letak saraf tepi yang berhubungan dengan kusta Gambar 3. Cacat pada kusta Gambar 4. Lesi pada kusta Pada pemeriksaan laboratorium pengecatan ZN : ditemukan bakteri tahan asam berwarna merah (globi). Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP). 1 + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP 2+Bila 1 10 BTA dalam 10 LP 3+Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP 4+Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP 5+Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP 6+Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP 2.6 Diferential Diagnosa Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasis versikolor,Ptiriasis alba, Tinea korporis , dll. Pada lesi papul, Granuloma annulare, lichen planus dll. Pada lesi plak, Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada

lesi nodul, Acne vulgaris, neurofibromatosis dll. Pada lesi saraf, Amyloidosis, diabetes, trachoma dll. Vitiligo, makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit. Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan makula putih yang dapat meluas. Patogenesis vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral, hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia. Hipotesis autoimun, ada hubungan dengan hipotiroid Hashimoto, anemia pernisiosa dan hipoparatiroid. Hipotesis neurohumeral, karena melanosit terbentuk dari neural crest maka diduga faktor neural berpengaruh. Hasil metabolisme tirosin adalah melanin dan katekol. Kemungkinan ada produk intermediate dari katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat, dan pembuluh darah, terhadap respon transmitter saraf misalnya setilkolin. Hipotesis autotoksik,hasil metabolisme tirosin adalah DOPA lalu akan diubah menjadi dopaquinon. Produk produk dari DOPA bersifat toksik terhadap melanin. Pajanan terhadap bahan kimia, adanya monobenzil eter hidrokuinon pada sarung tangan dan fenol pada detergen. Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah yang paling sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama bagian atas jari, periofisial pada mata, mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor.Lesi bilateral atau simetris. Mukosa jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva. Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal dapat dibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi tidak segmental, vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang distribusinya sesuai dengan dermatom,

dan mukosal yang hanya terdapat pada mukosa. Vitiligo generalisata juga dapat dibagi tiga yaitu vitiligo acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal ekstremitas dan muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo campuran adalah makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total. Ptiriasis versikolor,disebabkan oleh Malaize furfur. Patogenesisnya adalah terdpat flora normal yang berhubungan denganPtiriasis versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau Pitysporum oval. Malaize furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi ada dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalah akibat rendahnya imun penderita dsedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara dan keringat. Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diprosuksi oleh Malaize furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanin. Gejala klinis Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat superfisialis, bercak berwarna warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi dengan menggunakan lampu wood akan berwarna kuning muda, papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara mikroskopik akan kita peroleh hifa dan spora ( spaghetti and meat ball). Tinea korporis, dermatiofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) . Gejala klinisnya adalah lesi bulat atau lonjong, eritema, skuama, kadang papul dan vesikel di pinggir, daerah lebih terang, terkadang erosi dan krusta karena kerokan, lesi umumnya bercak bercak terpisah satu dengan yang lain, dapat polisiklik, dan ada center healing.

Lichen Planus, ditandai dengan adanya papul papul yang mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul papul berwarna merah, biru, berskuama, dan berbentuk siku siku. Lokasinya diekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Rasanya sangat gatal, umumnya membaik 1 2 tahun. Hipotesis mengatakan liken planus merupakan infeksi virus. Psoriasis, penyebabnya autoimun bersifat kronik dan residitif. Ditandai dengaadanya bercak bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, Koebner. Gejala klinisnya adalah tidak ada pengaru terhadap keadaan umum, gatal ringan, kelainan pada kulit terdiri bercak bercak eritema yang meninggi atau plak dengan skuama diatasnya, eritema sirkumskrip dan merata tapi pada akhir di bagian tengah tidak merata. Kelainan bervariasi yaitu numuler, plakat, lentikulerdan dapat konfluen. Akne Vulgaris, penyakit peradangan menahun folikel pilosebaseayang umumnya pada remaja dan dapat sembuh sendiri. Gejala klinisnya adalah sering polimorf yang terdiri dari berbagai kelainan kulit, berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut akibat aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik maupun yang hipertopik. Neuropatik pada diabetes, gejalanyatergantung pada jenis neuropatik dan saraf yang terkena. Beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak menunjukkan gejala apapun. Gejala ringan muncul lebih awal dan kerusakan saraf terjadi setelah beberapa tahun. Gejala kerusakan saraf dapat berupa kebas atau nyeri pada kaki, tangan , pergelangan tangan, dan jari jari tangan, maldigestion, diare, konstipasi, masalah pada urinasi, lemas, disfungsi ereksi dll. Defisiensi vitamin B6,gejala klinis termasuk seboroik dermatitis, cheilotis, glossitis, mual, muntah, dan lemah. Pemeriksaan neurologis menunjukka penurunan

propiosepsi dan vibrasi dengan rasa sakit dan sensasi temperatur, refleks achilles menurun atau tidak ada. Defisiensi folat, gejala klinisnya tidak dapat dipisahkan dengan defisiensi kobalamin ( vitamin B12) walaupun demensia lebih dominan. Pasien mengalami sensorimotor poly neuropathy dan demensia. 2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Non Medikamentosa Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis therapeutik. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap lepra. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bisa disembuhkan, tetapi pengobatan akan berlangsung lama, antara 12-18 bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di puskesmas dan tidak boleh putus obat. Jika dalam masa pengobatan, tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan, maka harus segera mencari pertolongan ke saranan pelayanan kesehatan. Penyakit ini mengganggu syaraf sehingga mungkin akan terjadi kecacatan jika tidak ada tindakan pencegahan. Cuci tangan dan kaki setiap sesudah bekerja dengan sabun, terutama yang banyak mengandung pelembab, bukan detergen. Rendam jari kaki/tangan sekitar 20 menit dengan air dingin. Apabila kulit sudah lembut, gosok kaki dengan busa agar kulit kering terkelupas. Untuk menambah kelembaban dapat diolesin minyak (baby oil). Secara teratur periksa kaki, apakah ada luka, kemerahan atau nyeri dan segera mencari pertolongan medis.

Proteksi jari tangan dan kaki, misalnya memakai sepatu, hindari berjalan jauh atau menghindari bersentuhan dengan benda-benda tajam 2.7.2 1. Medikamentosa Pausibasiler

Rifampicin 600 mg/bulan, diminum depan petugas DDS (diamino difenil sulfon) 100 mg/hari Pengobatan diberikan teratur selama 6 bulan dan diselesaikan maksimal 9

bulan . Setelah selesai minum 6 dosis RFT 2. Multibasiler

Rifampicin 600 mg/ bulan Lamprene 300 mg/bulan Ditambah : Lampree 50 mg/hari DDS 100 mg/hari Pengobatan diberikan teratur selama 12 bulan dan diselrsaikan maksimal 18

bulan. Setelah selesai minum 12 dosis RFT 2.7.3 Mekanisme Kerja Obat

Rifampicin : Bakteriosid (membunuh kuman) menghambat DNA dependent

RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada sub unit beta. DDS : Bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) antagonis

kompetitif dari para aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Lamprene : Bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta bekerja dengan

menghambat siklus sel dan transport dari NAK ATPase. 2.7.4 Efek Samping Obat

RIFAMPICIN Pernapasan ; sesak , collaps Hepatitis, Ginjal. Saluran cerna : Nyeri,mual,muntah,diare. Kulit : urticaria. Flu syndrom : Demam,menggigil,sakit tulang, DDS (diamino difenil sulfon) Dermatitis exfoliatif. Hepatitis, Ginjal. Sal cerna : Anorexia,mual,muntah. Anemia. Saraf : neuropati perifer, sakit kepala,vertigo,psikosis, sulit tidur, kabur. LAMPRENE penglihatan

Saluran cerna : Diare, nyeri lambung 2.7.5 Prognosis Setelah program terapi obat, biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah manajemen gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan kerjasama dengan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, oftalmologis, dan rehabilitasi BAB III RINGKASAN 3.1 Ringkasan

Lepra (penyakit hansen) adalah infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang bersifat intraseluler obligat, saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini terutama menyerang kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung Mycobacterium Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Gejala klinis dapat berupa kelainan saraf tepi (kerusakaan dapat bersifat sensorik, motorik, san aautonomik). Kerusakan Sensorik : hipoanastesi, anastesi pada lesi. Motorik : kelemahan otot (ekstremitas, muka, otot mata). Autonomik : Persarafan kelenjar keringat sehingga lesi terserang nampak lebih kering.

Morbus Hansen jika didiagnosis dini dan pengobatan tepat dan segera menghasilkan prognosis baik DAFTAR PUSTAKA Armaeur H. 1875. Morbus Hansen. Asing I. 2009. Morbus Hansen (kusta/lepra). Askep gangguan muskuloskeletal. Barakbah J. Prof. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya Djuanda, adi, Hamzah Mochtar, Aizah siti, 2005. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi 4. FK UI.Jakarta Erfandi. 2010. Penyakit Kusta dan Asuhan Perawatan Fadillah Y. 2008. Morbus Hansen (Lepra) .

Anda mungkin juga menyukai