Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari bermacam-macam organ tubuh dan rongga mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang cukup unik sehubungan dengan kesehatan seseorang, karena rongga mulut merupakan pintu pertama masuknya bahan-bahan kebutuhan untuk pertumbuhan individu yang sempurna serta kesehatan yang optimal.1 Nutrisi yang cukup serta asupan makanan yang bergizi merupakan kunci utama bagi pertumbuhan anak yang optimal, namun adanya rasa sakit pada gigi dan mulut menyebabkan menurunnya selera makan mereka. Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, maka akan mengakibatkan anak kekurangan gizi yang berdampak pada menurunnya kemampuan dan prestasi belajar yang berujung pada hilangnya masa depan mereka.2 Beberapa peneliti menyatakan penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang paling banyak diderita masyarakat. Hasil studi morbiditas SKRT-SURKESNAS 2001 menunjukkan bahwa dari sepuluh kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat Indonesia, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama mencapai 60% dari jumlah penduduk secara keseluruhan, ini berarti lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia pernah menderita penyakit gigi dan mulut. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan rongga mulutnya.2,5 Di Jakarta yang merupakan ibukota negara Republik Indonesia, 90% anak mengalami masalah gigi berlubang dan 80% menderita penyakit

Universitas Sumatera Utara

gusi, persentase tingginya angka penyakit gigi dan mulut tersebut diduga lebih parah di daerah serta pada anak-anak dari golongan ekonomi menegah kebawah,2 hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit termahal keempat dalam pengobatan (The World Oral Health Report, 2003).3 Masalah gigi dan mulut memang tidak termasuk dalam daftar penyakit yang mematikan. Kondisi inilah yang membuat sebagian masyarakat mengesampingkan upaya mencegah bahkan juga mengobati penyakit gigi dan mulut, padahal berbagai kelainan rongga mulut dapat merupakan manifestasi suatu penyakit sistemik seperti diabetes, penyakit jantung koroner, kelainan darah, defisisensi nutrisi, AIDS, dan bahkan kelainan yang mengarah kepada keganasan (kanker).1-4 Selain itu, infeksi di rongga mulut juga dapat menjadi sumber infeksi bagi organ tubuh lainnya yang disebut fokal infeksi seperti pneumonia dan penyakit saluran pencernaan.3 Pada penderita defisiensi nutrisi, pemeriksaan rongga mulut dapat memberikan informasi yang cepat dan vital tentang keadaan gizi pasien. Keilitis angularis merupakan manifestasi oral yang paling sering dijumpai pada penderita kurang gizi, umumnya terjadi pada anak-anak yang masih muda usia dekade pertama dan kedua kehidupan. Bila masalah ini tidak segera ditangani, maka efek yang ditimbulkannya tidak hanya di sekitar rongga mulut saja, tetapi dapat berimbas kepada kesehatan secara umum dan bahkan fungsi mentalnya.6 Sekolah maupun keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang sejak dini harus mendidik anak untuk disiplin memperhatikan kebersihan dan kesehatan rongga mulutnya, sebab pada usia belialah upaya edukasi dan pencegahan terhadap penyakit lebih efektif dilakukan. Walaupun program UKS (Unit Kesehatan Sekolah)

Universitas Sumatera Utara

yang di dalamnya terkandung PKG (Pendidikan Kesehatan Gigi) sebagian besar sudah dimiliki sekolah-sekolah di Indonesia, namun kegiatan ini belum dapat dilaksanakan secara optimal, hal ini terkait dengan keterbatasan fasilitas serta kurangnya pengetahuan dari pihak sekolah.2 Menurut beberapa peneliti, penelitian lesi mukosa mulut pada anak-anak maupun remaja smasig sangat kurang dibandingkan dengan penelitian lesi mukosa mulut pada orang dewasa, padahal penyakit mulut dapat mengganggu fungsi rongga mulut sebagai pintu gerbang masuknya makanan untuk keperluan pertumbuhan dan juga dapat merupakan manifestasi oral dari penyakit sistemik tertentu.1,7-8 Shulman dalam penelitiannya pada 10.030 anak dan remaja usia 2-17 tahun, 914 orang diantaranya memiliki total 976 lesi. Daerah-daerah yang paling banyak dijumpai lesi yaitu bibir (30,7 %), dorsum lidah (14,7 %), dan mukosa bukal (13,6 %). Prevalensi terjadinya lesi mukosa mulut lebih banyak pada laki-laki (11,76 %) dibandingkan dengan perempuan (8,67 %). Lesi yang paling umum terjadi yaitu cheek bite (1,89 %), apthous stomatitis (1,64 %), recurrent herpes labialis (1,42 %), dan geographic tongue (1,05 %).8 Pada penelitian Parlak mengenai prevalensi lesi rongga mulut dan hubungannya dengan anemia terhadap 260 orang anak usia 13-16 tahun di Turky, diperoleh hasil yaitu lesi rongga mulut yang umum terjadi adalah angular chelitis 9 %, linea alba 5,3 %, aphthous ulceration 3,6 % dengan kesimpulan bahwa hanya angular cheilitis yang memiliki pengaruh signifikan terhadap terjadinya anemia.9 M del Rosario melakukan penelitian untuk menentukan epidemiologi penyakit mulut yang terjadi di kalangan anak-anak. Pada penelitian ini Rosario mengumpulkan sejumlah data dari penelitian terdahulu baik yang bersifat nasional maupun

Universitas Sumatera Utara

internasional, kemudian dilihat lesi apa saja yang paling dominan terjadi pada anakanak. Dari hasil penelitiannya, Rosario menemukan beberapa lesi jaringan mulut yang sering terjadi yaitu recuren apthous stomatitis (0,9-10,8%), fissured tongue (1,49-23%), traumatic injury (0,09-22,15%), oral candidiasis (0.01-37%), herpes labialis (0,78-5,2%) dan geographic tongue (0,60-9,8%).10 Penelitian Nurmala dan Wilda tahun 2007 mengenai kesehatan gigi dan mulut pada 742 murid sekolah di delapan kecamatan di kota Medan, diperoleh hasil bahwa kelainan rongga mulut yang umum diderita yaitu abses 3,0%, lesi ulser 2,8%, kandidiasis 1,9%, lesi merah dan lesi putih serta benjolan ditemukan 2,3%. Dari hasil pemeriksaan lainnya diperoleh skor rata-rata tingkat kebersihan rongga mulut mereka yaitu 1,3-1,33, skor ini menunjukkan kebersihan rongga mulut anak dalam tingkat sedang dan berpeluang besar mengarah ke tingkat yang lebih buruk mengingat 45,40% anak tidak menyikat gigi, 43,80% orang tua mereka yang kadang-kadang dan bahakan tidak pernah memotivasi anak untuk menyikat gigi, dan 16,76% anak yang hanya membiarkan dan tidak mengobati penyakit gigi.11 Dari hasil penelitian di atas, dapat dilihat bahwa anak usia sekolah yang bertempat tinggal di daerah perkotaan tidak terlepas dari kelainan rongga mulut dan kepedulian terhadap kesehatan gigi dan mulut yang kurang, padahal tenaga dan fasilitas kesehatan lebih banyak tersedia di kota dibanding dengan daerah pedesaan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kondisi kesehatan rongga mulut terkhusus anak usia sekolah yang bertempat tinggal di daerah pedesaan, apakah lebih buruk atau tidak memiliki perbedaan yang berarti.

Universitas Sumatera Utara

Pada kesempatan kali ini penulis akan melakukan penelitian mengenai prevalensi penyakit mulut pada anak-anak usia 12-15 tahun di desa Ujung Rambung yang merupakan desa binaan Universitas Sumatera Utara. Desa Ujung Rambung terletak di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Desa ini memiliki sembilan dusun dengan jumlah penduduk 3.012 jiwa dengan 621 KK, yang terdiri dari 1.599 laki-laki dan 1.413 perempuan. Sarana pendidikan yang tersedia di desa ini terdiri dari 2 SD/MI Negeri, 1 SD/MI Swasta, 1 SLTP/MTs Swasta. Berdasarkan survei lapangan, mata pencaharian masyarakat desa ini berada pada sektor pertanian, sektor perkebunan/perladangan, sektor peternakan, industri kecil hingga sedang, dan sektor jasa. Tenaga kesehatan yang terdapat di desa ini hanya tiga orang bidan desa dan tidak terdapat fasilitas kesehatan seperti posyandu, polindes, praktek dokter umum, terlebih lagi praktek dokter gigi.12 Dengan kondisi daerah seperti yang telah dipaparkan di atas, dimana tenaga kesehatan yang kurang serta fasilitas kesehatan yang tergolong minim, kemungkinan untuk megalami masalah kesehatan rongga mulut terkhusus pada anak dan remaja di desa tersebut dapat lebih besar bila dibandingkan dengan anak dan remaja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan dimana fasilitas dan tenaga kesehatan lebih banyak tersedia. Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan preventif dan kuratif sedini mungkin untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut anak di desa ini.

1.2

Permasalahan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dimana tidak sedikit anak-anak yang menderita penyakit mulut dan adanya manifestasi oral

Universitas Sumatera Utara

penyakit sistemik serta bahaya penyakit mulut apabila tidak ditanggulangi sedini mungkin, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Rambung? Berapakah prevalensi penyakit mulut pada anak usia 12-15 tahun di Apakah ada penyakit mulut pada anak usia 12-15 tahun di Desa Ujung

Desa Ujung Rambung? Bagaimanakah jenis, dan lokasi lesi mukosa mulut pada anak usia 12-15

tahun di Desa Ujung Rambung?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui apakah ada penyakit mulut pada anak usia 12-15

tahun di Desa Ujung Rambung. Untuk mengetahui prevalensi penyakit mulut pada anak usia 12-15

tahun di desa ujung Rambung. Untuk mengetahui jenis dan lokasi lesi-lesi mukosa mulut pada anak

usia12-15 tahun di Desa Ujung Rambung.

1.4

Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui prevalensi penyakit mulut yang terdapat pada anak-anak usia 12-15 tahun di Desa Ujung Rambung, maka diharapkan: Dapat digunakan sebagai data awal bagi peningkatan kesehatan rongga

mulut anak-anak secara keseluruhan di Desa Ujung Rambung.

Universitas Sumatera Utara

Dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sebaik-baiknya dalam

menunjang kesehatan rongga mulut pada anak-anak secara keseluruhan di Desa ujung Rambung.. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi program

pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut secara khusus di kalangan usia muda.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai