Anda di halaman 1dari 8

BAB 1 TINJAUAN TEORI 1.

1 Definisi Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000) Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982) 1.2 Etiologi Belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab ialah : Infeksi oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri Obat-obatan, misalnya penicillin, analgetik, antipiretik Faktor endokrin Faktor fisik : sinar matahari, sinar X

1.3 Patofisiologi Alergi obat2an, infeksi mikroorganisme, neoplasma dan faktor endokrin, faktor fisik Reaksi alergi tipe III Terbentuknya kompleks antigen dan antibody Akumulasi neutrofil Melepas limfosit dan sitotoksin Melepaskan lisozim Reaksi radang Kerusakan jaringan kapiler/organ Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Gangguan Integritas kulit Gangguan Persepsi Sensori Gangguan Menelan Konjungtiva Faring Reaksi alergi tipe IV Limfosit T tersintesisasi kontak kembali dengan antigen yang sama

1.4 Manifestasi Klinis Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: 1. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. 2. Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal sedangkan dilubang hidung dan anus jarang. 3. Kelainan mata Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. 1.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium: Tidak ada pemeriksaan (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa. 2. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat. 3. Determine renal function and evaluate urine for blood. 4. Pemeriksaan elektrolit 5. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi. 6. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan 7. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis 8. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosa. 1.6 Komplikasi 1. Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan 2. Gastroenterologi - Esophageal strictures

3. Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina 4. Pulmonari pneumonia 5. Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder 6. Infeksi sitemik, sepsis 7. Kehilangan cairan tubuh, shock

1.7 Prognosis Prognosis lebih buruk bila terdapat purpura. Penanganan yang tepat dan cepat memberikan prognosis cukup memuaskan. Pada keadaan umum buruk dan terdapat bronkopneumonia, penyakit ini dapat mendatangkan kematian. 1.8 Penatalaksanaan 1. Kortikosteroid Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Pasien steven Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 65 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). 2. Antibiotik Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. 3. Infus dan tranfusi darah. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran

dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik. 4. Topikal : Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian 2.1.1 Data Subyektif Pasien mengeluh demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan / sulit menelan. 2.1.2 Data Obyektif

Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura. Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di faring Konjungtiva, perdarahan sembefalon ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

2.1.3 Data Penunjang

Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

2.2 Rencana Asuhan Keperawatan 2.2.1 Diagnosis Keperawatan 1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan. 3. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit 4. Gangguan persepsi sensori; kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitis 2.2.2 Intervensi Keperawatan 1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal. Tujuan : Kerusakan integritas kulit menunjukkan perbaikan Kriteria Hasil : - Tidak ada lesi baru -Lesi lama mengalami involusi

Intervensi dan Rasional 1. 2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian topical R : mencegah infeksi lebih lanjut Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut. R : menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi 3. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi. R : menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria Hasil : - Berat badan stabil - Diet yang disediakan habis Intervensi dan Rasional 1. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan 2. Berikan diit tinggi kalori/protein. R : mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan 3. Observasi kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai. R : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukkan 4. Kolaborasi dengan ahli gizi. R : berguna untuk membuat kebutuhan nutrisi individu berdasarkan berat badan dan cidera area permukaan tubuh 3. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang Kriteria Hasil : - Pasien melaporkan nyeri hilang/berkurang - Ekspresi wajah / postur tubuh rileks Intervensi dan Rasional 1. Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik. R : Menghilangkan nyeri, menurunkan spasme otot.

2. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan. R : kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri/kemampuan koping menurun 3. Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya R : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan 4. Gangguan persepsi sensori; kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitis Tujuan : Gangguan persepsi sensori teratasi Kriteria Hasil : - Kooperatif dalam tindakan - Menyadari hilangnya penglihatan secara permanen Intervensi dan Rasional 1. Orientasikan terhadap lingkungan. R : memberikan peningkatan kenyamanan dan menurunkan cemas 2. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan penglihatan. R : meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan 3. Observasi ketajaman penglihatan. R : menentukan kemampuan visual

DAFTAR PUSTAKA Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai