Anda di halaman 1dari 151

Find It

The Inspiring Blog all about my life-my activity and as a notes to remind me of (extraordinary) events that (may) occurred Perkembangan, Peluang & Tantangan Profesi Akuntansi Des03 Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu: 1. Periode Kolonial Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah. 2. Periode Sesudah Kemerdekaan Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan dibagi ke dalam enam periode yaitu: a. Periode I [sebelum tahun 1954] Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan. Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar akuntan yang tidak sah. b. Periode II [tahun 1954 1973] Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.

Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal membawa akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik. c. Periode III [tahun 1973 1979] M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik. d. Periode IV [tahun 1979 1983] Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak. e. Periode V [tahun 1983 1989] Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986. Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap

masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik. f. Periode VI [tahun 1990 sekarang] Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah: 1. Tumbuhnya pasar modal 2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun nonbank. 3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia 4. Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu: 1. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat 2. Makin baiknya transportasi dan komunikasi 3. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik 4. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua. Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan: 1. Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan. 2. Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.

3. Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.

Peluang Profesi Akuntansi 1. Peluang profesi Akuntan sangat besar. Akuntan dapat bekerja di semua sektor perekonomian, apalagi bagi mereka yang menguasai IFRS dengan baik 2. Terbukanya kesempatan bagi akuntan untuk berprofesi sebagai Akuntan Publik: Pertumbuhan Akuntan Publik relatif lambat Struktur usia Akuntan Publik sekarang yang lebih dari 50 tahun sebanyak 64% sehingga . kemungkinan terjadi penurunan Akuntan Publik secara signifikan dalam 5 atau 10 tahun ke depan Kebutuhan jasa Akuntan Publik semakin meningkat 3. Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) dan International Standard on Auditing (ISA) di Indonesia pada tahun 2012, merupakan tantangan dan peluang bagi profesi Akuntan dan Akuntan Publik. Tantangan Profesi Akuntansi 1. Dimulai proses adopsi dan konvergensi standar akuntansi keuangan dari FASB oriented yang notabene American Business Environment ke IFRS pada tahun 2011. 2. Adopsi dan konvergensi IFRS seiring dengan tuntutan terhadap profesi akuntan, yang professional dan setara dengan profesi akuntan internasiona. 3. Integritas, etika dan moral profesi akuntan ketika sudah menduduki suatu jabatan. Apalagi saat ini beberapa kasus seperti pencucian uang cukup menjadi perhatian publik. 4. Faktor Globalisasi, adopsi dan konversi IFRS mengharuskan para Akuntan untuk menguasai bahasa asing http://theinspiringblog.blogspot.com/2010/12/perkembangan-profesi-akuntan-di.html ubungan IFRS, Tanggung Jawab Sosial dan Pendidikan Akuntansi di Indonesia Posted: July 14, 2011 in Uncategorized 0 Pengertian IFRS

IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).

Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)

Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.

Struktur IFRS

International Financial Reporting Standards mencakup: * International Financial Reporting Standards (IFRS) standar yang diterbitkan setelah tahun 2001 * International Accounting Standards (IAS) standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001

* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) setelah tahun 2001 * Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)

Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi

digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan.

Konvergensi ke IFRS di Indonesia

Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.

Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB.

Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia,

terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)

Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.

Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)

Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.

IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.

IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.

IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.

Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periodeperiode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :

1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan

2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS

3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna

Tanggungjawab Sosial Akuntan

Akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan perluasan pertanggungjawaban organisasi (perusahaan) diluar batas-batas akuntansi keuangan tradisional (konvensional), yaitu menyediakan laporan keuangan yang tidak hanya diperuntukkan kepada pemilik modal khususnya pemegang saham saja. Perluasan ini didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas dan tidak sekedar mencari uang untuk para pemegang saham saja, namun juga bertanggung jawab kepada seluruh stakeholders. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pun telah mengakomodasi tentang akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 paragraph ke-9 : Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia

Hingga saat ini pendidikan akuntansi di Indonesia berkiblat pada praktek-praktek akuntansi negara Amerika. Acuan yang digunakan adalah standar FASB dimana standar tersebut merupakan standar yang digunakan di Amerika. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) pun juga merupakan adopsi dari FASB yang mana FASB diambil dari fenomenafenomena akuntansi di Amerika. Selain itu, buku-buku yang dipakai dalam bangku kuliah di Indonesia adalah buku terbitan dari negara Amerika.

Hubungan IFRS, Tanggungjawab Sosial Akuntan dan Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia

Isu IFRS telah lama mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di dunia. Tidak hanya aspek ekonomi, sejak direncanakan perubahan PSAK dan dilakukan konvergensi PSAK ke IRFS, berbagai aspek ekonomi, sosial dan politik mengalami perubahan yang semakin kompleks. Penyusunan standar keuangan baru dipengaruhi berbagai unsur politik, sosial, ekonomi, dsb yang

saling terkait satu sama lain dan tentunya juga berpengaruh pada fenomena yang akan terjadi setelah standar-standar keuangan tersebut diaplikasikan pada praktek akuntansi.

Dalam aspek ekonomi, standar Akuntansi yang disusun oleh para akuntan cenderung mengarah pada dunia bisnis atau perekonomian dunia. Begitu juga IFRS yang disusun oleh IASB masih terfokus pada dunia bisnis dan perekonomian dunia. Bagaimana tidak, pada IFRS Chapter 2, mengenai presentation of financial statements, dijelaskan bahwa setiap investor membutuhkan informasi entitas yang dapat membantu investor dan pengguna-pengguna laporan keuangan lainnya dalam membuat keputusan ekonomi. Artinya dalam penyajian laporan keuangan hanya ditujukan untuk keputusan ekonomi dan mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi tanpa melihat aspek-aspek lainnya yang akan dipengaruhi oleh IFRS itu sendiri. Dengan kata lain, IFRS disusun dan diadopsi lebih tertuju pada para investor atau pemegang saham. Karena selain manajer perusahaan yang mengambil keputusan ekonomi, pemegang saham merupakan salah satu stakeholder yang paling membutuhkan data informasi keuangan yang relevan dengan keadaan ekonomi yang setiap saat mengalami perubahan. Konvergensi IFRS yang terjadi di Indonesia pun juga demikian. Hingga saat ini, harmonisasi yang dilakukan oleh DSAK tentunya mengadopsi IFRS yang tertuju pada para pemegang saham. Para pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada stakeholder-stakeholder lainnya. Karena salah satu tujuan dari IFRS disusun dan diadopsi adalah untuk melindungi para pemegang saham dari informasi pelaporan keuangan yang terdistorsi atau kurang relevan. Dengan informasi yang relevan dan wajar, maka para pemegang saham dapat dipastikan mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam kondisi ekonomi tertentu. Karena informasi yang relevan dengan keadaan pasar atau dengan keadaan ekonomi masa kini tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi investor, dimana investor/pemegang saham dapat memperbesar kapitalisme di negara Indonesia. Bahkan sebelum adanya konvergensi IFRS, PSAK cenderung terfokus pada entitas dan pemegang saham, sebagai contoh PSAK 50 dan 55 yang mengatur mengenai efek dan derivatif, dimana efek dan derivatif merupakan alat bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Setelah adanya konvergensipun juga demikian, dimana konvergensi PSAK 50 dan 55

yang telah direvisi pada tahun 2006 tersebut belum memberikan suatu perubahan arah fokus selain kepada para investor.

IFRS yang diadopsi ke PSAK ini juga mengarah pada kepentingan manajemen. Beberapa aturan yang terdapat dalam PSAK mengatur segala operasi perusahaan secara detail. Sebagai contoh, kapitalisasi beban untuk perusahaan pertambangan pada ED PSAK nomor 33, dimana dijelaskan bahwa perusahaan dapat mengkapitalisasi biaya eksplorasi tanpa ada perkecualian. Sehingga memudahkan bagi perusahaan untuk menyusun laporan keuangan dan mengklasifikasikan biaya dalam akun-akun. Selain itu, hal ini juga menguntungkan bagi perusahaan dalam mengakapitalisasi, dimana dengan kapitalisasi ini perusahaan mempunyai Aset yang lebih besar dalam laporan keuangan.

Dengan konvergensi IFRS, perusahaan-perusahaan melakukan pelaporan keuangan akan lebih mudah, lebih hemat biaya dan terjadi sedikit penyesuaian laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu tujuan konvergensi IFRS, dimana lebih memudahkan perusahaan dalam melakukan pelaporan keuangan. Sehingga fokus penyusunan IFRS, maupun konvergensi pada PSAK pun juga terfokus pada kepentingan manajemen atau perusahaan itu sendiri.

Pengadopsian IFRS yang dilakukan DSAK ini juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Penyusunan PSAK baru didominasi oleh para akuntan yang memiliki sudut pandang bisnis dan perekonomian. Permasalahan politik yang terjadi hingga saat ini sangat kurang diperhatikan dan pemerintah hanya mendapatkan informasi mengenai laporan keuangan saja tanpa memperhatikan unsur politik. Unsur politik adalah yang paling utama dalam pemerintahan Indonesia. Seperti yang dilansir dalam Majalah Akuntansi Indonesia, hingga saat ini proporsi orang politik lebih besar daripada para profesional yang menekuni bidangnya. Sehingga dapat dipastikan profesional dalam bidang akuntansi dan keuangan sangat kurang. Berdasarkan survei yang dilakukan redaksi Akuntansi Indonesia, Dari 155 kuisioner yang dibagikan pada pemerintah, 54 persen dari kuisioner merupakan orang-orang yang mengaku tidak paham mengenai bidang akutansi, dan sisanya adalah yang paham mengenai bidang akuntansi. Hal ini

menandakan kurangnya perhatian pemerintah dalam bidang akuntansi dan masih banyak oknum pemerintah yang belum paham mengenai akuntansi. Sehingga dapat muncul sikap yang apatis mengenai penyusunan standar akuntansi keuangan. Belum lagi dengan kejadian korupsi di kubu pemerintahan yang hingga saat ini makin marak. Korupsi yang tidak ada hentinya ini menyebabkan pemerintah terlalu disibukkan permasalahan korupsi sehingga pemerintahpun tidak memperhatikan permasalahan bidang ekonomi, seperti konvergensi IFRS yang setiap waktu dapat berubah.

Tanggung Jawab seorang akuntan di masa mendatang memang dirasa cukup dilema karena dengan segala kemudahan-kemudahan yang didapat, maka akan menguntungkan pihak kapitalisme yang semakin lama semakin menguasai perekonomian dunia. Dengan adanya konvergensi IFRS ini, para akuntan lebih fokus pada kepentingan perusahaan atau investor. Dengan aturan-aturan yang terfokus pada investor dan perusahaan, tanggung jawab seorang akuntan hanya sebatas kepada perusahaan dan investor. Hingga saat ini pun, akuntan lebih memprioritaskan fee dari pekerjaan akuntansi, dimana pemberi fee adalah pihak manajemen/perusahaan atau investor itu sendiri. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya subjektivitas terhadap perusahaan atau investor dan akuntan bekerja tidak mengutamakan independensi tetapi mengutamakan gaji/fee.

Tanggung jawab akuntan masih terbatas pada investor atau perusahaan. Padahal seorang akuntan tidak hanya melayani jasa pelaporan keuangan untuk investor atau perusahaan. Seorang akuntan dituntut menjadi akuntan yang dapat memberikan tanggung jawab kepada seluruh stakeholder dengan penuh keadilan dimana laporan keuangan yang disusun oleh akuntan adalah relevan. Sehingga Akuntan-akuntan diharapkan untuk memiliki tanggung jawab sosial yang baik agar dapat memenuhi semua kepentingan stakeholder.

Perlu adanya pengkajian ulang tentang tanggung jawab akuntan pada proses kovergensi IFRS, dimana kepentingan-kepentingan para stakeholder perlu didiskusikan agar PSAK yang baru tidak hanya terfokus pada kepentingan perusahaan/investor saja. Ruang lingkup dalam PSAK perlu

diperluas dimana PSAK baru dapat mengandung tanggung jawab sosial akuntan. Tidak hanya tanggung jawab sosial, masalah etika akuntan perlu dikaji kembali dan PSAK baru mampu mengcover permasalahan-permasalahan tanggung jawab sosial. Pelaporan keuangan diharapkan tidak hanya menampilkan angka-angka dan pengungkapan dari angka-angka tersebut, akan tetapi mampu melaporkan seluruh aspek perusahaan termasuk perlakuan terhadap para stakeholder. Apakah perusahaan telah menyentuh semua stakeholder ataukah belum menjadi suatu pertanggungjawaban perusahaan dan akuntan sebagai penyaji laporan keuangan wajib melaporkan semua mengenai perusahaan.

Seperti yang dikutip dari Majalah Akuntansi Indonesia edisi 17, sebelum dilakukan harmonisasi/konvergensi bertahap, pendidikan akuntansi di Indonesia telah mempunyai beberapa masalah dan salah satunya adalah kompetensi akuntan-akuntan yang tidak berstandar Internasional. Ini menjadi kendala yang masih belum terselesaikan hingga konvergensi IFRS dilaksanakan bertahap. Secara pelaporan keuangan saja, pendidikan akuntansi di Indonesia masih dikatakan lemah. Maka tidak menutup kemungkian pendidikan akuntansi di indonesia masih terfokus pada permasalahan pelaporan keuangan.

Hingga saat ini, pendidikan akuntansi di Indonesia mengacu pada PSAK yang diadopsi dari FASB. Laporan yang dihasilkan pun masih terfokus dengan angka-angka yang mewakili informasi akuntansi sebuah perusahaan. Begitu juga setelah adanya konvergensi IFRS, permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam forum DSAK adalah mengenai masalah pelaporan keuangan saja. PSAK yang telah direvisi ini pun juga masih terlarut dalam pelaporan keuangan. Sehingga seluruh materi yang diberikan dalam kelas akuntansi terfokus pada pelaporan keuangan. Sangat sulit untuk melangkah lebih luas lagi, dimana diharapkan akuntan tidak hanya berada dalam ruang lingkup pelaporan keuangan. Tetapi mempunyai tanggung jawab sosial dan etika yang baik dalam menjalankan tugas sebagai akuntan.

Solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan akuntansi adalah perlu adanya pengkajian ulang mengenai masalah pendidikan dalam proses konvergensi IFRS. Beberapa hal perlu

dipertimbangkan agar pendidikan akuntansi di Indonesia tidak hanya larut pada pelaporan keuangan, melainkan berbagai aspek yang terkait dan dampak-dampak yang muncul setelah konvergensi IFRS dilakukan, termasuk permasalahan pendidikan akuntansi yang terus update dari waktu ke waktu. Pendidikan akuntansi merupakan masalah yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh para akuntanakuntan senior dan sekaligus Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Fenomena-fenomena ekonomi dan permasalahan global lainnya menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan keputusan konvergensi IFRS. Padahal pendidikan sangan berpengaruh pada kualitas akuntan di masa depan. Untuk merubah pendidikan akuntansi di indonesia menjadi lebih baik, kita harus mengkaji ulang konvergensi IFRS ke PSAK, apakah cocok untuk materi di bangku perkuliahan atau tidak. Karena konvergensi IFRS ke PSAK ini merupakan landasan dari semua aktivitas akuntansi, mulai dari materi hingga praktek akuntansi di lapangan.

Selanjutnya dimana para akademisi perlu mengadakan perubahan kurikulum, silabus dan literatur agar akuntan-akuntan di indonesia dapat melakukan tugas sebagai seorang akuntan dengan baik. Karena perubahan-perubahan fenomena akuntansi berkembang dengan cepat dan kita sebagai akuntan juga harus mampu mengikuti perubahan-perubahan yang akan terjadi dimana perubahan-perubahan ini akan memberikan tantangan-tantangan baru bagi para akuntan untuk menjadi akuntan yang mampu memberikan hal terbaik bagi dunia akuntansi.

Tidak menutup kemungkinan pada 2012, PSAK baru dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh (stakeholder, pendidikan, sosial dan aspek-aspek lainnya) akan menjadi standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan pendidikan akuntansi Indonesia yang mampu memanusiakan manusia. Konvergensi IFRS memang harus dikaji sedemikian rupa dengan segala pertimbangan atas fenomena ekonomi dan aspek-aspek lainnya yang dapat berpengaruh serta perlu adanya keikutsertaan para stakeholder yang juga mendapatkan dampak dari konvergensi IFRS itu sendiri. Terutama stake holder eksternal, seperti pemerintah, masyarakat dan sebagainya dimana sangat kurang diperhatikan apresiasinya. Sehingga PSAK baru dapat berpihak pada semua kalangan yang berhak atas informasi pelaporan keuangan.

Penginformasian mengenai pentingnya konvergensi IFRS perlu dipublikasikan kepada berbagai kalangan yang akan menerima dampak saat proses konvergensi dan setelah konvergensi selesai. Indonesia belum siap menghadapi apdopsi IFRS secara penuh pada tahun 2012 tanpa tindakantindakan yang cepat, termasuk publikasi kepada semua kalangan. Penginformasian disertai pengkajian IFRS terus menerus memang perlu dilakukan oleh para akuntan-akuntan, agar Indonesia dapat berkompeten di kancah internasional. Sehingga Indonesia mampu menjalankan roda perekonomian dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat Ulfah Maria. 2008. Analisis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Akuntansi Sosial. Skripsi http://agusw77.files.wordpress.com/2009/10/sap-etika-bisnis-profesi.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2011 http://dewifitriana.blogspot.com/2011/04/jurnal-ifrs.html diakses pada tanggal 3 Juni 2011 http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/583/bab2.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2011

http://www.kanaka.co.id diakses pada tanggal 3 Juni 2011 http://www. wartawarga.gunadarma.ac.id diakses pada tanggal 3 Juni 2011 Share this: http://chattoer.wordpress.com/2011/07/14/hubungan-ifrs-tanggung-jawab-sosial-dan-pendidikanakuntansi-di-indonesia/ Akuntan Indonesia Hadapi Tantangan Laksanakan IFRS 0 0 YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Seiring berjalannya waktu, akuntan Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tantangan terbesar akuntan Indonesia saat ini adalah kewajiban melaksanakan International Financial

Reporting Standard (IFRS) yang sudah dimulai semenjak tahun 2010. Sementara di tahun 2013 para praktisi akuntan publik dituntut melakukan adopsi ISA secara penuh. Menurut Ketua Program Pendidikan Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM Drs Sugiarto MAcc MBA Ak CMA, hal tersebut disebabkan terkait keharusan perusahaan publik melaksanakan transparansi pelaporan keuangan yang semakin meningkat dan good corporate governance yang semakin baik. "Tantangan-tantangan besar tersebut menjadi isu menarik yang didiskusikan oleh organisasi akuntan Indonesia saat ini. Bagaimana akuntan Indonesia akan melakukan berbagai langkah strategik agar dapat menghadapi berbagai tantangan, sekaligus menjadikan akuntan Indonesia unggul baik dari segi kualitas maupun kuantitas," katanya, di Grha Sabha Pramana UGM, saat mewisuda 229 profesi akuntansi baru. Mewakili sambutan orang tua, Bupati Sleman Drs Purnomo mengungkapkan, Pendidikan Profesi Akuntansi tidak saja untuk kehidupan pribadi, namun juga diperlukan bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan negara. Terwujudnya good governance di lingkungan pemerintah dan lembaga bisnis di era saat ini menjadi keharusan. Profesi akuntan tentu berperan besar dalam mewujudkannya, sebab para akuntan menjadi pilar strategis dari sistem akuntabilitas dan transparansi. "Perannya bisa mewujudkan pemerintahan maupun organisasi bisnis yang bersih, berwibawa dan bertanggungjawab. Ini adalah salah satu tantangan sekaligus kesempatan yang harus dimanfaatkan para wisudawan," ungkapnya. ( Bambang Unjianto / CN33 / JBSM ) Untuk berita terbaru, ikuti kami di Twitter dan Facebook Bagi Anda pengguna ponsel, nikmati berita terkini lewat http://m.suaramerdeka.com Dapatkan SM launcher untuk BlackBerryhttp://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/06/24/122184 TANTANGAN BARU BUAT SEORANG AKUNTAN PUBLIK Tekat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) pada tahun 2012 merupakan tantangan yang besar bagi kalangan akuntansi Indonesia, baik bagi kalangan akademisi maupun praktisi akuntansi. Banyak hal dalam IFRS yang akan diadopsi berbeda dengan prinsip yang saat ini berlaku. Beberapa hal terbesar dari perbedaan itu antara lain : 1. Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini. 2. Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, RugiLaba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi

dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha. 3. Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis. Melihat kondisi di atas, tentunya jika adopsi IFRS hanya dipandang sebagai suatu bentuk perubahan laporan maka akan terlalu sempit karena banyak hal dalam operasional perusahaan akan sangat terpengaruh, tidak hanya dalam penyajian Laporan Keuangan saja. Hal yang perlu dilakukan perubahan antara lain : 1. Sistem teknologi informasi akuntansi akan berubah dengan format penyajian Laporan yang berubah, basis penilaian aktiva yang berubah menjadi Fair-value Basis yang tentunya akan mempengaruhi pula sistem lain yang terkait seperti penyusutan, laba-rugi, dan perpajakan. 2. Basis penilaian aktiva tetap berdasarkan nilai wajar akan menimbulkan masalah yang besar, karena perusahaan harus menyediakan Apraisal untuk menilai aktiva tetap perusahaan secara periodik. Disamping itu, penerapan basis penilaian ini juga akan menunggu perubahan Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 79/PMK.03/2008 yang menyatakan bahwa penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan apabila DJP memberikan izin. 3. Perpajakan perusahaan harus melakukan evaluasi konsekuensi yang mungkin timbul sebagai akibat penerapan IFRS. 4. Sistem legal perusahaan harus melakukan evaluasi konsekuensi yang timbul atas penerapan IFRS. 5. Kemungkinan evaluasi struktur organisasi perusahaan. 6. Perlunya alokasi sumber daya yang besar dari perusahaan, mulai persiapan sumber daya manusia, keuangan, dan sistem perusahaan. http://hanihani-hani.blogspot.com/2010/11/tantangan-baru-buat-seorang-akuntan.html Mengidentifikasi laporan keuangan dan cara-cara pelapor dan IFRS

Mengidentifikasi Laporan keuangan yang sering di gunakan adalah (1) pengidentifikasian, pengukuran, dan pengomunikasian informasi keuwangan (2) Entitas Ekonomi (3) pihak yang berkepentingan. Akuntansi keuangan(financial accounting) adalan sebuah peruses yang berakhir pada pembuatan laporan keuangan menyangkut perusahaan secara keseluruhan untuk digunakan baik oleh pihak-pihak internal maupun pihak eksternal. Akuntansi manajerial (managerial anccounting) adalah peruses pengidentifikasian,pengukuran,penganalisian,dan pengominikasian informasi keuangan. Laporan keuangan (financial statements) yang sering di sajikan adalah (1) neraca (2) laporan laba-gugi (3) laporan arus kas, dan (4) laporan ekualitas pemilik atau pemegang saham. Pelapor keuangan (financial reporting) bukan melalui laporan keuangan formal. Pada tahun 2012, pencatatan keuangan di Indonesia akan berdasarkan pada International Finance Reporting Standard (IFRS). IFRS merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang

berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional. Demikian disampaikan oleh Rudy Suryanto, SE, M.Acc, Akt selaku dosen program studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam sebuah diskusi terbatas terkait dengan rencana penerapan IFRS di Indonesia bertempat di kampus terpadu UMY, Kamis (22/4). Menurut Rudy tujuan dari diterapkannya IFRS dalam pencatatan keuangan di Indonesia adalah untuk memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunanaan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikenal secara internasional. Selain itu, IFRS juga bertujuan untuk meningkatkan arus investasi global melalui transparansi serta menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan manfaat-manfaat tersebut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan pihak-pihak lain yang terkait sepakat untuk melakukan adopsi IFRS kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuanngan (PSAK) ungkapnya. Tantangan yang Dihadapi Akauntansi Keuangan Pelaporan keuangan di A.S. sangat dipercaya karena memiliki pasar modal public yang paling likuid, dalam, aman dan efisien di banding Negara manapun dalam sepanjang sejarahnya. Pengukuran Nonkeuangan. Laporan keuangan tidak menyajikan sejumlah ukuran kinerja penting yang byasanya di pakai oleh manajemen,seperti indeks kepuasan pelanggan,informasi pesanan yang belum diperoses. Informasi yang berorientasi kedepan. Laporan keuangan tidak menyajikan informasi yang beorientasi kedepan yang di butuhkan oleh investor dan kereditor saat ini maupun potensial. Aktivitas Lunak. Laporan keuangan yang berfokus pada aktiva-aktiva keras (persediaan, pabrik) tetapi tidak menyajikan banyak informasi tentang aktiva-aktiva lunak (tak berwujud) perusahaan. Ketepatan waktu. Laporan keuangan yang disajikan secra kuartalan, dan laporan keuangan yang diaudit hanya disediakan sekali sentuhan, Tidak banyak laporan keuangan real-time yang tersedia. Tujuan Pelaporan Keuangan Dalam upaya membangun pondasi bagi akuntansi dan pelapor keuangan,akuntansi telah mengidentifikasi sekelompok Tujuan pelapor keuangan (objectives of financial reporting) oleh perusahaan bisnis. International Financial Reporting Standards (IFRS) memang merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. Popularitas IFRS di tingkat global semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kesepakatan G-20 di Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan aturan di antara negara-negara anggota G-20. Terlepas dari trend pengadopsian IFRS tersebut, adalah suatu keharusan bagi kita untuk mempertanyakan secara kritis, apa sesungguhnya hakikat dari konvergensi. Melalui partisipasi global, IFRS memang diharapkan menjadi standar akuntansi berbasis teori dan prinsip yang memiliki kualitas tinggi. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan keuangan.

Yang paling diuntungkan sudah jelas, investor dan kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional. Tapi apakah konvergensi ke IFRS tidak menimbulkan masalah di tingkat domestik masingmasing negara? Belum lama ini otoritas keuangan dan pasar modal AS memunculkan isu kedaulatan regulasi. Beberapa negara lainnya juga mengkhawatirkan pengaruh IASB yang semakin dominan. Tujuan pelapor keuangan adalah untuk menyediakan (1) informasi yang berguna bagi keputusan investasi dan keredit, (2) informasi yang berguna dalam menilai arus kas masa depan dan (3) informasi mengenai sumberdaya perusahaan, kelaem terhadap sumberdaya tersebut, dan perusahaannya. Kebutuhan untuk Membuat Setandar Kontrofersi utama dalam penetapan setandar akuntansi adalah, untuk memenuhi kebutuhan ini, dan untuk memenuhi tanggung jawab pelapor feduasiari,di sajikan laporan keuangan bertujuan umum ( general-porpose financial statement )>laporan ini diharapkan akan meyajikan secara wajar, jelas, dan lengkap operasi keuangan perusahaan. Sebagai akibatnya, profesi akuntansi berupaya mengembangkan seperangkat standart yang dapat diterima umum dan dipraktekan secara universal. Tanpa standar-standar semacam ini, setiap perusahaan akan membuat sandar-standar mereka sendiri, dan pemakai laporan keuangan harus memahami prektek-praktek akuntansi serta pelaporan unik dari setiap perusahaan. Hamper tidak mungkin untuk membat laporan keuangan yang dapat dibandingkan. Seperangkat standart dan prosedur umum ini di namakan denga prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum ( general accepted accounting principles GAAP ). Istilah diterima umum berarti badan pembuat aturan akuntansi yang berwenag telah menetapkan prinsip pelaporan di bidang tertentu, ataubaha dari waktu ke akru suatu praktek tertentu telah dipandangtept karena dipandang secara universal.

1. 2. 3. 4.

PIHAK PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENETAPAN STANDAR Empat oarganisasi yang berperan besar dala pengemangan akuntansi keuangan (GAAP) di A.S. adalah sebagai berikut : Securities and Excange Commission (SEC) American Institute of Certified public Accountant (AICPA) Financial Accounting Standart Board (FASB) Government Accounting Standarts Board (GASB) Securities and Exchange Commission (SEC) Pelaporan keuangan eksternal dan auditing di kembangkan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi industeri dan pasar modal.setelah kejadian ini, pemerintah federal membentuk securities and exchange commission (SEC)untuk membantu pengembangan dan mensetendardisasi informasi keuangan yang di sajikan kepada pemegang saham. Persekutuan public/Swasta Pada saat SEC didirikan, belom ada kelompok public ataupun swasta yang menerbitkan setandar akuntansi.sebagai akibatnya standar akuntansi secara umum terbentuk dalam sector swasta, baik melalui American Institute of Certified Public Accountantes (AICPA) ataupun Financial

Accounting Standards Board (FASB). Selain itu, SEC juga telah menginditasikan dalam laporannya kepada kongres bahwa SEC percaya bahwa inisiatif penetapan dan perbaikan setandar akuntansi harus tetap berada pada sector swasta, yang berada di bawah pengawasan SEC. Pengawasan SEC Persekutuan SEC dengan sector swasta telah berjalan dngan baik.secara umum, SEC bergantung pada FASB untuk mengembangkan estandar akuntansi.Dalam situasi lainnya SEC mengomunikasikan masalah-masalah akuntansi kepada FASB,memberitanggapan terhadap exsposure draft FASB, dan menyediakan rekomendasi serta usulan kepada FASB jika diminta. Guna menghindari kesalah fahaman yang mungkin terjadi mengenai istilah prinsip FASB menggunakan istilah setandar akuntansi keuangan (financial acconting standareds) dalam ketetapan-ketetapannya. Jenis-jenis ketetapan konsep akuntansi keuangan. Sebagai upaya jangka panjang paling untuk menyingkir dari pendekatan masalah permasalah, FASB pada bulan November 1978 menerbitkan serangkaian statement of financial acconting concepts (sebagai bagian dari peroek kerangka kerja konseptualnya. Namun,Statement of financial acconting concepts harus melewati peruses yang memuaskan yang sama (memorandum diskusi, dengan pendapatan public exposure draft dan sebagainya) seperti halnya SFAS. Pernyataan EITF. Pada tahun 1984,FASB membentuk Emergincing Issus Taskforce (EITF) yang terdiri dari perwakilan kantor akuntan dan pembuat laporan keuangan. EITF juga menyediakan pedoman yang tepat waktu untuk melaporkan keuangan yang timbul akubat serangan teroris terhadap World Trade Center pada 11 septembue 2001.dan SEC memandang consensus yang dicapai perlakuan akuntansi yang lebih baik dan akan meminta justifikasi persuasive dari perusahaan yang tidak mengikutinya.FASB di harapkan mampu menangani masalah-masalah jangka panjang sementara EITF menangani isu-isu jangka pendek Governmental Accounting Standards Board (GASB) Laporan keuangan yang dibuat oleh pemerintah local dan Negara bagian tidak dapat di perbandingkan dengan laporan keuangan yang telah di buat oleh organisasi bisnis swasta.dan jika ter jadi konflik antara ketepatan-ketepatan dalam B sampai D maka kategori yang lebih tinggi {misalnya B lebih tinggi dari pada C} harus di ikuti. Contoh dari literature-literature akuntansi lainnya adalah FASB Concepts Statements, setandar-setandar akuntansi internasional, dan artikel-artikel akuntansi. Pada bulan Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mencanangkan konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada tahun 2012. Sejak tahun 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) melaksanakan program kerja terkait dengan proses konvergensi tersebut sampai dengan tahun 2011. Ditargetkan bahwa pada tahun 2012, seluruh PSAK tidak memiliki beda material dengan IFRS yang berlaku per 1 Januari 2009. Setelah tahun 2012, PSAK akan di-update secara terus-menerus seiring adanya perubahan pada IFRS. Bukan hanya mengadopsi IFRS yang sudah terbit, DSAKIAI juga bertekad untuk berperan aktif dalam pengembangan standar akuntansi dunia. Dalam konteks Indonesia yang memiliki segudang masalah domestik, banyak sekali pertanyaanpertanyaan dan masalah-masalah yang perlu dijawab dan diteliti secara cermat. Sebagai contoh,

bagaimanakah dampak konvergensi terhadap implementas ACFTA yang efektif per Januari 2010? Bagaimanakah dampaknya terhadap bisnis mikro, kecil, dan menengah? Sejauh manakah regulasi keuangan dan pasar modal akan terpengaruh dengan adanya konvergensi ke IFRS? Pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah tersebut tentu saja hanya sebagian. Semakin luas dan dalam kajian dan penelaahan sangat mungkin akan memunculkan pertanyaan dan masalah lainnya. Batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012. Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan, ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya. Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini. Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan, ujarnya. Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB). Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS. Penetapan setandar dalam lingkungan politik. Kekuatan terbesar yang mempengaruhi pengembangan standar akuntansi adalah kelompok pemakai, yang terdiri dari pihak-pihak yang sangat berkepentngan atau di pengaruhi oleh setandar kepentingan ,dan perosedur akuntansi. Setandar akuntansi selain merupakan penemuan dari peruses yang teliti dan empiris, juga merupakan peroduk dari tindakan politik.sementara itu, kelompok lainnya menolak tindakan seperti ini, dan lebih suka mengimpelisasikan perubahan secara perlahan,jika memang harus ada perubahan.penetapan setandar adalah bagian dari dunia nyata, dan kita tidak bias Menghindari Politik Serta Tekanan Politik. Selain harus memperhatikan para pemiliknya,FASB juga harus mendasarkan setandarnya pada riset yang konferensif dan kerangka kerja konsep tual yang berlandaskan realita ekonomi. Saat ini IFRS telah digunakan lebih dari 100 negara, berlaku untuk semua negara di Uni Eropa pada tahun 2005. Brasil, Kanada dan India telah mengumumkan kewajiban untuk menggunakan IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negara tersebut. Pada tahun 2011 diperkirakan semua negara besar sudah mengadopsi IFRS dengan berbagai variasinya, China dan Jepang secara substansi akan menyesuaiakan dengan IFRS dan perusahaan go public di Amerika Serikat akan mempunyai pilihan apakan menggunakan IFRS atau US GAAP.

Sebenarnya penerapan IFRS di Indonesia telah dimulai secara bertahap sejak tahun 2007, namun akan diterapkan penuh tahun 2012 mendatang,ungkap Rudi. Sedangkan untuk standar pencatatan keuangan yang tidak ada di atur dalam IFRS seperti akuntansi syariah, akuntansi untuk UKM dan akuntansi untuk organisasi nirlaba akan dikembangkan sendiri oleh IAI. Di lain sisi, Rudi melihat penerapan IFRS tahun 2012 mendatang ini juga akan berdampak pada pembelajaran pada program studi Akuntansi di Indonesia. Rudi melihat banyak hal yang harus dipersiapkan. Salah satunya adalah mempersiapkan buku teks yang mendukung. Karena saat ini banyak buku pencatatan keuangan yang belum sesuai dengan IFRS. Selain itu, penerapan IFRS ini juga berdampak pada perubahan materi kuliah di prodi akuntansi. Salah satunya adalah perubahan mata kuliah. Materi mata kuliah akuntansi internasional yang biasanya membandingkan praktek akuntansi di berbagai negara harus di ubah menjadi membahas mengenai IFRS, serta up date perubahan PSAK dari waktu ke waktu. Karena dengan semakin banyak negara yg mengadopsi IFRS, maka perbedaan akan semakin terbatastandasnya. Setandar Akuntansi Internasional. Sekretaris Treasury Lawrence Summer menginditasikan bahwa satu-satunyainovasi paling penting yang membentuk pasar modal adalah gagasan mengenai prinsip-prinsip akuntansi yang di terima umum.selain menyebabkan adanya biaya tambahan, pengguna laporan keuangan harus juga mengalami setidaknya GAAP. Etika dalam Lingkungan Akuntansi Keuangan. Tekanan tidak meledak kepada kita ; tapi pelanpelan penumpuk, dan seringkali tidak menyadarinya sampai tekanan tersebut mengalahkan kita.namun banyak kiantaranya kompleks dan tidak mudah.konsenterasi perusahaan yang di tunjukan pada memaksimumkan bottom line menghadapi tantangan persaingan dan kinerja jangka pendek telah menempatkan akuntan dalam lingkungan yang berisi konflik dan tekanan.kompetisi teknis tidak cukup apa bila persoallan etika muncul ke permukaan. Kesulitan ini muncul karena tidak ada system tika koprehensif yang bias di jadikan pedoman.sensitifitas etika dan peruses pemilihan alternative ini bias di perumit oleh tekanan-tekanan yang berbentuk tekanan waktu,tekanan kerja, tekana kliyen, tekanan peribadi dan tekanan teman kerja. Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). Kedua, mengurangi biaya SAK. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak, tuturnya. Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu. Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi, ungkapnya.

Indonesia juga perlu mengadopsi IFRS karena merupakan salah satu kesepakatan kelompok negara-negara G-20. Pertemuan G-20 terakhir di Washington, Amerika Serikat, pada November 2008 membuat rencana aksi reformasi mendasar yang muatannya hampir 50 persen terkait isu tentang akuntansi dan audit. (OIN) Referensi http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1483:sistemkeuangan--standar-internasional-dipakai-2012&catid=69:berita-terkait&Itemid=196 http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Pelaporan_Keuangan_Internasional Diposkan oleh miftakhul khoiri di 06.59 Kirimkan Ini lewat Email http://mifjava.blogspot.com/2011/10/mengidentifikasi-laporan-keuangan-dan.html TANTANGAN AKADEMISI DALAM MENGHADAPI KONVERGENSI IFRS 2012 TANTANGAN AKADEMISI DALAM MENGHADAPI KONVERGENSI IFRS 2012 Abstraksi Hasil dari pertemuan pimpinan Negara G20 di London pada tanggal 2 April 2009 mengahsilkan 29 kesepakatan, dimana kesepakatan nomor 13 samapai dengan 16 adalah tentang Strengthening Financial Supervision and Regulation dan pada butir nomor 15 dikatakan : to call on the accounting standard setters to work urgently with supervisors and regulators to improve standards on valuation and provstioning and achieve a single set of high-quality global accounting standards. Hasil kesepakatan forum G20 yang megharuskan negara yang tergabung G20 hanya memiliki satu standar terhadap laporan keuangan yaitu IFRS, dan sekarnag DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) berniat kuat untuk menyelesaikan program konvergensi IFRS pada tahun 2012. Dengan menggunakan proses konvergensi secara bertahap, pada tahun 2009 DSAK sudah mengesahkan 11 PSAK baru yang keseluruhannya diadopsi dari IFRS, 4 ISAK baru yang diadopsi dari IFRIC maupun SIC dan merevisi satu ISAK yang lama, 5 pernyataan pencabutan (PPSAK) yang mencabut kurang lebih 9 PSAK dan 1 ISAK yang tidak sesuai dengan IFRS. Selain pernyataan pencabutan yang rata-rata berlaku pada 1 Januari 2010, hampir seluruh Pernyataan yang dikeluarkan (PSAK dan ISAK) berlaku mulai 1 Januari 2011. Masyarakat diharapkan mampu menelaah dan mempelajarinya selama setahun ini sebelum Pernyataan tersebut berlaku efektif. Pertanyaan besarnya adalah apakah dunia pendidikan akuntansi di Indonesia siap untuk merespon perubahan ini? Roda konvergensi IFRS sedang bergulir kencang. Mereka yang tidak mampu mengikuti perkembangan standar akuntansi dalam dua tahun ke depan niscaya akan terlindas dan tertinggal oleh roda konvergensi tersebut. Tantangan besar menghadang dunia pendidikan akuntansi Indonesia untuk memastikan bahwa akuntan akademisi mampu mengikuti perkembangan standar akuntansi yang sangat cepat.

Sementara dunia pendidikan tinggi akuntansi juga mengeluh sulitnya mencari para akuntan maupun auditor professional yang memahami IFRS namun bersedia berbagi ilmu mengajar di kampus. Keluhan ini sangat nyata terdengar terutama untuk pendidikan tinggi di luar pulau Jawa. Selain kekurangan sumber daya pengajar, fasilitas pengajaran lain yang berbasis IFRS juga sangat minim. Buku-buku teks yang berbasis IFRS sulit untuk didapat; bilapun ada, selalu berbahasa Inggris dan mahal harganya. IFRS sendiri sebagai standar tidak bisa diunduh secara gratis. Studi kasus aplikasi IFRS di Indonesia hampir mustahil tersedia untuk publik. Seminar maupun workshop mengenai IFRS yang dilaksanakan oleh IAI maupun kantor akuntan publik besar relatif mahal, jarang dilakukan dan biasanya tidak diciptakan khusus untuk akuntan akademisi melainkan untuk pembuat atau pemeriksa laporan keuangan Tantangan para akuntan pendidik sekarang sangat besar yaitu mereka harus belajar lebih giat lagi dalam mempelajari IFRS kalau seandainya tidak maka kampus ditempat mereka mengajar akan tertinggal dan alumni yang dikeluarkanpun akan memiliki ilmu yang kurang dibandingkan kampus lain, apalagi setelah mereka keluar dari kampus dan memasuki dunia kerja merka harus bersaing dengan jutaan pencari kerja di profesi yang sama, untuk menghadapi tantangan ini tentunya harus ada kerjasama dari semua pihak, misalnya; dari para dosen akuntansi, dari pihak jurusan yang harus meng update informasi baru dan memotivasi dosen akuntansi untuk terus selalu mengasah ilmunya dan termasuk merancang materi-materi yang akan disampaikan kepada mahasiswanya dan tentunya harus ada dukungan dari fakultas untuk penyediaan bukubuku baru yang berbasi IFRS. Latar belakang konvergensi ke IFRS Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintahan Indonesia sebagai anggota G20 forum, jadi kovergensi ke IFRS adalah kesepakatan dari pemimpin Negara dan menteri keuangannya dan bukan proyek dari IAI jadi kita jangan salah paham. Kesepakatan ini tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah sendiri dan bagi semua jenis akuntan baik akuntan pendidik, akuntan pemerintah , akuntan publik dan akuntan manajemen. Kesepakatan ini tentunya mengharapkan beberapa manfaat dari konvergensi IFRS misalnya: memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Stanar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability), meningkatkan arus investasi global tentunya melalui transparansi laporan keuangan, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, dan konvergensi ini diharapkan bias menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Perbedaan yang paling mendasar PSAK dan IFRS (Principle Based dan Rule Based) Para dosen atau akuntan pendidik haru benar-benar memperhatikan secara keseluruhan Principle Based versus Rule Based karena perinsip ini yang paling mendasar yang membedakan PSAK dan IFRS. Standar Akuntansi IFRS memiliki pendekatan berbasis prinsip (principle based). Sehingga standar-standar Akuntansi IFRS mengatur prinsip-prinisp utamanya. IFRS misalnya

tidak memiliki standar-standar yang spesifik untuk industri. Kalaupun ada standar mengenai kontrak asuransi ( IFRS 4 Insurance Contract), standar tersebut tidak mengatur entitas asuransi tapi mengatur entitas apapun yang memiliki kontrak asuransi. Seiring dengan bergesernya arah pelaporan akuntansi global dari rule based menjadi principle based, bukankah aneh apabila pendidikan Akuntansi kita (terutama untuk S1) masih sangat rule based. Perdebatan mengenai principle based vs rule based biasanya hanya dibahas sekilas pada mata kuliah Teori Akuntansi ataupun Akuntansi Internasional saja. Itu pun dalam tatanan teori dan tidak masuk ke dalam contoh aplikasinya. Akuntansi berbasis prinsip ini juga menjadi perhatian utama para akademisi di Amerika. Mary E Barth (2009) professor Standford University dan anggota IASB juga meminta akademisi di Amerika lebih memperhatikan pengajaran prinsip-prinsip utama Akuntansi. Sebagai contoh, dalam membukukan investasi seperti yang kita pelajari di Akuntansi Keuangan Lanjutan, kita diajarkan menggunakan metode biaya (bila investasi yang dimiliki kepemilikan saham dibawah 20%), menggunakan metode ekuitas (untuk investasi sebesar 20%-50%), dan metode konsolidasi bila investasi di atas 50%.. Kemudian kita fokus bagaimana mempelajari membuat laporan keuangan konsolidasi yang sangat rumit. Padahal di dalam IFRS keputusan mengonsolidasi anak perusahaan bergantung dengan adanya kontrol yang rambu-rambunya sangat principle based. Mungkin saja suatu perusahaan induk memiliki saham anak perusahaan 100% tapi tidak mengonsolidasi karena tidak memiliki kontrol terhadap anak perusahaan melainkan hanya memiliki pengaruh signifikan. Hal ini banyak contohnya pada perusahaanperusahaan yang membuat laporan akuntansinya berbasis IFRS. Di awal-awal mata kuliah Akuntansi Keuangan Lanjutan, mahasiswa sebaiknya juga diberikan banyak latihan yang menggunakan professional judgement mereka. Berikan kondisi-kondisi sehingga mahasiswa harus berdiskusi apakah perusahaan memiliki kontrol terhadap anak perusahaan atau hanya memiliki pengaruh signifikan? Suatu studi kasus yang sama mungkin dapat menimbulkan jawaban yang berbeda. Pada akhirnya hal ini akan membuat mahasiswa merasa tidak nyaman karena terbiasa dengan jawaban benar atau salah. Mahasiswa akan belajar menjadi akuntan yang bukan hanya harus memahami hal-hal teknis, tetapi juga mesti memiliki professional judgement yang terasah baik. Mahasiswa Akuntansi harus memiliki fondasi yang kuat mengenai teori-teori Akuntansi, juga prinsip-prinsip Akuntansi. Mahasiswa Akuntansi harus memahami bahwa Akuntansi bukan hanya bookkeeping. Seorang akuntan di masa depan harus memiliki professional judgement yang kuat. Dengan semakin majunya sistem teknologi informasi, proses bookkeeping juga semakin diambil oleh oleh komputer sehingga tantangan profesi akuntan di masa depan akan bergeser pula bukan lagi sebagai tukang catat transaksi perusahaan. Pengungkapan ( PSAK Vs IFRS) Salah satu perbedaan besar antara IFRS dan PSAK kita adalah tingkat pengungkapan yang diminta IFRS sangat ekstensif. Namun sayangnya pada pendidikan akuntansi kita, biasanya mahasiswa diuji hanya sampai membuat laporan keuangan atau membuat jurnal. Jarang sekali

cara membuat pengungkapan diajarkan atau ditanyakan dalam ujian suatu mata kuliah. Tak heran ketika mahasiswa lulus dan bekerja menjadi pembuat laporan keuangan (preparer), para akuntan kita tidak cakap dalam membuat pengungkapan laporan keuangan. Beratnya pengungkapan yang diminta IFRS berlaku hampir untuk semua pos, jadi jadi kita misalnya belajar asset tetap, tidak hanya berhenti bagaimana menjurnal saat memperoleh aset, mendepresiasi, melepaskan, dan menyajikan aset pada laporan keuangan. Namun, kita harus belajar bagaimana membuat Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) atas aset tetap sesuai dengan yang disyaratkan standar. Mestinya lebih banyak informasi yang dapat digali user dengan melihat catatan atas laporan keuangan. Langkah-langkah Solusi ke Depan Sebaiknya pengelola jurusan akuntansi agar mahasiswa akuntansi yang akan lulus pada tahun 2011 dan 2012 diajarkan Akuntansi Keuangan dengan menggunakan buku-buku berbasis IFRS, dan dosen-dosen secara aktif memberitahukan pentingnya mahasiswa mempelajari IFRS dan sumber-sumber belajar di internet yang dapat diakses untuk studi mandiri mereka. Tantangan terbesar pendidikan tinggi adalah minimnya sarana pengajaran yang berbasis IFRS seperti buku, studi kasus, dan lain-lain. Tantangan lainnya tak lain adalah sumber daya manusia. Dosen-dosen akuntansi keuangan yang sudah bertahun-tahun menggunakan buku berbasis US GAAP, harus mau belajar lagi dan dengan niat tulus ikhlas memberikan para calon akuntan masa depan pengetahuan yang relevan, dan penulis menyarankan supaya dosen akuntansi lebih banyak mengikuti seminar dan pihak jurusan/pengelola program studi harus lebih banyak mengadakan pelatihan untuk dosen-dosen akuntansi tentang IFRS. Pendidikan tinggi akuntansi harus berjalan secara sinergi, misalnya pendidikan tinggi yang dapat membuat studi kasus mengenai aplikasi IFRS pada perusahaan Indonesia dan hasilnya dapat digunakan bersama-sama untuk sebagai bahan latihan kita sebagai mahasiswa Universitas besar seperti UI, Trisakti, UGM yang memiliki sumber daya memadai di bidang IFRS, seharusnya dapat berbagi dan membantu universitas lain yang memiliki keterbatasan sumber daya. Pemerintah harus memfasilitasi dan bekerjasama (misalnya dalam bentuk dana hiba) dengan Ikatan Akuntan Indonesia melalui IAI Kompartemen Akuntan Pendidik agar mampu mempercepat proses pembelajaran akademisi melalui penyelenggaraan training for trainers IFRS dengan berkelanjutan dan harga terjangkau, dan training dilakukan harus menjangkau universitas yang ada di daerah dan tidak hanya dilakukan di univeristas besar, justru universitas yang mengalami keterbatasan sumber daya manusia lah yang sangat membutuhkan Proses konvergensi IFRS ini harus mendapat dukungan dan kerjasama dari semua pihak, terutama dari pemerintah, IAI, akuntan pendidik, dan terlebih niat mahasiswa untuk bias bersaing secara global, supaya akuntan-akuntan masa depan Indonesia siap bersaing secara global, dan kalau tidak akuntan dari negara asing yang akan mengambil posisi kita, jangan sampai kita menjadi tamu di rumah kita sendiri.

DAFTAR PUSTAKA Wahyuni, ersa. 2010. Konvergensi IFRS dan Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Akuntansi di Indonesia, UNPAD ( iaiglobal.or.id) Utama, Sidharta, 2010. Global Accounting Standards: Recent Updates, Teaching and research, Universitas Indonesia (Seminar Nasional Binus Nasional Accounting Tournamen V) Jakarta Sinaga, Rosita. 2010. Perkembangan Konvergensi IFRS 2012, Ketua DSAK (Seminar Nasional Binus Nasional Accounting Tournamen V). mulfasli.multiply.com/journal/item/64/PSAK_menuju_IFRS www.iaiglobal.or.id Diposkan oleh Bebynsa Putra di 22.19 2 komentar: 1. Putra Bebynsyah30 Desember 2010 22.27 tHANKS............... good paper guys.........jarang lo paper dari mahasiswa tentang IFRS... Balas http://bebynmedia.blogspot.com/2010/12/tantangan-akademisi-dalam-menghadapi.html Tantangan Profesi Akuntansi Indonesia Posted in Label: Softskill Jumat, 18 Januari 2013 Tantangan Profesi Internal Auditor: Road Map for Governance Policy Period 2007-2030 Perkembangan implementasi CG diawali dengan adanya komitmen pemerintah untuk menerapkan prinsip GCG diikuti dengan pembentukan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKG). Hal tersebut dilakukan pada saat Republik Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang melemahkan sendi-sendi perekonomian negara. Melalui adopsi prinsip GCG tersebut diharapkan kegiatan perekonomian Nasional dapat segera pulih dan mampu berakselerasi lebih cepat, karena salah satu penyebab rentannya NKRI dalam menghadapi krisis adalah lemahnya penerapan GCG (ADB, 2000). Namun demikian, pada awal periode adaptasi prinsip CG tersebut di awal tahun 1997 tingkat awareness dari masayarakat atau pelaku bisnis

belum sampai pada tahapan substantif. Dengan kata lain praktek-praktek governance yang berjalan masih bersifat sebagai sebuah kewajiban ketimbang kebutuhan..... form over substance. Di dalam perjalanan penerapan prinsip CG hingga satu dekade berikutnya, fase penerapan CG di Indonesia masih berada dalam tahap introduksi dan berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian (awareness) terhadap berbagai aspek CG. Dalam periode ini, peranan pemerintah terlihat masih sangat dominan, sementara para pelaku bisnis, terutama non-multinational companies masih belum sepenuh hati di dalam menerapkan CG. Hal ini diduga disebabkan oleh karena belum terdapat bukti dan manfaat nyata (tangible) dari penerapan CG yang dilakukan. Namun demikian, dengan semakin gencarnya pemerintah untuk mendorong penerapan CG, terutama setelah mewajibkan perusahaan Publik dan BUMN sebagai lokomotif pengembangannya, maka telah dapat diamati terjadinya peningkatan yang signifikan dari implementasi CG. Minimal hal ini tergambar dari semakin banyaknya (kuantitas) perusahaan dan organsiasi lainnya yang mengadopsi CG. Dari sudut pemerintah dan berbagai pihak, perkembangan penerapan CG dalam dekade pertama ini, juga ditandai dengan berbagai perubahan yang cukup signifikan sebagai daya ungkit (leverage) dalam upaya implementasi CG secara substantif. Disamping berbagai peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi praktik CG (seperti untuk BUMN, perusahaan yang Go-publik, institusi perbankan), maka telah dilakukan perbaikan terhadap lembaga KNKCG. Lembaga yang awalnya menggunakan nama Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) selanjutnya berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Perubahan nama lembaga juga ini juga diikuti dengan perubahan paradigma pendekatan implementasi governance secara sistematis. Hal ini terbukti dengan memperhatikan governance untuk sektor publik (public sector governance), karena secara sistem keberadaan institusi publik berhubungan dengan institusi privat seperti perusahaan atau corporate. Perkembangan institusi menjadi KNKG juga menandai perlunya perhatian yang berimbang antara implementasi CG di dua sektor utama tersebut; institusi korporasi yang bergerak di sektor riil dan institusi publik yang bergerak dan berhubungan dengan penyediaan infrastruktur dan kebijakan (termasuk moneter) yang akan mendorong berjalannya sektor korporasi secara lebih baik. Disamping perbaikan institusi KNKG, perkembangan lainnya yang dominan selama periode awal ini adalah dengan dikeluarkannya Pedoman CG baru (versi 2006) yang merupakan revisi dan penyempurnaan dari pedoman CG (governance code) versi tahun 2000. Namun demikian, terlepas dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, implementasi CG di Indonesia belum mencapai tahap optimal yang diharapkan. Kurva PEM Governance pada gambar 1 di atas, memperlihatkan pasang surut implementasi CG selama periode tersebut, walaupun telah mengalami peningkatan yang berarti. 1. Tahap Introduction Pada tahap sebelumnya (1997-2007) diasumsikan telah dilalui tahap Awareness. Pada tahapan

ini aware (peduli) berhubungan dengan pemahaman terhadap keberadaan (apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana) terhadap berbagai aspek CG. Hal ini telah dilakukan melalui sosialisasi dan komunikasi terhadap stakeholders (internal and eksternal) dari setiap organisasi yang menerapkan governance. Dalam jangka waktu satu dekade dan diikuti dengan berbagai upanya nyata oleh berbagai pihak, maka tahapan ini dapat dianggap telah dilalui secara baik. Dengan demikian, untuk periode berikutnya (2007-2016), diharapkan fase implementasi CG di Indonesia telah dapat memasuki tahap berikutnya walaupun masih dalam kualitas penerapan masih mengacu kepada conformity. 2. Tahap Conformance Pada tahap conformance di periode 2007-2016, akan dilalui tiga tahapan berikutnya yang dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, tahapan understanding atau memahami isu CG melebihi prinsip-prinsip dasar yang ada (TARIF), sehingga komunikasi menjadi lebih intensif karena memunculkan berbagai pertanyaan substansial tentang CG dan penerapannya. Pada penerapan ini, seharusnya para pelaku bisnis yang menerapkan CG sudah harus mempunyai kreangka pikir beyond compliance sehingga esensi dari CG telah dapat dipahami dengan baik. Namun demikian,pemahaman secara baik saja tidak cukup untuk mencapai penerapan kualitas CG yang lebih baik. Untuk itu diperlukan tahapan berikutnya berupa keinginan dari berbagai pihak untuk menerapkan CG secara sadar dan substansial. Tahapan willingness to adopt berhubungan dengan pemahaman terhadap isu substantif CG, dengan pengertian bahwa CG tidak mempunyai arti jika tidak diikuti oleh keinginan (willingness) dari seluruh perangkat organisasi terkait untuk mengadopsi dan menerapkannya di dalam organisasi. Di dalam hal ini yang diperlukan adalah kesediaan untuk merubah cara berpikir (mindset) melalui change management yang terencana secara baik. Pada tahapan ini diasumsikan bahwa keinginan menerapkan perlu dilakukan untuk dapat memasuki tahapan substansial berupa komitmen untuk menerapkannya. Pada tahapan commitment, pemahaman dan kesediaan menerima dan menerapkan prinsip governance sangat ditentukan oleh komitmen seluruh stakeholder di dalam mendukung implementasi CG (secara formal ditandai dengan penandatanganan pakta integritas, governance charter dan sebagainya). Jika dihubungkan dengan proses sekuensial penerapan CG sebelumnya, maka komitmen menerapkan ini tidak akan dapat dilakukan jika para governance stakeholders tidak peduli (aware) dengan keberadaan dan manfaat CG, tidak memahami (understanding) fungsi dan peranan serta tujuan CG yang dilanjutkan dengan adanya niat (willingness) untuk menerapkannya. Upgrading posisi implementasi CG di Indonesia ke level medium diperkirakan akan terjadi pada tahiun 2012 yang diperkirakan terjadi pada tahapan willingness to adopt. Namun demikian hal ini hanya bisa di capai jika tahapan dan proses sebelumnya dilalui dengan baik serta memperoleh hasil optimal. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan posisi ini baru dapat di up-grade

setelah memasuki tahapan committment. Sehingga dapat disimpulkan bahwa percepatan implementasi CG dan capaian (outcomes) dari hasil implementasi tersebut sangat ditentukan oleh partisipasi dan dorongan semua pihak atau stakeholders yang terlibat di dalam sistem governance. 3. Tahap Performance and Improvement Diperkirakan, penerapan CG mencapai tahapan yang lebih baik (good) setelah memasuki periode ke tiga (2016-2022). Hal ini hanya dapat terlaksana jika semua proses sebelumnya dilalui secara baik. Pada tahapan ini esensi penerapan CG diperkirakan sudah memasuki tahapan performance. Pada tahapan ini seluruh perangkat organisasi (sub-system) telah menerapkan CG didukung perubahan mindset yang ada, sehingga muncul slogan from conformance to performance. Pada tahapan ini, dengan asumsi seluruh perangkat governance yang dibutuhkan (governance structure dan governance system/termasuk governance mechanism) telah berjalan secara baik , maka outcomes awal dari implementasi governance seharusnya sudah dapat dirasakan (e.g. reduce of conflict of interests, improved performance, efficient allocation of resources dll). Sesuai dengan sudut pandang bahwa governance sebagai suatu system dan berada dalam suatu system yang lebih besar (NKRI), maka pada tahapan ini juga diperlukan pemahaman dan jaminan terhadap sustainability dari implementasi CG. Hal ini hanya dapat dicapai jika organisasi bersifat dinamis terhadap perubahan lingkungan serta melakukan berbagai perubahan secara proaktif (bukan reaktif). Pada tahapan lebih jauh, implementasi governance seharusnya sudah menjadi jiwa (soul) dari setiap individu dan elemen organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan. Sehingga pada tahapan ini CG sudah menjadi embedded culture dalam setiap organisasi. Pada tahap lanjutan yang perlu dilakukan adalah upaya untuk menjaga sustainablity penerapan CG secara substansial. 4. Tahap Sustainable Pada tahap ini, terlepas dari berbagai uraian di atas, perlu dicatat beberapa hal berikut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi CG di Indonesia sesuai dengan format yang telah direncanakan.(1) Setiap organisasi dengan kondisi internal (walaupun berada dalam kondisi eksternal yang relatif sama dan uncontrollable) adalah berbeda, dan pada akhirnya akan memperoleh hasil penerapan CG secara berbeda pula. (2) diagnosis yang tepat terhadap kondisi organisasi serta desain system CG yang sesuai (appropriate) sangat menentukan tingkat kesuksesan implementasi CG. (3) Untuk kondisi Indonesia, tahap conformance (stage 1) telah berjalan cukup lama (1997-2007), namun belum mencapai/memasuki tahap performance (stage 2), diantaranya diduga karena tidak dapat melalui tahapan dalam stage 1 secara baik dan gradual. (4) Faktor eksternal terhadap kesuksesan implementasi CG (seperti rules and regulations, enforcement & culture) belum mendukung sepenuhnya penerapan CG di Indonesia. Dengan demikian diperlukan adanya dukungan dari seluruh elemen sub-sistem di dalam memperkuat CG sistem yang ada di dalam menjamin implementasi dan pencapaian CG outcomes.

Saat ini IAI sedang menghadapi perhelatan besar yaitu akan melaksanakan Kongres XI dimana kegiatan ini dapat dijadikan momentum untuk menuntaskan proses transformasi organisasi sebagai kelanjutan Kongres IAI sebelumnya. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pengurus baru yang akan disahkan dalam kongres ini. Adanya RUU tentang KAP dinilai sangat membahayakan eksistensi profesi akuntansi tentunya membutuhkan energi yang cukup dari pengurus untuk secara all out mencurahkan seluruh kemampuannya untuk berupaya menyelamatkan eksistensi profesi ini dengan mengajukan argumen kritis dan jernih, batas waktu penerapan konvergensi IFRS, persaingan akuntan asing, persentase usia akuntan publik sebagian besar sudah berusia 51 tahun keatas adalah gambaran beberapa masalah yang cukup krusial.IAI sebagai lembaga profesi mempunyai tanggungjawab untuk berupaya mencari solusi dari permasahan yang dihadapi oleh organisasi. Sebagai organisasi profesi tentunya masalah kepercayaan masyarakat adalah merupakan hal yang sangat penting, sehingga masalah integritas dan profesionalisme anggota adalah suatu tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. IAI harus menjadi lembaga pengawas yang konsisten bagi anggota yang melanggar. Kepercayaan masyarakat harus dibangun secara cerdas oleh pengurus, bagaimana IAI harus membentuk citra organisasi agar direspon positif oleh masyarakat. Selama ini harus diakui bahwa keberadaan profesi akuntansi ini masih bersifat eksklusif sepertinya hanya eksis dilingkungan internal saja, bahkan sepertinya asyik sendiri.Jarang terdengar suara yang menunjukan kepedulian organisasi terhadap permasalahan yang sedang menimpa bangsa ini padahal banyak kasus-kasus yang sebenarnya merupakan ranah, kompetensi dari profesi akuntansi. Kasus Century, kasus penggelapan pajak, kasus korupsi merebak dimana-mana tapi sepi dari saran, masukan, komentar yang produktif dari pengurus, pakar-pakar profesi akuntan. Anggota profesi mungkin perlu mulai belajar untuk berhadapan di area publik untuk menyampaikan pikiran-pikiran profesional untuk menunjukan bahwa profesi akuntansi pun memiliki kepedulian, empati dan kontribusi dalam pemecahan masalah bangsa. Tentunya profesi akuntansi ini bukan hanya milik pengurus atau anggota saja, tetapi lembaga ini adalah merupakan aset bangsa yang jika di berdayakan maka akan mampu memberi kontribusi yang signifikan dalam kemajuan bangsa, dalam hal ini pemerintah harus menunjukan komitmen yang tinggi untuk menjaga profesi ini tetap eksis dan tidak dibiarkan berjuang sendiri. Tema Kongres XI IAI yang diangkat cukup menjanjikan yaitu Introspeksi dan Transformasi Profesi Akuntansi menuju IAI 2020: Peran Akuntan dalam meningkatkan Nilai Tambah bagi Perekonomian Nasional. Jika tema ini dijadikan acuan bagi pengurus baru dalam melaksanakan program kerja maka profesi akuntansi dapat berharap bahwa cita-cita profesi akuntansi untuk tetap eksis akan terwujud, tetapi jika hanya sebagai pemanis kongres atau berhenti setelah hingar bingar kongres saja, maka 2020 hanya akan jadi kenangan. sumber: http://rizki-ahmad.blogspot.com/search/label/Etika%20Profesi%20Akuntansi http://destyapurwaningtyas.blogspot.com/2011/01/perkembangan-profesi-akuntansidi.html Diposkan oleh Risandra Rejina di 03.12

Reaksi:

http://rishandra-regina.blogspot.com/2013/01/tantangan-profesi-akuntansi-indonesia.html

RESPON AKADEMISI TERHADAP KONVERGENSI IFRS diposting oleh novryssuhardianto-feb pada 15 December 2011 di IFRS - 0 komentar

Pendahuluan Konvergensi IFRS sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu dan akan berlaku secara material pada tahun 2012. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia yang dikembangkan sejak 17 tahun yang lalu (Kartikahadi, 2010) mengalami perubahan yang signfikan sebagai konsekuensi kesediaan Indonesiayang diwakili oleh DSAK IAI dan disetujui oleh regulator tanpa meminta pertimbangan para pihak berkepentingan lainnyauntuk mengadopsi IFRS yang disponsori secara material oleh kelompok negara Eropa. Tahun 2012 menjadi tahun yang dinantikan oleh banyak pihakterutama DSAK sebagai inisiator konvergensiuntuk memastikan kemampuan masyarakat bisnis dan akuntansi dalam menerapkan PSAK bercitarasa IFRS. Agar cita-cita regulator akuntansi dalam meng-IFRS-kan praktik akuntansi di Indonesia tercapai, berbagai usaha sosialisasi telah dilakukan termasuk melalui IAI seperti program sertifikasi PSAK (CPSAK), sertifikasi pengajar IFRS, training IFRS, pertemuan forum dosen akuntansi keuangan, dan sebagainya. Pendidikan akuntansi, di semua level, tidak luput menjadi sasaran utama program penyuksesan konvergensi IFRS. Oleh sebab itu, banyak universitas yang mengubah kurikulum akuntansi keuangan untuk memasukkan kandungan IFRS dan melatih dosennya agar siap mengajar IFRS bahkan mengganti buku teks dengan yang edisi IFRS. Namun

demikian, para gurupenulis sengaja tidak menggunakan kata dosenakuntansi seolah tidak punya cukup waktu untuk setidaknya duduk mengamati IFRS dan menyikapinya secara proporsional. Pendidikan Amerikapun Bingung Beberapa artikel menceritakan fakta yang cukup mencengangkan tentang respon akademisi Amerika Serikat (US) terhadap konvergensi IFRS. US GAAP, selama ini, dianggap sebagai standar akuntansi yang paripurna dan istimewa bahkan sejarah pengembangannyapun menjadi bahan kuliah Teori Akuntansi di Indonesia. Pandangan serupa juga ditemukan di Amerika. Ketika SEC mengeluarkan road-map adopsi IFRS tahun 2008bahkan Indonesia tidak mempunyai road-map serupa(Miller dan Becker, 2010), dunia pendidikan ditunjuk sebagai salah satu agen penyukses road-map tersebut. Bagaimana kesiapan akademisi US dalam menghadapi konvergensi IFRS? Pendidikan Akuntansi Indonesia? Tidak Ada Data! Belum ada survei terpublikasi mengenai kesiapan atau respon dunia pendidikan akuntansi Indonesia terhadap proses konvergensi IFRS. IAI yang sudah punya kompartemen akuntan pendidik sekalipun belum melakukan dan atau belum mempublikasi survei ini meskipun mereka membutuhkan hasil survei ini. Namun demikian, beberapa fakta bisa digunakan menilai kesiapan akademisi Indonesia dalam merespon IFRS. IAI, misalnya, telah menyelenggarakan dua kali TOT IFRS Lecturer dan memberi sertifikat puluhan dosen sebagai Certified IFRS Lecturer. Fordas juga sudah menyelanggarakan beberapa kali pertemuan untuk membahas IFRS. Selain itu, banyak sekali kegiatan akademisi untuk mempersiapkan diri merespon perubahan standar akuntansi. Tridharma IFRS Lepas dari pro dan kontra terhadap IFRS maupun ketiadaan data tentang kesiapan Indonesia melaksanakan IFRS, perguruan tinggi (PT) seharusnya mampu secara obyektif dan proporsional merespon PSAK bercitarasa IFRS. PT seharusnya bisa memberi manfaat besar kepada masyarakattermasuk masyarakat bisnisdengan mencipta dan menyebarluaskan pengetahuan dan teknologi (standar akuntansi). Hal ini sejalan dengan pesan yang tertulis dalam situs diki.go.id: Perguruan tinggi sebagai lembaga merupakan komunitas hidup dinamik dalam perannya menumbuh-dewasakan kadar intelektual, emosional dan spiritual para mahasiswa, bergumul dengan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan, mengejar dan mendiseminasikan pengetahuan sebagai pengabdian bagi kemajuan masyarakat. Dalam posisi dan perannya ini, lembaga pendidikan tinggi merupakan mercu suar kebajikan dan kemaslahatan, tidak seperti menara gading yang merupakan monumen mati sebagai simbol belaka. Respon perguruan tinggi terhadap IFRS bisa dilakukan melalui tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Pendidikan Akuntansi Beraroma IFRS Akademisi akuntansi yang ingin menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis seharusnya menyiapkan ruang untuk IFRS, meskipun tidak selalu berarti mengajarkan IFRS maupun bermakmum pada DSAK. Ruang yang disediakan tentu bergantung pada tingkat pendidikan, kompetensi lulusan yang ingin dicapai, dan target pasar lulusan. Materi IFRS tidak seharusnya berada di ranah matakuliah pilihan karena kepastian adopsi IFRS dan kebutuhan masyarakat terhadap pakar IFRS sudah nyata. Setiap jenjang pendidikan memiliki kekhasan dalam memberikan ruang terhadap IFRS. Selain itu, kandungan moral diasumsikan melekat dalam setiap materi yang dipilih. Hal ini disebabkan IFRS memberi peluang lebih besar bagi judgement pelaku akuntansi. Semangat pengajaran di setiap matakuliah harus ditetapkan secara berbeda agar tidak tumpang tindih. Para akademisi juga seharusnya mengkritisi standar akuntansi yang berlaku agar mahasiswa tidak hanya bisa memanfaatkan standar tanpa punya prinsip. Lebih lanjut, metoda pengajaran materi IFRS harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai. Masalah yang kerap muncul dalam ranah pendidikan akuntansi adalah terbatasnya bahan ajar (buku teks), waktu pengajaran, dan kemampuan dosen (Cherubini et al., 2011). Buku teks edisi IFRS saat ini sudah bisa diperoleh baik untuk level PA, AKM, maupun AKL meskipun para pengajar harus beradaptasi dengan buku baru. Selain itu, sumber-sumber bacaan online bisa diperoleh dari situs-situs KAP internasional maupun situs IASB. Untuk mengatasi terbatasnya waktu pengajaran, para pengajar bisa menggunakan waktu asistensi atau tutorial dan tentunya sangat bergantung pada keaktifan mahasiswa. PT dan para dosen secara pribadi bertanggungjawab terhadap penguasaan materi IFRS. Meskipun akademisi boleh saja menolak IFRS, pemahaman terhadap IFRS mutlak diperlukan sebelum menentukan sikap yang obyektif dan proposional. Penelitian IFRS Peluang riset IFRS terbuka sangat lebar. Namun demikian, sampai tahun 2009, belum ada riset IFRS yang terpublikasi di jurnal akuntansi terakreditasi B (Suhardianto, 2011). Di skala internasional, banyak sekali riset IFRS yang terpublikasi diantaranya: 1. Daske et al. (2008) meneliti konsekuensi ekonomi penggunaan IFRS yang bersifat mandatori di banyak negara. 2. Christensen et al. (2007) meneliti konsekuensi ekonomi penggunaan IFRS yang bersifat mandatori di Inggris. 3. Callao et al. (2007) meneliti keterbandingan dan relevansi laporan keuangan sebagai efek penggunaan IFRS di Spanyol. 4. Armstrong et al. (2006) meneliti reaksi pasar terhadap adopsi IFRS di Eropa. Berbagai isu riset akuntansi terbuka lebar untuk diteliti, antara lain: 1. Apakah LK yang disusun berbasis IFRS lebih relevan daripada yang disusun berbasis non-IFRS?

2. Bagaimana respon pasar terhadap publikasi informasi akuntansi yang berbasis IFRS dibandingkan dengan yang berbasis non-IFRS? 3. Bagaimana hubungan penggunaan IFRS dengan managemen laba? 4. Bagaimana kualitas LK yang disusun berbasis IFRS dibandingkan dengan yang disusun berbasis non-IFRS? 5. Apakah implementasi IFRS telah mencapai tujuan konvergensi yang diharapkan DSAK? 6. Bagaimana pengaruh implementasi IFRS terhadap adopsi SIA berbasis teknologi informasi? 7. Bagaimana hubungan implementasi IFRS dengan peraturan perpajakan? 8. Bagaimana tantangan yang dihadapi auditor dalam mengaudit laporan keuangan berbasis IFRS? 9. Survei kesiapan masyarakat bisnis Indonesia menghadapi konvergensi IFRS. 10. Apakah yang melatarbelakangi DSAK mengadopsi IFRS? 11. Bagaimana isu politik dan ekonomi di seputar konvergensi IFRS? 12. Kritik apakah yang relevan ditujukan kepada proses konvergensi IFRS? Hasil dari riset IFRS tentu akan sangat berguna dalam mengevaluasi keputusan adopsi. Pertanyaan penelitian terbesar adalah apakah IFRS merupakan solusi bagi praktik akuntansi di Indonesia atau justru menjadi masalah baru. IFRS harus dilihat sebagai sesuatu yang layak dikritisi alih-alih sebagai suatu keniscayaan. Dengan demikian, akademisi bukan hanya konsumen DSAK melainkan sejawat yang gagasannya dipertimbangkan. Meskipun terdapat banyak isu riset yang terbuka untuk diteliti, keterbatasan sumber daya selalu menantang untuk dipecahkan. Tawaran hibah penelitian dari Dirjen Dikti maupun lembaga sponsor lainnya bisa menjadi alternatif solusi terbatasnya dana. Riset kolabarosi juga merupakan solusi dari masalah terbatasnya waktu dan kemahiran riset para akademisi. Pengabdian Masyarakat Penundaan masa berlaku efektif PSAK 50 dan 55 merupakan gejala belum siapnya dunia bisnis dalam merespon perubahan standar akuntansi. Lebih lanjut, PSAK yang baru menawarkan berbagai alternatif akuntansi yang tidak mudah untuk diimplementasi seperti penggunaan nilai wajar untuk aset tetap dan kewajiban pengujian impairment untuk aset tidak berwujud dan aset tetap. Hal ini membuka peluang bagi PT untuk membantu masyarakat bisnis menyiapkan sistem akuntansi yang berbasis PSAK baru (IFRS). Meskipun SAK yang berbasis IFRS lebih banyak digunakan oleh perusahaan yang go public, PT masih memiliki peluang untuk mengedukasi masyarakat bisnis agar peduli dengan standar akuntansi. Di masa mendatang, implementasi standar akuntansi keuangan akan didukung oleh perangkat hukum berupa undang-undang pelaporan keuangan yang sedang dibahas di tingkat kementerian keuangan. Dengan demikian, pelaku bisnis akan terikat secara hukum untuk menyajikan informasi keuangan sesuai standar akuntansi yang dikeluarkan DSAK-IAI dan tentu memberi peluang lebih besar kepada PT untuk berkiprah. Sisi Lain Pendidikan IFRS

IFRS tidak hanya memperoleh dukungan tapi juga kecaman. Haber (2010), misalkan, mengkritisi akademisi akuntansi yang hanya membebek penyusun standar dan kehilangan jati diri keilmuannya. Menurut Haber (2010), tidak ada body of knowledge yang jelas terkait pengajaran IFRS. Meskipun pernyataan Haber (2010) bisa diperdebatkan, akademisi akuntansi seharusnya melihatnya sebagai sebuah kritik membangun. Mengajar mahasiswa untuk lebih siap menghadapi perubahan di masa mendatang lebih penting dari sekedar mengajarkan perubahan itu sendiri. Haber (2010) juga memperingatkan agar akademisi tidak hanya mengajarkan IFRS dan menggunakan buku edisi IFRS tanpa memberikan pandangan kritis terhadap IFRS. Pendidikan akuntansi bukan hanya tanggungjawab PT. Para pihak yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan akuntansi sudah selayaknya ikut mengemban tugas mulia ini. KAP maupun IAI seharusnya secara aktif ikut mengedukasi masyarakat bisnis dalam menghadapi perubahan dan tidak hanya membuat perubahan (baca: masalah) Refleksi: 1. Perubahan adalah keniscayaan dunia. Mereka yang sukses adalah yang mampu bertahan dan tetap berprestasi dalam semua kemungkinan perubahan. Mereka yang kurang berhasil adalah yang terlambat merespon perubahan. Mereka yang gagal adalah yang tidak pernah sadar jika zaman telah berubah. 2. Respon terhadap perubahan tidak harus selalu dengan mengikuti tuntutan zaman namun harus selalu berdasar pandangan yang kritis, obyektif, proporsional, dan bijak. Referensi Cherubini, Jason, Kevin Rich, Hong Zhu, dan Alfred Michenzi. 2011. IFRS in the General Business Curriculum: Why Should We Care? The CPA Journal 81 (2): 13-15. Derstine, Robert P., dan Wayne G Bremser. 2010. The Journey Toward IFRS in the United States. The CPA Journal 80 (7): 6-8. Haber, Jeffry R. 2010. No Need to Focus on IFRS Education-Yet. The CPA Journal 80 (10): 14. McGee, Paul F. dan Jayanti Bandyopadhyay. A Contribution to Practice: Exploring the Curriculum Impact of IFRS-U.S. GAAP Convergence. Competition Forum 7 (2): 496-504. Miller, William F. dan DArcy A. Becker. 2010. Why Are Accounting Professors Hesitant to Implement IFRS? The CPA Journal 80 (8): 63-67. Munter, Paul dan Philip M. J. Reckers. 2010. Uncertainties and Budget Shortfalls Hamper Curriculum Progress on IFRS. Issues in Accounting Education 25 (2): 189-198. ________________________________. 2009. IFRS and Collegiate Accounting Curricula in the United States: 2008 A Survey of the Current State of Education Conducted by KPMG and the Education Committee of the American Accounting Association. Issues in Accounting Education 24 (2): 131-139.

Saputra, IM. Wirya. 2009. Pendidikan Vokasional: Lewat Penguasaan Ketrampilan, Peluang Berkembang pun Makin Pesat. http://wiryasaputra.blogspot.com/2009/11/pendidikanvokasional-lewat-penguasaan.html. diakses pada 29 Oktober 2011. Thomas, James. 2009. Convergence: Businesses and Business Schools Prepare for IFRS. Issues in Accounting Education 24 (3): 369-376. Weiss, Jane M. 2011. Implementing IFRS Curriculum into Accounting Programs. The CPA Journal 81 (4): 62-63. Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Terhadap Bisnis

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melaksanakan Seminar Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Terhadap Bisnis pada tanggal 8 Oktober 2009 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta. Acara dihadiri tiga ratus akuntan seluruh Indonesia yang berasal dari kantor akuntan publik, BUMN, perusahaan terbuka, akademisi serta praktisi akuntansi lainnya. Bertindak sebagai keynote speaker Ketua Bapepam & LK, Dr. Achmad Fuad Rahmany. Seiring dengan perkembangan dan dinamika bisnis dalam skala nasional dan internasional, IAI telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi IFRS yang akan diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 2012. Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Ahmadi Hadibroto menyatakan: Langkah startegis menuju keseragaman bahasa dalam Akuntansi dan pelaporan keuangan di sektor privat ini merupakan agenda utama profesi Akuntansi secara global. Terciptanya harmonisasi standar Akuntansi global juga menjadi salah satu tujuan dan komitmen kelompok G-20 dalam meningkatkan kerjasama perekonomian dunia. Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian. Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatanhambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Untuk membangun secara berkelanjutan kapasitas profesi Akuntansi menuju tercapainya full compliance terhadap standar global, IAI melaksanakan seminar ini agar publik mampu mempersiapkan dan mengambil keputusan dalam menghadapi dampak dari program konvergensi IFRS.Sosialisasi secara komprehensif setiap perkembangan program konvergensi IFRS akan

mampu mengurangi kejutan bagi publik atas dampak dari perubahan SAK yang akan konvergen dengan IFRS. Seminar juga membahas dampak konvergensi IFRS dalam prespektif bisnis terutama pandangan dan langkah antisipatif BUMN untuk menjadi lebih kompetitif. Hadir sebagai pembicara Arif Arryman, selaku ketua tim imlementasi IFRS yang dibentuk oleh Kementerian Negara BUMN.Ketua Dewan SAK IAI (DSAK) Rosita Uli Sinaga menyatakan bahwa Program Konvergensi DSAK selama tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, dan 17 Standar di tahun 2010. Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi publik untuk sedari dini mengantisipai implementasi program konvergensi IFRS.Rosita juga menambahkan bahwa tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan Publik harus segera mengupdate pengetahuannya dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road mapkonvergensi. Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan mengupdate pengetahuan para Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuangan seperti penilai dan aktuaris. Menurut saya IFRS sagat bermanfaat sekali bagi para akuntan dalma menjalankan tugasnya. San saya sebagai ,ahasiswa juga berharap di dalam pembelajaran di dalam perkulihan, ada pelajaran yang membahas pelajaran dengan materi IFRS secara lebih rinci lagi, untuk bekal mahasiswa dalam dunia kerja yang semakin kompetitif Sumber : http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=92 0 Comments: 1. Post a Com http://yogi-unitedblog.blogspot.com/2012/11/ifrs-dalam-akuntan-publiik.html Ifrs dalam akuntan publiik Diposkan oleh Yogi di 01.28

Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Terhadap Bisnis

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melaksanakan Seminar Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Terhadap Bisnis pada tanggal 8 Oktober 2009 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta. Acara dihadiri tiga ratus akuntan seluruh Indonesia yang berasal dari kantor akuntan publik, BUMN, perusahaan terbuka, akademisi serta praktisi akuntansi lainnya. Bertindak sebagai keynote speaker Ketua Bapepam & LK, Dr. Achmad Fuad Rahmany. Seiring dengan perkembangan dan dinamika bisnis dalam skala nasional dan internasional, IAI telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi IFRS yang akan diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 2012. Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Ahmadi Hadibroto menyatakan: Langkah startegis menuju keseragaman bahasa dalam Akuntansi dan pelaporan keuangan di sektor privat ini merupakan agenda utama profesi Akuntansi secara global. Terciptanya harmonisasi standar Akuntansi global juga menjadi salah satu tujuan dan komitmen kelompok G-20 dalam meningkatkan kerjasama perekonomian dunia. Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian. Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatanhambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Untuk membangun secara berkelanjutan kapasitas profesi Akuntansi menuju tercapainya full compliance terhadap standar global, IAI melaksanakan seminar ini agar publik mampu mempersiapkan dan mengambil keputusan dalam menghadapi dampak dari program konvergensi IFRS.Sosialisasi secara komprehensif setiap perkembangan program konvergensi IFRS akan mampu mengurangi kejutan bagi publik atas dampak dari perubahan SAK yang akan konvergen dengan IFRS. Seminar juga membahas dampak konvergensi IFRS dalam prespektif bisnis terutama pandangan dan langkah antisipatif BUMN untuk menjadi lebih kompetitif. Hadir sebagai pembicara Arif Arryman, selaku ketua tim imlementasi IFRS yang dibentuk oleh Kementerian Negara BUMN.Ketua Dewan SAK IAI (DSAK) Rosita Uli Sinaga menyatakan bahwa Program Konvergensi DSAK selama tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, dan 17 Standar di tahun 2010.

Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi publik untuk sedari dini mengantisipai implementasi program konvergensi IFRS.Rosita juga menambahkan bahwa tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan Publik harus segera mengupdate pengetahuannya dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road mapkonvergensi. Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan mengupdate pengetahuan para Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuangan seperti penilai dan aktuaris. Menurut saya IFRS sagat bermanfaat sekali bagi para akuntan dalma menjalankan tugasnya. San saya sebagai ,ahasiswa juga berharap di dalam pembelajaran di dalam perkulihan, ada pelajaran yang membahas pelajaran dengan materi IFRS secara lebih rinci lagi, untuk bekal mahasiswa dalam dunia kerja yang semakin kompetitif Sumber : http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=92 0 Comments: http://yogi-unitedblog.blogspot.com/2012/11/ifrs-dalam-akuntan-publiik.html

Akuntansi: Pentingkah IFRS? (Peran IFRS untuk Mengurangi Earnings Management)

Tulisan saya kali ini membahas berbagai literatur tentang adopsi IFRS di berbagai negara dan dampaknya dalam meningkatkan kualitas akuntansi. Bagaimana cara mengukur kualitas akuntansi? Kualitas akuntansi diukur menggunakan indikatorearnings management yang dihitung berdasarkan discretionary accrual. Secara umum, implementasi IFRS di negara-negara di dunia diharapkan memiliki dampak yang relatif sama, yaitu meningkatnya kualitas informasi laporan keuangan yang ditandai dengan menurunnya

tingkat earnings management. Namun, ada pula penelitian yang membuktikan bahwa kenyataannya tidak selalu demikian. International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar penyusunan pelaporan keuangan yang didorong untuk dilaksanakan oleh banyak negara di dunia dalam rangka konvergensi menuju terwujudnya penggunaan satu standar yang sama. Efektif pada tahun 2011, IFRS telah diadopsi oleh beberapa negara, seperti Canada, Australia, dan negara-negara Eropa. Bahkan saat ini, negara yang dahulu enggan melakukan konvergensi seperti Amerika Serikat pun diharapkan telah mengadopsi IFRS secepatnya tahun 2014. Penggunaan IFRS ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas akuntansi. IFRS diterbitkan oleh International Accounting Standards Board(IASB). Sejak tahun 2005, banyak negara mulai diwajibkan untuk mengadopsi IFRS. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan transparansi dan comparability dari pelaporan keuangan di berbagai negara. Diadopsinya IFRS oleh berbagai negara bukan tanpa menuai banyak kritik dan persoalan. Dengan adanya standar baru yang berbasis prinsip, dimana penilaian aset didasarkan pada fair value, tentu hal ini tidak akan mudah dilakukan mengingat standar yang biasa digunakan oleh negara-negara penganut Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) adalah berdasar pada nilai historis. Apakah penggunaan fair valuesebagai dasar penilaian aset sesuai IFRS ini akan selaras dengan tujuan didorongnya penggunaan IFRS yaitu meningkatkan transparansi dan kualitas laporan keuangan? Bukan pada saat diluncurkan saja standar ini banyak menuai kritikan. Belakangan ini, muncul perdebatan mengenai IFRS dan konvergensi akuntansi. Pihak yang mendukung IFRS dan konvergensi berpendapat bahwa standar akuntansi global yang satu akan mengurangi asimetri informasi, menurunkan baiya modal, dan meningkatkan aliran modal lintas batas, sedangkan pihak yang tidak mendukung berargumen bahwa karakteristik lingkungan bisnis dan rerangka institusional menentukan bentuk dan isi standar akuntansi. Dengan demikian, standar akuntansi di negara yang berbeda tidak perlu seragam dan penggunaan IFRS tidak serta merta meningkatkan kualitas akuntansi. Dengan semakin banyaknya perusahaan dan negara yang telah mengadopsi IFRS untuk menggantikan standar nasionalnya, maka perkembangan ekonomi global yang terjadi dengan cepat dan integrasi pasar modal di seluruh dunia merupakan momen yang tepat unntuk mengevaluasi dampak dari IFRS dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas akuntansi di kancah internasional. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, IFRS dipercaya sebagai standar yang mampu meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Alasannya adalah bahwa IFRS menghilangkan alternatif-alternatif akuntansi yang diperbolehkan dan mungkin dilakukan oleh manajemen. IFRS diharapkan dapat membatasi management discretionatau keleluasaan manajemen untuk memanipulasi laba. Namun, apakah hal tersebut sepenuhnya benar? IFRS

mendukung conformity di seluruh dunia serta meningkatkancomparability, understandability, dan penyajian data keuangan. Akan tetapi, IFRS memiliki beberapa keterbatasan dan mungkin mengundang perhatian khusus ketika kita mengingat tentang earnings management. Meskipun IFRS dianggap mampu menghilangkan alternatif-alternatif bagi manajemen untuk memanipulasi laba, perlu diingat bahwa IFRS mengusung principles based atau berdasarkan pada prinsip, sedangkan GAAP adalah rules based atau berdasarkan aturan, yang memungkinkan orang untuk menerapkan prosedur akuntansi secara benar sesuai dengan aturan-aturan yang dijabarkan. Principles based lebih bersifat subjektif dan dapat memicu timbulnya masalah pada pelaporan keuangan. Misalnya saja ketika suatu aset dinilai oleh seorangappraiser seharga X, tetapi bisa jadi berbeda ketika dinilai oleh appraiser lain. Dengan adanya kemungkinan ini, auditor akan meminta lebih banyak informasi dan judgmentyang tidak mustahil pula akan menimbulkan pertanyaan pada laporan keuangan auditan. Dengan ditinggalkannya prinsip historical cost atau nilai historis pada IFRS ini, manajemen akan dengan mudah merencanakan earnings dengan tujuan memperoleh laba yang diharapkan, dan tidak berfokus pada ketepatan/kebenaran informasi akuntansi. Saya akan membahas sekilas mengenai sejauh mana IFRS diadopsi oleh negara-negara di dunia dan bagaimana dampaknya terhadap pelaporan keuangan yang sebelumnya dianggap akan meningkatkan kualitas, transparansi, dan comparability, tetapi di sisi lain memberikan celah bagi manajemen untuk memanfaatkan subjektivitas dariprinciple based untuk mengatur laba. Sebelum membahas lebih jauh mengenai peran IFRS dalam kaitannya dengan earnings management, terlebih dahulu akan dibahas mengenai teori dari earnings management. Earnings management terjadi ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan yang dapat digunakan untuk menyesatkan para stakeholders mengenai kinerja ekonomik yang melatar belakangi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil dari perjanjian yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan (Healy dan Wahlen, 1999). Dechow dan Skinner (2000) melakukan penelitian mengenai kemungkinan terjadinya intervensi pihak manajemen dalam proses pembuatan laporan keuangan. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa campur tangan manajemen dalam pembuatan laporan keuangan tidak saja melalui estimasi dan metode akuntansi yang digunakan, tetapi juga melalui keputusan operasional. Earnings management dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Beberapa cara yang biasa dilakukan oleh manajer antara lain mempercepat penjualan, mengubah skedul pengiriman barang, memperlambat pengeluaran untuk riset dan pengembangan, serta pengeluaran untuk pemeliharaan.

Para praktisi dan regulator memiliki persepsi yang berbeda mengenai earnings management (Dechow dan Skinner, 2000). Seringkali earnings management memiliki bentuk yang sulit dibedakan dari pilihan accrual accounting yang sesuai. Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa altematif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsiopsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengelola laba. Manajemen dalam hal ini dikatakan memiliki sifat oportunis dalam menjalankan pengelolaan perusahaan demi mementingkan pribadinya. Perilaku oportunis ini direflesikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing atau income decreasingdecretionary accrual. Di dalam istilah akuntansi, akrual mengacu pada pencatatan adanya dampak keuangan atas transaksi-transaksi suatu entitas dan kejadian serta kondisi lain yang memiliki dampak terhadap kas dalam periode dimana transaksi, kejadian, dan kondisi itu terjadi, bukan periode dimana kas diterima atau dibayarkan oleh entitas (Kusumaningrum, 2010). Pencatatan pendapatan dan biaya mengacu pada konsep akrual, oleh karena itu laba sebagai hasil dari pengurangan biaya terhadap pendapatan tidak terlepas dari konsep akrual. Adanya konsep akrual ini mengakibatkan luasnya berbagai metode dalam pengakuan pendapatan maupun biaya. Jones, et. al (2008) merangkum beberapa metode yang digunakan untuk menghitung discretionary accrual, antara lain: Jones Model, dikembangkan tahun 1991 TAit Tait = 0 + 1 (1/ATit-1) + 2 REVit + 3 PPEit + it = total akrual perusahaan

i = selisih antara income before extraordinary items dengan arus kas dari kegiatan operasi untuk tahun t. ATit = aset pada awal tahun

REV = perubahan penjualan dari tahun t-1 ke tahun t PPE = gross property, plant, and equipment

Salah satu kelemahan dari model Jones ini adalah bahwa model ini mengasumsikan bahwa tidak terdapat akrual diskresioner yang berasal dari perubahan pendapatan, maka dari itu model ini tidak dapat mendeteksi apabila manajemen laba dilakukan dengan memanipulasi penjualan. Modified Jones Model TAit = 0 + 1 (1/ATit-1) + 2 (REVit ARit) + 3 PPEit + it

AR = perubahan piutang dari tahun t-1 ke tahun t.

Untuk mengidentifikasi adanya perilaku manajemen laba melalui pendapatan penjualan maka jumlah penjualan kredit perusahaan dari formula akrual non-diskresioner dikeluarkan. Modified Jones with Book to Market Ratio and Cash Flows TAit BM CFO = 0 + 1 (1/ATit-1) + 2 (REVit ARit) + 3 PPEit + 4 BMit + 5 CFOit + it = nilai buku dari common equity di atas nilai pasar common equity = arus kas dari kegiatan operasi di atas ATt-1

Modified Jones Model with ROA (1) (dikembangkan oleh Kothari, Leone, dan Weasley, 2005) TAit=0+1(1/ATit-1) + 2 (REVit ARit) + 3 PPEit + 4 ROAit + it ROAit = income before extraordinary items untuk tahun t di atas ATt-1

Modified Jones Model with ROA (2) TAit=0+1(1/ATit-1)+2(REVit ARit) + 3 PPEit + 4 ROAit-1 + it ROAit = income before extraordinary items untuk tahun t-1 di atas ATt-1

Measures Accrual Quality WCit = 0 + 1 CFOit-1 + 2 CFOit + 3 CFOi t+1 + it WC = perubahan modal kerja dari tahun t-1 ke tahun t

Model McNichols WCit = 0 + 1 CFOit-1 + 2 CFOit + 3 CFOi t+1 + 4 REVit + 5 PPEit +it WC = perubahan modal kerja dari tahun t-1 ke tahun t

Beneish Model MIit = -4,840 + 0,920 DSRIit + 0,586 MIit + 0,404 AQIit + 0,8925 GIit 43 MI = manipulation index = kemungkinan manipulasi laba menggunakan standard normal distribution table. Dengan menggunakan salah satu rumus yang dipilih menggunakan model-model di atas, dapat diketahui nilai residu dari persamaan regresi. Kemudian nilai residu ini dijadikan nilai absolut (mutlak), dan inilah yang dijadikan besaran discretionary accrual, yang kemudian menjadi proxy dari earnings management.

Menurut Healy dan Wahlen (1999), earnings management dilakukan dengan berbagai alasan, antara lain mempengaruhi persepsi pasar saham, meningkatkan kompensasi manajemen, mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian, dan untuk menghindari intervensi regulasi. Menurut Degeorge, et. al (1999), earnings management muncul dari suatu permainan pengungkapan informasi yang harus dimainkan oleh eksekutif danoutsiders (non eksekutif). Earnings management arises from the game of information disclosure that executives and outsiders must play. Maksud kutipan di atas adalah earnings management muncul sebagai akibat dari adanya judgments dalam pelaporan keuangan berupa informasi-informasi perusahaan, dimana keputusan pengungkapan informasi tersebut merupakan campur tangan eksekutif dan non ekskutif untuk melaporkan data-data finansial perusahaan. Jiraporn, et. al (2008) membagi cara pemahaman earnings management menjadi dua, yaituearnings management dapat bersifat opportunistic dan beneficial. Earnings manegement dikatakan beneficial atau bermanfaat karena meningkatkan nilai informasi laba dengan menyampaikan informasi pribadi perusahaan kepadastockholders (pemegang saham) dan masyarakat. Selain itu, manfaat lain dari earnings management yang dikemukakan dalam penelitian tersebut yaitu mengurangi agency cost. Sedangkan earnings management dikatakan sebagai tindakan yang bersifat opportunistic apabila insentif manajer dan pemegang saham yang tidak terarah merangsang manajer untuk menggunakan fleksibilitas yang diberikan oleh akuntansi yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum (misal Generally Accepted Accounting Principles atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum) guna mengatur laba, sehingga menciptakan distorsi dalam laba yang dilaporkan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cai, et.al (2008) tentang pengaruh IFRS dan pelaksanaannya dalam earnings management dengan meneliti lebih dari 100.000 perusahaantahun di 32 negara dari tahun 2000 sampai tahun 2006, menemukan bahwaearnings management di negara yang mengadopsi IFRS menurun pada tahun-tahun terakhir. Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan bahwa negara dengan pelaksanaan IFRS yang lebih kuat memiliki tingkat earnings management yang lebih rendah. Hasil ini tentu mendukung pendapat pendukung IFRS bahwa dengan diadopsinya IFRS, maka earnings management akan berkurang. Sejalan dengan kesimpulan tersebut, di Eropa juga dilakukan penelitian serupa oleh Chen, et.al (2010) tentang peran IFRS terhadap peningkatan kualitas akuntansi. Penelitian ini menggunakan indikator discretionary accrual untuk mengukur earnings management,dimana earnings management tersebut adalah proxy dari kualitas akuntansi. Semakin rendah earnings management mengindikasikan bahwa akuntansi semakin berkualitas. Menggunakan analisis regresi, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa negara-negara yang mengadopsi IFRS

memiliki angka discretionary accrual yang rendah, yang berarti juga kualitas akuntansinya lebih baik. Salah satu negara di Eropa yang telah melakukan adopsi IFRS adalah Jerman. Penelitian dilakukan oleh Gassen dan Sellhorn (2006) dengan tiga tujuan: pertama, menganalisis determinan dari penerapan IFRS secara sukarela (voluntary) oleh perusahaan terbuka di Jerman pada periode 1998-2004, ditemukan bahwa ukuran perusahaan, keterbukaan internasional, ketersebaran kepemilikan, dan IPO terakhir adalah faktor penentu yang penting. Kedua, menggunakan determinan-determinan tersebut, ditemukan adanya perbedaan signifikan pada kualitas akuntansi: perusahaan yang mengadopsi IFRS memiliki laba atau earnings yang lebih tetap/persisten, kurang dapat diprediksi, dan lebih konservatif secara kondisional. Ketiga, menganalisis perbedaan asimetri informasi antara perusahaan yang mengadopsi IFRS dengan perusahaan yang menggunakanGerman GAAP, dan ditemukan bahwa perusahaan yang mengadopsi IFRS mengalami penurunan dalam persebaran penawara. Di sisi lain, perusahaan pengadopsi IFRS cenderung memiliki harga saham yang volatile. Di negara yang dinilai cukup stabil perekonomiannya meskipun dunia sedang dilanda krisis global seperti Australia, telah diteliti pengaruh dari mandatory IFRS terhadap kualitas akuntansi, dan ditemukan bahwa The mandatory adoption dari IFRS di Australia menghasilkan kualitas akuntansi yang lebih baik. Asumsi yang dibangun dalam penelitian ini adalah Australia negara stabil, tidak terpengaruh krisis ekonomi global, sehingga hasil penelitian dapat menghasilkan kesimpula yang valid tanpa ada pengaruh dari krisis global. Penelitian yang bersampel perusahaan-perusahaan di Australia membandingkan kualitas akuntansi pada saat sebelum mengadopsi IFRS dan setelah mengadopsi IFRS, dan hasilnya diketahui bahwa ternyata kualitas akuntansi lebih tinggi ketika perusahaan mengadopsi IFRS, yang dalam hal ini bersifat mandatory (Elias, 2012). Sebanyak 654 perusahaan di China diteliti oleh Hong (2008), di masa yang lalu masih menggunakan Chinese GAAP kemudian bertransisi ke IFRS. Penelitian ini menghitung nilai absolut dari discretionary accrual untuk mengukur earnings management yang mencerminkan kualitas laporan keuangan. Di pasar China, laporan keuangan yang mengindikasikan bad news lebih informatif ketika disajikan dalam IFRS yangprinciples based. Dari sini didapatkan informasi bahwa penyajian laporan keuangan menggunakan IFRS membuat informasi perusahaan menjadi lebih berguna. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wang (2012) di negara yang sama, justru memberikan bukti yang lemah bahwa IFRS memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas akuntansi. Memang dengan mengimplementasikan IFRS, earnings management menjadi lebih rendah daripada saat China mengimplementasikan Chinese GAAP,

tetapi penelitian ini belum memberikan bukti yang cukup untuk mencapai kesimpulan bahwa IFRS memberikan dampak menurunnya earnings management. Dampak diimplementasikannya IFRS terhadap menurunnya earnings management di negara yang sedang mengembangkan perekonomiannya mungkin tidak dapat ditelusuri secara langsung ketika berbicara tentang stabilitas perekonomian dan politiknya. Negara-negara Eropa dan Australia adalah contoh negara-negara dengan perekonomian dan politik yang cukup stabil dan dampak dari pengadopsian IFRS mungkin tidak dipengaruhi oleh situasi yang ada di negara tersebut. Hal ini bisa berbeda dengan hasil penelitian tentang adopsi IFRS di negara-negara berkembang, misalnya di India. Sebuah penelitian dilakukan oleh Rudra dan Bhattacharjee (2011). Menurut Rudra dan Bhattacharjee (2011), India adalah salah satu negara dengan tingkat earnings management tertinggi di dunia. India yang juga sebagai emerging market, memberikan peluang untuk menguji apakah adpsi standar internasional berhubungan denganearnings management yang lebih rendah. Meskipun demikian, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya karena ternyata di negara berkembang dimana standar internasional dihadapi, cenderung lebih mulus dalam laba jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengadopsi IFRS. Kesimpulan ini tentu berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu bahwa IFRS dapat meningkatkan kualitas laporan. Temuan ini dapat memberikan saran pada regulator untuk berpikir tentang efetivitas IFRS dalam mengurangi opportunistic earnings management di negara dengan ekonomi berkembang, seperti India khususnya, ketika standar akuntansi di India mengalami perubahan substansial dengan konvergensi IFRS secara bertahap. Bukti lain terkait adopsi IFRS di negara berkembang ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Ismail, et. al (2011) pada 4010 observasi di Malaysia dalam kurun waktu tiga tahun sebelum dan tiga tahun setelah adopsi tatanan baru standar akuntansi. Menggunakan proxy berupa abnormal accrual, ditemukan bahwa di negara berkembang seperti Malaysia juga berlaku sama seperti kesimpulan yang didapat oleh penelitian di negara Eropa dan Australia, yaitu bahwa adopsi IFRS mampu meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Keterbatasan dari penelitian ini, meskipun mampu menggambarkan perbandingan dalam hal implementasi IFRS, beberapa standar di IFRS belum diimplementasikan di Malaysia, sementara sampel yang diteliti merupakan perusahaann yang homogen (perusahaan non-finansial dan bukan perusahaan utility). Meskipun hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa adopsi IFRS berdampak positif terhadap kualitas pelaporan keuangan, apakah selalu demikian? Sebuah penelitian dilakukan oleh Djatec, et.al (2010) pada 15 negara di Asia Pasifik dimana 7 di antaranya merupakan negara yang dikarakteristikkan sebagai infrastruktur institusional yangmarket supportive (Australia, India, Jepang, Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Taiwan), sementara 8 lainnya merupakan negara

dengan institusi non-market supportive infrastructure (China, Indonesia, Korea, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Sri Lanka, dan Thailand). Menggunakan hipotesis nol, pengujian dilakukan dengan one-tailed test untuk menguji apakah terdapat perbedaan dalam kualitas informasi publik dan privat di antara negara yang memiliki dukungan yang tinggi ataupun rendah pada pasar saham. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas dari private information lebih tinggi pada negara non-market supportive, dan kualitas informasi publik (umum) lebih tinggi untuk market supportive infrastructure. Dengan kata lain, jika kita mengkontekskan IFRS pada pelaporan akuntansi yang di-release di pasar saham dan informasinya dapat digunakan secara luas oleh pihak yang berkepentingan, IFRS lebih memberikan manfaat pada negara yang memiliki infrastruktur institusional yang mendukung pasar daripada negara yang infrastrukturnya tidak mendukung pasar. Setelah banyak dibahas mengenai pengaruh IFRS terhadap earnings management di negaranegara Eropa, Australia, dan Asia, timbul pertanyaan bagaimanakah adopsi IFRS di Afrika? Apakah dengan diimplementasikannya IFRS di Afrika akan menghasilkan output yang sama dengan negara-negara di benua lain? Salah satu contoh adalah negara Kenya. Kenya, seperti banyak negara berkembang di dunia, memiliki karakteristik institusi yang lemah dan ekonomi yang tidak stabil, serta lingkungan politik yang tidak terlalu kondusif untuk asimilasi IFRS. Meskipun demikian, banyak negara dan perusahaan telah mengadopsi IFRS, dan memiliki kebutuhan yang besar untuk mengevaluasi dampaknya. Kritik terhadap IFRS di negara-negara berkembang ini berargumen bahwa tidak ada bukti yang konklusif bahwa standar berkontribusi pada kualitas akuntansi. Penelitian yang dilakukan di Kenya oleh Outa (2011) membandingkan kualitas akuntansi dalam pre dan post periode adopsi dimana kedua era tersebut memiliki garis batas yang jelas. Setiap perusahaan bertindak sesuai kontrol mereka masing-masing dengan mencocokkan data pada pre dan post untuk menjamin kondisi yang sama untuk pengukuran. Salah satu hal yang sedikit mengacaukan penelitian ini adalah efek lingkungan makroekonomika dan politik yang dihapus karena semua perusahaan dimaksudkan untuk memiliki lingkungan ekonomika dan kondisi pemerintahan yang sama. Penelitian-penelitian di atas rata-rata mengaitkan kualitas pelaporan akuntansi dengan rendahnya earnings management. Discretionary accrual yang merupakan proxy dariearnings management dan earnings management menjadi indikator rendahnya kualitas akuntansi. Kebijakan manajemen ketika mengimplementasikan IFRS cenderung lebih berhati-hati atau konservatif, hal ini dapat dilihat dari discretionary accrual yang lebih rendah ketika mengimplementasikan IFRS.

Kontribusi standar yang diimplementasikan oleh suatu negara adalah memberikan dasar yang tepat kepada pembuat laporan akuntansi untuk menggunakan suatu metode pengukuran, pengakuan, dan realisasi suatu transaksi yang nantinya dilaporkan di laporan keuangan. Adanya pilihan-pilihan metode tersebut memungkinkan pembuat laporan keuangan untuk menggunakannya sesuai dengan kebijakan manajemen. Standar dibuat untuk mengakomodasi terutama penyusun laporan keuangan, dan sebagai petunjuk bagi pengguna laporan keuangan. Jika standar yang baik adalah standar yang mampu memberikan prinsip yang sama bagi penyusun laporan keuangan, dan mampu menciptakan kualitas akuntansi yang lebih tinggi, maka di satu sisi standar tersebut tergolonng standar yang bagus. Namun, perlu diingat bahwa laporan keuangan memerlukan audit untuk memastikan bahwa laporan keuangan tersebut wajar. Apakah kualitas pelaporan keuangan yang tinggi akan dapat memberikan informasi yang juga berkualitas tinggi bagi auditor? Meskipun hasil penelitian sebelumnya mengatakan adopsi IFRS memberikan dampak meningkatnya kualitas informasi keuangan, dengan sifat alami IFRS yang sibjektif tetap memerlukan biaya besar misalnya untuk appraiser,analis laporan keuangan, dan sebagainya. Tidak hanya audit saja yang memerlukan biaya besar, tetapi juga pengguna lain misalnya inverstor dan kreditur. Mereka akan mengeluarkan biaya lebih banyak ketika akan melakukan investasi karena investor dan kreditur, seperti halnya auditor, merupakan pihak luar yang bisa jadi memiliki pandangan prinsipil yang sama dengan perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, tetapi menaksir/menilai transaksi dengan nilai pasar yang berbeda. Berdasarkan penelitian sebelumnya, tingginya kualitas akuntansi dipengaruhi oleh faktor implementasi standar akuntansi. Meskipun standar akuntansi dapat mengendalikan earnings management dalam beberapa kasus, itu tidak selalu berarti bahwa negara dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi juga akan memiliki pelaporan informasi keuangan yang juga berkualitas tinggi dan juga earnings management yang rendah karena banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pelaporan akuntansi selain standar akuntansi yang baik, antara lain penegakan hukum, perlindungan investor, dapat menentukan kualitas dari informasi keuangan yang dilaporkan. Sejauh ini, hasil penelitian yang dilakukan di berbagai negara masih mendukung dan memberikan bukti bahwa implementasi IFRS mampu meningkatkan kualitas akuntansi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Untuk negara berkembang, hasil penelitian-penelitian di atas memberikan manfaat yang signifikan kepada pembuat standar lokal, begitu pula di negara berkembang yang memiliki pasar modal dan karakteristik institusional yang serupa. Pada akhirnya, peningkatan kualitas akuntansi melalui penggunaan indikator earnings management perlu diteliti lebih lanjut lagi guna memberikan bukti empiris bahwa adopsi IFRS di suatu negara merupakan faktor yang berperan penting di negara tersebut.

REFERENSI Cai, Lei; Asheq Rahman; Stephen Courtenay. (2008). The Effect of IFRS and its Enforcement on Earnings Management: An International Comparison. Massey University. Available at: http://ssrn.com/abstract=1473571 Chen, Huifa; Qing Liang Tang; Yihong Jiang; Zhijun Lin. (2010). The Role of International Financial Reporting Standards in Accounting Quality: Evidence from the European Union. Journal of International Financial Management & Accounting, Volume 21 Issue 3. Dechow, Patricia M; Douglas J. Skinner. (2000). Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners, and Regulators. American Accounting Association. Accounting Horizons (June). Vol.14. No.2, pp.235-250. Degeorge, Francois; Jayendu Patel; Richard Zeckhauser. (1999). Earnings Management to Exceed Thresholds. Journal of Business, 1999, vol. 72, no. 1 Djatec, Arsen; Grace Geo; Robert Sarikas; David Senteney. (2010). An Investigation of The Comparative Impact of Degree of Implementation of IFRS Upon The Public and Private Information Quality of Asia Pacific Country Firms. International Business & Economics Research Journal Vol. 9; No. 3. Elias, Nabil. (2012). The Impact of Mandatory IFRS Adoption onAccounting Quality: Evidence from Australia. Journal of Interbational Accounting Research Vol. 11 No. 1, pp. 147-154. Gassen, Joachim; Thorsten Sellhorn. (2006). Applying IFRS in Germany Determinants and Consequences. Forthcoming in: Betriebswirtschaftliche Forschung und Praxis, 58 (4), 2006. Healy, Paul M and J.M. Wahlen. (1999). A Review of The Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons(December), p: 368. Hong, Yongtao. (2008). Do Principles-based Accounting Standards Matter? Evidence from the Adoption of IFRS in China. Thesis. Dexel University. Ismail, Wan Adibah Wan; Tony van Zijl; Keitha Dunstan. (2011). Earnings Quality and The Adoption of IFRS-based Accounting Standards: Evidence from an Emerging Market. School of Accounting and Commercial Law. Victoria University of Wellington, New Zealand. Jiraporn, Pornsit; Gary Miller; Soon Suk Yoon; Young Sang Kim. (2008). Is Earnings Management Opportunistic or Beneficial? An Agency Theory Perspective. International Review of Financial Analysis, 2008, Vol 17, 622-634. Available at SSRN:http://ssrn.com/abstract=917941

Jones, Keith L; Gopal V.K; Kevin D. Melendrez. (2008). Do Models of Discretionary Accruals Detect Actual Cases of Fraudulent and Restated Earnings? An Empirical Analysis. Contemporary Accounting Research Vol.25 No.2, pp. 499-531. Kusumaningrum, Armanita. (2010). Pengaruh Kondisi Financial Disstress terhadap Manajemen Laba. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Outa, Erick Rading. (2011). The Impact of International Financial Reporting Standards (IFRS) Adoption on the Accounting Quality of Listed Companies in Kenya.International Journal of Accounting and Financial Reporting Vol. 1, No. 1. Peter, Harris. (2012). A Case Study: U.S. GAAP Converson to IFRS with an Analysis on Earnings Management. Internal Auditing. Jul/Aug 2012; 27, 4; pg. 3 Rudra, Titas; CA. Dipanjan Bhattacharjee. (2012). Does IFRs Influence Earnings Management? Evidence from India. Journal of Management Research 2012, Vol. 4, No. 1: E7. Wang, Ying; Michael Campbell. (2012). Earnings Management Comparison: IFRS vs. China GAAP. Montana State University-Billings, Billings, MT, USA. International Management Review Vol. 8 No. 1. Share this:

Twitter3 Facebook

http://sakinatantri.wordpress.com/2013/03/09/akuntansi-pentingkah-ifrs/ Tugas TA (Teori Akuntansi) Delvi Oktari 20100420091

MANFAAT MENGADOPSI IFRS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNGKINAN ADOPSI IFRS DI NEGARA BERKEMBANG

LATAR

BELAKANG

Perkembangan di area standard setting mengarah kepada penerapan satu set standar akuntansi yang berlaku secara internasional, yaitu IFRS. Isu mengenai adopsi IFRS, diawali

sejak keluarnya Statement of Membership Obligation (SMO) di tahun 2004 dari IF AC (International Federation of Accountant) sebagai organisasi federasi akuntan internasi onal, masing bahwa negara setiap anggotanya asosiasi wajib profesi melakukan masingupaya

terbaiknya dalam mewujudkan konvergensi IFRS. Setelah itu European Union (EU) mewajibkan negara anggotanya mengadopsi IFRS secara penuh di tahun 2005, yang kemudian diikuti oleh adopsi IFRS di beberapa negara, seperti Amerika Serikat untuk MNCs yang listed di SEC, Australia, Kanada dan negara-negara maju lainnya. IASB bertujuan agar semua negara mengadopsi IFRS secara penuh, agar informasi keuangan lebih berkualitas, transparan dan lebih mudah diperbandingkan. Tujuan IASB

hampir tercapai, namun memang tidak ada batas waktu yang pasti kapan semua ne gara mengadopsi IFRS. Ketika tujuan IASB tercapai, maka pelaporan keuangan di tingkat global

akan menggunakan standar ini. Oleh karena itu, sebagai umpan balik bagi strategi IASB faktor Tidak dalam yang banyak mencapai tujuannya, maka riset mengenai faktor-

mempengaruhi kemungkinan adopsi IFRS masih perlu dilakukan. riset mengenai standard setting yang berfokus pada negara

berkembang, padahal negara berkembang seharusnya merupakan negara yang akan memperoleh manfaat dari adopsi IFRS. Adopsi IFRS merupakan jalan termurah unt uk meningkatkan kualitas informasi pelaporan keuangan guna mendukung alokasi moda l yang

efisien dan menarik minat investor guna membiayai pertumbuhan ekonominya (Nobe s, 2010). Menurut Richter dan Quinn (2004) yang dikutip dalam Zeghal dan Mhedhbi (2006), informasi akuntansi dan keuangan dari negara berkembang saat ini masih sulit dian dalkan, padahal terdapat kebutuhan yang tinggi atas informasi ini. Kebutuhan yang tinggi a kan informasi tersebut muncul sebagai upaya untuk menarik minat investor dan untuk memenuhi tuntutan dari investor individu, institusi, dan penyandang dana.

Riset tentang adopsi IFRS di beberapa negara sudah banyak, namun belum banyak yang membahas adopsi IFRS di negara berkembang. Beberapa riset di negara berke mbang lebih banyak bersifat studi kasus yang bersifat eksploratori mengenai dampak penerapannya di suatu negara (Iyoha dan Jimoh, 2011 di Nigeria; Gyazi, 2010 di Ghana dan Stud i Kasus

UNCTAD, 2008). Sepanjang pengetahuan penulis, belum banyak studi yang bersifat kuantitatif dan melibatkan studi lintas negara yang melihat faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi adopsi IFRS di negara berkembang.

Walaupun tujuan akhir IASB adalah agar seluruh negara mengadopsi IFRS s ecara penuh,

bukan dengan cara mengadaptasi standar lokalnya, namun pada kenyataannya beberapa negara akan mengalami kesulitan untuk melakukan adopsi IFRS secara pe nuh. Kendala yang mungkin dihadapi antara lain perangkat hukum, tata kelola dan juga budaya. Chen, Ding, dan Xu

(2009). Zeghal dan Mhedhbi (2006) telah melakukan riset mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi adopsi standar akuntansi internasional di negara berkembang. Mereka menemukan bahwa adopsi IFRS di negara berkembang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang tinggi, budaya anglo-

american dan keberadaan pasar modal. Sementara pertumbuhan ekonomi dan tingkat keterbukaan ekonomi tidak terbukti mempengaruhi kemungkinan adopsi

IFRS di negara berkembang. Kemudian Hope, et al. (2006) yang melakukan studi di 38 negara (negara maju dan berkembang), menemukan bahwa tingkat perlindungan inv estor yang lebih lemah dan kemudahan akses ke pasar modal akan meningkatkan kemun gkinan suatu negara mengadopsi IFRS. Negara dengan tingkat perlindungan investor yang kuat akan

memandang manfaat yang sedikit dari adopsi IFRS, sehingga berpengaruh negatif te rhadap kemungkinan adopsi IFRS.

Perbedaan riset ini dengan riset Zeghal dan Mhedhbi (2006), yaitu selain menguji faktor makro ekonomi negara, riset ini juga menguji faktor institusional dari riset Hope, et

al. (2006) dan perkembangan standar akuntansi lokal terhadap kemungkinan adopsi IF RS. Perkembangan standar akuntansi lokal diduga merupakan faktor yang signifik an sebagai salah satu penentu kemungkinan adopsi IFRS karena berkaitan dengan switching cost (biaya peralihan) yang mungkin muncul dari peralihan ke IFRS.

MANFAAT ADOPSI IFRS Menurut Zeghal dan Mhedhbi (2006), masih terjadi perdebatan mengenai alas an mengapa

suatu negara mengadopsi IFRS. Terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat per tama mendukung adopsi IFRS, bedasarkan argumen berikut ini: 1. 2. Harmonisasi standar internasional akan meningkatkan kualitas informasi keuangan. Adopsi IFRS dapat meningkatkan daya banding informasi akuntansi dalam perspe ktif internasional. 3. Adopsi IFRS dapat mendukung operasi keuangan dalam skala internasional sehing ga membawa manfaat bagi globalisasi pasar modal yang lebih baik. Adopsi IFRS Memberi manfaat terutama bagi negara berkembang untuk me mperkuat integrasi dan daya saing pasar modalnya. Menurut Wolk, Francis dan Tearney (1989) dalam

Zeghal dan Mhedhbi (2006), harmonisasi akuntansi internasional membawa manfaat

bagi negara berkembang karena menyediakan standar yang lebih baik serta kerangka dan prinsip akuntansi dengan kualitas terbaik.

Pendapat kedua mengatakan bahwa faktor spesifik suatu negara tetap harus dipertimbangkan dalam menyusun sistem akuntansi nasional. Talaga dan Ndubizu (1 986) menegaskan bahwa prinsip akuntansi suatu negara harus diadaptasi dengan kondisi lingkungan lokal. Selanjutnya Perera (1989) menunjukkan fakta bahwa informasi ak untansi yang dihasilkan dari penerapan sistem akuntansi negara maju tidak relevan untuk pengambilan keputusan di negara berkembang. Nobes (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa, Standar Akuntansi Internasi onal mempunyai peran penting pada negara berkembang. Adopsi IFRS merupakan jalan termurah untuk negara-negara ini daripada menyiapkan standar sendiri. Adopsi IFRS juga memberikan

manfaat yang lebih besar dan lebih mudah bagi perusahaan domestik dan luar nege ri atau

profesi akuntan dalam hubungan internasional. Manfaat lain adalah terhindar dari keberpihakan politik. Namun terdapat juga keraguan apakah standar ini sesuai untuk negara berkembang. Sebagai contoh, pengaturan yang cukup kompleks dalam standar dan pengungkapan ekstensif yang diperlukan, mungkin akan menimbulkan biaya pelaporan yang tinggi, melebihi manfaat yang diterima negara tersebut. Namun bagaimana pun juga, seperti diungkapkan oleh Saudagaran dan Diga (2003) dalam Nobes (2010) menyimpulkan b

ahwa harmonisasi akan berlanjut dan akan menuju ke arah standar dari IASB, yaitu IFR S. Riset Saudagaran dan Diga (2003) mengambil sampel negara-negara ASEAN.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNGKINAN ADOPSI IFRS DI NEGARA BERKEMBANG 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan perkembangan sistem akuntansi (Zeghal dan

Mhedhbi, 2006). Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka fu ngsi akuntansi sebagai instrumen pengukuran dan komunikasi menjadi penting. Aktivitas bisnis dan perekonomian akan semakin kompleks seiring dengan pertumbuhan ekonomi ya ng semakin baik. Hal ini memerlukan standar akuntansi yang semakin baik dan berkua litas, berkaliber internasional seperti IFRS. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan pilar penting dalam perkembangan standar ak untansi yang modern (Zeghal dan Mhedhbi, 2006). Keputusan adopsi IFRS merupakan langkah yang

strategis dan penting yang memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi, kompetensi

dan kepakaran dalam memahami standar. Selain itu juga diperlukan pertimbangan profe ssional untuk menafsirkan dan menggunakan standar ini. Pertimbangan professional dan ke pakaran akuntan tentunya hanya dapat diperoleh melalui tingkat pendidikan yang tinggi. Neg ara dengan tingkat pendidikan rendah mungkin belum dapat mencapai kompetensi ini se hingga menjadi hambatan dalam mengadopsi IFRS. 3. Tingkat Keterbukaan Ekonomi Perekonomian yang semakin terbuka untuk diakses oleh investor luar negeri akan membawa manfaat tersendiri. Dengan semakin terbukanya ekonomi, maka negara da pat menarik modal asing untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi (Hope, et al. 2006). Suatu negara dengan perekonomian yang lebih terbuka dengan dunia lain, akan mendapat banyak tekanan beragam dari kepentingan pihak internasional. Tekanan luar negeri tersebut dapat datang dari investor luar negeri, perusahaan multinasional, kantor akuntan internasi onal, institusi keuangan internasional (Zeghal dan Mhedhbi, 2006). Tekanan pihak ekstern al tadi merupakan dorongan utama untuk mewujudkan kualitas informasi akuntansi yang

lebih dengan meningkatkan keterbandingan sehingga mendorong diadopsinya IFRS. 4. Perkembangan Pasar Modal

baik

Keberadaan pasar modal di suatu negara akan mendorong negara tersebut menerapkan standar akuntansi yang baik dalam upaya untuk menjamin kualitas informasi yang berguna bagi investor (Zeghal dan Mhedhbi, 2006). Dalam negara yang memiliki pasar moda l, organisasi penyusun standar cenderung menerapkan sistem akuntansi yang menjamin dihasilkannya informasi keuangan yang berkualitas dan berguna bagi investor. Cham isa (2000) menganalisis peran IFRS dalam meningkatkan kualitas informasi akuntansi, t erlebih terhadap informasi laporan keuangan sebagai salah satu sumber informasi yang uta ma di negara berkembang, dimana jarang tersedia informasi yang dapat

diandalkan. Keberadaan pasar modal saja tidak cukup, perkembangan suatu pasar modal yang

berbeda di tiap negara, jelas akan menunjukkan tingkat perhatian yang berbeda ter hadap perlunya sistem akuntansi yang berkualitas. 5. Kualitas Regulator Ramanna linier dan Sletten, (2009) menemukan adanya pengaruh nontata

antara

kelola regulator dengan kemungkinan adopsi IFRS. Riset mereka menggunakan sam pel negara maju dan negara berkembang. Pengaruh kualitas tata kelola pada awalnya p ositif seiring tingginya manfaat yang diterima dari adopsi IFRS, kemudian pengaruhnya menjadi negatif, ketika kualitas tata kelola sudah semakin baik, karena sedikitnya ekspektasi manfaat

yang diperoleh dari adopsi IFRS. Karena riset ini hanya berfokus pada negara berk embang, dimana secara keseluruhan level tata kelolanya masih lebih rendah dibanding negara maju, maka semakin baik tata kelola regulator di negara berkembang, maka adopsi IFRS merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan dukungan regulator terhadap sektor s wasta. Dengan demikian dapat diduga adanya pengaruh positif kualitas tata kelola regulato r terhadap kemungkinan adopsi IFRS pada negara berkembang. Negara berkembang masih berada dalam tahap dimana manfaat adopsi IFRS akan sangat dirasakan (Nobes, 20 10) sehingga tidak akan muncul biaya peralihan merupakan yang tinggi. Kualitas regulator salah

satu indikator pengukuran kualitas tata kelola regulator yang relevan dengan keputu san adopsi IFRS. 6. Tingkat Perlindungan Investor

Negara dengan mekanisme perlindungan investor yang lemah akan semakin ti nggi kemungkinannya mengadopsi IFRS, sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan investor melalui penyajian informasi keuangan yang komprehensif dan dapat dibandi ngkan melalui standar internasional. Negara dengan tingkat perlindungan investor yang se makin rendah, akan memiliki insentif untuk mengadopsi IFRS guna mengurangi risiko ekspropriasi pengendali. terhadap Sebaliknya pemegang negara saham dengan nonmekanisme

perlindungan investor yang efektif akan memandang sedikit manfaat yang diperoleh dari adopsi IFRS, sehingga mengurangi kemungkinannya mengadopsi IFRS (Hope, et al., 2006). 7. Standar Akuntansi Lokal Adaptasi Internasional Dengan mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansi internasional, maka suatu negara seharusnya dapat mengharapkan biaya memproses informasi dan biaya audit yang l ebih rendah (Barth, 2005). Beberapa negara berkembang mungkin telah mempunyai standar lokal, yang sejak awal penyusunannya sudah mengadaptasi beberapa bagian dari Standar Akuntansi

Internasional (selanjutnya disebut Standar lokal adaptasi internasional) yang telah di susun oleh IASC sejak tahun 1973 (IAS). Beberapa negara lain mungkin juga telah mengembangkan standar akuntansi lokal yang tidak mengacu ke standar akuntansi internasional, baik mengembangkan sendiri maupun mengacu pada standar selain sta ndar

internasional. Negara dengan perkembangan standar yang sebelumnya mengacu ke st andar akuntansi internasional akan semakin mungkin untuk mengadopsi IFRS dibandingkan negara dengan perkembangan standar akuntansi yang tidak mengacu ke standar internasional, karena

tidak menimbulkan biaya peralihan yang besar. Adopsi IFRS akan menjadi keputus an yang berbiaya tinggi pada negara yang sebelumnya tidak mengacu ke standar ak untansi internasional (Ramanna dan Sletten, 2009).

REFERENSI Farahmita, Aria, (2012) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Adopsi IFRS di Negara Berkembang, jurnal akuntansi (Simposium Nasional Akuntansi 15).

Posted by Delvi oktari at 11:15 PM Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook Labels: Tugas No comments: Post a Comment http://delvioktari.blogspot.com/2013/01/tugas-ta-teori-akuntansi.html Peran Internal Audit dalam Seluruh Fase Adopsi IFRS Posted on March 28, 2012 by inedwiyanti

Rate This

Tulisan ini merupakan salah satu bagian dari tulisan saya yang dimuat pada repository intenal telkom Kampiun.Tulisan lengkapnya berjudul PERAN INTERNAL AUDIT DALAM ADOPSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS)DI PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK. Sebagai sharing saya hanya memasukan bagian pembahasan peran internal audit dalam IFRS berdasarkan beberapa sumber bacaan, semoga bermanfaat untuk pembaca semua. Peran Internal Audit dalam Seluruh Fase Adopsi IFRS Berikut ini adalah beberapa hal di mana aktivitas audit internal harus berusaha terlibat dalam projek konversi ke IFRS: Tahap 1 Preliminary Study Bagian akuntansi / keuangan adalah penanggung jawab atas keseluruhan projek IFRS (yaitu, dari tahap inisiasi projek, pelaksanaan, sampai dengan tahap pasca- implementasi). Oleh karena itu, langkah pertama aktivitas audit internal adalah melakukan review terhadap rencana projek IFRS perusahaan untuk memastikan bahwa perusahaan memang telah siap untuk melaksanakan projek. Auditor internal harus memastikan bahwa projek telah dirancang dengan memadai dan ditetapkan batas-batas lingkupnya dengan jelas, serta dikelola secara efektif dan efisien. Prosedur yang harus dilakukan termasuk memastikan pengendalian yang tepat, melakukan pengujian kesiapan, mengkaji rencana komunikasi, melakukan pengujian kecukupan program manajemenperubahan (change management), dan mengkaji manajemen anggaran untuk memastikan bahwa seluruh biaya-biaya yang diperlukan telah dianggarkan. Dengan melakukan review praimplementasi secara dini seperti ini auditor internal akan memberikan peluang yang lebih besar bagi proyek konversi IFRS untuk sukses. Berikut ini beberapa kegiatan pada tahap awal yang dapat dilakukan internal audit dalam proyek konversi IFRS: 1. Memahami tujuan dan sasaran dari preliminary study dan terlibat dalam perencanaan proyek 2. Membantu mendefinisikan ruang lingkup dari preliminary assessment, milestone, dandeliverables 3. Menilai dampak terhadap operasional, high level, termasuk proses pelaporan keuangan, sistem, karyawan, dan informasi, seperti implementasi pajak danbudgeting.

4. Review diagnostic kuesioner dan tools lainnya yang digunakan untuk memfasilitasipreliminary assessment 5. Mereview rencana kerja organisasi IFRS dan estimasi high level biaya dan sumber daya. Memonitor perkembangan perencanaan yang sedang berjalan. Tahap 2 Project Set Up, Initial Conversion, Component Evaluations, and Related Issue Resolutions Tujuan dari tahap kedua ini adalah untuk membangun kebijakan IFRS, dan mempersiapkan pertama kali hasil laporan keuangan, termasuk design dan implementasi dan proses pelaporan IFRS selama periode transisi. Selama periode ini, internal audit lebih prokatif dalam keterlibatan di proyek konversi IFRS, menilai hasil dan perkembangan dibandingkan dengan timeline, serta mengkomunikasikan kepada penilai independent atas status secara keseluruhan kepada stakeholders (misal Komite Audit). Auditor internal harus bekerja sama dengan auditor eksternal secara erat selama proses implementasi IFRS untuk mengidentifikasi proses-proses, sistem, dan pengendalian yang terkena dampak IFRS. Setelah mengidentifikasi area-area mana saja yang terkena dampak, auditor internal harus segera membuat perubahan yang sesuai pada dokumentasi proses untuk memastikan bahwa pada area-area yang terkena dampak tersebut, pengendalian akan dapat berfungsi dengan baik dalam lingkungan IFRS yang baru. Berikut adalah kegiatan yang dapat dilakukan internal auditor pada tahapan kedua ini: 1. Mereview tatakelola dan struktur dalam proyek dan tanggung jawab terkait 2. Memonitor penyelesaian dari setiap detail evaluasi per komponen 3. Mereview assesmen management atas alternatif 4. Memonitor perencanaan untuk pelatihan/ tranfer pengetahuan 5. Mereview prioritas perencaan untuk setiap proses/ perubahan sistem 6. Memonitor perencanaan untuk laporan dua periode 7. Mereview pengendalian/ kontrol dari konversi IFRS pertama kali 8. Memonitor perkembangan dan melaporkannya ke stakeholders Tahap 3 Integrate Change Pada tahapan ini telah memasuki tahap implementasi, internal auditor melakukan hal-hal berikut ini untuk mengintegrasikan perubahan. 1. Memonitor proses implementasi/ perubahan sistem 2. Memastikan proses dan perubahan kontrol yang melekat pada organisasi 3. Memastikan perjanjian kontraktrual/financial covenants yang merefleksikan basis akuntansi yang baru 4. Mereview perubahan scope Sarbanes Oxley Act (SOX) berdasarkan proses atau perubahan sistem 5. Memonitor pengujian SOX atas lingkungan pengendalian yang baru 6. Memonitor perkembangan dan melaporkannya ke stakeholders DAFTAR PUSTAKA

Smith, Duaine,2009. IFRS-Internal Audit Considertion. USA: NYIAAs 36th Annual Audit Seminar. Nally, Dennis ,20xx. Its not the actor, its the role that counts-How Internal Audit canleverage IFRS. USA: PricewaterhouseCoopers. ,20XX. Role of Internal Auditors in Transition to IFRS. www.charteredclub.com http://inedwiyanti.wordpress.com/2012/03/28/peran-internal-audit-dalam-seluruh-fase-adopsiifrs/ erinn Kamis, 04 April 2013 Penerapan IFRS dalam penyusunan laporan keuangan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC). Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan. Pada tahun 2012, pencatatan keuangan di Indonesia akan berdasarkan pada International Finance Reporting Standard (IFRS). IFRS merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional. Demikian disampaikan oleh Rudy Suryanto, SE, M.Acc, Akt selaku dosen program studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam sebuah diskusi terbatas terkait dengan rencana penerapan IFRS di Indonesia bertempat di kampus terpadu UMY, Kamis (22/4). Menurut Rudy tujuan dari diterapkannya IFRS dalam pencatatan keuangan di Indonesia adalah untuk memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunanaan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikenal secara internasional. Selain itu, IFRS juga bertujuan untuk meningkatkan arus investasi global melalui transparansi serta menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan manfaat-manfaat tersebut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan pihak-pihak lain yang terkait sepakat untuk melakukan adopsi IFRS kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuanngan (PSAK) ungkapnya. Saat ini IFRS telah digunakan lebih dari 100 negara, berlaku untuk semua negara di Uni Eropa pada tahun 2005. Brasil, Kanada dan India telah mengumumkan kewajiban untuk menggunakan

IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negara tersebut. Pada tahun 2011 diperkirakan semua negara besar sudah mengadopsi IFRS dengan berbagai variasinya, China dan Jepang secara substansi akan menyesuaiakan dengan IFRS dan perusahaan go public di Amerika Serikat akan mempunyai pilihan apakan menggunakan IFRS atau US GAAP. Sebenarnya penerapan IFRS di Indonesia telah dimulai secara bertahap sejak tahun 2007, namun akan diterapkan penuh tahun 2012 mendatang,ungkap Rudi. Sedangkan untuk standar pencatatan keuangan yang tidak ada di atur dalam IFRS seperti akuntansi syariah, akuntansi untuk UKM dan akuntansi untuk organisasi nirlaba akan dikembangkan sendiri oleh IAI. Di lain sisi, Rudi melihat penerapan IFRS tahun 2012 mendatang ini juga akan berdampak pada pembelajaran pada program studi Akuntansi di Indonesia. Rudi melihat banyak hal yang harus dipersiapkan. Salah satunya adalah mempersiapkan buku teks yang mendukung. Karena saat ini banyak buku pencatatan keuangan yang belum sesuai dengan IFRS. Selain itu, penerapan IFRS ini juga berdampak pada perubahan materi kuliah di prodi akuntansi. Salah satunya adalah perubahan mata kuliah. Materi mata kuliah akuntansi internasional yang biasanya membandingkan praktek akuntansi di berbagai negara harus di ubah menjadi membahas mengenai IFRS, serta up date perubahan PSAK dari waktu ke waktu. Karena dengan semakin banyak negara yg mengadopsi IFRS, maka perbedaan akan semakin terbatastandasnya. referensi : Jumat, 23 April 2010 Oleh: Humas Penerapan IFRS Efisienkan Penyusunan Laporan Keuangan Medan (ANTARA News) Direktur Teknis Ikatan Akuntan Indonesia Ersa Tri Wahyuni menilai, penerapan standar laporan akuntansi internasional atau IFRS ke dalam pernyataan standar akutansi keuangan bermanfaat menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari konvergensi IFRS (International Financial Reporting Standard) ke dalam PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan), di antaranya menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan, katanya di Medan, Rabu. Ersa menyatakan hal itu dalam seminar nasional bertajuk Perkembangan Standar Akuntansi Indonesia dan Dampaknya terhadap Bisnis yang digelar seusai pelantikan pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Sumatera Utara periode 2011-2015 yang diketuai Gus Irawan. Manfaat lain dari konvergensi IFRS ke dalam PSAK, yakni memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar akutansi keuangan yang dikenal secara internasional. Selain itu, lanjut dia, penerapan IFRS ke dalam PSAK juga efektif menurunkan biaya modal dengan membuka fund raising melalui pasar modal secara global.

Bila Indonesia kelak sudah secara penuh mengadopsi IFRS, dia memperkirakan kualitas informasi laporan keuangan di negara ini akan meningkat, termasuk kualitas laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Disebutkannya, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) telah memulai proses konvergensi itu sejak 2009 dan diharapkan selesai sebelum awal tahun 2012. Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif 1 Januari 2012. IFRS bukan hanya merubah cara perusahaan membuat laporan keuangan, tetapi juga merubah bagaimana perusahaan menjalankan bisnisnya, paparnya. Untuk menyahuti tuntutan konvergensi IFRS ke dalam PSAK tersebut mutlak dibutuhkan kesiapan dari para praktisi, antara lain akuntan manajemen, akuntan publik, akuntan akademisi dan kesiapan para regulator maupun profesi pendukung lain, seperti penilai dan aktuaris. Menurut dia, penerapan PSAK berbasis IFRS akan berdampak besar bagi dunia usaha, terutama pada sisi pengambilan kebijakan perusahaan yang didasarkan kepada data-data akuntansi. Selain berdampak pada sisi akuntansi dan pelaporan keuangan perusahaan, katanya, konvegensi IFRS juga berdampak pada sistem informasi teknologi perusahaan, sumber daya manusia yang terlibat di perusahaan dan berdampak pada sistem organisasi perusahaan. Untuk memperlancar proses adopsi PSAK, lanjut Ersa, keberhasilan masa transisi adalah kunci utamanya. Terkait dengan perubahan standar akuntansi keuangan itu, katanya, langkah efektif yang perlu dilakukan perusahaan selama masa transisi adalah membentuk tim adhoc konvergensi IFRS yang bertanggung jawab untuk melakukan persiapan awal dan mengorganisasikan sumber daya. Suksesnya penerapan standar akuntansi internasional dalam suatu negara, tidak lepas dari peran pasar modal, otoritas perpajakan dan regulator lainnya, ujar Ersa. ikatakan, IFRS kini sudah banyak diadopsi PSAK sejumlah negara guna menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Ikatan Akuntan Indonesia pada 23 Desember 2008 telah mendeklarasikan rencana Indonesia untuk melakukan konvergensi IFRS ke dalam PSAK. (ANT197/M034/K004) Beberapa Perbedaan PSAK dan IFRS adalah sebagai berikut: PSAK mengkombinasikan basis prinsip dan basis aturan sedangkan IFRS berbasis prinsip saja;

Jika nilai historis lebih rendah maka disajikan sebesar nilai historis, sedangkan IFRS nilai historis tetap dipergunakan; IFRS ada kecenderungan penyajian nilai harta dan kewajiban sebesar nilai wajar; IFRS menyajikan perbandingan nilai wajar dengan historis; Pada IFRS ada perubahan istilah dan komponen laporan keuangan; Penggunaan profesional Judgment. Editor: B Kunto Wibisono referensi : Kamis, 21 Juli 2011 01:40 WIB | 3113 Views Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS. Batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012. Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan, ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya. Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini. Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan, ujarnya. Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB). Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS. Tujuh Manfaat Penerapan IFRS

Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). Kedua, mengurangi biaya SAK. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak, tuturnya. Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu. Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi, ungkapnya. Recomended Training: International Financial Reporting Standard (IFRS): membahas Concept, Implementaion dan Penyesuaian/Perbandingan IFRS dengan PSAK

Sumber :http://nawi20208019.blogspot.com/2012/05/ifrs-merupakan-st

http://erin-kristian.blogspot.com/2013/04/penerapan-ifrs-dalam-penyusunan-laporan.html Perlunya SAK konvergen ke IFRS 0 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 00.51

Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) adalah kumpulan dari standar akuntansi yang dikembangkan oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang menjadi standar global untuk penyusunan laporan keuangan perusahaan publik. Terdiri dari 15 anggota dari sembilan negara, termasuk Amerika Serikat. The IASB mulai beroperasi pada tahun 2001 ketika ia menggantikan Komite Standar Akuntansi Internasional. Hal ini didanai oleh kontribusi dari perusahaan-perusahaan akuntansi yang besar, lembaga-lembaga keuangan swasta dan perusahaan-perusahaan industri, pusat dan bank pembangunan, rezim pendanaan nasional, dan internasional lainnya serta organisasi profesional di seluruh dunia. Sementara AICPA adalah anggota pendiri Komite Standar Akuntansi Internasional, para pendahulu IASB organisasi, tidak berafiliasi dengan IASB. IASB tidak sponsor yang mendukung maupun yang sumber daya AICPA's IFRS website (www.IFRS.com). Sekitar 117 negara memerlukan izin atau terdaftar domestik IFRS untuk perusahaan, termasuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Uni Eropa. Negara-negara lain, termasuk Kanada dan India, diharapkan untuk transisi ke IFRS pada tahun 2011. Meksiko berencana untuk mengadopsi IFRS untuk semua perusahaan yang terdaftar mulai tahun 2012. Beberapa memperkirakan bahwa jumlah negara-negara yang memerlukan atau menerima IFRS bisa tumbuh hingga 150 dalam beberapa tahun mendatang. Jepang telah memperkenalkan sebuah peta jalan untuk adopsi itu akan memutuskan pada tahun 2012 (dengan adopsi direncanakan untuk 2016). Negara-negara lain masih memiliki rencana untuk berkumpul (menghilangkan perbedaan signifikan) standar nasional mereka dengan IFRS. Banyak orang percaya bahwa penerimaan IFRS di Amerika Serikat oleh SEC untuk perusahaan publik adalah niscaya. Selama bertahun-tahun, SEC telah menyatakan dukungannya untuk seperangkat inti standar akuntansi yang dapat berfungsi sebagai kerangka kerja untuk pelaporan keuangan dalam penawaran lintas batas, dan telah mendukung upaya dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB) dan IASB untuk mengembangkan suatu set umum berkualitas tinggi standar global. November 14, 2008, SEC mengeluarkan komentar publik peta jalan yang mengusulkan transisi bertahap untuk wajib adopsi IFRS oleh perusahaan publik AS. Pada tahun 2009, krisis keuangan di SEC memfokuskan kembali prioritas lain. Namun, belakangan pernyataan dari pejabat SEC, termasuk kepala akuntan James Kroeker, menunjukkan bahwa Komisi akan memberikan kejelasan pada niat untuk IFRS pada akhir tahun. Selain itu, rancangan SEC Lima Tahun Rencana Strategis termasuk komitmen untuk standar global. Ruang Lingkup Standart Standar ini berlaku apabila sebuah perusahaan menerapkan IFRS untuk pertama kalinya melalui suatu pernyataan eksplisit tanpa syarat tentang kesesuaian dengan IFRS. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan keuangan perusahaan yang pertama kalinya berdasarkan IFRS (termasuk laporan keuangan interim untuk periode pelaporan tertentu) menyediakan titik awal yang memadai dan transparan kepada para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang seluruh periode disajikan. Konsep Pokok IFRS : 1. Tanggal pelaporan (reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporan keuangan pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut sesuai dengan IFRS (sebagai contoh 31 Desember 2006). 2. Tanggal transisi (transition date) adlah tanggal neraca awal untuk laporan keuangan komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh 1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan adalah 31 Desember 2006). Pengecualian untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut: 1. Penggabungan usaha sebelum tanggal transisi 2. Nilai wajar jumlah penilaian kembali yang dapat dianggap sebagai nilai terpilih 3. Employee benefits 4. Perbedaan kumulatif atas translasi (penjabaran) mata uang asing, muhibah (goodwill), dan penyesuaian nilai wajar 5. Instrument keuangan termasuk akuntansi lindung nilai (hedging) Tujuan Mengkonvergensi IFRS IFRS (International Financial Reporting Standar) yang akan digunakan sebagai standar akuntansi secara Internasional dan

diterapkan atau digunakan oleh setiap Negara yang bertujuan untuk mengharmonisasikan standar akuntansi Internasional. Saat ini pembuatan dari SAK (Standar Akuntansi Keuangan) mengacu pada FASB (Financial Accounting Standads Board) yang berada di Amerika Serikat, karena kiblat dari ilmu akuntansi yang ada di Indonesia saat ini berada di Amerika Serikat. Jadi selama ini standar akuntansi di Indonesia tidak jauh berbeda isinya dengan yang digunakan oleh Amerika. Sedangkan pada tahun 2011 akan dilakukan keseragaman terhadap standar Akuntansi di seluruh dunia, yaitu menggunakan standar akuntansi IFRS(International Financial Reporting Standar). Mau tidak mau Indonesia harus mengikuti perubahan yang akan dilakukan dunia yaitu mengganti standar akuntansi yang digunakan dengan standar akuntansi dunia. Oleh sebab itu, peran dari I.A.I sangat dibutuhkan setipa perusahaan dan pemerintah untuk melakukan perubahan standar akuntansi di Indonesia. IFRS adalah standar akuntansi secara Internasional dan akan diterapakan oleh setiap Negara pada tahun 2011. Sedangkan FASB (Financial Accounting Standards Board) adalah lembaga swasta yang bertanggung jawab untuk membentuk standar akuntansi yang akan diterapkan di Ameika Serikat dan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) adalah atandar akuntansi yang digunakan olh Indonesia dan lembaga ang ditunjuk untuk menentukan dan bertanggung jawab terhadap standar akuntansi di Indonesia ialah I.A.I (Ikatan Akuntansi Indonesia). Setiap perusahaan harus membuat Laporan Keuangan yang berguna untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan tersebut dalam jangka waktu tertentu yang mengacu pada standar akuntansi yang digunakan oleh setiap Negara tersebut. Upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat IASB melakukan percepatan harmonisasi Standar Akuntansi Internasional khususnya IFRS yang dibuat oleh IASB dan FASB (Badan Pembuat Standar Akuntansi di Amerika Serikat). Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk perioda-perioda yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: 1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan (comparable) sepanjang periode yang disajikan 2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS. 3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna Perkembangan Konvergensi PSAK ke IFRS Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS. Berikut konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI: Tahap Adopsi (2008-2010) Tahap Persiapan Akhir (2008-2010) Tahap Implementasi (2008-2010) Adopsi seluruh IFRS ke PSAK Penyelesaian persiapan Infrastruktur yang diperlukan Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap Persiapan infrastruktur yang diperlukan Penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku 2.5. Program & Sasaran Konvergensi IFRS Dua puluh Sembilan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) masuk dalam program konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI tahun 2009 dan 2010. Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada Public Hearing Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan, di Jakarta Kamis 20 Agustus 2009 lalu. Program konvergensi DSAK selama tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, yang meliputi: 1. IFRS 2

Share-based payment 2. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates 3. IAS 27 Consolidated and separate financial statements 4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations 5. IAS 28 Investments in associates 6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures 7. IFRS 8 Operating segment 8. IAS 31 Interests in joint ventures 9. IAS 1 Presentation of financial 10. IAS 36 Impairment of assets 11. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent asset 12. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors Program konvergensi DSAK selama tahun 2010 adalah sebanyak 17 Standar sebagai berikut: 1. IAS 7 Cash flow statements 2. IAS 41 Agriculture 3. IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance 4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies 5. IAS 24 Related party disclosures 6. IAS 38 Intangible Asset 7. IFRS 3 Business Combination 8. IFRS 4 Insurance Contract 9. IAS 33 Earnings per share 10. IAS 19 Employee Benefits 11. IAS 34 Interim financial reporting 12. IAS 10 Events after the Reporting Period 13. IAS 11 Construction Contracts 14. IAS 18 Revenue 15. IAS 12 Income Taxes 16. IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources 17. IAS 26 Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plan Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi DSAK IAI periode 2009-2012. Implementasi program ini akan dipersiapkan sebaik mungkin oleh IAI. Dukungan dari semua pihak agar proses konvergensi ini dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan. Rosita juga menambahkan bahwa tantangan konvergensi IFRS 2012 adalah kesiapan praktisi akuntan manajemen, akuntan publik, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai. Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, mengupdate SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya. Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan dapat membentuk tim sukses konvergensi IFRS untuk mengupdate pengetahuan Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait serta Memberikan input/komentar terhadap ED dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK maupun IASB. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang perlu terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuanganseperti penilai dan aktuaris. Asosiasi Industri diharap dapat menyusun Pedoman Akuntansi Industri yang sesuai dengan perkembangan SAK, membentuk forum diskusi yang secara intensif membahas berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan secara proaktif memberikan input/komentar kepada DSAK IAI. Program Kerja DSAK lainnya yaitu: Mencabut PSAK yang sudah tidak relevan karena mengadopsi IFRS; Mencabut PSAK Industri; Mereformat PSAK yang telah diadopsi dari IFRS dan diterbitkan sebelum 2009; Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan konsistensi penggunaan istilah; Mengadopsi IFRIC dan SIC per 1 January 2009; Memberikan komentar dan masukan untuk Exposure Draft dan Discussion Paper IASB; Aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan organisasi standard setter, pembuat standar regional/internasional; serta Menjalin kerjasama lebih efektif dengan regulator, asosiasi industri dan universitas dalam rangka konvergensi IFRS. Keuntungan dan Kelemahan dari Mengkonvergensi IFRS Dengan mengadopsi IFRS, suatu bisnis dapat menyajikan laporan keuangan dengan dasar yang sama sebagai pesaing asing, membuat perbandingan lebih mudah. Selain itu, perusahaan dengan anak perusahaan di negara-negara yang memerlukan atau mengizinkan IFRS mungkin dapat

menggunakan salah satu bahasa akuntansi perusahaan-lebar.. Perusahaan-perusahaan juga mungkin perlu mengkonversi ke IFRS jika mereka adalah anak perusahaan dari sebuah perusahaan asing yang harus menggunakan IFRS, atau jika mereka memiliki investor asing yang harus menggunakan IFRS.. Perusahaan juga dapat merasakan manfaat dengan menggunakan IFRS jika mereka ingin meningkatkan modal di luar negeri. Walaupun sebuah keyakinan oleh beberapa keniscayaan penerimaan global IFRS, yang lain percaya bahwa US GAAP adalah standar emas, dan bahwa sesuatu akan hilang dengan penerimaan penuh IFRS. Selanjutnya, emiten AS tertentu tanpa pelanggan atau operasi yang signifikan di luar Amerika Serikat IFRS mungkin menolak karena mereka mungkin tidak memiliki pasar IFRS insentif untuk menyiapkan laporan keuangan. Mereka mungkin percaya bahwa biaya yang signifikan terkait dengan mengadopsi IFRS lebih besar daripada manfaatnya. Posted by ekonomi koperasi

sejarah perkembangan akuntansi 0 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 00.49 Perkembangan Akuntansi dari Sistem Pembukuan Berpasangan Pada awalnya, pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka- angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu. Perkembangan akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang- pedagang Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu. Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, pada tahun 1494 telah diterbitkan sebuah buku tentang pelajaran penbukuan berpasangan yang ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Paciolo dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun, di dalam buku itu terdapat beberapa bagian yang berisi palajaran pembukuan untuk para pengusaha. Bagian yang berisi pelajaranpe mbukuan itu berjudul Tractatus de Computis et Scriptorio. Buku tersebut kemudian tersebar di Eropa Barat dan selanjutnya dikembangkan oleh para pengarang berikutnya. Sistem pembukuan berpasangan tersebut selanjutnya berkembang dengan sistemyang menyebut asal negaranya, misalnya sistem Belanda, sistem Inggris, dan sistem Amerika Serikat. Sistem Belanda atau tata buku disebut juga sistem Kontinental. Sistem Inggris dan Amerika Serikat disebut Sistem Anglo- Saxon2. Perkembangan Akuntansi dari Sistem Kontinental ke AngloSaxon Pada abad pertengahan, pusat perdagangan pindah dari Venesia ke Eropa Barat. Eropa Barat, terutama Inggris menjadi pusat perdagangan pada masa revolusi industri. Pada waktu itu pula akuntansi mulai berkembang dengan pesat. Pada akhir abad ke-19, sistem pembukuan berpasangan berkembang di Amerika Serikat yang disebut accounting (akuntansi). Sejalan dengan perkembangan teknologi di negara itu, sekitar pertengahan abad ke-20 telah dipergunakan komputer untuk pengolahan data akuntansi sehingga praktik pembukuan berpasangan dapat diselesaikan dengan lebih baik dan efisien. Pada Zaman penjajahan Belanda, perusahaan- perusahaan di Indonesia menggunakan tata buku. Akuntansi tidak sama dengan tata

buku walaupun asalnya sama-sama dari pembukuan berpasangan. Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. Setelah tahun 1960, akuntansi cara Amerika (AngloSaxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo- Saxon).

Prinsip Historical Cost vs Fair Value 0 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 00.17 Definisi Historical Cost Menurut Suwardjono (2008;475) kos historis merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ektern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal dan transaksi lainnya. Kelebihan Historical cost Kegunaan historical cost pada akuntansi conventional sudah banyak ditentang. Mereka yang mempertahankan historical cost mempunyai argumentasi mengenai posisinya: (http://one.indoskripsi.com/node/6031) 1. Historical cost relevan dalam membuat keputusan ekonomi 2. Historical cost berdasarkan pada transaksi yang sesungguhnya, tidak pada kemungkinan. 3. Selama sejarah, laporan keuangan yang menggunakan historical cost sangat berguna. 4. Pengertian terbaik mengenai konsep keuntungan adalah kelebihan dari harga jual dari historical cost 5. Akuntan harus menjaga integritas datanya dari modifikasi internal. Kelemahan historical cost Kelemahan penggunaan nilai historis menurut Muljono yang dikutip dari Kodrat (http://www. petra.ac.id/~puslit/journals) antara lain: 1. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut 2. Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. 3. Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar 4. Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung 5. Perusahaan tidak akan memperahanka real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 7 perseroan dan pembangian laba yang lebih besar daripada semestinya. Definisi Fair Value Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2011. Kelebihan Fair Value Penman (2007;33) mengemukakan argumen mengenai kelebihan dari Fair Value: 1. Investor-investor berkaitan dengan nilai, bukan biaya, maka melaporkan fair value 2. Dengan berlalunya waktu, harga historis jadinya tidak relevan di dalam menaksir posisi keuangan suatu entitas. Harga menyediakan informasi terbaru sekitar nilai dari aset-aset. 3. Auntansi fair value melaporkan aset

dan kewajiban dalam cara yang ekonomis akan memperhatikan mereka; fair value mencerminkan unsur pokok ekonomi yang benar. 4. Akuntansi fair value melaporkan ekonomic income: seturut diterima secara luas defenisi Hicksian dari pendapatan sebagai perubahan dalam kekayaan, perubahan dalam fair value dari aset bersih pada neraca menghasilkan pendapatan. Akuntansi fair value adalah solusi kepada permasalahan akuntan dalam pengukuran pendapatan, dan lebih disukai dibanding ratusan peraturan yang mendasari pendapatan historical cost 5. Fair value adalah penukuran berbasis pasar yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus untuk entitas tertentu; secara setimpal itu menunjukkan satu pengukuran yang tidak bias yang konsisten dari periode ke periode dan lintas entitas. Kelemahan Fair Value Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari historical cost namun terdapat kelemahan dari fair value. Menurut Tim Krumwiede (2008;38) terdapat berapa kritik penting terhadap fair value: 1. Meskipun bermaksud baik namun perkiraan manajemen tentang fair value bisa menjadi salah pada luas berbagai prediksi dan asumsi yang salah 2. Oportunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat mengambil keuntungan dari penilaian dan estimasi yang digunakan dalam proses manipulasi dan mengurutkan angka pada hasil dalam angka pendapatanyang diinginkan. Sumber : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&ved=0CGsQFjAH&u rl=http%3A%2F%2Fwww.unisbank.ac.id%2Fojs%2Findex.php%2Ffe4%2Farticle%2Fdownloa d%2F222%2F161&ei=SvqqT73GGYrYrQeZ_TlAQ&usg=AFQjCNG8mDf1P4m4W5xku9g4wY4nTBqR-w

Evolusi Dan Peran Bisnis Internasional 0 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 00.15 Evolusi dan perkembangan bisnis internasional dapat dijabarkan menjadi empat tahap yaitu : a. Zaman Pra Industrialisasi Zaman pra industri ditandai dengan terjadinya sistem merkantilisme yang disertai dengan alasan dominasi politik serta penjajahan yang terjadi pada abad ke-16 sampai abad ke-17. b. Zaman Industrialisasi Pada akhir abad 18 sampai dengan abad 20 perkembangan teknologi industri dan transportasi meningkatkan arus barang dan jasa. Pada masa ini perkembangan bisnis sangatlah berkembang pesat. c. Zaman Setelah Perang Dunia II Pada masa ini stabilitas politik dunia mulai tertata rapi. Pertumbuhan bisnis internasional bertumbuh pesat. Permintaan barang dan jasa diimbangi dengan kemampuan produksi. d. Era Multinasional Pada masa ini aspek internasional fungsi-fungsi perusahaan semakin penting. Volume transaksi perusahaan internasional menjadi penyangga utama bagi ekonomi suatu negara. Aspek Akuntansi Dalam Bisnis Internasional Dalam rangka bisnis internasional, perusahaan harus menyediakan informasi keungannya. Oleh karena itu, perusahaan akan menemui berbagai kendala misalnya perbedaan bahasa, mata uang dan standar akuntansi keuangan. Peran ahli akuntansi keuangan yang memahami berbagai bahasa, mata uang asing dan standar akuntansi internasional sangat penting untuk mengatasi masalah ini. Sumber : http://ddchinuel89.blogspot.com/2011/05/evolusi-dan-peran-bisnis-internasional.html

Minggu, 08 April 2012 AKUNTANSI INTERNASIONAL Bab I Introduction To Internasional Accounting 1 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 20.24 1. Memahami sifat dan ruang lingkup akuntansi internasional (Understand the nature and scope of international accounting) Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua cara,yaitu: 1) Dengan pertimbangan Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi dan pengalaman. 2) Secara empiris Klasifikasi secara empiris menggunakan metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip dan praktek akuntansi seluruh dunia. Apa itu Akuntansi Internasional? Akuntansi Internasional dapat dijelaskan pada tiga tingkat yang berbeda: - Pengaruh pada akuntansi oleh kelompok-kelompok politik internasional seperti OECD, UN, dll - Praktek-praktek akuntansi perusahaan dalam menanggapi kegiatan mereka sendiri bisnis internasional - Perbedaan dalam standar akuntansi dan praktek antar negara. Akuntansi domestik: sistem informasi memberikan informasi tentang perusahaan kepada pengguna bahwa informasi sebagai dasar untuk keputusan ekonomi. Akuntansi internasional (didefinisikan): sama seperti di atas kecuali bahwa perusahaan yang dilaporkan pada adalah sebuah perusahaan multinasional dengan operasi dan transaksi yang melintasi batas negara atau entitas dengan kewajiban pelaporan non-domestik pembaca. Di mana akuntansi internasional itu dapat diartikan sebagai : Suatu sistem informasi yang memberikan informasi mengenai perusahaan multinasional dengan operasi dan transaksi lintas batas negara dengan berkewajiban untuk melaporkannya kepada para pengguna baik di dalam maupun di luar negeri. Jadi akuntansi di sini sebagai sistem informasi organisasi baik bisnis maupun non bisnis yang fungsinya menyajikan informasi keuangan untuk pihak pihak yang berkepentingan. Hubungan yang terkait pada organisasi dan bisnis tersebut menuju hubungan global menghasilkan informasi yang dapat memenuhi kebutuhan global. Memahami sifat dilihat dari , Perbedaan-perbedaan dalam sifat dan cara-cara antara perdagangan internasional dengan perdagangan dalam negeri disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:1. Perbedaan negara, menyebabkan adanya perbedaan dalam hukum peraturan jual beli, uang, peraturan bea,2. Perbedaan bangsa dan daerah, menyebabkan perbedaan dalam kebiasaan, adat istiadat, kesukaan, musim dan kondisi pasar.3. Perbedaan yang disebabkan oleh keadaan politik, sosial, ekonomi dan kultural.Dalam ruang lingkup akuntansi internasional terdapat : Teori dan kebijakan perdagangan internasional, Teori dan kebijakan keuangan atau moneter internasional, Organisasi dan kerjasama ekonomi internasional, Perusahaan internasional dan bisnis

internasional dimana di keempar ruang lingkup itu biasanya di pakai dalam akuntansi internasional. 2. Menjelaskan isu-isu akuntansi yang diciptakan oleh perdagangan internasional (Describe accounting issues created by international trade) Adanya isu-isu akuntansi internasional di sebabkan terjadinya transaksi/perdagangan secara internasional. investasi asing langsung (FDI) adalah bagian dari isu-isu akuntansi internasional. FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri, sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain, perusahaan yang ada di negara asal (biasa disebut home country) bisa mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi (biasa disebut host country) baik sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan si penanam modal membeli perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya 10%. Terdapat empat tujuan utama FDI (Foreign Direct Investment) yaitu: 1. Pencari sumber daya, 2. Pencari pasar 3. Pencari efesiensi dan 4. Pencari asset strategi. FDI menciptakan dua isu utama: - Kebutuhan untuk mengkonversi dari lokal ke US GAAP sejak pencatatan akuntansi biasanya disusun dengan menggunakan GAAP lokal. - Kebutuhan untuk menerjemahkan dari mata uang lokal ke dolar AS sejak catatan akuntansi biasanya disusun dengan menggunakan mata uang lokal. 3. Jelaskan alasan untuk, dan isu-isu akuntansi yang terkait dengan, Investasi Asing Langsung (Describe accounting issues created by international trade) I su yang dapat dilihat dari investasi asing langsung adalah Faktor yang mungkin banyak menyumbangkan perhatian lebih terhadap akuntansi internasional di kalangan eksekutif perusahaan, investor, regulator pasar, pembuat standar akuntansi, dan para pendidik ilmu bisnis adalah internasionalisasi pasar modal seluruh dunia. Dimana Pricewaterhomms Coopers melaporkan bahwa volume penawaran ekuitas lintas batas dalam dolar meningkat hampir tiga kali lipat antara tahun 1995 dan 1999, dengan jumlah dana 1ebih dari sebesar 100 miliar yang diperoleh selama periode 5 tahun tersebut (penawaran ini hanya mencakup penjualan surat berharga di luar pasar domestik). Penawaran internasional atas obligasi, piujaman sindikasi, dan instrumen utang 1ainnya juga tumbuh secara dramatis selama tahun 1990-an. Tren ini kemudian memburuk selama tahun-tahun awal decade Akuntansi harus memberikan respons terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi yang tentu berubah dan mencerminkrn kondmsi budaya, ekonomi, hukum, sosial, dan politik yang ada dalam lingkungan operasinya. Sejarah akuntansi dan para akuntan memperlihatkan perubahan secara terus-menerus.

Terdapat alasan untuk foreign Investment langsung adalah : - Tingkatkan sales dan profits Penjualan internasional mungkin saja satu sumber margin keuntungan lebih tinggi atau laba tambahan melalui penjualan tambahan. - Masuk rapidly growing atau emerging market Investasi langsung yang asing adalah makna untuk meningkatkan suatu tumpuan/kedudukan dalam satu dengan cepat berkembang atau muncul pasar. Objektif terakhir harus meningkatkan penjualan dan laba. - Mengurangi costs Sebuah perusahaan kadang-kadang bisa mengurangi biaya menyediakan barang-barang dan layanan ke pelanggan nya melalui investasi langsung yang asing. - Amankan domestic market Untuk melemahkan satu kompetitor internasional potensial dan melindungi pasar domestik nya, satu perusahaan mungkin memasuki pasar rumah kompetitor. - Amankan foreign markets Investasi tambahan dalam suatu negara asing adalah kadang-kadang mendorong oleh suatu kebutuhan untuk melindungi pasar itu dari kompetitor lokal. - Peroleh technological dan managerial know-how Selain dari pada melakukan riset dan pengembangan di rumah, cara lain untuk memperoleh know-how teknologi dan managerial harus menyiapkan satu operasi dekat dengan memimpin kompetitor.

Selasa, 01 November 2011 Bertahan di Tengah Banyak Keterbatasan 0 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 00.32

Nama Kelompok : - Maya Damayanti (20208784) - Ruthly Sisca Rianty (21208113) - Wahyu Kristianingrum (21208273) Kelas : 4EB06 Mata Kuliah : Profesi Akuntansi Sumber : Kompas

Bertahan di Tengah Banyak Keterbatasan Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang- ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi. Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,tetapi informsai dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya transformasi informasi dan teknologi. Dalam kasus ini menjadi peneliti di lembaga penelitian di Indonsia sangat berat, karena banyak pihak yang menyalahgunakan hasil penelitian para ahli dengan cara menjual hasil penelitian tersebut ke Negara lain, hal ini tidak sesuai dengan etika bisnis. Soal kemampuan peneliti Indonesia, sulit meragukannya. di Jepang hamper pada setiap seminar ilmiah teknologi, ada pembicara peneliti Indonesia yang sedang belajar disana. Mereka berkibar di tengah iklim penelitian yang sangat mendukung. mulai dari penelitian naniomaterial, cuaca dan iklim, hingga mikrobiologi. Jepang sadar betul potensi peneliti peneliti Indonesia. Banyak peneliti Indonesia di biayai, di fasilitasi, dan di dorong menemukan inovasi. Namun paten penelitiannya pada pemerintah Jepang. Tetapi dalam kasus ini kelompok kami sangat salut kepada peneliti Indonesia, walaupun hasil penelitiannya diperjual belikan tanpa memikirkan perasaan peneliti, peneliti tetap bisa mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang- ambingkan hal ini terlihat dari perilaku mereka yang tetap semangat untuk selalu meriset hal- hal yang baru, meskipun pesatnya perkembangan informasi teknologi semakin maju. Mereka tetap mempertahankan jati diri mereka dengan cara memanfaatkan teknologi tersebut untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia.

ke 0 komentar Diposkan oleh Wahyu Kristianingrum Dechriz di 00.31

Posting LamaBeranda ;; Subscribe to: Entri (Atom) CLOCK

ERCIPTA UNTUKKU

By :

http://wahyukristianingrumdechriz.blogspot.com/ Praktek akuntan di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung lama, yakni sejak zaman Hindia Belanda, tahun 1642. Akuntan-akuntan Belanda tersebut mendirikan perusahaanperusahaan yang juga dimonopoli kaum penjajah, sampai abad ke-19. Sesudah Belanda terusir oleh masuknya tentara pendudukan Jepang, mulai dikenal kursus ajun akuntan di Jakarta oleh Departemen Keuangan, yang bisa dinikmati warga Indonesia. Sesudah Indonesia merdeka, pembentukan Ikatan Akuntan Indonesia dirintis pada tahun 1957 oleh sejumlah akuntan lulusan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan lulusan Belanda. Pada tahun-tahun inilah, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda. Dengan pulangnya akuntan-akuntan Belanda ke negerinya, peran para akuntan Indonesia pun semakin berkembang. Perkembangan itu semakin pesat setelah diresmikannya kegiatan pasar modal, 10 Agustus 1977, yang menjadikan akuntansi keuangan sangat penting. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada awal periode Orde Baru, serta tumbuhnya berbagai perusahaan dan jenis usaha, peran akuntan Indonesia pun makin berkibar. IAI sendiri sebagai organisasi juga berkembang pesat, dengan anggota sekitar 5.000 orang, terdiri dari akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidik, dan akuntan yang bekerja di sektor pemerintah. Jumlah anggota ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Keanggotaan IAI sebenarnya masih dapat ditingkatkan, karena jumlah akuntan Indonesia yang terdaftar dan memiliki register seluruhnya adalah 16.000 orang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang seiring dengan peningkatan peran akuntan Indonesia itu, sayangnya tidak berlanjut mulus karena hantaman krisis ekonomi, yang dampaknya masih terasa sampai sekarang. Bagaimanapun, krisis ini telah membuka mata kita tentang pengaruh globalisasi terhadap ekonomi Indonesia, selain membuktikan masih lemahnya fundamental ekonomi nasional selama ini.

Sebelum merumuskan peran dan kontribusi akuntan Indonesia, tentu kita harus memahami secara lebih spesifik, apa saja bentuk tantangan dan permasalahan yang dihadapi Indonesia dewasa ini, serta kaitannya dengan kondisi global. Pemahaman ini penting, karena peran dan kontribusi akuntan Indonesia --yang hendak dirumuskan tersebut-- bukanlah sesuatu yang diada-adakan, melainkan sesuatu yang diharapkan mampu diaktualisasikan, guna menjawab tantangan dan permasalahan secara proporsional. Permasalahan yang dibahas pada tulisan ini akan lebih terfokus pada isu ekonomi, tanpa menafikan bahwa krisis yang menimpa Indonesia saat ini juga dipengaruhi faktor-faktor lain. Peran akuntan Indonesia di sini akan lebih ditekankan pada bidang ekonomi, yang memang relevan dengan kompetensinya. Di bidang ekonomi, upaya mereformasi sistem ekonomi Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Peran internasional melalui Dana Moneter Internasional (IMF), dalam pembenahan ekonomi Indonesia, sangat dominan. Namun berbagai langkah yang diusulkan IMF justru memperburuk kondisi ekonomi. Di sisi lain, begitu banyak kepentingan para elite politik dan ekonomi yang dikedepankan, sehingga menghasilkan langkah-langkah yang tidak konsisten dan tidak efektif dalam mereformasi ekonomi. Baru akhir-akhir ini ekonomi Indonesia menunjukkan sedikit kecenderungan membaik. Pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen pada tahun 2000 dan 3,4 persen pada tahun 2001, jauh di atas perkiraan lembaga seperti IMF dan Bank Dunia, yang hanya memperkirakan pertumbuhan ekonomi kurang dari 2,5 persen. Pertumbuhan ini penting untuk menggerakkan kembali sektor riil yang mandeg lama akibat krisis. Geliat sektor riil, yang menjadi salah satu lahan bagi peranserta akuntan Indonesia, akan memberi sumbangan berarti bagi pemulihan ekonomi. Meskipun ada sedikit tanda-tanda menggembirakan, perbankan nasional sayangnya belum pulih dari krisis dan belum menjalankan perannya secara normal sebagai lembaga intermediasi. Pertumbuhan kredit sangat kecil bahkan sebagian mengalami pertumbuhan minus. Kredit bermasalah (non performing loan NPL) kembali membengkak, sehingga banyak bank yang didera kerugian dan modalnya kembali tergerus. Penyebab utama belum pulihnya perbankan dari krisis adalah kondisi ekonomi makro yang belum mendukung. Suku bunga masih tinggi, rupiah belum stabil benar, laju inflasi masih tinggi, dan sebagian besar perusahaan belum direstrukturisasi utangnya. Perkembangan profesi akuntan di Indonesia dapat dibagi dalam 2 periode yaitu: 1. Periode Kolonial Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah. 2. Periode Sesudah Kemerdekaan

Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu: a. Periode I [sebelum tahun 1954] Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan. Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar akuntan yang tidak sah. b. Periode II [tahun 1954 1973] Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal membawa akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik. c. Periode III [tahun 1973 1979] M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku

Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut: 1) Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak. 2) Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak. 3) Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi. Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.

d. Periode IV [tahun 1979 1983] Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak. e. Periode V [tahun 1983 1989] Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986. Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik. Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan: 1) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia 2) Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan 3) Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP. 4) Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya 5) Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP

Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah menentukan bahwa: 1) Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik/akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir. 2) Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara. 3) Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10) f. Periode VI [tahun 1990 sekarang] Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah: 1) Tumbuhnya pasar modal 2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. 3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia 4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu: 1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat 2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi 3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik 4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua. Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan: 1) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan. 2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.

3) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit. Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.

Tantangan Profesi Akuntan di Indonesia : 1. Pada tahun 2011 nanti akan diadakan adopsi dan konvergensi strandar akuntasi keuangan dari FASB oriented yang notabene American Business Environment ke IFRS (International Financial Reporting Standars). Standar ini lebih dahulu diadopsi di benua Eropa. 2. Harus ditingkatkan dan dikembangkannya factor kepemimpinan untuk seorang akuntan publik, baik akuntan manajemen ataupun auditor. Hal ini dikarenakan banyaknya kejadian pencucian uang yang cukup menarik perhatian publik. 3. Kendala dalam penguasaan bahasa asing. 4. Kurangnya fee dan kompensasi yang diberikan oleh kantor akuntar publik kepada akuntan publik.

Peluang Profesi Akuntan di Indonesia : 1. Peluang profesi akuntansi sangat besar. Akuntan dapat bekerja disemua sector perekonomian, apalagi bagi mereka yang menguasai IFRS dengan baik. 2. Terbukanya kesempatan bagi akuntan untuk berprofesi sebagai Akuntan Publik 3. Pertumbuhan Akuntan Publik relative lambat. 4. Struktur usia Akuntan Publik sekarang yang lebih dari 50 tahun sebanyak 64%, sehingga kemungkinan terjadi penurunan Akuntan Publik secara signifikan dalam 5 atau 10 tahun ke depan. 5. Kebutuhan jasa Akuntan Publik semakin meningkat 6. Penerapan IFRS (International Financial Reporting Strandard dan ISA (International Strandard on Auditing) di Indonesia pada tahun 2011-2012, merupakan peluang dan tantangan bagi profesi Akuntan dan Akunt http://syudas.blogspot.com/2010/11/perkembangan-profesi-akuntansi-peluang.html Pengertian IFRS dan Penerapannya Pengertian IFRS IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu : Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB)

Komisi Masyarakat Eropa (EC) Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC) Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan. Penerapan IFRS Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan, ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya. Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini. Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan, ujarnya. Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB). Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS. Manfaat Penerapan IFRS meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). mengurangi biaya SAK. meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.

meningkatkan transparansi keuangan. menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Contoh kasus Pengadopsian Standar Akuntansi Keuangan negara-negara didunia dilatar belakangi oleh era globalisai menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang dapat diberlakukan secara internasional setiap negara, atau diperlukan adanya harmonisasi, dengan tujuan agar dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, suplier, investor, kreditor. Namun proses harmonisasi ini memiliki hambatan yaitu nasionalisme dan budaya setiap negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiap tiap negara, perbedaan kepentingan anatr perusahaan multi nasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untik mengubah prinsip-prinsip akuntansi. Investor dari belanda bisa dengan mudah ber investasi di Jepang, Amerika, Singapore atau bahkan Indonesia. Kebutuhan ini tidaj bisa terpenuhi apabila perusahaan-perusahaan masih memakai prinsip laporan keuangan yang berbeda-beda. Amerika memakai FASB dan US GAAP, Indonesia memakai PSAK-nya IAI, uni eropa memakai LAS dan LASB. http://gemaisgery.blogspot.com/2012/03/pengertian-ifrs-dan-penerapannya.html Penerapan IFRS di Indonesia Penerapan International Financial Accounting Standard (IFRS) di Indonesia saat ini masih belum banyak dilakukan oleh kalangan ekomoni di Indonesia. Padahal penerapan IFRS dalam sistem akuntasi perusahaan akan menjadi salah satu tolak ukur yang menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas. Demikian disampaikan oleh Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Ahmadi Hadibroto pada acara seminar dalam rangkaian kegiatan National Accounting Week (NAW) yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Unpad. Kegiatan yang mengangkat tema IFRS Harmonization For a Better Indonesian Future ini berlangsung selama empat hari, Senin-Kamis (15-18/2). Seminar kali ini berlangsung di Graha Sanusi Hardjadinata, Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung. Ahmadi, yang menjadi pembicara kunci pada seminar tersebut menyampaikan bahwa IFRS saat ini menjadi topik hangat di kalangan ekonomi, khususnya di kalangan akuntan. IAI telah menetapkan tahun 2012 Indonesia sudah mengadopsi penuh IFRS, khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Tapi rupanya sampai sekarang masih kalang kabut, padahal Indonesia sudah mengacu pada IFRS ini sejak 1994. Nasib IFRS ini jangan seperti ACFTA, yang sudah disepakati sejak dulu, tapi setelah memasuki waktunya, kita menjadi kelabakan. Kita jangan menjadi bangsa yang cengeng, yang takut setiap

kali membicarakan perdagangan bebas, persaingan internasional. Seharusnya kita berpikir, kita akan kemana, kesempatan apa saja yang akan kita dapatkan, jelas Ahmadi. Ia juga menjelaskan bahwa dalam penerapan IFRS ini, IAI memiliki peran besar untuk mempromosikan akuntansi Indonesia di tingkat internasional. Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Filipina, Indonesia masih tertinggal dalam forum-forum internasional. Dengan IFRS, kita buktikan kalau kita juga bisa, tegasnya. Batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012. Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan, ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya. Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini. Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan, ujarnya. Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB). Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS. Tujuh Manfaat Penerapan IFRS Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus. 1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). 2. Kedua, mengurangi biaya SAK. 3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. 4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. 5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan. 6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.

7.

Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak, tuturnya. Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu. Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi, ungkapnya. Sumber : http://financeaccountingtraining.blogspot.com/2010/05/penerapan-ifrs-di-indonesia-2012.html http://www.unpad.ac.id/archives/20531 Diposkan oleh chipa di 19.57 http://chipa-vanillafa.blogspot.com/2011/03/penerapan-ifrs-di-indonesia.html Tugas Akutansi Internasional Ketiga 1. Alasan Perlunya Konvergensi ke IFRS?

Pengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi IFRS adalah full adoption menyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRSs sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial Statements paragraf 19-24. Pengertian konvergensi IFRS sebagai adopsi penuh sejalan dengan pengertian yang diinginkan oleh IASB. Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Di sisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption. Misalnya, ketika IAS 17 diadopsi menjadi PSAK 30 (Revisi 2007): Sewa mengatur leasing tanah berbeda dengan IAS 17.

Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS. Indonesia melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sedang melakukan proses konvergensi IFRS dengan target penyelesaian tahun 2012. Sepanjang tahun 2009, DSAKIAI sudah mengesahkan 10 PSAK terbaru, 5 ISAK, dan mencabut 9 PSAK berbasis industri dan mencabut 1 ISAK. 1. IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base. 2. Mengurangi peran dari badan otoritas dan panduan terbatas pada industri-industri spesifik. 3. Pendekatan terbesar pada subtansi atas transaksi dan evaluasi dimana merefleksikan realitas ekonomi yang ada. 4. Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional 5. Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan. 6. Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis. 7. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju best practise. Permasalahan yang dihadapi dalam impementasi dan adopsi IFRS :

Translasi Standar Internasional Ketidaksesuaian Standar Internasional dengan Hukum Nasional Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional Seperti contoh IFRS menekankan pada fair value dan meninggalkan historical value.

Sasaran Konvergensi IFRS tahun 2012, yaitu merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, Konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transparansi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efisiensi

penyusunan

laporan

keuangan.

Berikut roadmap yang dilakukan DSAK menuju konvergensi IFRS 2012:

Tahap adopsi (2008-2010); Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Tahap persiapan akhir (2011); Penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. Tahap implementasi (2012); Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Memang tidak mudah bagi DSAK dalam melakukan konvergensi ini. Proses konvergensi dilakukan secara bertahap karena ada proses yang harus didiskusikan dengan beberapa instansi dan disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing. Contoh halnya yang berkaitan dengan peraturan perpajakan, dan policy pemerintah yang sudah berjalan.

Kesimpulan dari penulisan ini adalah kita tidak dapat menolak arus globalisasi. Mau tidak mau dan cepat atau lambat kita harus segera mengejar target konvergensi IFRS tersebut. Bagaimanapun juga agar negara kita dapat disetarakan dalam kegiatan perekonomian internasional, begitupun dalam pembuatan laporan keuangan dapat diakui secara internasional. Semakin derasnya arus investasi asing di Indonesia, tentunya kita tidak ingin hanya jadi penonton di negara sendiri. Kita harus siap bersaing dengan tenaga asing, khususnya akuntan luar negeri yang akan berdatangan sehubungan akan tingginya permintaan akuntan berstandar internasional. 2. Bandingkan antara cost principle dengan fair value accounting.

Sekarang bukan waktu yang baik bagi akuntansi publik. Kegagalan Enron menyebabkan adanya skeptivisme terhadap cara perusahaan menyiapkan laporan keuangan dan bagaimana auditor menguji reliabilitas dari laporan keuangan tersebut. Anderson sebaga kantor akuntan publik yang mengaudit Enron harus bertanggung jawab dan telah terbukti bersalah menyebabkan bangkrutnya perusahaan tersebut. Faktanya, manipulasi akuntansi sekarang terlihat biasa bahwa banyak orang setuju dengan penelitian Stewart (pada artikel sebelumnya) yang menyatakan bahwa hampir setiap perusahaan membelokkan peraturan akuntansi untuk meratakan laba dan memenuhi ekspektasi analis.

Dalam usaha untuk mengatasi pelanggaran akuntansi dan mengembalikan kredibilitas akuntan publik, Sarbanes-Oxley Act of 2002 membentuk Public Company Accounting Oversight Board yang berwenang menentukan peraturan baru atas akuntan publik independen yang mengaudit perusahaan yang telah mempublik. Stewart lebih menyalahkan sistem akuntansi daripada manajer perusahaan atau auditor.

Sumber dari segala malpraktek adalah akuntansi terlalu jauh dari nilai; tidak lagi menghitung yang seharusnya dihitung. Publik membutuhkan laba yang memberikan arah yang handal untuk nilai intrinsik. Stewart menawarkan perubahan mendasar pada misi akuntan yaitu pengukuran dan pelaporan laba ekonomik (economic profit). Walaupun demikian, economic profit yang dimaksud oleh Stewart bukanlah definisi menurut ahli ekonomi.

Sir John Hicks, mendefinisikan laba ekonomi adalah perbedaan antara nilai sekarang aset dikurangi kewajiban pada awal dan akhir perioda, disesuaikan dengan tambahan investasi oleh atau pengeluaran kepada pemilik selama perioda tersebut. Sedangkan konsep economic profit menurt Stewart adalah suatu aliran yang berkelanjutan (sustainable flow) atau yang biasa disebut sebagai Economic Value Added (EVA). Stewart mengajukan beberapa reformasi penting yang harus dimasukkan ke GAAP. Mungkin yang paling penting, Stewart memisahkan untung dan rugi atas dana pensiun dari biaya pensiun tahunan. Selain itu, menyajikan oportunity cost of employee stock option sebagai biaya.

Tapi penulis juga tidak setuju dengan reformasi secara komprehensif atas GAAP Accounting. Penulis setuju bahwa angka-angka dalam GAAP accounting memiliki keterbatasan bagi investor yang ingin mengetahui nilai ekonomik dari perusahaan atau untuk manajer yang berusaha untuk berinvestasi akan meningkatkan nilai dan keputusan operasi. Meskipun Penulis menolak sebagian besar usulan stewart, penulis menyarankan bahwa banyak perusahaan akan lebih bernilai jika GAAP tradisional dilengkapi informasi tambahan atas laba ekonomik (akan kelihatan lebih cantik) seperti definisi stewart.

Dalam hal bahwa sebuah perusahaan memiliki masalah kredit dalam ekonomi bermasalah, penggunaan akuntansi nilai wajar bisa menguntungkan mereka.Pada saat yang sama jika ekonomi stabil dan nilai dari segala sesuatu secara signifikan turun, ini akan menjadi masalah

lain. Penggunaan nilai wajar secara drastis dapat membantu perusahaan mendapatkan disetujui untuk pinjaman, namun, jika perusahaan melakukan mengerikan dan perlu pinjaman untuk bertahan hidup, menggembungkan nilai asetnya dapat membantu mereka mendapatkan bantuan keuangan yang mereka butuhkan tetapi tidak dapat membantu bisnis menghasilkan keuntungan. Dalam hal ini, perusahaan mungkin lebih baik tidak mengambil pinjaman, tetapi menyadari bahwa mereka tidak dapat bertahan hidup.

Dalam pasar volatile dengan fluktuasi harga yang tidak stabil, nilai wajar mungkin tidak seperti ide yang baik.Misalkan perusahaan ini adalah untuk menghargai aset mereka dengan nilai pasar saat ini dan menerima pinjaman karena itu. Apa yang terjadi ketika perusahaan default pada pinjaman mereka dan pada saat yang sama pasar crash menyebabkan semua aset perusahaan untuk penurunan nilai. Apakah ini tidak menjadi masalah bagi bank.

Ketika nilai suatu perusahaan dalam terdiri dari aset yang dinilai berdasarkan nilai pasar saat ini mereka bukan apa yang mereka bayar untuk mereka, jelas bahwa perbedaan adalah materi. Nilai wajar dapat membantu hanya sebanyak itu bisa terluka. Hal ini sangat tergantung pada jenis aset yang dinilai dan apakah orang tahu bagaimana menggunakannya. FASB mungkin harus menunda membuat aturan baru sampai mereka bisa datang dengan semacam pedoman sehingga orang mengerti kapan dan di mana untuk menggunakannya. Ketika nilai aset sebesar biaya perolehan, penyusutan tampaknya menjadi konsep sederhana.

Jika perusahaan mulai menilai semua aset mereka pada nilai wajar, ini kemungkinan besar akan membuat masalah dengan penyusutan serta apresiasi aset. Sama seperti perusahaan ingin memanfaatkan hilangnya nilai aset, mereka ingin membayar pajak atas keuntungan yang diperoleh dari beberapa aset menghargai bahwa mereka biasanya tidak akan harus dilakukan jika pelaporan menurut nilai historis? Nilai historis dan nilai wajar keduanya telah sekitar untuk waktu yang lama. Apakah atau tidak untuk beralih permanen pada nilai wajar adalah sebuah keputusan penting untuk FASB untuk membuat. Semua sudut perlu ditutupi ketika mempertimbangkan saklar ini. di 09.17 Reaksi:

Tidak ada komentar: Poskan Komentar Posting Lama http://ridwanrifay.blogspot.com/2012/04/tugas-akutansi-internasional-ketiga.html Jumat, 30 November 2012 ETIKA PROFESI AKUNTAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan yang khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini sebagai aturan main dalam menjalankan profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi.Sampai saat ini belum ada seorang auditor yang mendapatkan sanksi pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan dikarenakan melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan standar profesi akuntansi, namun demikian bukan berarti seorang akuntan dapat bekerja seenaknya. Akuntan tidak independen bila selama periode audit dan periode penugasan profesionalnya, baik akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP), maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa nonaudit. Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang ahrus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik. Oleh karena itu seorang akuntan profesional harus mematuhi prinsip-prinsip fundamental etika akuntan atau kode etik akuntan yang meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan, yaitu : 1. Tanggung jawab profesi Bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. 2. Kepentingan publik Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas

profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. 3. Integritas Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 4. Obyektifitas Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. 5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-

baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya. 6. Kerahasiaan Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir 7. Perilaku profesional Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. 8. Standar teknis Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundangundangan yang relevan. Diposkan oleh rizkia yusuf di 06.16 1 komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook TUJUAN CSR Program CSR sudah mulai bermunculan di Indonesia seiring telah disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adapun isi Undang-Undang tersebut yang berkaitan dengan CSR, yaitu: Pada pasal 74 di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, berbunyi:

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. 2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan pada pasal 25 (b) Undang Undang Penanaman Modal menyatakan kepada setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dari kedua pasal diatas dapat kita lihat bagaimana pemerintah Indonesia berusaha untuk mengatur kewajiban pelaksanaan CSR oleh perusahaan atau penanam modal Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy). Ada berbagai penafsiran tentang CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu perusahaan, namun yang paling banyak diterima saat ini adalah pendapat bahwa yang disebut CSR adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal-hal yang diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public relations. Survei : 60% Opini Masyarakat terhadap Perusahaan Dipengaruhi CSR Hasil Survey The Millenium Poll on CSR (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin menghukum (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Diposkan oleh rizkia yusuf di 06.12 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook KECURANGAN DALAM MELAKUKAN AUDITOR

Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Kata kuncinya adalah keyakinan memadai. Tingkat keyakinan ini jelas subjektif sifatnya namun apakah yang dimaksud dengan Fraud itu pada tingkat minimal tertentu haruslah merupakan kesepakatan bersama. Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang Fraud. Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Secara sederhana dua segitiga berikut ini dapat bercerita banyak tentang hubungan hubungan yang mendorong terjadinya fraud Karakteristik Kecurangan Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis : 1. Oleh pihak perusahaan, yaitu : a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets). 2. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa : Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan. Diposkan oleh rizkia yusuf di 06.03 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook IFRS 2

Dewasa ini dunia bisnis dituntut untuk mempersiapkan diri dalam mengadopsi IFRS yang akan diterapkan pada tahun 2012. IAS dan IFRS merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang merupakan produk IASC dan IASB. IFRS adalah produk IASB versi baru sedangkan IAS adalah produk IASC versi lama. Manfaat dari penerapan IFRS secara umum diantaranya adalah : Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability). Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan cara, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management. Dampak penerapan IFRS di Indonesia dalam bisnis Berbagai dampak dapat terjadi dengan adanya penerapan IFRS ini, sehingga IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak dalam penerapan IFRS : Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. Kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management). Penggunaan off balance sheet semakin terbatas. Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based akan berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki oleh akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan maupun auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgment. Selain keahlian teknis, akuntan juga perlu memahami implikasi etis dan legal dalam implementasi standar (Carmona & Trombetta, 2008). Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi jasa audit. Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu dinilai kelayakannya oleh auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki kemampuan menginterpretasi tujuan dari suatu standar. AAA Financial Accounting Standard Committee (2003) bahkan meyakini kemungkinan meningkatnya konflik antara auditor dan klien. Dampak positive penerapan IFRS di Indonesia Meskipun masih muncul pro dan kontra, sesungguhnya penerapan IFRS ini akan berdampak positif. Bagi para emiten di Bursa Efek Jakarta (BEI), dengan menggunakan standar pelaporan internasional itu, para stakeholder akan lebih mudah untuk mengambil keputusan. Pertama, laporan keuangan Perusahaan akan semakin mudah dipahami lantaran mengungkapkan detail informasi secara jelas dan transparan. Kedua, dengan adanya transparansi tingkat akuntabilitas dan kepercayaan kepada manajemen akan meningkat. Ketiga, laporan keuangan yang disampaikan perusahaan mencerminkan nilai wajarnya. Di tengah interaksi pelaku ekonomi global yang nyaris tanpa batas, penerapan IFRS juga akan memperbanyak peluang kepada para emiten untuk menarik investor global. Dengan standar akuntansi yang sama, investor asing tentunya akan lebih mudah untuk membandingkan perusahaan di Indonesia dengan perusahaan sejenis di belahan dunia lain. Dampak negatif penerapan IFRS di Indonesia Seperti yang diketahui perekonomian Indonesia adalah berasaskan kekeluargaan. Akan tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia akan mengarah pada Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi kebudayaan negara barat (negara capital) dapat

mempengaruhi seluruh pola hidup dan pola pikir masyarakat Indonesia dari kehidupan seharihari hingga permasalahan ekonomi. Padahal dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Disini secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai pondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, Akan tetapi dengan kemunculan IFRS tersebut dapat menyebabkan publik menginginkan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal tersebut tentu berseberangan dengan UUD 1945 pasal 33. Terlebih lagi dengan adanya Undang-Undang Penanaman modal di tahun 2007 lalu maka semakin terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis). Hubungannya dengan IFRS adalah, keseragaman global menjadikan masyarakat mudah berburuk sangka bahwa pemegang kebijakan akuntansi di Indonesia adalah kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang terlihat jelas di UndangUndang Dasar. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan sistem kapitalisme dan memudahkan investor asing untuk mengeruk kekayaan di Indonesia. Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Adanya perubahan besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Tetapi di balik semua perubahan dan dampak yang mungkin terjadi, tidak dapat dipungkiri dengan adanya IFRS maka dapat memajukan perekonomian global di Indonesia sehingga mampu bersaing dengan dunia luar. Serta dengan adanya IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional judgment dari auditor, sehingga auditor juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan integritasnya Diposkan oleh rizkia yusuf di 05.50 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook IFRS 1 Pengertian IFRS IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC). Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id) Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS

sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan. Struktur IFRS International Financial Reporting Standards mencakup: * International Financial Reporting Standards (IFRS) standar yang diterbitkan setelah tahun 2001 * International Accounting Standards (IAS) standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001 * Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) setelah tahun 2001 * Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org) Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan. Konvergensi ke IFRS di Indonesia Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar

akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB. Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY) Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions) Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional. IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan. IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.

IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periodeperiode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang : 1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan 2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS 3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna Tanggungjawab Sosial Akuntan Akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan perluasan pertanggungjawaban organisasi (perusahaan) diluar batas-batas akuntansi keuangan tradisional (konvensional), yaitu menyediakan laporan keuangan yang tidak hanya diperuntukkan kepada pemilik modal khususnya pemegang saham saja. Perluasan ini didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas dan tidak sekedar mencari uang untuk para pemegang saham saja, namun juga bertanggung jawab kepada seluruh stakeholders. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pun telah mengakomodasi tentang akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 paragraph ke-9 : Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia Hingga saat ini pendidikan akuntansi di Indonesia berkiblat pada praktek-praktek akuntansi negara Amerika. Acuan yang digunakan adalah standar FASB dimana standar tersebut merupakan standar yang digunakan di Amerika. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) pun juga merupakan adopsi dari FASB yang mana FASB diambil dari fenomenafenomena akuntansi di Amerika. Selain itu, buku-buku yang dipakai dalam bangku kuliah di Indonesia adalah buku terbitan dari negara Amerika. Hubungan IFRS, Tanggungjawab Sosial Akuntan dan Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia Isu IFRS telah lama mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di dunia. Tidak hanya aspek ekonomi, sejak direncanakan perubahan PSAK dan dilakukan konvergensi PSAK ke IRFS, berbagai aspek ekonomi, sosial dan politik mengalami perubahan yang semakin kompleks. Penyusunan standar keuangan baru dipengaruhi berbagai unsur politik, sosial, ekonomi, dsb yang saling terkait satu sama lain dan tentunya juga berpengaruh pada fenomena yang akan terjadi

setelah standar-standar keuangan tersebut diaplikasikan pada praktek akuntansi. Dalam aspek ekonomi, standar Akuntansi yang disusun oleh para akuntan cenderung mengarah pada dunia bisnis atau perekonomian dunia. Begitu juga IFRS yang disusun oleh IASB masih terfokus pada dunia bisnis dan perekonomian dunia. Bagaimana tidak, pada IFRS Chapter 2, mengenai presentation of financial statements, dijelaskan bahwa setiap investor membutuhkan informasi entitas yang dapat membantu investor dan pengguna-pengguna laporan keuangan lainnya dalam membuat keputusan ekonomi. Artinya dalam penyajian laporan keuangan hanya ditujukan untuk keputusan ekonomi dan mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi tanpa melihat aspek-aspek lainnya yang akan dipengaruhi oleh IFRS itu sendiri. Dengan kata lain, IFRS disusun dan diadopsi lebih tertuju pada para investor atau pemegang saham. Karena selain manajer perusahaan yang mengambil keputusan ekonomi, pemegang saham merupakan salah satu stakeholder yang paling membutuhkan data informasi keuangan yang relevan dengan keadaan ekonomi yang setiap saat mengalami perubahan. Konvergensi IFRS yang terjadi di Indonesia pun juga demikian. Hingga saat ini, harmonisasi yang dilakukan oleh DSAK tentunya mengadopsi IFRS yang tertuju pada para pemegang saham. Para pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada stakeholder-stakeholder lainnya. Karena salah satu tujuan dari IFRS disusun dan diadopsi adalah untuk melindungi para pemegang saham dari informasi pelaporan keuangan yang terdistorsi atau kurang relevan. Dengan informasi yang relevan dan wajar, maka para pemegang saham dapat dipastikan mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam kondisi ekonomi tertentu. Karena informasi yang relevan dengan keadaan pasar atau dengan keadaan ekonomi masa kini tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi investor, dimana investor/pemegang saham dapat memperbesar kapitalisme di negara Indonesia. Bahkan sebelum adanya konvergensi IFRS, PSAK cenderung terfokus pada entitas dan pemegang saham, sebagai contoh PSAK 50 dan 55 yang mengatur mengenai efek dan derivatif, dimana efek dan derivatif merupakan alat bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Setelah adanya konvergensipun juga demikian, dimana konvergensi PSAK 50 dan 55 yang telah direvisi pada tahun 2006 tersebut belum memberikan suatu perubahan arah fokus selain kepada para investor. IFRS yang diadopsi ke PSAK ini juga mengarah pada kepentingan manajemen. Beberapa aturan yang terdapat dalam PSAK mengatur segala operasi perusahaan secara detail. Sebagai contoh, kapitalisasi beban untuk perusahaan pertambangan pada ED PSAK nomor 33, dimana dijelaskan bahwa perusahaan dapat mengkapitalisasi biaya eksplorasi tanpa ada perkecualian. Sehingga memudahkan bagi perusahaan untuk menyusun laporan keuangan dan mengklasifikasikan biaya dalam akun-akun. Selain itu, hal ini juga menguntungkan bagi perusahaan dalam mengakapitalisasi, dimana dengan kapitalisasi ini perusahaan mempunyai Aset yang lebih besar dalam laporan keuangan. Dengan konvergensi IFRS, perusahaan-perusahaan melakukan pelaporan keuangan akan lebih mudah, lebih hemat biaya dan terjadi sedikit penyesuaian laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu tujuan konvergensi IFRS, dimana lebih memudahkan perusahaan dalam melakukan pelaporan keuangan. Sehingga fokus penyusunan IFRS, maupun konvergensi pada PSAK pun juga terfokus pada kepentingan manajemen atau perusahaan itu sendiri.

Pengadopsian IFRS yang dilakukan DSAK ini juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Penyusunan PSAK baru didominasi oleh para akuntan yang memiliki sudut pandang bisnis dan perekonomian. Permasalahan politik yang terjadi hingga saat ini sangat kurang diperhatikan dan pemerintah hanya mendapatkan informasi mengenai laporan keuangan saja tanpa memperhatikan unsur politik. Unsur politik adalah yang paling utama dalam pemerintahan Indonesia. Seperti yang dilansir dalam Majalah Akuntansi Indonesia, hingga saat ini proporsi orang politik lebih besar daripada para profesional yang menekuni bidangnya. Sehingga dapat dipastikan profesional dalam bidang akuntansi dan keuangan sangat kurang. Berdasarkan survei yang dilakukan redaksi Akuntansi Indonesia, Dari 155 kuisioner yang dibagikan pada pemerintah, 54 persen dari kuisioner merupakan orang-orang yang mengaku tidak paham mengenai bidang akutansi, dan sisanya adalah yang paham mengenai bidang akuntansi. Hal ini menandakan kurangnya perhatian pemerintah dalam bidang akuntansi dan masih banyak oknum pemerintah yang belum paham mengenai akuntansi. Sehingga dapat muncul sikap yang apatis mengenai penyusunan standar akuntansi keuangan. Belum lagi dengan kejadian korupsi di kubu pemerintahan yang hingga saat ini makin marak. Korupsi yang tidak ada hentinya ini menyebabkan pemerintah terlalu disibukkan permasalahan korupsi sehingga pemerintahpun tidak memperhatikan permasalahan bidang ekonomi, seperti konvergensi IFRS yang setiap waktu dapat berubah. Tanggung Jawab seorang akuntan di masa mendatang memang dirasa cukup dilema karena dengan segala kemudahan-kemudahan yang didapat, maka akan menguntungkan pihak kapitalisme yang semakin lama semakin menguasai perekonomian dunia. Dengan adanya konvergensi IFRS ini, para akuntan lebih fokus pada kepentingan perusahaan atau investor. Dengan aturan-aturan yang terfokus pada investor dan perusahaan, tanggung jawab seorang akuntan hanya sebatas kepada perusahaan dan investor. Hingga saat ini pun, akuntan lebih memprioritaskan fee dari pekerjaan akuntansi, dimana pemberi fee adalah pihak manajemen/perusahaan atau investor itu sendiri. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya subjektivitas terhadap perusahaan atau investor dan akuntan bekerja tidak mengutamakan independensi tetapi mengutamakan gaji/fee. Tanggung jawab akuntan masih terbatas pada investor atau perusahaan. Padahal seorang akuntan tidak hanya melayani jasa pelaporan keuangan untuk investor atau perusahaan. Seorang akuntan dituntut menjadi akuntan yang dapat memberikan tanggung jawab kepada seluruh stakeholder dengan penuh keadilan dimana laporan keuangan yang disusun oleh akuntan adalah relevan. Sehingga Akuntan-akuntan diharapkan untuk memiliki tanggung jawab sosial yang baik agar dapat memenuhi semua kepentingan stakeholder. Perlu adanya pengkajian ulang tentang tanggung jawab akuntan pada proses kovergensi IFRS, dimana kepentingan-kepentingan para stakeholder perlu didiskusikan agar PSAK yang baru tidak hanya terfokus pada kepentingan perusahaan/investor saja. Ruang lingkup dalam PSAK perlu diperluas dimana PSAK baru dapat mengandung tanggung jawab sosial akuntan. Tidak hanya tanggung jawab sosial, masalah etika akuntan perlu dikaji kembali dan PSAK baru mampu mengcover permasalahan-permasalahan tanggung jawab sosial. Pelaporan keuangan diharapkan tidak hanya menampilkan angka-angka dan pengungkapan dari angka-angka tersebut, akan tetapi mampu melaporkan seluruh aspek perusahaan termasuk perlakuan terhadap para stakeholder. Apakah perusahaan telah menyentuh semua stakeholder ataukah belum menjadi suatu

pertanggungjawaban perusahaan dan akuntan sebagai penyaji laporan keuangan wajib melaporkan semua mengenai perusahaan. Seperti yang dikutip dari Majalah Akuntansi Indonesia edisi 17, sebelum dilakukan harmonisasi/konvergensi bertahap, pendidikan akuntansi di Indonesia telah mempunyai beberapa masalah dan salah satunya adalah kompetensi akuntan-akuntan yang tidak berstandar Internasional. Ini menjadi kendala yang masih belum terselesaikan hingga konvergensi IFRS dilaksanakan bertahap. Secara pelaporan keuangan saja, pendidikan akuntansi di Indonesia masih dikatakan lemah. Maka tidak menutup kemungkian pendidikan akuntansi di indonesia masih terfokus pada permasalahan pelaporan keuangan. Hingga saat ini, pendidikan akuntansi di Indonesia mengacu pada PSAK yang diadopsi dari FASB. Laporan yang dihasilkan pun masih terfokus dengan angka-angka yang mewakili informasi akuntansi sebuah perusahaan. Begitu juga setelah adanya konvergensi IFRS, permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam forum DSAK adalah mengenai masalah pelaporan keuangan saja. PSAK yang telah direvisi ini pun juga masih terlarut dalam pelaporan keuangan. Sehingga seluruh materi yang diberikan dalam kelas akuntansi terfokus pada pelaporan keuangan. Sangat sulit untuk melangkah lebih luas lagi, dimana diharapkan akuntan tidak hanya berada dalam ruang lingkup pelaporan keuangan. Tetapi mempunyai tanggung jawab sosial dan etika yang baik dalam menjalankan tugas sebagai akuntan. Solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan akuntansi adalah perlu adanya pengkajian ulang mengenai masalah pendidikan dalam proses konvergensi IFRS. Beberapa hal perlu dipertimbangkan agar pendidikan akuntansi di Indonesia tidak hanya larut pada pelaporan keuangan, melainkan berbagai aspek yang terkait dan dampak-dampak yang muncul setelah konvergensi IFRS dilakukan, termasuk permasalahan pendidikan akuntansi yang terus update dari waktu ke waktu. Pendidikan akuntansi merupakan masalah yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh para akuntanakuntan senior dan sekaligus Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Fenomena-fenomena ekonomi dan permasalahan global lainnya menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan keputusan konvergensi IFRS. Padahal pendidikan sangan berpengaruh pada kualitas akuntan di masa depan. Untuk merubah pendidikan akuntansi di indonesia menjadi lebih baik, kita harus mengkaji ulang konvergensi IFRS ke PSAK, apakah cocok untuk materi di bangku perkuliahan atau tidak. Karena konvergensi IFRS ke PSAK ini merupakan landasan dari semua aktivitas akuntansi, mulai dari materi hingga praktek akuntansi di lapangan. Selanjutnya dimana para akademisi perlu mengadakan perubahan kurikulum, silabus dan literatur agar akuntan-akuntan di indonesia dapat melakukan tugas sebagai seorang akuntan dengan baik. Karena perubahan-perubahan fenomena akuntansi berkembang dengan cepat dan kita sebagai akuntan juga harus mampu mengikuti perubahan-perubahan yang akan terjadi dimana perubahan-perubahan ini akan memberikan tantangan-tantangan baru bagi para akuntan untuk menjadi akuntan yang mampu memberikan hal terbaik bagi dunia akuntansi. Tidak menutup kemungkinan pada 2012, PSAK baru dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh (stakeholder, pendidikan, sosial dan aspek-aspek lainnya) akan menjadi standar

akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan pendidikan akuntansi Indonesia yang mampu memanusiakan manusia. Konvergensi IFRS memang harus dikaji sedemikian rupa dengan segala pertimbangan atas fenomena ekonomi dan aspek-aspek lainnya yang dapat berpengaruh serta perlu adanya keikutsertaan para stakeholder yang juga mendapatkan dampak dari konvergensi IFRS itu sendiri. Terutama stake holder eksternal, seperti pemerintah, masyarakat dan sebagainya dimana sangat kurang diperhatikan apresiasinya. Sehingga PSAK baru dapat berpihak pada semua kalangan yang berhak atas informasi pelaporan keuangan. Penginformasian mengenai pentingnya konvergensi IFRS perlu dipublikasikan kepada berbagai kalangan yang akan menerima dampak saat proses konvergensi dan setelah konvergensi selesai. Indonesia belum siap menghadapi apdopsi IFRS secara penuh pada tahun 2012 tanpa tindakantindakan yang cepat, termasuk publikasi kepada semua kalangan. Penginformasian disertai pengkajian IFRS terus menerus memang perlu dilakukan oleh para akuntan-akuntan, agar Indonesia dapat berkompeten di kancah internasional. Sehingga Indonesia mampu menjalankan roda perekonomian dengan baik. Diposkan oleh rizkia yusuf di 05.50 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Minggu, 04 November 2012 PENGERTIAN CSR Definisi Corporate Social Responsibility Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72). World Business Council for Sustainable Development mendefiniskan Corporate Social Responsibility sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Iriantara, 2004, p.49). Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan (Kotler & Nancy, 2005,p.4) CSR Forum mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007, p.8). Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Kontribusi dari perusahaan ini bisa berupa banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari perusahaan, bantuan berupa barang, dll. Di sini perlu dibedakan antara program Corporate Social Responsibility dengan kegiatan charity. Kegiatan charity hanya berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan ketergantungan publik terhadap perusahaan. Sementara, program Corporate Social Responsibility merupakan program yang berkelanjutan dan bertujuan untuk menciptakan kemandirian publik (Paradigma Baru CSR, Oktober 2006). Perusahaan yang menjalankan model bisnisnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip etika bisnis

dan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang strategik dan sustainable akan dapat menumbuhkan citra positif serta mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat (Wibisono, 2007, p.66). Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka. Citra positif ini akan menjadi asset yang sangat berharga bagi perusahaan dalam menjaga keberlangsungan hidupnya saat mengalami krisis (Kotler & Nancy, 2005) Melihat pentingnya pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam membantu perusahaan menciptakan citra positifnya maka perusahaan seharusnya melihat Corporate Social Responsibility bukan sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, jika Corporate Social Responsibility diabaikan kemudian terjadi insiden. Maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan Corporate Social Responsibility itu sendiri. Hal ini belum termasuk pada resiko non-finansial yang berupa memburuknya citra perusahaan di mata publiknya (Wibisono, 2007). Lima Pilar Aktivitas Coprorate Social Responsibility Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu (Wibisono, 2007,p.119) : Building Human Capital Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community development. Strengthening Economies Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar. Assessing Social Chesion Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik. Encouraging Good Governence Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik. Protecting The Environment Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan. Bentuk Program Corporate Social Responsibility Kotler dalam buku Corporate Social Responsibility : Doing The Most Good for Your Company (2005) menyebutkan beberapa bentuk program Corporate Social Responsibility yang dapat dipilih, yaitu : Cause Promotions Dalam cause promotions ini perusahaan berusaha untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai suatu issue tertentu, dimana issue ini tidak harus berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis perusahaan, dan kemudian perusahaan mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau benda mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan

tersebut. Dalam cause promotions ini, perusahaan bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya : non government organization. Cause Promotions dapat dilakukan dalam bentuk : Meningkatkan awareness dan concern masyarakat terhadap satu issue tertentu. Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih mendalam mengenai suatu issue tertentu di masyarakat. Mengajak masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak orang untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan event tertentu, misalnya : mengikuti gerak jalan, menandatangani petisi, dll. Cause-Related Marketing Dalam cause related marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produk nya, baik itu barang atau jasa, dimana sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu. Cause related marketing dapat berupa : Setiap barang yang terjual, maka sekian persen akan didonasikan. Setiap pembukaan rekening atau account baru, maka beberapa rupiah akan didonasikan. Corporate Social Marketing Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu. Biasanya corporate social marketing, berfokus pada bidang-bidang di bawah ini, yaitu : Bidang kesehatan (health issues), misalnya : mengurangi kebiasaan merokok, HIV/AIDS, kanker, eating disorders, dll. Bidang keselamatan (injury prevention issues), misalnya : keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dll. Bidang lingkungan hidup (environmental issues) , misalnya : konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida. Bidang masyarakat (community involvement issues), misalnya : memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan hak-hak binatang, dll. Corporate Philanthrophy Corporate philanthropy mungkin merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua. Corporate philanthrophy ini dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga, perorangan ataupun kelompok tertentu. Corporate philanthropy dapat dilakukan dengan menyumbangkan : Menyumbangkan uang secara langsung, misalnya: memberikan beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu,dll. Memberikan barang/produk, misalnya: memberikan bantuan peralatan tulis untuk anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah terbuka, dll. Memberikan jasa, misalnya: memberikan bantuan imunisasi kepada anak-anak di daerah terpencil,dll. Memberi ijin untuk menggunakan fasilitas atau jalur distribusi yang dimiliki oleh perusahaan,

misalnya: sebuah hotel menyediakan satu ruangan khusus untuk menjadi showroom bagi produkproduk kerajinan tangan rakyat setempat, dll. Corporate Volunteering Community Volunteering adalah bentuk Corporate Social Responsibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya ikut terlibat dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan waktu dan tenaganya. Beberapa bentuk community volunteering, yaitu : Perusahaan mengorganisir karyawannya untuk ikut berpartisipasi dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh perusahaan, misalnya sebagai staff pengajar, dll. Perusahaan memberikan dukungan dan informasi kepada karyawannya untuk ikut serta dalam program-program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh lembagalembaga lain, dimana program-program Corporate Social Responsibility tersebut disesuaikan dengan bakat dan minat karyawan. Memberikan kesempatan (waktu) bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan Corporate Social Responsibility pada jam kerja, dimana karyawan tersebut tetap mendapatkan gajinya. Memberikan bantuan dana ke tempat-tempat dimana karyawan terlibat dalam program Corporate Social Responsibility nya. Banyaknya dana yang disumbangkan tergantung pada banyaknya jam yang dihabiskan karyawan untuk mengikuti program Corporate Social Responsibility di tempat tersebut. Socially Responsible Bussiness Dalam Socially responsible business, perusahaan melakukan perubahan terhadap salah satu atau keseluruhan sistem kerja nya agar dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat. Socially responsible business, dapat dilakukan dalam bentuk : Memperbaiki proses produksi, misalnya : melakukan penyaringan terhadap limbah sebelum dibuang ke alam bebas, untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan, menggunakan pembungkus yang dapat didaur ulang (ramah lingkungan). Menghentikan produk-produk yang dianggao berbahaya tapi tidak illegal. Hanya menggunakan distributor yang memenuhi persyaratan dalam menjaga lingkungan hidup. Membuat batasan umur dalam melakukan penjualan, misalnya barang-barang tertentu tidak akan dijual kepada anak yang belum berumur 18 tahun. Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Responsibility Dalam buku, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Yusuf Wibisono (2007) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility, yaitu: Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image / citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan. Layak Mendapatkan sosial licence to operate Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberika kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut.

Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan Corporate Social Responsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian. Melebarkan Akses Sumber Daya Track records yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan. Membentangkan Akses Menuju Market Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. Mereduksi Biaya Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan Corporate Social Responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder Implementasi Corporate Social Responsibility akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka. Peluang Mendapatkan Penghargaan Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku Corporate Social Responsibility sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan award. Labels: Manajemen Pemasaran Diposkan oleh rizkia yusuf di 06.26 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook PENGERTIAN GCG Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadbury, misalnya, pada tahun 1992 melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadbury Report mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadbury, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu. Centre for European Policy Studies (CEPS), punya foormula lain. GCG papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan. Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaaan istilah. Kelompk negara maju (OECD), misalnya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggungjawab kepada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder lainnya. Karena itu fokus utama disini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness. Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu accountability, transparency, predictability dan participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut, GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang, tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya. Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah,governance kerap diterjemahkan sebagai pengaturan. Adapun dalam konteks GCG,governance sering juga disebut tata pamong atau penadbiran yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar. Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance atau GCG merupakan : Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para stakeholder lainnya. Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. Suatu prose yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya. Diposkan oleh rizkia yusuf di 06.23 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Posting LamaBeranda Langganan: Entri (Atom) Amazon MP3 Clips Mengenai Saya Arsip Blog
o

rizkia yusuf Lihat profil lengkapku

o o o

2012 (13) November (9) ETIKA PROFESI AKUNTAN TUJUAN CSR KECURANGAN DALAM MELAKUKAN AUDITOR IFRS 2 IFRS 1 PENGERTIAN CSR PENGERTIAN GCG PENGERTIAN IFRS tugas kelompok Oktober (1) Juni (2) Maret (1) 2011 (29)

Pengikut http://rizkia-yusuf.blogspot.com/ Profesi Akuntan Terancam, RUU Ditolak

Paradigma Baru Internal Audit Menuju Penerapan IFRS 2011 OCTOBER 12, 2010 7 COMMENTS Oleh: Harry Andrian Simbolon., SE., M.Ak., QIA dan Ludovikus Nadeak., SE,. S.Si Masih teringat oleh kita kasus Enron yang menghebohkan jagad bisnis dunia sewindu yang lalu, perusahaan energi raksasa milik Amerika itu membuat tercengang para pelaku bisnis di seluruh penjuru dunia karena kiprahnya menciptakan pertumbuhan yang sangat fenomenal hanya dalam waktu singkat, namun akhirnya bankrut dalam waktu singkat pula. Arthur Andersen yang bertindak sebagai auditor eksternal Enron saat itu harus merelakan kantornya di seluruh dunia membubarkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ulahnya menukangi praktik akuntansi dengan cara yang tidak lazim. Demikian juga kasus-kasus lainnya seperti Xerox, World dot Com, Bank Global, Great River, Bank Summa, dll yang memiliki karakteristik serupa. Hanya satu kata yang bisa menjelaskan mengapa kasus-kasus itu bisa terjadi, yaitu akuntansi. Akuntansi pada dasarnya seperti pedang bermata dua, di satu sisi bisa menjadi bahasa yang menyampaikan informasi keuangan yang bermanfaat bagi para stakeholder, namun di sisi lain bisa menjadi racun ketika informasi yang disajikannya ternyata tidak benar. Akuntansi disebut sebagai bahasa bisnis karena merupakan suatu alat untuk menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Semakin baik kita mengerti bahasa tersebut, maka semakin baik pula keputusan kita, dan semakin baik kita dalam mengelola keuangan. Untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut, maka digunakanlah laporan akuntansi atau yang dikenal sebagai laporan keuangan. Dalam pasar modal, laporan keuangan merupakan komoditas utama. Disinilah perlunya suatu standar yang mengatur pelaporan informasi akuntansi tersebut. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik. Efektivitas dan ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan yang dapat dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua stakeholder (pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia kredit, bahkan pemerintah). International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis true and fair (IFRS framework paragraph 46). Manfaat Penerapan IFRS

Indonesia yang tadinya berkiblat pada standar akuntansi keluaran FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut serta menerapkan IFRS karena tuntutan bisnis global. Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market). Firma akuntansi big four mengatakan bahwa banyak klien mereka yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi lintasnegara. Sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman, The World is Flat, aktivitas merger dan akuisisi lintasnegara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan yang dimuat harianKompas tanggal 6 Mei 2010 mengatakan bahwa dengan mengadopsi IFRS Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). Kedua, mengurangi biaya SAK. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. IAI memberikan target tahun 2012 konvergensi IFRS tercapai dan diterapkan di Indonesia. Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan tantangan tradisionalnya adalah apakah implementasi IFRS membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa, beberapa pihak sudah mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi informasi yang harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang diharuskan. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah jelas, adopsi IFRS membutuhkan biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan. Penerapan IFRS di Telkom Group Telkom yang sahamnya tercatat dalam bursa internasional (New York Stock Exchange dan London Stock Exchange) menargetkan waktu lebih cepat setahun dari target yang ditentukan IAI, yaitu tahun 2011. Hal tersebut dilakukan karena TELKOM adalah salah satu role model implementasi IFRS khususnya di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). TELKOM telah membentuk tim khusus yang diberi nama Gugus Tugas IFRS yang bertugas mempersiapkan adopsi IFRS dan konversi laporan keuangan TELKOM. Telkomsel yang merupakan anak perusahaan Telkom mau tidak mau harus ikut serta menerapkan standar ini karena laporan keuangan Telkomsel terkonsolidasi dengan laporan keuangan Telkom. Sama seperti ketika Telkomsel mengadopsi penuh aturan SOA (Sarbanes Oxley Act) karena aturan SEC (Bapepamnya Amerika) mengharuskan semua emiten NYSE menerapkannya. Telkomsel telah melakukan serangkaian persiapan untuk mengadopsi penuh

standar ini. Beberapa karyawan kunci telah mengikuti serangkaian training dan workshop sebagai langkah awal adopsi standar tersebut. Telkomsel telah membentuk tim ad hoc yang bertugas mengawal adopsi standar tersebut di perusahaan ini. Telkomsel juga sudah menunjuk konsultan yang akan membantu tim adhoc dalam mengimplementasikan standar tersebut. Menurut pandangan penulis kemungkinan ada tiga alternatif pilihan yang akan dipertimbangkan Management Telkomsel pada penerapan awal standar ini sembari menunggu Full adoption standard oleh IAI pada 2012, yaitu: 1. Langsung menerapkannya pada transaction level, yaitu IFRS menjadi leading ledger, 2. Melakukan Group Adjustment di pelaporan keuangan, dan 3. Melakukan rekonsiliasi IFRS dengan standar Indonesia di laporan keuangan. Apapun alternatif yang akan dipilih nanti, pada akhirnya pasti akan mengarah pada transaction level adoption, yang artinya IFRS diterapkan pada setiap transaksi yang terjadi. Transformasi penerapan standar ini memerlukan effort yang tidak sedikit, pola pikir seluruh pelaku akuntansi di perusahaan ini sangat diperlukan mengikuti framework standar internasional ini, termasuk dukungan sistem dan teknologi informasi. Tahun 2011 tinggal hitungan bulan saja, saya yakin dengan semangat dan etos kerja yang tinggi kita bisa mencapai target ini. Oleh: Harry Andrian Simbolon & Ludovikus nadeak http://akuntansibisnis.wordpress.com/2010/10/12/menuju-penerapan-ifrs-2011/ konvergensi ifrs dan pengaruhnya ke audit Oleh MikaMikaMika Leave a Komentar Kategori: akuntansi BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Teknologi informasi yang berkembang pesat telah mengubah lingkungan pelaporan keuangan, mengurangi batas jarak fisik dan mampu membuat informasi menjadi tersedia diseluruh dunia hanya dengan sekali klik tombol enter dari komputer. Kemajuan ini membawa jutaan investor masuk ke lantai pasar modal di seluruh penjuru dunia. Antusiasnya para investor tidak terhalangi oleh batasan negara. Investor dari Amerika bisa dengan mudah berinvestasi di Eropa, ke Singapura, atau bahkan ke Indonesia. Keefektifan pasar dunia ini tergantung pada ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan, dapat dibandingkan dan relevan. Bukan hanya investor dan analis yang membutuhkan informasi seperti ini, melainkan juga dibutuhkan oleh stake holder lainnya seperti pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia kredit, bahkan pemerintah. Di jaman globalisasi

ini, mereka bukan hanya sekedar ingin mengetahui informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan dari seluruh belahan dunia untuk tujuan benchmarking, membandingkan antar industri vertikal maupun horizontal. Benchmarking adalah hal yang sangat krusial jika ingin berkompetisi dalam bisnis global di masa sekarang ini. Hal ini tentunya sulit untuk diwujudkan jika perusahaan perusahaan masih memakai tata cara, bentuk dan prinsip pelaporan keuangan yang berbeda beda. Untuk itu diperlukan sebuah standar pelaporan keuangan yang bersifat internasional untuk dapat menyeragamkan laporan keuangan di berbagai belahan dunia. Upaya untuk mencapai tujuan ini dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan yaitu dengan cara melakukan percepatan harmonisasi standar akuntansi internasional khususnya International Financial Reporting Standard (IFRS) yang dibuat oleh International Accounting Standard Boards (IASB) dan Financial Accounting Standard Boards (badan pembuat standar Akuntansi di Amerika Serikat). Membuat perubahan ke IFRS artinya mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat perusahaan bisa lebih dimengerti oleh pasar dunia. Sehingga jika kinerja perusahaan memang memiliki nilai jual yang pantas, maka potensi dagang yang dihasilkan logikanya akan lebih bagus dibandingkan dengan perusahaan yang belum mengadopsi IFRS dalam pembuatan laporan keluarganya. Kantor akuntan publik yang berpredikat The Big Four menyatakan bahwa banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan dalam rangka memenuhi maksud mereka memasuki pasar modal dunia. Beralih ke IFRS bukanlah sekedar pekerjaan mengganti angka-angka di laporan keuangan, tetapi mungkin akan mengubah pola pikir dan cara semua elemen di dalam perusahaan. Bagi perusahaan pada umumnya, yang menjadi bahan pertimbangan untuk beralih ke IFRS adalah Apakah implementasi IFRS akan bermanfaat?. Tetapi bagi perusahaan- perusahaan yang sudah go international, atau yang memiliki partner dari Uni Eropa, Australia, Russia dan beberapa negara Timur Tengah, tentu sudah tidak punya pilihan lain selain mulai berusaha menerapkan IFRS dalam pelaporan keuangannya jika masih mau berpartner dengan mereka.

Perubahan tata cara pelaporan keuangan GAAP (PSAK atau lainnya) ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi kompetensi wajib baru bagi para pekerja akuntansi, salah satunya auditor yang dituntut untuk memberikan pendapat pada laporan keuangan yang

diauditnya. Untuk dapat memberikan pendapat itu, maka seorang auditor harus dapat memahami standar-standar akuntansi yang menjadi acuannya dalam menyatakan pendapat. Dengan kata lain, auditor dituntut untuk dapat memahami IFRS secara menyeluruh. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul

mengenai Konvergensi Standar Pelaporan Keuangan ke IFRS dan Pengaruhnya Terhadap Audit. 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu Bagaimana pengaruh konvergensi standar pelaporan keuangan ke IFRS dan pengaruhnya terhadap audit? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.3.1 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat ditentukan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh konvergensi standar pelaporan keuangan ke IFRS terhadap audit. 1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai referensi bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa jurusan akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya pada khususnya. 1.4 Ruang lingkup pembahasan

Agar penulisan ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan hanya pada dampak konvergensi IFRS bagi auditor Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian IFRS Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards

atau IFRS) adalah standar dasar, pengertian dan kerangka kerja yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Board (IASB)). Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (Internasional Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab guna menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS. 2.2 Pengertian Audit

Menurut Arens, Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Kriteria untuk mengevaluasi informasi juga bervariasi, tergantung pada informasi yang sedang diaudit. Dalam audit atas laporan keuangan historis oleh Kantor Akuntan Publik, kriteria yang berlaku biasanya adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (GAAP). Namun mulai Januari 2012 Indonesia mulai memberlakukan standar IFRS. Perubahan ini tentunya akan memberikan pengaruh pada auditor untuk memberikan pendapat pada laporan yang diauditnya. Adapun jenis-jenis pendapat auditor adalah sebagai berikut: 1. Laporan audit wajar tanpa pengecualian

2. Laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan 3. Laporan audit wajar dengan pengecualian 4. Laporan audit tidak wajar 5. Tidak memberikan pendapat

2.3

Peran Auditor Internal dalam Pengkonversian IFRS

Proyek mengkonversi akuntansi ke IFRS harus dikelola sebagaimana layaknya proyek-proyek berskala besar lainnya. Dalam arti, kecukupan waktu, SDM, serta sumber daya lainnya harus betul-betul diperhatikan, dan seluruh pemain kunci harus terlibat dalam pengambilan keputusan yang kritikal. Walaupun proyek IFRS pada umumnya akan berada di area akuntansi/keuangan, aktivitas audit internal harus menjadi salah satu pemain kunci dalam projek ini mengingat dampaknya yang luas terhadap lingkungan pengendalian internal. Berikut ini adalah beberapa hal di mana aktivitas audit internal harus berusaha terlibat dalam proyek konversi ke IFRS: 1. Selama Tahap Pra-implementasi Langkah pertama aktivitas audit internal adalah melakukan review terhadap rencana proyek IFRS perusahaan untuk memastikan bahwa perusahaan memang telah siap untuk melaksanakan proyek. Auditor internal harus memastikan bahwa proyek telah dirancang dengan memadai dan ditetapkan batas-batas lingkupnya dengan jelas, serta dikelola secara efektif dan efisien. Prosedur yang harus dilakukan termasuk memastikan pengendalian yang tepat, melakukan pengujian kesiapan, mengkaji rencana komunikasi, melakukan pengujian kecukupan program manajemenperubahan (change management), dan mengkaji manajemen anggaran untuk memastikan bahwa seluruh biaya-biaya yang diperlukan telah dianggarkan. Dengan melakukan review praimplementasi secara dini seperti ini auditor internal akan memberikan peluang yang lebih besar bagi proyek konversi IFRS untuk sukses. 1. Selama masa transisi

Auditor internal harus bekerja sama dengan auditor eksternal secara erat selama proses implementasi IFRS untuk mengidentifikasi proses-proses, sistem, dan pengendalian yang terkena dampak IFRS. Setelah mengidentifikasi area-area mana saja yang terkena dampak, auditor internal harus segera membuat perubahan yang sesuai pada dokumentasi proses untuk memastikan bahwa pada area-area yang terkena dampak tersebut, pengendalian akan dapat berfungsi dengan baik dalam lingkungan IFRS yang baru. 1. Selama Tahap Pasca-implementasi Setelah tahap implementasi, auditor internal harus memvalidasi proses seputar pembuatan laporan keuangan IFRS yang baru, dengan memberikan layanan assurance kepada manajemen bahwa struktur pengendalian internal yang baru (setelah revisi) telah bekerja dengan baik dan menghasilkan laporan keuangan yang akurat. Paling tidak, assurance ini dilakukan terhadap area-area yang berisiko tinggi, serta memastikan pengendalian telah ada untuk memantau perubahan peraturan IFRS secara kontinyu. 2.4 Hal Yang Perlu Diperhatikan Auditor dalam Kovergensi IFRS Sehubungan dengan telah diterbitkannya beberapa PSAK yang baru maupun yang direvisi sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 termasuk PSAK No 1 (Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan, maka Dewan Standar Profesi Institusi Akuntan Publik Indonesia (DSP IAPI) melalui penerbitan Pernyataan Standar Auditing (PSA) No.77 Tanggal 21 Maret 2011 telah melakukan penyesuaian sebagai berikut: 1. Mencabut Pernyataan Standar Auditing (PSA) tertentu yang sudah tidak relevan; serta 2. Melakukan pemutakhiran atas penggunaan frasa dan istilah tertentu yag terdapat dalam seluruh PSA, beserta interprestasi lampiran dan contoh yang terdapat di dalamnya (secara kolektif disebut sebagai Standar Auditing). Pemutakhiran frasa dan istilah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Frasa prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia berubah menjadi Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia 2. Frasa generally acceptes accounting standards in Indonesia berubah menjadi Indonesia Financial Accounting Standards 3. Istilah aktiva berubah menjadi asset

4. Istilah kewajiban berubah menjadi liabilitas 5. Istilah neraca berubah menjadi laporan posisi keuangan (neraca) 6. Istilah laporan laba rugi berubah menjadi laporan laba rugi komprehensif PSA No.77 ini berlaku efektif untuk penugasan yang terkait dengan periode tahu buku dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011 2.5 Dampak Pengadopsian IFRS terhadap Profesi Akuntansi

Dalam rules-based system, akuntan dapat memperoleh petunjuk implementasi secara detail sehingga mengurangi ketidakpastian dan menghasilkan aplikasi aturan-aturan spesifik dalam standar secara mekanis. Dalam principles-based system, akuntan akan membuat sejumlah estimasi yang harus dia pertanggungjawabkan dan mensyaratkan semakin banyak judgement professional. Dengan membandingkan tiga standar, Benneth et al (2006) menyimpulkan bahwa principles-basedmensyaratkan judgement profesional baik pada level transaksi maupun pada level laporan keuangan. Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principlesbased akan berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki oleh akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS menuntut akuntan maupun auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgement. Selain keahlian teknis, akuntan juga perlu memahami implikasi etis dan legal dalam implementasi standar. Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi jasa audit. Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu dinilai kelayakannya oleh auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki kemampuan menginterpretasi tujuan dari suatu standar. AAA Financial Accounting Standard Committee (2003) bahkan meyakini kemungkinan meningkatnya konflik antara auditor dan klien. Pengadopsian IFRS juga memerlukan peran efektifcorporate governance. Permasalahan mengenai rule-based dan principle-based, termasuk adopsi IFRS, membuka berbagai peluang riset. Nelson (2003) mereview beberapa bukti empiris dan menunjukkan bahwa penambahan aturan dapat mempengaruhi presisi suatu standar, namun juga meningkatkan kompleksitasnya sehingga berpengaruh terhadap perilaku partisipan dalam proses pelaporan

keuangan. Peluang riset berkaitan dampak pengadopsian IFRS terhadap profesi akuntansi terutama diakibatkan oleh sifat standar yang memerlukan lebih banyak judgement.

Riset judgement bukan riset yang mudah dilakukan karena merupakan proses kognitif seseorang dalam membuat keputusan. Riset judgement memerlukan metoda riset spesifik seperti survey dan eksperimen. Riset mengenai dampak pengadopsian IFRS terhadap profesi akuntansi, terutama judgement, belum banyak dilakukan. Penelitian yang menguji mengenai efek rulebased versus principle-based telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Psaros & Trotman (2004) menguji dampak tipe standar terhadap judgement konsolidasi oleh penyusun laporan keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan judgment konsolidasi antara subyek pada kondisi standard yang rule-based dan concepts-based.

BAB III PEMBAHASAN

Sebagai negara yang memiliki ekonomi terbesar di dunia yang terbesar di dunia yang tergabung dalam G20, dan keikutsertaan Ikatan Akuntan Indonesia dalam International Federation Accounting Committee(IFAC), Indonesia dinilai perlu untuk melakukan konvergensi Standar Akuntansi Keuangan yang selama ini berkiblat ke United States Generally Accepted Accounting Standards ke International Financial Reporting Standards (IFRS). Konvergensi IFRS banyak memberikan manfaat bagi penggunanya. Diantaranya meningkatkan kualitas, kredibilitas, dan kegunaan laporan keuangan yang tentunya dapat memudahkan pemahaman atas laporan keuangan. Laporan keuangan dapat dimengerti oleh pembaca laporan dari negara manapun karena keseragamannya, dan pada akhirnya akan menciptakan efisiensi dalam penyusunan laporan keuangan dan meningkatkan arus investasi kedalam dan keluar melalui pelaporan yang diterima secara internasional. Mengadopsi IFRS bukanlah perkara mudah. Banyak kendala yang musti dihadapi diantaranya kendala penerjemahan bahasa yang memakan waktu, standar IFRS yang kompleks dan terus

berubah, peningkatan kebutuhan jasa professional judgement, dan transparansi yang kian meningkat. Salah satu solusi yang diberikan adalah dikeluarkannya SAK ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik). SAK ETAP ditujukan kepada perusahaan yang tidak go public dan dirasakan tidak memiliki kepentingan untuk mengadopsi IFRS. Proyek konvergensi IFRS ini melibatkan berbagai pihak, tidak terkecuali auditor. Auditor, khususnya auditor internal memegang peranan penting dalam melakukan konvergensi IFRS dalam suatu perusahaan. Peran tersebut diantaranya adalah memastikan bahwa perusahaan memang telah siap untuk mengadopsi IFRS, memastikan bahwa proyek telah dirancang dengan memadai dan ditetapkan batas-batas lingkupnya dengan jelas, serta dikelola secara efektif dan efisien, mengidentifikasi area-area mana saja yang terkena dampak, serta memberikan layanan assurance kepada manajemen bahwa struktur pengendalian internal yang baru (setelah revisi) telah bekerja dengan baik dan menghasilkan laporan keuangan yang akurat. Hal-hal yang perlu diperhatikan auditor setelah dikeluarkannya Pernyataan Standar Auditing (PSA) No.77 Tanggal 21 Maret 2011 diantaranya adalah akan dilakukannya pencabutan Pernyataan Standar Auditing (PSA) tertentu yang sudah tidak relevan serta melakukan pemutakhiran atas penggunaan frasa dan istilah tertentu yang terdapat dalam seluruh Pernyataan Standar Akuntansi. Hal ini mendorong auditor untuk terus belajar dan memahami perkembangan IFRS agar dapat memberikan pendapat pada suatu laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan benar-benar telah dikuasainya dengan baik. Jika entitas belum melakukan konvergensi laporan keuangannya berbasis IFRS, maka bukan tidak mungkin akan banyak sekali pendapat tidak wajar yang dikeluarkan oleh auditor pada saat pemeriksaan laporan keuangan selesai dilaksanakan. Selain mendorong auditor untuk terus belajar dan memahami apa itu IFRS, dampak IFRS bagi auditor adalah menuntut mereka untuk memiliki skill lain yaitu professional judgement. Perubahan rule based systems menjadi principle based systems menuntut auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgement. . Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi jasa audit.

Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu dinilai kelayakannya oleh auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki kemampuan menginterpretasi tujuan dari suatu standar. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh terhadap penilaian auditor dan pemberian pendapat dalam laporan audit suatu entitas. BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang penulis lakukan pada Bab III mengenai pengaruh konvergensi IFRS terhadap perpajakan maka penulis dapat menarik kesimpulan diantaranya: 1. Konvergensi IFRS memang diperlukan oleh Indonesia, selain karena Indonesia tergabung dalam G20 dan IFAC, konvergensi ini dilakukan karena IFRS akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan Indonesia yang listing di pasar global karena dapat mengurangi biaya penyusunan laporan keuangan dan meningkatkan arus investasi masuk dan keluar. 2. Auditor internal memberikan pengaruh yang besar dalam proyek konvergensi IFRS suatu perusahaan. Selama masa pra implementasi, auditor

internal melakukan review memastikan kesiapan bahwa proyek telah dirancang dengan memadai dan dikelola secara efektif dan efisien. Selama masa transisi hingga masa pasca implementasi, auditor internal mengidentifikasi area-area mana saja yang terkena dampak konvergensi IFRS dan dengan segera membuat perubahan yang sesuai pada dokumentasi proses. 3. Sehubungan dengan telah diterbitkannya beberapa PSAK yang baru maupun yang direvisi sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, DSP IAI telah melakukan penyesuaian diantaranya mencabut Pernyataan Standar Auditing (PSA) tertentu yang sudah tidak relevan serta melakukan pemutakhiran atas penggunaan frasa dan istilah tertentu yag terdapat dalam seluruh PSA. 4. Pengadopsian IFRS berupa perubahan rule based systems menjadi principle based systemsmenuntut auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan

serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgement. DAFTAR PUSTAKA Available from:

URL:http://news.okezone.com/BeritaAnda/index.php/ReadStory/2009/05/28/229/223980/dampa k-konvergensi-ifrs-terhadap-bisnis;Accessed December 8, 2011 Available from: URL: http://harjanti.staff.umy.ac.id/?p=23 December 8, 2011 Available from: URL: http:// http://auditorinternal.com/2010/04/01/tanggung-jawab-aktivitasaudit-internal-dalam-proses-ifrs/. Accessed December 13, 2011 Available from: URL: http://www.pertamina.com/index.php/detail/view/pertamina-

news_/8250/auditor-harus-memahami-ifrs. Accessed December 20, 2011 Available from: URL: http:// auditme-post.blogspot.com/.Accessed December 20, 2011 About these ads http://mahonakmohak.wordpress.com/2012/08/21/konvergensi-ifrs-dan-pengaruhnya-ke-audit/ Menuju Penerapan IFRS di Indonesia Tahun 2012 23 Mei 2011 00:00:00 / ekobayong / dibaca: 1333 kali / Kat: Audit Kegiatan yang dihadiri oleh penyusun standar akuntansi keuangan, pembuat kebijakan, regulator dan pemerintah dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI, Boediono. Dalam kata sambutan pembukaan The 5th IFRS Regional Policy Forum yang berlangsung di Discovery Kartika Hotel, Bali (23 sampai dengan 26 Mei 2011), ia meminta kepada seluruh pembuat kebijakan di Indonesia untuk mendukung konvergensi IFRS. Menurut Boediono, konvergensi ke IFRS bukan hanya merupakan isu di bidang akuntansi saja tetapi lebih kepada tujuan utama dari konvergensi IFRS yaitu untuk meningkatkan kualitas dan transparansi pelaporan keuangan dari seluruh perusahaan yang ada di Indonesia. Saya senang konvergensi IFRS didukung oleh para pembuat kebijakan di Indonesia seperti Bappepam-LK, Bank Indonesia, dan Kementerian BUMN diantaranya dengan mendorong penerapan IFRS-Based GAAP. tegasnya. Ia berharap agar langkah ini diikuti oleh para pembuat kebijakan lainnya di Indonesia sehingga para pelaku bisnis di Indonesia dapat menikmati manfaat dari sinergitas tersebut. Ia juga menyadari bahwa konvergensi Standar Akuntansi Indonesia ke IFRS bukan hal yang mudah, tetapi dengan dukungan dan komitmen semua pihak, langkah konvergensi IFRS akan berhasil. Semua sektor bisnis di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk penerapan IFRS, katanya. Pada kesempatan yang sama, Ketua DPN Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Prof Mardiasmo, juga

mengatakan bahwa kegiatan ini sangat penting dan strategis untuk Indonesia karena kita bisa menceritakan kepada dunia bagaimana perkembangan konvergensi IFRS di Indonesia. Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah diselenggarakannya The 5th Regional Policy Forum, tegas Mardiasmo. Menurutnya, Indonesia melalui IAI telah berkomitmen untuk mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Ia yakin dengan dukungan semua pihak termasuk seluruh undangan, IAI dapat menyelesaikan konvergensi IFRS pada tahun 2012. Sementara itu, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dalam kata sambutannya juga menyampaikan appresiasinya kepada penyelenggara dengan diberikannya kepercayaan kepada Kota Bali sebagai tempat diselenggarakannya The 5th Regional Policy Forum. Ia berharap forum yang dihadiri lebih dari 300 peserta dari 21 negara ini dapat menghasilkan pernyataan bersama (communique) yang dapat memperkuat komitmen konvergensi IFRS di 21 negara kawasan AsiaOceania. Konvergensi IFRS diakui sebagai fenomena gobal dimana semakin banyak negara-negara di dunia mengadopsi standar akuntansi internasional ini. Terlebih, negara-negara yang tergabung dalam G-20, termasuk Indonesia telah sepakat untuk melakukan konvergensi standar ke IFRS. Beberapa topik yang menarik dibahas dalam kegiatan ini diantaranya, bagaimana peran penyusun standar akuntansi lokal akibat suatu negara telah mengadopsi standar akuntansi internasional, peran regulator pasar modal terhadap suksesnya konvergensi IFRS suatu negara. (NUKS-HUMAS BPKP)

Share

digghttp://www.bpkp.go.id/berita/read/5907/90/Menuju-Penerapan-IFRS-di-

Indonesia-Tahun%202012.bpk

EMERGING ISSUES IN ACCOUNTING AND AUDITING: MUNCULNYA MASALAH DALAM AKUNTANSI DAN AUDITING Accounting Theory March 8, 2013 Leave a comment Faktor yang Mempengaruhi Penelitian Akuntansi dan Auditing, Peraturan dan Praktek Salah satu pengaruh utama pada praktek dan penelitian akuntansi dan auditing dieksplorasi dalam teks adalah semakin meningkatnya internasionalisasi standar akuntansi dan auditing. XBRL Ada revolusi teknologi dalam penyelesaian yang akan mempengaruhi bagaimana laporan keuangan dipersiapkan. Pada akhir 2008, US securuties and exchange commission (SEC) memilih untuk menyatakan 500 perusahaan publik terbesar di Amerika Serikat untuk

mengajukan laporan keuangan 2009 mereka menggunakan bahasa bisnis pelaporan extensible (XBRL), dengan diikuti perusahaan lain. XBRL membolehkan informasi keuangan untuk disajikan dalam cara yang lebih interaktif dan pengguna bersahabat dengan men-tag-kan item data individu sehingga mereka dapat disadap oleh perangkat lunak (software) untuk menghasilkan laporan custom-designed oleh pengguna. SEC berharap bahwa XBRL yang akan membolehkan analisis jauh lebih cepat dari data keuangan perusahaan oleh sekelompok pengguna yang lebih luas dengan mengurangi error. Laporan keuangan disampaikan dengan database publik SEC (dikenal sebagai EDGAR), yang dapat diakses melalui web, sehingga data tersedia untuk setiap pengguna yang tertarik. HAKA menunjukkan bahwa perkembangan ini akan berarti dengan tersedianya data yang dapat diakses dan mungkin akan menempatkan manajer perusahaan di bawah pengawasan lebih besar untuk menjelaskan laporan keuangan mereka. Selain data yang dapat digunakan lebih, HAKA menunjukkan XBRL bisa mengubah cara analis keuangan perusahaan kecil. Saat ini, analis keuangan cenderung untuk fokus pada perusahaan besar karena data mereka tersedia lebih besar dan lebih luasnya ketertarikan investor terhadap perusahaan besar tersebut. Analis keuangan membuat laporan tentang perusahaan yang tempati, membuat lebih banyak tersedianya informasi tersedia bagi para investor. Meningkatkan ketersediaan data keuangan untuk perusahaan kecil bisa membuat mereka lebih menarik bagi analis. Pada akhirnya, analis kemungkinan besar lebih meningkatkan likuiditas saham perusahaan kecil . Selain itu investor amatir dapat lebih meningkatkan kepercayaan dari tingkat yang lebih detail dan komparabilitas data antara perusahaan. bagaimanapun, petugas utama keuangan tampaknya akan kehilangan kemampuan mereka untuk memilih tingkat disagregasi data dalam laporan keuangan. Mereka akan mengklaim bahwa bagian mendasar dari akuntansi adalah proses agregasi item yang serupa untuk memberi makna informasi tersebut. Pada titik ekstrim, jika mungkin untuk memberikan investor dengan akses lengkap untuk data tingkat transaksi, ini tidak akan berguna karena data akan memiliki makna sedikit. Masalah Sekitar Aplikasi Akuntansi Nilai Wajar Selama Krisis Keuangan Global Penyebab dari krisis keuangan global (GFC) yang melanda seluruh dunia pada tahun 2008 dan 2009 merupakan hal kompleks dan terbuka untuk diperdebatkan. Namun, beberapa menganggap praktek menilai aset wajar sebagai faktor yang berkontribusi terhadap melebarnya secara cepat masalah di pasar subprime mortgage AS menyadarkan dunia, dan memperburuk lebarnya krisis. Hal ini karena standar akuntansi (terutama standar akuntansi keuangan (FAS) No 157

Pengukuran Nilai Wajar) memerlukan write-downs nilai investasi yang dipegang oleh bank selama kondisi pasar yang bergolak. Write-down ini membatasi kemampuan entitas untuk memberikan pinjaman. menilai aset keuangan ke pasar (ke nilai wajar refleks) juga mempengaruhi sisi aktiva dari neraca pada pinjaman perusahaan, membatasi kemampuan mereka untuk melakukan pinjaman. komisi bursa efek US (SEC) mengusut peran nilai wajar dalam krisis dan mengeluarkan laporan 211-halaman pada hari-hari terakhir tahun 2008. SEC diminta untuk menyelidiki peran standar akuntansi, seperti FAS 157 dalam kegagalan bank yang terjadi pada tahun 2008. Laporan menyimpulkan bahwa kegagalan bank di AS tampaknya kemungkinan karena kerugian kredit, menyangkut kualitas aset, dan dalam kasus tertentu, mengikis kepercayaan investor dan pemberi pinjaman, dan tidak hanya disebabkan karena menilai aset keuangan pada nilai pasar. Pandangan tentang peran akuntansi nilai wajar didukung oleh yang lain, termasuk mantan ketua akuntan SEC Conrad Hewitt dan Lynn Turner, yang memuji akuntansi mark-to-market untuk meningkatkan transparansi, memungkinkan pengguna dari statemens keuangan untuk melihat kondisi sebenarnya kondisi ekonomi suatu lembaga. Arah yang Memungkinkan Penetapan Standart Akuntansi Internasional di Masa Mendatang Proyek konvergensi IASB dan FASB Pada november 2008, SEC di US mengeluarkan sebuah roadmap untuk menerapkan IFRS oleh perusahaan AS mulai 2014. Konvergensi ini konvergensi ini diperhatikan oleh SEC karena pasar investasi global menjadi terus meningkat dan ada peluang investasi baru untuk para investor US. SEC akan memperkirakan akan berkembang ke arah kejadian yang penting di tahun 2011 dan akan membuat keputusan dalam tahun 2014 implementasi tersebut harus sudah diproses. Kejadian penting tersebut berhubungan dengan: 1. Perbaikan dalam standar akuntansi 2. Akuntabilitas dan membiayai IASC 3. Perbaikan dalam kemampuan untuk menggunakan data pelaporan IFRS 4. Mengadakan pendidikan dan pelatihan yang berhubungan dengan IFRS 5. Dibatasi untuk segera menggunakan IFRS dimana hal ini akan meningkatkan komparabilitas untuk investor US 6. Mengantisipasi pemilihan waktu pembuatan peraturan mendatang oleh komisi 7. Mengimplementasikan perintah menggunakan IFRS oleh issuers masalah dalam konvergensi IFRS-US Gaap Meskipun ada roadmap, belum diketahui secara pasti bahwa US akan mengadopsi IFFS.

pimpinan SEC, Mary Schapiro, baru-baru ini mengatakan bahwa dia tidak akan merasa terikat oleh roatmap tersebut. Dia menambahkan bahwa ada beberapa kekhawatiran tentang standar IFRS umumnya, dan tidak siap untuk mendelegasikan standar-pengaturan atau tanggung jawab pengawasan IASB. Seorang anggota dewan akuntansi perusahaan pengawasan publik (PCAOB) di Amerika Serikat, Charles Niemeier, juga mengkritik tujuan konvergensi. perhatian utama-Nya adalah bahwa beralih ke IFRS akan membiarkan US dengan aturan yang lebih sulit untuk ditegakkan. Ia juga mengklaim bahwa IFRS tidak lebih dari principle-based US GAPP, hanya lebih muda dan untuk itu telah ada sedikit waktu untuk melakukan koreksi rinci dan penambahan. Pihak lain juga mengungkapkan keprihatinan sehubungan dengan tekanan politik yang ditempatkan pada IASB pada akhir 2008 yang memaksa adanya perubahan aturan pada bank untuk menggunakan nilai wajar. Namun, beberapa komentator telah menganggap bahwa SEC dan FASB tidak sepenuhnya kebal dari tekanan politik tersebut. standar auditing Internasional HAKA melaporkan bahwa beberapa akuntan menyatakan beralihnya ke IFRS akan memerlukan standar audit dan praktek di US merubah cara dari model penilaian sesuai dengan aturan dalam standar akuntansi untuk penilaian keseluruhan yang benar dan fair. Pendekatan audit memiliki implikasi penting bagi penerapan standar akuntansi principles-based dalam IFRS karena pendekatan yang ada sebelumnya berfokus pada penegakan aturan daripada prinsip. standar Audit juga sedang diinternasionalisasi untuk beberapa alasan sebagai standar akuntansi, yaitu globalisasi pasar bisnis dan pasar saham menciptakan permintaan terhadap standar global. Akuntansi Ketahanan, Pelaporan Dan Asuransi Apa akuntansi ketahanan dan pelaporan? akuntansi ketahan dan pelaporan merupakan bagian dari akuntansi sosial. Gray, Owen dan Adams menganggap akuntansi sosial sebagai kombinasi dari akuntansi untuk hal yang berbeda, di media yang berbeda, untuk pengguna yang berbeda, untuk tujuan yang berbeda. Dengan kata lain, melampaui pengukuran keuangan bahkan ekonomi dan pelaporan ke kelompok yang telah ditetapkan pengguna, sering sesuai dengan standar dan peraturan akuntansi. akuntansi dan pelaporan Sosial bertujuan untuk mengamati dan menyerap isu-isu tidak perlu dicakup oleh fungsi akuntansi tradisional menjadi bentuk yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan oleh individu tidak harus secara langsung atau hanya terkait dengan keberhasilan keuangan entitas. Akuntansi Sosial dapat dilihat sebagai pencocokan dalam kategori empat dan lima dari asumsi ontologis. peneliti akuntansi sosial sering mengadopsi pendekatan penelitian naturalistik, dengan menggunakan studi kasus dan wawancara untuk memahami bagaimana akuntansi sosial

dibangun. keberlanjutan Istilah ketahanan digunakan dan diinterpretasikan dengan cara yang berbeda. Hal ini dapat dianggap sebagai pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Berdasarkan definisi ini, keberlanjutan berkaitan dengan kedua perlindungan lingkungan (eco-efisiensi) serta keadilan antara masyarakat dan generasi (eco-keadilan). Definisi tersebut berarti bahwa pelaporan lingkungan merupakan bagian dari keberlanjutan, dan perusahaan yang mempublikasikan laporan keberlanjutan termasuk informasi yang berkaitan dengan hubungan mereka dengan karyawan, masyarakat dan lingkungan. About these ads Share this: http://crystalbrainware.wordpress.com/2013/03/08/emerging-issues-in-accounting-and-auditingmunculnya-masalah-dalam-akuntansi-dan-auditing/ PERNYATAAN SIKAP IAI: PERANAN AKUNTAN DALAM PENATAAN ULANG SISTEM FINANSIAL GLOBAL PASCA KRISIS

18-08-2009 09:51 Kategori: Info IAI Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyampaikan pernyataan profesi pada Konvensi Nasional Akuntansi (KNA) VI di Bandung, 14 Agustus 2009. Fungsi akuntan masa depan bukanlah lagi sekedar pemeriksa atau penyedia informasi keuangan, tetapi menjadi bagian penting dari pembangunan ekonomi dan sosial untuk menciptakan Indonesia yang lebih berkeadilan dan makmur. Dengan kesadaran tinggi akan tanggung jawab dan peran kami sebagai profesi dalam penataan ulang sistem finansial global pascakrisis, kami para Akuntan Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Konvensi Nasional Akuntansi VI di Bandung, 13 dan 14 Agustus 2009 menyatakan sikap profesi sebagai berikut: 1. Krisis finansial global disebabkan oleh perilaku keserakahan korporasi, good corporate governance yang buruk, sertadisclosure dan transparansi yang tidak memadai. Pembentukan karakter perusahaan yang ikhsan dan dapat dipercaya menjadi keharusan. Akuntan Indonesia sepatutnya dapat merancang dan menjalankan fungsi penyediaan informasi akuntansi berupa Penyusunan Laporan Keuangan dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) serta

mendorong penetapan regulasi pemerintah terkait sistem finansial yang menjamin pelaksanaan good corporate governance. 2. Pasar Modal sangat terkena krisis finansial global perlu melakukan pembenahan berbagai regulasi. IAI siap membantu Bapepam & Bursa Efek Indonesia untuk ikut serta mempersiapkan perbaikan regulasi guna meningkatkan sistem pengawasan dan kualitas pelaporan keuangan. 3. Salah satu sektor perekonomian yang berkembang saat ini di Indonesia dan dunia adalah sektor UKM dan ekonomi berbasis syariah. IAI berkomitmen mendukung pengembangan sektor UKM dan ekonomi berbasis syariah tersebut dengan cara menyusun dan mengimplementasikan SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) untuk Organisasi UKM dan ETAP, serta SAK Syariah untuk Organisasi berbasis Syariah. Akuntan Indonesia juga bertekad untuk mempromosikan SAK syariah tersebut menjadi SAK syariah yang diadopsi secara global. 4. IAI bertekad untuk menuntaskan proses konvergensi standar akuntansi keuangan Indonesia (PSAK) dengan standar akuntansi keuangan internasional (IFRS) dengan target waktu akhir tahun 2012. 5. Para akuntan pemerintah (termasuk akuntan di pemerintah daerah) perlu berinisiatif dan didorong untuk melakukan pergeseran peran mereka dari sekedar menjadi bookkeeper menjadi akuntan manajemen dan partner strategis dari Kepala daerah/Kepala pemerintahan. 6. Penyediaan informasi akuntansi yang relevan dan andal untuk pengambilan keputusan adalah keharusan dalam globalisasi ekonomi. Akuntan publik seharusnya memberikan nilai tambah kepada perusahaan dengan orientasi tidak lagi hanya memberikan opini atas kewajaran Laporan Keuangan, namun juga terhadap keefektifan sistem pengendalian internal perusahaan dan manajemen resiko serta memastikan perusahaan telah menjalankan operasinya sesuai kaidah Good Corporate Governance. 7. Mendukung Reformasi perpajakan yang sedang dilaksanakan di Indonesia sebagai bagian dari komponen untuk menjamin keadilan dan kemakmuran bangsa. IAI siap mengawal reformasi perpajakan yang dapat meningkatkan kepercayaan dan kepatuhan wajib pajak sekaligus mampu meningkatkan penerimaan negara. Menindaklanjuti pernyataan sikap profesi tersebut, IAI merekomendasikan hal-hal berikut ini:

1. Penataan sistem finansial global dilakukan secara menyeluruh dengan ruang lingkup penataan sbb: a. Penataan regulasi, dalam hal ini peraturan perundang-undangan mengenai sistem keuangan di Indonesia dengan fokus pada penegakan Good Corporate Governance pada organisasi bisnis di Indonesia. b. Penyesuaian informasi keuangan dengan globalisasi ekonomi, yaitu dengan meningkatkan mutu kualitas Laporan Keuangan, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia yang

harmoni dengan Standar Akuntansi Keuangan secara Internasional. c. Penataan tugas, fungsi, dan peranan kelembagaan dengan mengacu pada kerangka pengendalian internal institusi/organisasi/lembaga keuangan di Indonesia sehingga dapat menghindari terjadinya praktek kecurangan, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dalam operasi institusi/organisasi/lembaga keuangan. d. Penataan karakter korporasi yang ikhsan dan bertanggungjawab secara sosial

2. Reformasi keuangan sektor publik sebagai bagian penting dari reformasi birokrasi diarahkan untuk menyelaraskan kemampuan sektor publik dalam mengawasi dan mengawal dunia bisnis serta optimasi pelayanan publik, dengan cara menegakkan akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan publik. Hal-hal yang harus dilakukan: a. Para akuntan pemerintah (termasuk akuntan di pemerintah daerah) berinisiatif dan memfasilitasi pergeseran peran daribookkeeper menjadi akuntan manajemen dan partner strategis dari Kepala Daerah/Kepala Pemerintahan. b. Harus ada proses penetapan standar kompetensi akuntan sektor publik, yang melibatkan perguruan tinggi penyelenggara program studi akuntansi, IAI serta lembaga pemerintah (pusat dan daerah). c. Perguruan tinggi penyelenggara program studi akuntansi diminta memberikan perhatian lebih pada pendidikan akuntansi sektor publik, baik jenjang D3, S1 dan Pascasarjana, sesuai kebutuhan akan akuntan yang sangat meningkat.

3. Demi tercapainya target konvergensi standar akuntansi keuangan pada akhir tahun 2012, maka: a. Akuntan publik perlu meningkatkan kompetensi sehubungan dengan perubahan SAK, memperbaharui SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. b. Akuntan manajemen di perusahaan perlu membentuk satuan kerja atau tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas memperbaharui pengetahuan akuntan manajemen, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan IAI untuk optimasi sumber daya anggotanya. c. Akuntan pendidik di perguruan tinggi perlu membentuk tim sukses konvergensi IFRS untuk memperbaharui pengetahuannya, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian terkait. d. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuangan seperti penilai dan aktuaris.

e. Asosiasi industri perlu menyusun pedoman akuntansi industri yang sesuai dengan perkembangan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), membentuk forum diskusi yang secara intensif membahas berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan secara proaktif memberikan masukan dan komentar kepada Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI.

Bandung, 14 Agustus 2009, Atas Nama Profesi Akuntan Indonesia Dewan Pengurus Nasional IAI

Ahmadi Hadibroto Ketua kirim berita Berita yang lain

Elly Zarni Husin

http://groups.yahoo.com/group/iafeunsri/message/7112?var=1 PENERAPAN IFRS DI TAHUN 2011 Perubahan yang cukup besar terkait pelaporan keuangan tahun 2011 adalah berkaitan dengan penerapan standar pelaporan keuangan International Financial Reporting Standard (IFRS). Mengingat pelaporan keuangan di Telkom telah menerapkan pengendalian internal sebagaimana ketentuan SOX Section404, maka rancangan dan penerapan pengendalian internal atas pelaporan keuangan perlu mengalami penyesuaian yang cukup besar agar sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. Hal tersebut meliputi kebijakan akuntansi, organisasi dan aplikasi TI, termasuk perubahan rancangan dan penerapan pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang diikuti dengan pengembangan kompetensi pengetahuan IFRS kepada karyawan yang terlibat. Komitmen untuk menerapkan IFRS merupakan keputusan manajemen, bahwa Telkom akan melakukan adopsi lebih awal dari roadmap DSAK IAI atas Standar Pelaporan Keuangan IFRS. Untuk itu sejak tahun 2010 dibentuk tim khusus disebut dengan Gugus Tugas IFRS yang bertanggung jawab mempersiapkan implementasi IFRS mulai dari fase penilaian, desain, implementasi sampai tahap kestabilan yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2012. Untuk lebih detailnya berikut tahapan perancangan dan penerapan IFRS:

Tahun

Fase

Kegiatan Penilaian proses bisnis dan TI di Telkom Penilaian accounting gap dan practical gap Menentukan dan memilih opsi IFRS 1 untuk penerapan pertama IFRS Penilaian TI dan proses bisnis yang terpengaruh implementasi IFRS Pembuatan Mock-up laporan keuangan IFRS (31 Maret 2010) Pembuatan kerangka dan detail Chart of Account (COA) Pembuatan BRDs untuk aplikasi TI yang terpengaruh Pembuatan Mock-up laporan keuangan IFRS (30 Juni 2010) Pembuatan position paper IFRS untuk topik-topik akuntansi penting Pembuatan group reporting package IFRS Penyusunan proses pengakuan dan pengukuran untuk transaksi transisional. Akuntansi dan Pelaporan pembuatan panduan group reporting package, penyusunan laporan keuangan IFRS , kebijakan akuntansi IFRS, dan blank template keuangan IFRS Data danTeknologi implementasi aplikasi TI baru (modifikasi) Proses dan Kontrol mengupdate dan menyesuaikan proses bisnis SOA & SOP Manajemen Perubahan melakukan sosialisasi dan pelatihan atas akuntansi dan pelaporan , data dan teknologi, serta proses dan kontrol Overall Project Monitoring memonitor progres dari implementasi IFRS dan mengidentifikasi serta memitigasi risiko. Membuat dan mengoperasikan sistem pendukung implementasi IFRS Mengidentifikasi, memprioritisasi serta menyelesaikan masalah yang muncul dalam proses bisnis, kontrol, serta aplikasi TI Mengelola tes ulang dan aktivasi aplikasi TI dan perubahan proses bisnis Melakukan pengecekan proses dan kualitas data Membuat daftar aktivitas dan roadmap untuk melakukan

2010

Penilaian

20102011

Desain

2011

Implementasi

2012

Sustain

perbaikan Menyusun proses transisi dari fase sustain ke fase bisnis seharihari

Bagi Telkom, implementasi IFRS memiliki tantangan tersendiri, selain harus menyampaikan Laporan Keuangan dalam standar IFRS ke US SEC, Telkom pun harus menyampaikan Laporan Keuangannya dengan SAK Indonesia ke Bapepam-LK dengan tetap memperhatikan normanorma pengendalian internal. Terkait dengan penerapan IFRS, Telkom juga berperan aktif mendukung implementasi IFRS di BUMN lainnya dan terlibat sebagai narasumber, berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan:

Telkom terlibat aktif menjadi Tim Kerja Koordinasi BUMN untuk Antisipasi Penerapan IFRS ke dalam SAK Indonesia, salah satu wujudnya adalah menjadi narasumber dan pengajar untuk workshop penerapan SAK Indonesia Baru (IFRS) untuk BUMN; Telkom memberikan jasa pendampingan konvergensi SAK Indonesia-IFRS kepada salah satu BUMN di Indonesia dan ini merupakan langkah awal untuk membantu proses konvergensi di BUMN-BUMN lainnya; Telkom menjadi pembicara utama dalam Seminar IFRS untuk Auditor dengan tema Internal Auditors Need to Know IFRS Conversion pada tanggal 11-13 April 2011 di Bandung; dan Secara rutin melakukan sosialisasi dan workshop atas implementasi IFRS ke Anak Perusahaan Telkom.

http://www.telkom.co.id/UHI/UHI2011/ID/0912_IFRS.html Standar Akuntansi: Ada Apa dengan IFRS? Mengapa Dewan Pengawas IASB Resah?

EmailShare Emily Chasandi blognya Wall Street Journalmenyebutkan bahwa, yayasan IFRS yang mengawasi kinerja IASB berencana untuk menjelaskan berbagai hal sehubungan dengan proses penentuan standar akuntansi, diantaranya: (a) langkah-langkah yang dilakukan oleh IASB dalam menentukan standar Akuntansi; dan (b) bagaimana lobi-lobi (outreaches) dilakukan dalam usaha mengajak koleganya (di negara lain) untuk ikut menerapkan IFRS. Suatu bentuk keresahan yang secara telanjang ditunjukan oleh sikap Dewan Pengawas IASB, dalam hal ini.

Tentu ini akan mengundang pertanyaan publik: Ada apa? Apa yang terjadi sehingga sampai dewan pengawasnya IASB yang turun tangan untuk menjelaskan ke publik? Apakah karena pamor board-nya IFRS dianggap tidak cukup ampuh untuk meyakinkan pasarsehingga gagal menjual standarnya? Emily mengawali tulisan singkatnya dengan paragraf: In an effort to avoid resurfacing political tensions from the financial crisis over accounting rules, the trustees that oversee the the International Accounting Standards Board published proposed due-process enhancements meant to clarify the steps the IASB goes through in setting accounting rules. Oke. Katakanlah, seperti yang disampaikan oleh Emily di atas, Dewan Pengawas IASB sampai turun tangan menjelaskan proses penentuan standar dalam IFRS dimaksudkan untuk menghindari munculnya kembali ketegangan politis sehubungan dengan krisis keuangan global yang cenderung merembet hingga ke masalah penerapan standar akuntansi global, pertanyaanya: [quote]Apakah sebegitu seriusnya, sehingga legitimasi pengurus IFRS dianggap kurang cukup berpengaruh untuk meyakinkan publik bahwa IFRS bisa membawa angin positive di tengahtengan krisi keuangan global, sehingga perlu Dewan Pengawas IASB yang turun tangan?[/quote] Bahkan mungkin ada yang sampai berpikir: Apakah IFRS produk gagal? Jika menengok kebelakang, di awal-awal, isyu penerapan IFRS ini memperoleh sambutan yang gegap gempita di berbagai negara, termasuk di ASyang saat itu masih mendominasi percaturan ekonomi dunia. Bahkan, konon, AS adalah salah satu pihak yang membidani lahirnya IASB. Tetapi, belakangan nampak loyo. Sehingga bisa dimengerti jika Dewan Pengawas menjadi begitu khawatirnya. Dan, pertanyaan apakah IFRS produk gagal?-pun, bisa jadi sesuatu yang relavan. Orang mungkin brpikir bahwa pertanyaan ini sangat dangkal, mengada-ada dan untuk sensasi belaka. Mengada-ada atau tidak, sensasi belaka atau tidak, mari kita lihat sama-sama.

Sikap FASB dan SEC yang Aneh: Apakah AS Serius Akan Menerapkan IFRS? Sebagian publik, terutama di wilayah akuntansi, tentu sudah mengetahui bagaimana alot-nya proses peralihan standar akuntansi di AS, Jepang dan sejumlah negara lainnya, dengan berbagai alasan (jika tidak mau disebut sebagai penolakan halus.) Amerika Serikat (yang diwakili oleh FASB dan SEC) misanya, meskipun dalam setiap perbedaan yang timbul selalu mengatakan yakin, optimis, cepat-atau-lambat, AS pasti akan

menerapkan IFRS, buktinya hingga saat ini belum mau bergeser dari US-GAAP-nya. AS selalu saja memiliki alasan untuk belum (tidak ?) mau menerapkan IFRS. Dari sekian banyaknya isi IFRS yang tidak disepakati oleh pihak AS (terutama SEC yang biasanya paling kencang bersuara), sebagian besar karena alasan kesulitan implementasi secara teknis. Bahkan untuk hal-hal, yang menurut publik, sangat kecil pengaruhnya bagi kelangsung standar akuntansi di AS, secara keseluruhan. Terakhir, SEC mempermasalahkan ketentuan IFRS yang mengatur mengenai Akuntansi Persewaan (Lease Accounting). Secara garis besar, akuntansi persewaan memilah jenis persewaan menjadi 2 macam, yaitu: (a) persewaan operasional (operating lease)dimana sewa dianggap pengeluaran opersional; dan (b) persewaan kapital (capital lease)dimana sewa dianggap sebagai pengeluaran modal, dalam pengertian dikapitalisasi (diakui sebagai aset yang nantinya diamortisasi sepanjang umur sewa). Dari sekian banyaknya hal yang diatur dalam akuntansi persewaan, ketentuan IFRS yang dipermasalahkan oleh AS, hanya bagian tertentu yang menyangkut teknis metode penghitungan beban sewa untuk persewaan tempat tinggal pribadi (apartemen, kondominium atau rumah yang disewakan), BUKAN persewaan B-to-B (business-to-business). Inipun dijadikan alasan untuk tidak menerapkan IFRS, setidaknya untuk sementara waktuhingga ketentuan IFRS ditinjau kembali, menurut chairman-nya SEC. Tentu publik bisa mengerti bahwa, penerapan IFRS (entah itu yang bersifat mandatory atau sukarela) tidak bisa dilakukan dengan serta-merta. Butuh waktu untuk persiapan dan penyesuaian, mengingat standar akuntansi di suatu negara pengaruhnya sangat serius bagi penilaian kinerja perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya, termasuk nilai-nilai asetnya. Hanya saja, mestinya, belum rampung bukan berarti tidak ada progress, butuh waktu bukan berarti maju-mundur. Setidak-tidaknya, fokus untuk tujuan tersebut, sehingga niat serius bisa dilihat nyata. Indonesia (via DSAK yang berpartner dengan Bappepam) misalnya, jauh lebih maju dibandingkan FASB dan SEC-nya Amerika Serikat, bisa merampungkan proses konvergensi dan siap IFRS di awal tahun 2012 yang lalu. Nampak betul keseriusannya, bukan? Nah, mengapa AS butuh waktu yang begitu lama, bahkan jauh lebih lama dibandingkan dengan negara-negara berkembangyang nota benanya non-english speaking? Ada apa? Apakah ada rencana yang serius untuk menerapkan IFRS? Nanti juga sepakat, tinggal soal waktu jawab kawan saya yang pakar per-standar-an, hafal dengan isi PSAK dan IFRS.

Saya pribadiyang awam dengan per-standar-an (lebih banyak berkutat dalam menyehatkan kondisi keuangan perusahaan), terusterang tidak berani mengatakan apakah AS serius akan mengadopsi IFRS atau tidak. Yang saya tahu: 1. Ditengah hiruk-pikuk negara-negara lain berkonvergensi ke IFRS, di tengah gencarnya the Big Four accounting firms (PwC, KPMG, Deloitte, Ernst & Young) membuka workshopworkshop IFRS di negara-negara berkembang, diam-diam FASB justru memperkuat USGAAP-nya dengan melakukan reformasi besar-besaranyang sejak 2009 yang lalu sudah menghasilkan apa yang disebut dengan Accounting Standard Codification disingkat dengan ASC. 2. Di tengah antusiasnya para penyelenggara CPA Exam review membahas tentang diikutsertakannya materi IFRS dalam CPA Exam-nya ICPA per 2011 kemarin, mahasiswa business school di Kellogg (Northwestern), Sloan (MIT), Boot (Chicago), TUC, Stanford, Harvard, dll, dipusingkan oleh kehadiran mata kuliah akuntansi yang lebih gencar mengajarkan Accounting Standard Codification ketimbang IFRS. Apa arti fenomena ini? Apakah ini bukti keseriusan AS dalam mematangkan rencananya untuk menerapkan IFRS? Silahkan kawan-kawan (baik yang pakar per-standard-an maupun yang tidak) nilai sendiri.

Jepang Tak Kalah Alotnya (Dibandingkan AS) Dalam Mengadopsi IFRS Jepang yang pasar modalnya cukup disegani, dengan badan peringkat kredit yang cukup diperhitungkan di kancah global, ternyata tidak kalah alotnya dalam mengimplementasikan IFRS. Jangkan untuk konvergensi, perkiraan IFRS untuk diadopsi-pun, Dewan Standar Akuntansi-nya Jepang belum bisa perkirakan secara pasti, sampai detik ini. Sebagai kolega-nya IASB di Asiasekaligus penyandang dana terbesar proyek IFRS, tentu Jepang masih dengan diplomatis mengatakan bahwa Jepang punya standar akuntansi sendiri dengan karakteristik yang memang disesuaikan dengan lingkungan bisnis di Jepang, butuh waktu untuk melakukan transisi. Meskipun, asosiasi pengusaha di Jepang, tahun lalu, telah menyampaikan petisi yang isinya: terang-terangan menolak untuk menerapkan IFRS. Bagi sebagian besar pelaku usaha di Jepang, manfaat dari implementasi IFRS tidak sebanding dengan energi dan waktu yang akan dikonsumsi untuk melakukan peralihan sistim pelaporan keuangan dari Japanese GAAP ke IFRS. Bisa dikatakan, IFRS bukan barang yang cukup diminati di Jepang.

Sejauh Mana Pengaruh Ketidakhadiran AS dan Jepang dalam Konvergensi IFRS?

Pengaruh penerapan akuntansi di AS terhadap negara-negara lain, rasanya sudah tidak perlu kita perbincangkan lagi. Tidak perlu analisa perbandingan pengaruh index saham AS vs. Eropa terhadap pasar saham dan pasar modal dunia. Tidak perlu juga membahas besar mana bursa pasar precious metal (emas dan perak) London dengan New York (tapi yang pakar di pasar modal ya silahkan). Lupakan Jepangyang hingga saat ini NEKKEI-nya masih cukup kuat (meskipun pertumbuhan ekonomi makronya kalah cepat jika dibandingkan dengan China). Bagi saya pribadi, fakta yang tidak terbantahkan adalah: kuatnya pengaruh US-GAAP bagi standar Akuntansi semua negara di dunia, termasuk Eropa sendiri. Jika FASB tidak cukup kuat, tentu DSAK kita di Indonesia tidak pernah mengadopsi US-GAAP bulat-bulat, selama berpuluh-puluh tahun di masa lalu. Jika rumor AS sudah bangkrut saat ini kita telan mentah-mentah-pun, saya tidak melihat jika pertumbuhan pasar modal dan investasi di Eropa lebih baik dibandingkan dengan Amerika Serikat. Di luar Inggris, efek domino kebangkrutan Yunani hingga saat ini masih terus menjalar. Sebaliknya, negara-negara di Amerika Latinyang standar akuntansinya berkiblat ke Amerika Utara (AS dan Canada), pertumbuhan pasarnya sangat bagus. Negara Brazil misalnya, memiliki pertumbuhan ekonomi paling bagus di dunia, saat ini, di luar China. Posisi China (bersama India), yang digadang-gadang sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi sangat bagus saat ini, juga belum jelassejauh mana penerapan IFRS akan dilakukan di sana dan bagaimana pasar modalnya. Yang lebih sering saya dengar, mengenai China, adalah praktek devaluasi mata uang secara sepihakyang cenderung hanya menguntungkan dirinya sendiri ketimbang negara mitra-mitranya. Mau-tidak-mau, suka-atau-tidak, untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan IFRS dalam skala global, tidak bisa lepas dari faktor keseriusan AS (FASB, AICPA dan SEC) dalam mematangkan recananya menerapkan IFRS. Jika ini yang menjadi dasar pertimbangan Dewan Pengawas IASB, rasanya wajar jika mereka resah, mengingat sampai saat ini AS masih belum menentukan sikapnya secara pasti. Belum lagi, langkah FASB yang diam-diam lebih memilih untuk menyempurnakan GAAP-nya ketimbang urusan adopasi IFRS. Jika tidak berhasil meyakinkan publik, bisa jadi IFRS terancam menjadi produk gagal.

Apakah DSAK Indonesia Terlalu Cepat Mengadopsi IFRS? Mungkinkah Kita Kembali ke U.S. GAAP? Jika 2-3 tahun ke depan AS masih belum sepenuhnya menerapkan IFRS, pertanyaan di atas rasanya cukup relevan untuk dilontarkan. Tetapi sejauh ini, saya belum pernah mendengar atau membaca berita yang isinya tentang keluhan pelaku pasar modal dan pasar produk di Indonesia, sehubungan dengan peralihan PSAK lama (yang lebih banyak berkiblat ke AS) ke PSAK baru (yang sudah sepenuhnya mengikuti IFRS). Sejauh ini, nampaknya oke-oke saja.

Lagipula, melihat banyaknya waktu dan energi yang telah kita gunakan untuk konvergensi ke IFRS, rasanya sangatlah tidak mungkin untuk kembalilagi ke US-GAAP. Di luar pertimbangan waktu dan cost, meskipun nanti ternyata AS tidak menerapkan IFRS sepenuhnya, rasanya, PSAK baru (yang sekarang sudah sepenuhnya mengikuti IFRS) tidak perlu dikembalikan ke USGAAP. Mengapa? Karena secara teknis, isi Accounting Standard Codification (calon rival kuatnya IFRS yang sekarang sedang dielus-elus dan dibiakan oleh FASB), tiada lain adalah penyempurnaan atas kelemahan-kelamahan kerangka kerja US-GAAP dan aturan yang sudah tidak relevan saat ini. Saya pribadi sudah mempelajari ASCmeskipun belum sepenuhnya. Dan saya menemukan isi ASC adalah gabungan antara US-GAAP yang diperbaharui dan IFRS. Tentu masih banyak perbedaan antara ASC dengan IFRS, hanya saja tidak sejauh antara US-GAAP vs IFRS. Gonjang-ganjing adopsi IFRS, setidaknya di AS dan Jepang, mungkin masih akan berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Tentunya semua pihak berharap agar AS dan Jepang, pada akhirnya menerapkan IFRS sepenuhnya. Tetapi jika political tension semakin kencang menyeret penentuan standar akuntansi global ke dalamnya, sementara kondisi keuangan AS dan Eropa masih belum ada tanda-tanda pemulihan yang signifan, mimpi buruk kegagala IFRS bisa jadi nyata. Mimpi yang semua pihak harapkan tetap hanya bunga tidur, dalam sejarah perjalanan Standar Akuntansi global dan Standar Akuntansi kita di Indonesia yang sedikit-banyaknya, tentu kena imbasnya. Menurut anda? Tags: akuntansi, berita, Dewan Pengawas IASB, IFRS, Penerapan IFRS, slider, Standar Akuntansi

About the Author

Jurnal Akuntansi Keuangan Seorang Akuntan yang prihatin akan mahalnya biaya pendidikan dan bahan ajar, khususnya terkait dengan bidang Akuntansi, Keuangan dan pajak di Indonesia.

Related Posts

Perkembangan IFRS: IASB Tak Akan Keluarkan Standar Baru di 2013

10 Bekal Penting Orang Akuntansi Memasuki 2013

Akuntansi Dasar: Akun, Jenis dan Nama Akun, Menurut Akuntansi

Perkembangan IFRS: AS Tetap Ogah, IASB Belum Menyerah

One Response to Standar Akuntansi: Ada Apa dengan IFRS? Mengapa Dewan Pengawas IASB Resah?

1.

Donny Iskandarsyah says:

May 10, 2012 at 8:31 pm Selamat pagi, admin JAK. ternyata saya materi ini benar2 membawa angin segar ttg alasan AS dan Jepang ogah-ogahan mengadopsi IFRS. Menurut kacamata sayajika saya baca materi di atasdapat disimpulkan bahwa AS dan Jepang ogah-ogahan mengadopsi IFRS disebabkan pengaruh bisnis dari kedua negara raksasa yg menguasai hi-tech telah tersebar hampir ke seluruh dunia, sehingga untuk pengadopsian ke IFRS benar2 akan memakan waktu yg cukup lama dan (mungkin) akan memperlambat bisnis mereka di negara lain, singkatnya akan berkurangnya pengaruh besar dr negara2 lain. Simpulan tsb bisa saya dapat dari tulisan materi di atas yg mengatakan petisi asosiasi bisnis Jepang menolak terang2an IFRS krn masalah manfaat pengimplementasian IFRS tdk sebanding dg energi dan waktu yg telah dikonsumsi dan pengaruh bisnis AS yg sangat luas hingga hampir beahan dunia shg proses pengadopsian butuh memakan waktu lama. Namun, jika dilihat, alasan AS masih menguatkan GAAP-nya krn SEC melihat adalah kelemahan beberapa standar yg menurut SEC sungguh riskan dimana bisnis AS yg begitu

kompleks. Namun, jauh dari itu semua, menurut saya lebih ditekankan masalah politik di mana AS bisa dibilang dapat mengendalikan dunia krn pengaruhnya yg luas tadi, apalagi masalah bisnisnya, sehingga alasan ini memperkuat mengapa AS ogah-ogahan mengadopsi IFRSbisa saja nanti pengaruh politik AS menurun, tp bisa ditelusur lagi. AS yg merupakan salah satu yg membidani lahirnya IASB tentu sebenarnya ada maksud lain dalam pembuatan standar global ini, bisa dibilang ujung2nya menguntungkan pihak AS sendiri. Namun, ada spekulasi lain menurut saya, karena sbg salah satu yg membidani lahirnya IFRS, bisa jadi IFRS hasil kelahirannya memiliki kelainan cacat di salah satu bagian, dan parahnya lagi kelainan cacat IFRS td telah banyak diadopsi oleh negara2 berkembang yg notabene pengaruh bisnisnya besar, sep negara tercinta ini,sehingga AS sendiri merasa harus bertanggung jawab akan hal2 ini dan harus mau-tidak-mau mengadopsi IFRS, tp krn ketakutan ini justru kelainan cacat IFRS menjadi pelajaran AS untuk menyempurnakan GAAP-nya dg ASC agar AS jangan sampai kena kelainan ini, bisa fatal. Wajar jika IASB ketar-ketir melihat dua negara raksasa penguasa hi-tech yg merupakan pemimpin dunia enggan untuk mengadopsi IFRS, jd semacam turun tangan deh. Kalau singkatnya sih IASB bakal lega kl dua negara penguasa hi-tech dan ekonomi yg bs dibilang cukup kuat mengadopsi IFRS. Coba aja kl negara lain yg tidak mengadopsi IFRS, sdgkn AS dan Jepang mengadopsi, pst negara tsb akan dijor-jorkan atau dikucilkan krn tdk global, tp kl AS dan Jepang belum mengadopsi? pst IASB bakal mohon2-sembah-sujud buat mereka untuk ngadopsi krn pengaruhnya yg luas tadi. Kalau saya baca di buku Kieso IFRS edition, saya lihat malah cenderung subyektif, pst yg dikasih tahu cuma yg baik2 aja, kapan AS ngadopsi, bagaimana political environment-nya, dan roadmap pengadopsian IFRS. Bahkan, dstu pun ditulis, It is likely that NOT all companies would be required to change to IFRS, but there would be a transistion period in which this would be accomplished. Dari kata not all companies would be required to change to IFRS, berarti jenis perush yg dimaksud adl jenis perush yg memang wajib pake standar baku US-GAAP, tp kl ngadopsi tidak semua berganti ke IFRS, dan masa transisi akan diselesaikan (sampai kapan?). Maasih ngambang menurt saya. Ini saya simpulkan menjadi pendapat saya berdasarkan referensi2 yg telah saya baca, dengar, termasuk dari materi JAK ini yg setelah saya sambungkan, ternyata refrensi satu dg yg lain berhubungan dan logis, sehngga saya bisa membuat pendapat saya ini, bagaimana mnrt JAK? Terlepas dr itu semua, saya juga masih banyak belajar lagi,maklum masih mahasiswa hehe Reply Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked * Name * - See more at: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/05/standar-akuntansi-ada-apa-denganifrs-mengapa-dewan-pengawas-iasb-resah/#sthash.cPWMjBzq.dpuf http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/05/standar-akuntansi-ada-apa-dengan-ifrs-mengapadewan-pengawas-iasb-resah/ Menuju Penerapan IFRS, antara Harmonisasi dan Konspirasi 1082009 Kontribusi Dari Zoel Dirga Dinhi Sabtu, 22 September 2007 Indonesia yang tadinya lebih condong ke standar akuntansi keluaran FASB, sejak tahun 1994 sudah mulai melakukan harmonisasi dan lebih mendekatkan diri ke IFRS. Sedianya apabila seluruh negara di dunia ini memakai IFRS, maka semua bisnis di dunia berbicara di dalam bahasa yang sama. Kelak tidak ada lagi kerepotan yang dialami oleh perusahaan multinasional untuk mengkonsolidasi laporan keuangan dari anakanak perusahaan di negara-negara berbeda. Kelak tidak ada lagi perusahaan yang repot jika harus listing di pasar modal negara lain karena harus menyesuaikan laporan keuangannya dengan standar akuntansi setempat. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dari IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) telah menetapkan tahun 2008 sebagai target antara dimana perbedaan-perbedaan mendasar antara PSAK dan IFRS sudah tidak ada lagi. Saat ini, DSAK sudah menyiapkan Exposure Draft (ED) dari 4 buah standar yang sudah disesuaikan dengan standar IFRS yang sesuai. Yang paling ditunggu-tunggu oleh para pengamat dan praktisi adalah ED dari PSAK 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lainnya. Di dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap memakai revaluation model (ditahun berikutnya setelah aktiva di nilai berdasarkan nilai perolehannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menerapkan revalution model (fair value accounting) dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun 2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini revalution model belum dapat diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika ketentuan pemerintah mengijinkan. Apa perbedaan historical cost yang selama ini sudah lebih dikenal oleh dengan revalution model? Revaluation model memperbolehkan PPE dicatat berdasarkan nilai wajarnya. Permasalahannya di Indonesia adalah sistem perpajakan yang tidak mendukung standar ini. Di dalam peraturan perpajakan, revaluasi aset ke atas dikenai pajak final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya

bila nilai aktiva turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai revalution model dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun harus membayar pajak final. Padahal kenaikan harga aset tersebut tidaklah membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan. Bila aturan perpajakan tidak mendukung, maka dapat dipastikan perusahaan akan enggan menerapkan revaluation model. Bukan hanya sistem pajaknya saja yang memberatkan, bila perusahaan memakai revaluation model, maka siap-siap untuk keluar uang lebih banyak untuk menyewa jasa penilai. Hal ini dikarenakan banyaknya aset tetap yang btidak memiliki nilai pasar sehingga ketergantungan kepada jasa penilai (assessor) akan besar untuk menilai aset-aset ini. Ikatan Mahasiswa Akuntansi http://www.ima-unhas.com Menggunakan Joomla! Generated: 11 June, 2009, 15:47 Jika ternyata nilai wajar yang ditetapkan penilai berbeda dengan nilai wajar yang di tetapkan auditor dari akuntan publik, biasanya nilai wajar dari auditor yang akan dipakai. Sistem pencatatan akuntansi juga sedikit lebih rumit daripada memakai historical cost. Ketika perusahaan pertama kali berubah dari historical cost model ke revalution model, maka akumulasi penyusutan di hapus dan beban penyusutan dihitung kembali berdasarkan nilai wajar yang baru. Demikian selanjutnya apabila revaluasi menerbitkan nilai baru, maka beban penyusutan dihitung kembali. Peraturan lain dari IAS 16 adalah bahwa penerapan nilai wajar tidak bisa diterapkan oleh aktiva secara individu tapi harus secara keseluruhan dalam golongan aktiva tersebut. Akan tetapi, di balik penerapan IFRS ini, begitu pula harmonisasi antara FASB dengan IASB tercium sebuah analisis bahwa, konspirasi politik-ekonomi sedang digalakkan oleh pihak-pihak yang sedang merumuskan standar yang mereka harapkan dapat berlaku secara global ini. Masih terasa panasnya kontroversi pengesahan Undang-Undang Penanaman Modal oleh pemerintah di negeri tercinta ini, yang ternyata semakin mempermudah penetrasi para penanam modal asing (baca: kapitalis) melakukan misi kotornya, salah satunya dengan mengambil alih perusahaanperusahaan milik negara tanpa kesulitan yang berarti. Apalagi ini didukung oleh keinginan besar pemerintah untuk semakin melanggengkan privatisasi aset-aset nasional. Kemudian muncul lagi analisis yang mengerikan terkait dengan penerapan IFRS ini. Dengan semakin mudahnya para calon investor membaca pelaporan keuangan di setiap negara yang telah terstandardisasi, utamanya di negara dunia ketiga, selanjutnya di dukung oleh kemudahan proses administrasi oleh mereka, maka dengan dalih investasi selanjutnya dapat menjadi bom waktu yang siap meluluhlantahkan kekayaan milik rakyat Indonesia. Komentar: Dalam PSAK No 16 per September 2007, sebenarnya telah dimasukkan tentang pencatatan PPE berdasarkan revaluasi model akan tetapi prinsip ini belum sepenuhnya dikonvergensikan alias masih bersifat harmonisasi terhadap IAS No 16. Ketakutan terhadap timbulnya kerugian akibat tidak sejalanya antara UU pajak dan IAS No 16 memang patut di analisa. Asumsi bahwa revaluasi model akan mempengaruhi penilaian aset tetap dan lain-lain serta akurasi perhitungan penyusutannya harus benar-benar dikaji agar selisih materialitasnya tidak terlalu jauh dengan menggunakan hirostical cost (harga perolehan). Kemungkinan masalah akan timbul pada saat

pencatatan nilai atas Property. Karena kecenderungan nilai Property yang terus meningkat, apabila dinilai dengan revaluasi model maka nilai aset tersbut akan mengikuti nilai wajarnya yang berarti jika nilai asetnya naik maka pencatatan dan perhitungan nilainya akan mengikuti kenaikan tersebut, sehingga akan sulit menentukan nilai penyusutan per periodenya. Hal ini justru berbanding terbailik dengan historical cost (harga perolehan). Dimana nilainya akan selalu konstan yang akan memberikan kaurasi lebih terhadap penilaian penyusutan per periode. Dalam PSAK No 16 per September 2007, sepertinya memberikan dua pilihan kepada manajemen perusahaan dalam menilai PPE, yaitu dapat menggunakan revaluasi model atau historical cost. Saya juga sependapat dengan kendala dibidang regulasi pajak dimana revaluasi aset keatas akan dikenakan pajak final 10% dari nilai aset, apabila nilai asetnya terus meningkat maka terjadi kenaikkan pajak setiap tahunnya, kenaikkan pajak ini justru tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan alias tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Jika revaluasi model dapat diterapkan mutlak dalam PSAK No 16, pemerintah harus melakukan penyesuaian dalam regulasi pajaknya agar pengusaha merasa tidak dirugikan. Untuk masalah harmonisasi terhadap IFRS memang dalam perjalannya terjadi banyak pro dan kontra. Akan tetapi disini kita harus memandang hal ini secara positif. Dimana tujuan standarisasi global hanya untuk memberikan kemudahan dalam dunia usaha dalam menjalankan bisnisnya. Dimana IFRS bertujuan untuk membuat kesamaan dalam prinsip dasar, prosedur, kebijakan, pencatatan, serta penilaian terhadap akuntansi di dalam suatu Negara khususnya dalam menyajikan laporan keuangan. Hal ini mengingat batas dan jarak tidak lagi menjadi kendala dalam bisnis. Dengan adanya standarisasi maka kemudahan dalam melakukan konsolidasi laporan keuangan dan proses investasi akan dapat teralisasi. Isu yang berkembang tentang adanya konspirasi besar dibalik harmonisasi ini dapat dijadikan suatu koreksi bahwa IFRS kelak dapat benar-benar mengakomodasi perkembangan iklim investasi yang saling menguntungkan. Maybe the Banks Are Just Counting Wrong

Actions Information

Date : August 1, 2009

Categories : Uncategorized http://akuntanamatir.wordpress.com/2009/08/01/menuju-penerapan-ifrs-antara-harmonisasi-dankonspirasi/ Fakta & Dilema IFRS (2): Mudah Bersepakat, Sulitnya Menjaga OPINI | 25 September 2012 | 03:59 Dibaca: 547 Komentar: 2

IMAGINE THERES NO COUNTRIES. IT ISNT HARD TO DO. Pernyataan yang merupakan sepenggal lirik dalam lagu Imagine (John Lennon, 1971) ini nampaknya selaras dengan tujuan yang ingin dicapai oleh IFRS Foundation, yaitu mengembangkan (dengan atas nama kepentingan publik) seperangkat tunggal (a single set) standarpelaporan keuangan yang dapat diterima secara global, dapat dipaksakan (enforceable), dapat dipahami, dan berkualitas tinggi. Sebagai pemerhati tentunya di antara kita muncul rasa ingin tahu sejauh mana tujuan IFRS untuk menyeragamkan standar pelaporan keuangan melalui implementasi IFRS telah tercapai? Banyak manfaat yang ditawarkan (tepatnya dijanjikan, penulis) andai sebuah standar tunggal pelaporan keuangan terjadi secara global, dalam hal ini IFRS yang disusun oleh IASB (International Accounting Standards Board). Salah satunya adalah komparabilitas yang tinggi antar laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan-perusahaan di dunia. Dengan pencapaian hal ini maka investor internasional dapat mengetahui kondisi keuangan dan kinerja masing-masing perusahaan di seluruh dunia. Pada skala makro, seragamisasi pelaporan keuangan memungkinkan distribusi sumberdaya dan sumberdana dapat mengalir secara optimal. Tentu semua ini adalah sebuah harapan manis. Permasalahan utama yang saat ini perlu diketahui perkembangannya adalah sejauh mana 10 negara (pada saat pendirian adalah 9 dimana Inggris dan Irlandia dihitung sebagai 1 negara) telah berhasil menyeragamkan standar akuntansi keuangannya. Berikut ini ringkasan perkembangan terkini masing-masing negara dalam penerapan IFRS yang diberlakukan untuk pasar modal (PWC, 2011): a. Australia; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi secara lokal, dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan konsolidasian. b. Kanada; IFRS yang berlaku adalah yang dipublikasikan oleh IASB, dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan interim dan tahunan. c. Perancis; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi oleh EU (European Union, penulis), dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan konsolidasian.

d. Jerman; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi oleh EU (European Union), dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan konsolidasian. e. Inggris; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi oleh EU (European Union), dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan konsolidasian. f. Irlandia; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi oleh EU (European Union), dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan konsolidasian. g. Belanda; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi oleh EU (European Union), dan telah dipersyaratkan penerapannya untuk laporan keuangan konsolidasian. h. Jepang; IFRS yang berlaku adalah yang diadopsi oleh Financial Service Agency, dan diperbolehkan diterapkan untuk perusahaan-perusahaan yang memenuhi syarat tertentu. i. Meksiko; IFRS yang berlaku adalah yang dipublikasikan oleh IASB, dan penerapannya diharapkan mulai 31 Desember 2012 ini. j. Amerika serikat; IFRS belum diberlakukan. Perusahaan luar negeri yang terdaftar di pasar modal dapat menggunakan IFRS tanpa harus melakukan konversi ke standar yang berlaku di Amerika Serikat. Berdasar informasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa sejauh ini ternyata di antara negaranegara penggagas IFRS sekalipun, yang diharapkan sebagai pemberi teladan bagi negara-negara lain, ternyata masih memiliki perbedaan-perbedaan yang tidak mudah diselesaikan. Negaranegara Eropa cenderung menggunakan IFRS versi EU, beberapa negara telah mengadopsi versi IFRS yang dikembangkan oleh IASB, dan negara Amerika Serikat yang sejauh ini dikenal sebagai sumber referensi pengembangan akuntansi modern masih lebih memilih untuk menggunakan standar yang dikembangkan sendiri (saat ini dalam proses konvergensi). Dengan kondisi seperti ini, haruskah follower seperti Indonesia ini justru mengambil peran menjadileader dalam adopsi IFRS? Adalah lebih tepat bagi Indonesia untuk berani mengambil hikmah atas apa yang terjadi. Semoga Referensi PWC (PricewaterhouseCoopers). 2011. IFRS Adoption by Country.http://www.pwc.com/us/en/issues/ifrs-reporting/country-adoption/index.jhtml diunduh bulan Juni 2011 (file tersedia di penulis, email: swarsonobinhardono@yahoo.com).

Sony Warsono-bin-Hardono. 2011. Adopsi Standar Akuntansi IFRS: Fakta, Dilema dan Matematika. ABPublisher. Edisi pertama. Fb: akuntamatika@yahoo.com

Sony Warsono-bin-Hardono dan Irene Natalia. 2010. Akuntansi Pengantar 1 Adaptasi IFRS: Sistem Penghasil Informasi Keuangan. ABPublisher. Edisi pertama. Fb:akuntamatika@yahoo.com

Laporkan Tanggapi Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer. Siapa yang menilai tulisan ini? MAKRO
SEARCH

Ikatan Akutan Indonesia siap adopsi penuh IFRS Dana Aditiasari Rabu, 6 Maret 2013 12:57 WIB

Ilustrasi Sindonews.com - Standar Pelaporan Keuangan Internasional Internasional atau Financial Reporting Standard (IFRS) rupanya bukan hal yang asing bagi lembaga keuangan Tanah Air. Indonesia sudah mengadopsi tahap pertama dari konversi IFRS pada 1 Januari 2012, yang secara material sama dengan IFRS versi tanggal 1 Januari 2009. Guna menyempurnakan penerapannya secara utuh pada standard pelaporan keuangan di Indonesia, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) tengah bersiap melanjutkan tahap dua guna melakukan adopsi penuh IFRS. "SAK (Standar Akuntansi Keuangan) konversi IFRS ini dirumuskan oleh DSAK-IAI. Dengan keberhasilan pertama, IAI siap untuk melanjutkan ke tahap dua guna melakukan adopsi penuh IFRS," terang Ketua DSAK-IAI, Rosita Uli Sinaga dalam acara "IFRS Dynamic and Beyond:

Impact to Indonesia" di Hotel JW Mariot, Jakarta, Rabu (6/3/2013). Akan tetapi, kata dia, penerapan IFRS secara penuh yang menggunakan standar principal based dan diakui secara internasional ini bukan perkara mudah dan tanpa tantangan. Bagi Indonesia, menurut dia, pergeseran dari rule-based standard ke principal standard memerlukan perubahan pola pikir di kalangan profesional akuntan. Konvergensi IFRS ini, Rosita menuturkan, telah memaksa akuntan Indonesia untuk belajar banyak standar akuntansi baru selama tiga tahun terakhir ini. "Sejak 1 Januari 2012, Indonesia telah mengadopsi seluruh IFRS per 1 Januari 2009, kecuali IFRS 1, IAS 41, IFRC 15. Dan hingga 1 Desember 2012 telah diterbitkan 40 PSAK, 20 ISAK dan 11 PPSAK," ungkap dia. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad menegaskan, pihaknya tengah serius menerapkan standar akuntansi yang baik, sehingga kualitas lembaga keuangan nasional dapat disetarakan dengan kualitas lembaga keuangan internasional. Muliaman menilai, penerapan IFRS sebagai standar pelaporan keuangan global harus diterapkan guna mewujudkan cita-cita menyetarakan diri dengan lembaga keuangan bertaraf internasional di seluruh dunia. (rna) views: 610x 0 inShare http://ekbis.sindonews.com/read/2013/03/06/33/724484/ikatan-akutan-indonesia-siap-adopsipenuh-ifrs

Anda mungkin juga menyukai