Anda di halaman 1dari 4

Deal Reached on Contested Afghan Night Raids

By ALISSA J. RUBIN Published: April 8, 2012

KABUL, Afghanistan Afghanistan and the United States signed an agreement on Sunday on night military raids that would hand responsibility for carrying out the operations to Afghan forces but allow continued American involvement. The agreement clears the way for the two countries to move ahead with a more comprehensive long-term partnership agreement, Afghan and American officials. The signing of a memorandum of understanding on the night raids between Abdul Rahim Wardak, the Afghan minister of defense, and General John R. Allen, the American commander, was hailed by the men as an indication of both Afghanistans sovereignty and the growing abilities of its special operation forces. This is an important step in strengthening the sovereignty of Afghanistan, Mr. Wardak said, adding that it was a national goal and a wish of the Afghan people that r aids be conducted and controlled by Afghans. General Allen said the signing meant that the two countries were ready to look forward to a successful summit in Chicago in the wake of the signing of the strategic partnership agreement. The strategic partnership agreement commits the United States to another decade of involvement in the country in areas like economic development and education. The meeting in Chicago is a NATO summit at which countries involved in the war are expected to commit to continuing financial contributions to Afghanistan as well as committing to train and equip the forces. The deal on night raids was the second of two contentious issues that the two countries resolved to solve ahead of work on the broader pact. The other issue involved the handover to the Afghans of the main United States detention facility in Parwan. That memorandum of understanding was signed on March 8. President Hamid Karzai has long been at odds with the American military over the raids, which the Americans have described as a crucial tool in the fight against insurgents. The raids until recently were primarily conducted by American special operations forces. Afghan families, however, have objected strenuously to the raids which they say violate cultural norms, humiliate them and expose their women to the eyes of strangers. Mr. Karzai, who renewed calls for an end to the raids after an American soldier was chargedwith 17 counts of murder in the shootings of Afghan civilians on March 11, has insisted that control over the raids is a matter of sovereignty.

This is what the president has wanted for years, a presidential spokesman, Aimal Faizi, said of the agreement. Plans to complete the deal were expected earlier this week, but a last-minute glitch over how long the Americans could hold detainees for questioning after the completion of a raid tied up the final agreement. The impasse was broken over the last two days.

Sumber: www.google.com (diakses pada 8 April 2012) www.nytimes.com (diakses pada 8 April 2012)

Analisa: Sebelum menelaah, menganalisa dan menerjemahkan maksud dari artikel di atas, perlu rasanya penulis memberikan informasi mengenai seputar darimana artikel diambil dan juga memberikan sedikit gambaran siapa dan bagaimana pemilik dari media massa yang menyajikan artikel ini kepada masyarakat secara luas, yang nantinya juga berguna untuk mempermudah dalam menganalisa artikel di atas. Artikel berasal dari edisi New York Times tanggal 8 April 2012 yang penulis unduh dari domain New York Times itu sendiri. Seperti yang diketahui New York Times merupakan salah satu media massa yang berbasis di Amerika Serikat yang saham otoritasnya dimiliki oleh Sulzbergers, James Reston, Max Frankel, Harrison Salisbury1, yang semuanya adalah anggota dari dewan hubungan luar negeri AS (CFR). New York Times sangat populer di AS bahkan dunia, tidak perlu diragukan lagi New York Times sering kali menjadi rujukan masyarakat dunia untuk mengetahui keadaan dan informasi yang sedang terjadi di dunia internasional. Melalui sarana inilah AS sering kali menyampaikan kebijakan luar negeri dan citranya yang manis-manis itu kepada seluruh dunia. Dalam politik global AS yang penulis pelajari, media merupakan salah satu bagian dari linkaged politics selain transnational actor, international organization, non governmental organization, multinational participations, dan democracy yang semuanya bersifat saling menunjang dan saling mengisi yang nantinya berujung pada penegakkan kepentingan nasional AS di dunia internasional. Media inilah yang dimanfaatkan AS untuk menjadi pondasi kuat menyeragamkan opini publik dan politik dunia dalam memahami dinamika internasional. Berdasarkan sejarah pula, pengendalian dan manipulasi opini politik merupakan senjata utama bagi suatu negara dalam mengendalikan negaranegara lainnya. Begitu berhasil menguasai pemimpin-pemimpin dan politisi-politisi negara tersebut maka undang-undang dan struktur politik negara tersebut akan mudah diubah sesuai dengan agenda negara yang mempengaruhinya tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, barulah penulis berlanjut ke analisa artikel. Artikel ini bisa terbit pasti didahului dengan seleksi dari redaksi yang semuanya tunduk pada sang pemilik yakni para dewan hubungan luar negeri AS. Secara alamiah bawahan pasti akan mengikuti apa yang diperintahkan oleh
1

Jerry D. Gray, 2011, ART OF DECEPTION: Mereka Menipu Dunia, Sinergi, Jakarta.

atasannya, kaitannya dengan artikel di atas yakni sudah pastilah artikel terbit sesuai dengan izin dari redaksi yang sangat jelas merepresentasikan agenda setting dari para dewan hubungan luar negeri (CFR) tadi selaku pemilik yaitu mengedepankan agenda setting politik luar negeri AS sebagai pollitik luar negeri yang universal dan cinta damai. Dalam artikel di atas, AS digambarkan sebagai bangsa yang demokratis, pemimpin perdamaian dunia, penuh toleransi, mengedepankan win win solution, dan dewa penolong yang mampu mengembalikan kesejahteraan di negara Afghanistan, padahal AS sendirilah yang telah mengobrak-abrik Afghanistan. Artikel ini mencoba memberikan pesan kepada para komunikan/pembaca bahwa AS berada di Afghanistan hanya semata-mata untuk menciptakan stabilitas dan menyingkirkan para pelaku teror yang masih berkeliaran, padahal fakta yang terjadi belum tentu demikian. Menurut penulis, artikel ini menyediakan informasi yang luas, yang secara sadar atau tidak sadar telah dikirim dan dimasukkan ke dalam pikiran komunikan termasuk penulis sendiri. Informasi tentang idealisme AS yang adil, moral AS yang luhur, perbedaan antara kebenaran dan kejahatan, politik dan ekonomi disodorkan melalui artikel ini. Menariknya melalui artikel ini disampaikan bahwa keinginan AS adalah keinginan warga Afghanistan juga, maka tidak ada salahnya bila AS ikut di dalam proses stabilisasi di sana. Lalu disampaikan pula bahwa AS akan terus bekerja sama dengan pemerintah otoritas Afghanistan untuk berusaha membasmi para pelaku teror dengan memberikan sedikit wewenang kepada pemerintahan Afghanistan untuk mengawasi negaranya sendiri. Dengan pemberitaan kebijakan ini maka melalui artikel ini AS lagi-lagi digambarkan sebagai bangsa yang bukan hanya pahlawan penumpas terorisme tapi juga mampu mendidik Afghanistan sebagai bangsa yang mandiri dan berdaulat. Artikel ini juga menggiring opini publik dan politik dunia bahwa negara Afghanistan yang sekarang berantakan lebih disebabkan oleh warganya sendiri dan untuk itulah AS sebagai pemimpin perdamaian bisa masuk dan ikut mencampuri urusan keamanan di Afghanistan. Dalam komunikasi internasional, setiap pesan yang disampaikan pastilah sangat dinanti feedbacknya. Kesimpulannya menurut penulis feedback yang diharapkan dari diterbitkannya artikel di atas adalah: 1. Mendapat pelegalan secara mutlak dari seluruh entitas internasional agar AS bisa terus mencampuri urusan negara Afghanistan dan menjalankan mesin politiknya disana. 2. Simpati dari negara-negara di timur-tengah dalam isu nuklir di Iran dan Korea Utara. 3. Mendapat dukungan dan pengakuan dari seluruh entitas internasional agar AS selalu menjadi garda terdepan pembasmi tirani dan kreator perdamaian dunia. 4. Mendapat pengakuan dan dukungan dari seluruh entitas internasional bahwa setiap kebijakan luar negeri AS merupakan kebijakan yang tepat dan membawa kemaslahatan bagi dunia. 5. Tertanamnya Demokratisasi dan liberalisasi. 6. Terakhir, tercapainya hegemoni AS di seluruh penjuru dunia.

Disusun Oleh : Faqih Azmi (0942500554)

Komunikasi Internasional

Anda mungkin juga menyukai