Anda di halaman 1dari 2

BAB I PENDAHULUAN

Lebih kurang 12 juta anak di dunia meninggal setiap tahun sebelum mencapai umur 5 tahun, dan lebih dari 70% kematian tersebut disebabkan karena pneumonia, diare, malaria, campak dan gizi buruk. Hal ini terjadi karena rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di Indonesia masih rendah dalam hal ketrampilan pelayanan kesehatan, sistem kesehatan, dan praktek di keluarga dan komunitas. Perlu integrasi dari ketiga faktor untuk meningkakan derajat kesehatan anak (Soenarto, 2009). WHO dan UNICEF pada tahun 1994 bekerja sama membentuk suatu program yang memadukan pelayanan terhadap balita sakit. Program tersebut diberi nama Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Kemudian pada tahun 1997, Indonesia mengadopsi IMCI ke dalam suatu program yang disebut Manajemen Terpadu balita Sakit (MTBS) (WHO, 2009). MTBS merupakan manajemen balita sakit untuk 2 kelompok sasaran yaitu usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2008). MTBS mengutamakan pendekatan secara terpadu tatalaksana balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan. Pendekatan tersebut meliputi klasifikasi penyakit, status imunisasi, status gizi, penanganan balita sakit, dan pemberian konseling (Wijaya, 2009). Dalam penerapan MTBS, pelayanan kesehatan balita dilaksanakan mulai dari tahapan preventif, promotif hingga kuratif dan rehabilitatif. Tenaga kesehatan diajarkan untuk memperhatikan secara cepat semua gejala anak sakit, sehingga ia dapat menentukan apakah anak sakit berat dan perlu dirujuk. Jika penyakitnya tidak parah, selanjutnya tenaga kesehatan bisa memberikan pengobatan sesuai pedoman MTBS (Depkes RI, 2004). Pedoman MTBS berisi penanganan terhadap penyakit penumonia, diare, demam, masalah telinga, anemia, batuk dan keluhan susah bernapas (Depkes RI, 2008). Mahasiswa kedokteran sebagai calon pelaksana program kesehatan pemerintah, perlu memahami pelaksanaan MTBS secara lansung melalui kegiatan Field Lab. Adapun tujuan dari pelaksanaan Field Lab antara lain: 1. Mampu melaksanakan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS. 2. Mampu menentukan klasifiaksi masalah balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS.

3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta. 4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita sakt pada pedoman MTBS (Moelyo, 2013).

Daftar Pustaka Depkes RI (2008). Buku bagan manajemen terpadu balita sakit (mtbs). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI (2004). Pedoman penerapan manajemen terpadu balita sakit di puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Moelyo AG, Widardo, Herlambang G (2013). Modul field lab ketrampilan manajemen terpadu balita sakit (mtbs). Surakarta: Field Lab Fakultas Kedokteran UNS. Soenarto, Yati (2009). Mtbs: Strategi untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Disampaikan pada Simposium Pediatri Temilnas 2009. Surakarta 2 Agustus 2009. WHO (2009). http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/child/imci/en/index.

html. Diakses 19 Maret 2013 Wijaya, Awi M (2009). Manajemen terpadu balita sakit (mtbs).

http://www.infodokterku.com/index.php/option=com_content&view=article&id=37: manajemen-terpadu-balita-sakit-mtbs&catid=27:health program&Itemid=44. Diakses 19 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai