Anda di halaman 1dari 38

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

I.1 Defenisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006)

Penyakit paru obstruksi kronis atau dapat disingkat dengan PPOK, merupakan suatu gangguan yang paling sering menimpa kelompok yang dalam jangka waktu lama terpapar oleh asap rokok dan bahan toksik inhalasi lainnya. Kerusakan akan menimbulkan suatu obstruksi dari jalan napas yang dapat menimbulkan keparahan. Dalam hal ini dikaitkan dengan proses hipersensitivitas, batuk produktif yang kronis dan penurunan toleransi pada saat beraktivitas.

Defenisi PPOK menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan dengan karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronis atau emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresive dan dapat disertai hiper-reaksi dan mungkin kembali normal sebagian.

British Thoracic Society (BTS) mendeskripsikan PPOK sebagai suatu gangguan kronis, yang mengalami perkembangan lambat dengan karakteristik berupa obstruksi jalan napas (FEV1 <80% diprediksi dan FEV1 /FVC <70%) dimana tidak terjadi perubahan terlalu berdampak pada beberapa bulan. Sebagian besar fungsi paru akan berkurang secara menetap namun sebagian akan kembali dengan pengobatan bronkodilator.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD 2001), PPOK didefenisikan sebagai suatu gangguan dengan karakteristik berupa keterbatasan dari jalan napas yang tidak sepenuhnya kembali. Gangguan jalan napas biasanya bersifat progresif dan diikuti oleh reaksi abnormal inflamasi akibat respon paru terhadap partikel gas yang berbahaya.

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema paru. Walaupun kadang asma bronchial juga dapat menyertai kedua ganggaun tersebut, namun dalam hal ini asma dibedakan karena asma bronchial dapat timbul sendiri meski tidak terpapar oleh bahan-bahan inhalasi bersifat toksik.

Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus. Sedangkan emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal. (Silvia & Lorraine: 2006)

PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan) apabila gejala menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas bertambah berat walaupun diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari dapat menolong, dahak semakin banyak, kekuningan bahkan sampai kehijauan. (PDPI, 2003)

I.2 Etiologi

Banyak faktor yang dapat menyebabkan PPOK. Namun faktor tersering adalah adanya riwayat merokok. Asap rokok merupakan penyebab tersering timbulnya PPOK. Di Negara berkembang, berkisar 85% sampai 90% penderita PPOK memiliki riwayat terhadap rokok (Kochar). Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi

dinyatakan faktor utama dan paling dominan ialah asap rokok dibanding yang lain (Russell, 2002).

Hal ini juga ditunjang dengan Kebiasaan merokok yang masih tinggi yaitu pada lakilaki di atas 15 tahun sekitar 60-70% nya merokok. Jika dilihat dari riwayat perokok dapat dibagi menjadi 3 kategori yakni perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok. Derajat berat merokok dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata- rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun.

Dikatakan perokok ringan apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya >600. Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita PPOK. (Suradi, 2007)

Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Sehingga perlunya suatu tindakan agar penderita PPOK tidak semakin bertambah. (Suradi, 2007)

Faktor lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah terpajan oleh bahan-bahan polutan secara episodik. Baik bahan polutan itu terdapat dalam ruangan maupun diluar ruangan. Bahan-bahan polutan itu diantaranya, sulfur dioksida didapat dari pembakaran industri. Kemudian nitrogen dioksida, merupakan hasil pembakaran bahan-bahan fosil atau asap kendaraan. Kemudian oleh karena ozone yang diubah oleh sinar matahari akibat reaksi fotokimia dari nitrogen dioksida dan hidrokarbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan industry. Pencemaran lainnya adalah dari partikel, biasanya partikel ini berasal dari pembakaran hutan, industri, dan asap kendaraan. Adapun pencemaran lain diantaranya bahan kimia organic yang mudah menguap, logam padat, Poliklinikcylic aromatic hydrocarbons, produk dari jamurjamuran, dll. (Kenneth & William, 2003)

Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor resiko adalah hiper-reaktivitas dari bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah dan Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. (PDPI: 2003)

I.3 Proses Terjadinya PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang ditandai dengan adanya suatu obstruksi permanent (irreversible). Peradangan kronis adalah suatu respon dari terpaparnya paru dari bahan-bahan iritan seperti asap rokok yang dihisap, gas-gas beracun, debu, dll yang merusak jalan napas dan parenkim paru. PPOK diklasifikasikan menjadi subtype bronchitis kronik dan emfisema, walaupun kebanyakan pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif kronis selama lebih dari 2 tahun dan emfisema ditandai oleh adanya kerusakan pada dinding alveola yang menyebabkan peningkatan ukuran ruang udara distal yang abnormal. (PDPI 2003) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berupa perubahan patologis dari jalan napas dimana respon yang terjadi adalah batuk yang kronis dan produksi sputum, lesi pada saluran napas yang lebih kecil akan menyebabkan obstruksi jalan napas dan kerusakan emfisematosa permukaan paru. Abnormalitas ini juga akan berakibat pada vaskularisasi pulmonal yang akan berkontribusi pada gagal jantung kanan. Meski lokasi dan penampakan lesi berbeda, patogenesisnya tetap ditentukan oleh proses inflamasi yang terjadi. (James & Marina, 2003)

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh bronkitis kronis dan empisema. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratnya sakit. Peran specific growth factors, seperti transforming growth factor-(TGF-) yang meningkat pada saluran nafas perifer dan connective tissue growth factor (CTGF) belum jelas diketahui. TGF mungkin menginduksi fibrosis melalui pelepasan CTGF yang akan menstimulasi deposisi kolagen dalam saluran nafas. (Putrawan & Ngurah Rai, 2008)

Masuknya komponen-komponen rokok ataupun bahan-bahan iritan akan merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus akan mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan ini juga akan mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus ini kemudian akan berfungsi sebagai tempat perkembangan dari mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. (GOLD, 2008) Rokok dan bahan iritan tersebut juga akan merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Rokok dan bahan iritan akan mengaktivasi makrofag yang kemudian akan melepaskan mediator inflamasi, melengkapi mekanisme seluler yang

menghubungkan merokok dengan inflamasi pada PPOK. Neutrofil dan makrofag melepaskan berbagai proteinase kemudian akan merusak jaringan ikat parenkim paru yang menyebabkan hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (GOLD, 2008)

Peranan sel T sitotoksik (CD8) belum jelas, mungkin berperan dalam apoptosis dan destruksi sel epitel dinding alveoli melalui pelepasan TNF. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), dan limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). (Corwin EJ, 2001)

I.4 Klasifikasi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI:2003)

1. Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis sering terjadi pada perokok dan penduduk di kota-kota yang dipenuhi oleh kabut-asap; beberapa penelitian menunjukkan bahwa 20% hingga 25% laki-laki berusia antara 40 hingga 65 tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis bronkitis kronis ditegakkan berdasarkan data klinis; penyakit ini didefenisikan sebagai batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2 tahun berturut-turut. (Robin Kumar) Terdapat beberapa bentuk dari bronkitis kronis, yaitu:

a) Bronkitis kronis sederhana

Gejala yang mungkin timbul adalah batuk produktif yang akan meningkatkan sputum mukoid, namun jalan napas tidak terhambat.

b) Bronkitis mukopurulenta kronis

Namun apabila sputum penderita mengandung pus yang mungkin disebabkan oleh infeksi sekunder, maka pasien dikatakan mengidap bronkitis mukopurulenta kronis.

c) Bronkitis asmatik kronis

Beberapa

pasien

dengan

bronkitis

kronis

mungkin

memperlihatkan

hiperresponsivitas jalan napas dan episode asma intermiten.Keadaan ini yang disebut sebagai bronkitis asmatik kronis, dalam hal ini sulit dibedakan dengan asma atopik.

d) Bronkitis obstruktif kronis

Mereka dikatakan mengidap bronkitis obstruktif kronis apabila suatu subpopulasi pasien bronkitis kronis mengalami obstruksi aliran keluar udara yang kronis berdasarkan uji fungsi paru. (Robin Kumar)

Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mucus, yang dimulai dari jalur napas besar. Berbagai faktor/bahan iritan ini akan memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus dan menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan pembentukan metaplastik sel goblet penghasil mucin di epitel permukaan bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. (Robin Kumar)

2. Emfisema

Emfisema ditandai dengan adanya pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut. Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai desktruksi; hal ini lebih tepat disebut overinflation. Contohnya adalah peregangan rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi unilateral. (Robin Kumar) Emfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terserang. Meskipun beberapa bentuk morfologik telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOK. Yaitu:

a) Emfisema Sentrilobular (CLE)

Secara spesifik CLE menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi.

b) Emfisema panlobular (PLE)

Bentuk yang penting berikutnya adalah emfisema panlobular (PLE) atau emifsema panasinar. Merupakan bentuk morfologik yang jarang., alveolus yang sebelah distal mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata; mengenai bagian asinus sentral dan perifer.

c) Emfisema Asinar Distal (Paraseptal)

Pada keadaan ini bagian proksimal dari asinus normal, namun bagian distalnya yang terkena. Emfisema tampak nyata pada daera dekat pleura, di sepanjang septum jaringan ikat lobules dan tepi lobulus. (Robin Kumar)

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2008, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat keparahannya. Yakni:

1. Derajat 1 (PPOK ringan)

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat 2 (PPOK sedang)

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat 3 (PPOK berat)

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan6y aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat 4 (PPOK sangat berat)

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. (GOLD, 2008)

10

I.5 Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

1. Gambaran klinis a. Anamnesis Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi b. Pemeriksaan fisis 2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan rutin b. Pemeriksaan khusus

1. Gambaran Klinis a. Anamnesis - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

11

- Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai - Penampilan pink puffer atau blue bloater

Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing

Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi - suara napas vesikuler normal, atau melemah - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

12

- ekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % - VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. - Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar

13

Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.

4. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

14

5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi - Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.1,2

I.6 PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala - Mencegah eksaserbasi berulang - Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

15

- Meningkatkan kualiti hidup penderita Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : 1. Edukasi 2. Obat - obatan 3. Terapi oksigen 4. Nutrisi 5. Rehabilitasi

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan 2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal 3. Mencapai aktiviti optimal 4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian

16

aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK 2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya 3. Cara pencegahan perburukan penyakit 4. Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5. Penyesuaian aktivitas

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat - obatan - Macam obat dan jenisnya - Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ) - Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlu saja ) - Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen - Kapan oksigen harus digunakan - Berapa dosisnya - Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

17

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi : - Batuk atau sesak bertambah - Sputum bertambah - Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit : Ringan - Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel - Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok - Segera berobat bila timbul gejala Sedang - Menggunakan obat dengan tepat - Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini - Program latihan fisik dan pernapasan Berat - Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi - Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan - Penggunaan oksigen di rumah

18

2. Obat - obatan

a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ). Macam - macam bronkodilator : - Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). - Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. - Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. - Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

19

b. Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg

c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin, makrolid - Lini II :amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih - Amoksilin dan klavulanat - Sefalosporin generasi II & III /IV injeksi - Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas - Aminoglikose per injeksi - Kuinolon per injeksi

d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif Diberikan dengan hati hati

20

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat oksigen - Mengurangi sesak - Memperbaiki aktiviti - Mengurangi hipertensi pulmonal - Mengurangi vasokonstriksi - Mengurangi hematokrit - Memperbaiki fungsi neuropsikiatri - Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi - Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.

Macam terapi oksigen : - Pemberian oksigen jangka panjang - Pemberian oksigen pada waktu aktiviti - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak - Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

21

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : - Penurunan berat badan - Kadar albumin darah - Antropometri - Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) - Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygencomsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah : - Hipofosfatemi

22

- Hiperkalemi - Hipokalsemi - Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

6. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai: - Simptom pernapasan berat - Beberapa kali masuk ruang gawat darurat - Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan : - Peningkatan VO2 max - Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik - Peningkatan cardiac output dan meningkatan efisiensi distribusi darah - Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery Endurance exercise

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga

23

tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan. Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.

Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.

Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler. yang lama menyebabkan

24

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan : - Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan - Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan - Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan - Pakaian longgar dan ringan

Psikososial

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat

Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.1,2

I.7

PROGNOSIS Bila sudah terdapat hipoksemia, prognosis biasanya kurang memuaskan dan mortalitas pada 2 tahun kurang lebih 50%. Namun di samping survival perlu diketahui pula morbiditas pasien PPOK. Sebagai ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 26 juta hari kerja orang/tahun oleh karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 juta hari kerja orang/tahun.9

25

BAB II STATUS PASIEN

I. Identitas penderita

Nama Jenis kelamin Umur Status Suku Agama Alamat Pekerjaan No.CM No registrasi Tanggal masuk Tanggal pemeriksaan

: : : : : : : : : : : :

Ibrahim Daud Laki-laki 48 tahun Sudah menikah Aceh Islam Lhok bani Wiraswasta 50.07.82 17.13.52 tahun 2013 29 april 2013 pukul 16.50 wib

II. Anamnesis Penyakit

26

Keluhan Utama Keluhan Tambahan demam

: Sesak : Batuk berdahak > 3bulan ,berdarah, disertai adanya

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien baru ruang rawat inap kelas III bagian paru datang dengan keluhan sesak nafas,nyeri dada diperbearat pada pagi hari berkisar antara jam 2,3,sesak nafas yang dirasakan berhubungan dengan perubahan cuaca dan debu dan pasien merasa sulit untuk tidur dan disertai demam.Pasien juga mengatakan sudah sakit seperti ini selama tiga tahun setengah,dan sudah dirawat di RS selama 5 hari. Riwayat penyakit dahulu Riwayat pemakaian Obat : Hepar (+) , DM (-) : Pernah mengkonsumsi OAT selama 6 bulan

Pemeriksaan fisik 1. Kepala Mata : reflek cahaya (+), pupil (+), bulat, sentral, isokor, konjungtiva palpebra inferior (+) Telinga Hidung Lidah Tenggorokan : sekret (-), perdarahan (-) : sekret (-), perdarahan (-), nafas cuping hidung (-) : beslag (-), tremor (-), papil lidah atropi (-) : tonsil dalam batas normal, faring hiperemis (-)

2. Leher Pemeriksaan KGB (-) Kelenjar tyroid tidak teraba pembesaran TVJ meningkat : (-)

27

3. Axila

: pembesaran KGB axial (-)

4. Thoraks Anterior Inspeksi : simestris (-), retraksi (+)

Palpasi Stem fremitus Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

: Paru kanan Meningkat Meningkat Normal Paru kiri Meningkat Meningkat Normal

Perkusi

: Paru kanan Paru kiri Redup Redup Redup

Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.bawah

Redup Redup Sonor

Auskultasi Suara nafas paru Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

: Paru kanan Vasiculer melemah Vasiculer melemah Vesikuler Paru kiri Vesiculer melemah Vesikuler melemah vesikuler

28

Suara tambahan

: Paru kanan Paru kiri Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-)

Lap. Paru atas Lap.paru tengah Lap. Paru bawah

Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-)

5.Thorak belakang Inspeksi

Simetris (-), Retraksi (+) Palpasi Perkusi Paru kanan Lap.paru atas Lap.paru tengah Lap. Paru bawah Redup Redup Sonor Paru kiri Redup Redup Sonor

auskultasi Paru kanan Paru kiri Vesikuler melemah

Lap. Paru atas

Vesikuler melemah

Lap. Paru tengah

Vesikuler melemah

Vesikuler melemah

Lap.paru bawah

Vesikuler

Vesikuler

Suara tambahan

29

Paru kanan Lap.paru atas Lap.paru tengah Lap.paru bawah Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-)

Paru kiri Rh (+) , Wh (-) Rh (+) , Wh (-) Rh (+) , Wh (-)

6. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : : : Batas-batas jantung Atas :

Kanan : Kiri :

Auskultasi : Bunyi jantung I Bunyi jantung II Bising : : :

7. Abdomen Inspeksi Palpasi : Simetris ( ), distensi ( ) : Nyeri tekan Hepar Lien ,dan ginjal Perkusi : Tympani (+) : (+) :

30

Auskultasi : Peristaltik (+) : Edema ( ),sianosis ( ),clubbing ( )

8. Ekstremitas superior

9.Ekstremitas inferior : Edema ( ),sianosis ( ),clubbing ( )

III.

Pemeriksaan penunjang

1. Foto Thorak KV Soft tissue Tulang-tulang Klavikula Sela iga Trakea Jantung Aorta Diagfragma Sinus kostofrenikus Hilus paru Paru Kesan

: : : : : : : : : : kanan: : : :

2. Labolatorium

Jenis pemeriksaan Hemoglobin Leukosit

02 Mei 2013 12,6 gr/dl 13,9 x 103

l / 13,900

31

Trombosit Hematokrit Bilirubin total Bilirubin direct SGOT SGPT Alkali pospatase Ureum darah Creatinine darah Uric acid darah Cholesterol total Clorida (Cl) Natrium (Na) Kalium (K) KGDS Eosinofil Basofil Stab Segm Lymposit Monosit

147 x 103 36,6 %

l / 147,000

1,0 mg / 100 ml 0,3 mg / 100 ml 37 U/l 32 U/l 109 U/l 40 mg/ml 1,4 mg/ml 7,6 mg/dl 150 mg/dl 93 mmol/I 134 mmol/l 3,4 mmol/l 112 mg/ml 6% 0% 0% 80 % 10 % 4 %

IV.

DIAGNOSIS BANDING 1) Asma 2) SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) 3) Pneumotorak 4) Gagal jantung kronik 5) Brokiektaksis

V.

DIAGNOSIS KERJA

32

VI.

PENATALAKSANAAN

Plenning terapi :

-Obat-obatan (brokodilator,antiinflamsi,antiobiotik,antioksidan,mukolitik,antitusif) -Terapi oksigen -Ventilasi mekanik -Nutrisi -Rehabilitasi PPOK Plenning diagnostic Pleninng edukasi

-Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan -Penggunaan smpingnya - Cara penggunaannya yang benar (oral,MDI atau nebulizer) obat-obatan,macam-macam obat dan jenisnya,serta efek

33

- Penggunaan oksigen -Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen -Penilai dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya -Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi - Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti Plenning evaluasi

-Pengetahuan tentang PPOK -Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya -Cara pencegahan dan pemburukan penyakit -Menghindari pencetus (berhenti merokok) -Penyesuaian aktivitas VI. PROGNOSIS

VII.

FOLLOW UP PASIEN O Vital sign: Kes : TD:110/80 mmhg N: 66 x/menit RR:24x/menit T: 36,5 0 C A P

Tgl / hari / rawatan S 4 mei 2013 /sabtu/ Batuk (+) ruang kelas III disertai dahak (+),sesak nafas (+),os mengeluh sulit tidur akibat sesak yang timbul pada malam hari sekitar jam 2,3

PF: Mata :konj.palp.inf (-/-) Telinga,mulut,leher:

34

malam, nyeri dada (+),pola makan pasien seperti biasa Thorak I: simetris (), retraksi ( ) P: SF kanan ( ), kiri ( ) P: /

A: Ves (+/+),Rh (+ /+),Wh (-/-)

Abdomen NT (+), Hepar ( +)

Peristaltic (+) ,timpani Ektremitas:

35

5 /minggu/2013/ ruang kelas III

mei

Vital sign: Kes : TD:120/10mmhg N: 80 x/menit RR: 22 x/menit T: 37 0 C

PF: Mata :konj.palp.inf (-/-) Telinga,mulut,leher:

Thorak I: simetris (), retraksi ( ) P: SF kanan ( ), kiri ( ) P: /

A: Ves (+/+),Rh (+/+),Wh (/-)

Abdomen NT (+), Hepar (+)

Peristaltic (+),timpani Ektremitas:

6 mei 2013/senin/ Sesak (-) ruang kelas III Batuk(-) Nyeri dada (-)

Vital sign: Kes : TD:120/82mmhg

Os mengatakan N: 54 x/menit bahwa keluhan RR: 20 x/menit nya sudah T: 36,5 0 C

36

membaik atau berkurang PF: Mata :konj.palp.inf (-/-) Telinga,mulut,leher :

Thorak I: simetris (), retraksi ( ) P: SF kanan ( ), kiri ( ) P: /

A: Ves (+/+),Rh (+/+),Wh (/-)

Abdomen NT (+), hepar (+)

Peristaltic (+), timpani Ektremitas:

37

BAB III KESIMPULAN

38

Anda mungkin juga menyukai