Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA 1.

Pendahuluan Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan organ yang esensial, kompleks dan sensitif serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Selain itu, kulit juga sangat mudah memberikan suatu manisfestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh.1 Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap faktor eksogen dan eksogen, menimbulkan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan dissertai rasa gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa. Dermatitis bersifat residif dan menjadi kronis. 1 Dermatitis kontak terhadap nikel semakin lama semakin sulit untuk dihindari, karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan sehari-hari dan secara terus menerus. Yang paling sering ditimbulkan oleh nikel adalah dermatitis kontak alergi nikel, yang sering bersifat kronik dan residif karena sekali seseorang tersensitisasi oleh nikel, maka sepanjang hidupnya orang tersebut akan sensitif terhadap nikel dan tidak ada satupun area dari tubuh yang tidak rentan terhadap nikel. 2 Nikel adalah suatu unsur kimia dengan simbol kimia Ni dan nomor atom 28.10,13 Nikel berwarna putih keperakan dan berkilau. Karena sifatnya yang tahan korosi dan mudah bercampur dengan logam-logamnya, maka nikel banyak sekali digunakan pada berbagai macam peralatan. 3,4 Selama beberapa dekade terakhir ini, nikel merupakan penyebab alergi yang paling sering terdeteksi melalui pemeriksaan uji tempel di seluruh dunia. Dermatitis kontak nikel secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, terutama mempengaruhi gaya hidup dan pekerjaan penderita seperti mempengaruhi penampilan penderita maupun menghambat pekerjaannya. Nikel dapat dengan mudah dijumpai dimana saja, dalam air minum, makanan, perhiasan, koin, bingkai kacamata, tambalan gigi dan prostesis, kancing, resleting, alat-alat rumah tangga maupun pens yang digunakan pada fraktur tulang. 3

II. Patogenesis Dermatitis Kontak Nikel Seperti yang kita ketahui selama ini bahwa patogenesis dermatitis kontak alergi nikel diperantarai oleh sel Th1 tetapi belakangan ini diketahui bahwa ternyata sel Th2 juga berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel. 5 Nikel yang pada jalur ini berperan sebagai hapten, ketika kontak dengan kulit dan masuk melalui stratum korneum kemudian akan berikatan dengan protein karier untuk selanjutnya akan ditangkap oleh antigen precenting cell dan diproses sehingga menjadi fragmen peptida dan kemudian dipresentasikan ke permukaan antigen precenting cell bersama-sama dengan MHC sehingga dikenali oleh limfosit T yang diinduksi nikel atau nickel-induced lymphocyte T yang akan berproliferasi dan mensekresikan sitokin, terutama sitokin IL-5 yang merupakan mediator spesifik pada dermatitis kontak nikel. 3,5 Menurut Sanderson (1992), IL-2 yang diproduksi oleh limfosit Th1 yang berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel ini ternyata dapat menginduksi produksi IL-5 oleh limfosit Th2 yang ternyata juga berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel ini. 5,6 Literatur lain berpendapat bahwa paparan nikel pada kulit dapat merangsang terjadinya respon imun yaitu yang terjadi pada saat terjadi kontak langsung antara nikel dan permukaan kulit dimana nikel-nikel tersebut akan berikatan dengan molekul- molekul endogen dan sel-sel sitotoksik yang mengakibatkan peningkatan regulasi molekul-molekul adhesi. Paparan dalam dosis yang rendah saja sudah dapat menyebabkan perubahan metabolisme limfosit, sehingga semakin lama dan seringnya paparan maka semakin besarnya perubahan metabolisme limfosit. 3 Czarnobilska memaparkan bahwa patogenesis dermatitis kontak nikel dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu nikel berikatan dengan protein ekstraseluler dan kemudian oleh antigen precenting cell (APC) akan disajikan sebagai molekul MHC klas II yang akan mengaktifkan limfosit CD4+ untuk memproduksi semakin banyak IL-5, nikel akan berpenetrasi kedalam sel dan berikatan dengan protein intraseluler dan selanjutnya disajikan sebagai molekul MHC klas I yang meningkatkan aktivitas limfosit CD8+ sehingga produksi sitokin meningkat, atau nikel dapat juga berperan sebagai superantigen dengan cara berikatan dengan molekul MHC Klas II dan menyebabkan peningkatan proliferasi limfosit melalui ikatannya dengan reseptor TCR. 2 2

III.

Gambaran klinis Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada stadium akut, kelainan di epidermis berupa vesikel atau bulla, eritema, edema intrasel. Kelainan pada stadium subakut hampir sama seperti stadium akut, jumlah vesikel diepidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis, edema didermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas. Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada lagi. 6,7 Kejadian dermatitis kontak alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida. 2 Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buahbuahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata. 5 Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu. 5 IV. Penegakan Diagnosis 3 umumnya oleh bahan pengharum. 5

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. A. Anamnesis Kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan Gejala yang dialami gatal Riwayat pekerjaan Riwayat pengobatan: obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi. Riwayat penyakit: penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis). B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, udema, papula dan vesikula yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang basah. Lokasi lesi biasanya pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan pada penderita yang sensitif dapat meluas. Dalam membantu penegakan diagnosis dikenal istilah regional diagnosis. Bagian-bagian tubuh tertentu sangat mudah tersensitisasi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, misalnya: kelopak mata, leher dan genital, sedangkan pada bagian tubuh yang kulitnya tebal agak sulit terjadi DKA, seperti telapak tangan, telapak kaki dan kulit kepala. Bila terjadi kontak pada daerah itu, maka daerah yang berbatasan yang kulitnya tipislah yang mengalami dermatitis. C. Pemeriksaan Penunjang Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika 4

sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe cresendo). Kriteria hasil pembacaan uji tempel: a. b. c. V. + eritema, infiltrat ringan, nonvesikelar (positif lemah) ++ eritema, edema, infiltrasi, vesikel (positif kuat) +++ bula, ulkus (reaksi ekstrim)

Penatalaksanaan

A. Pengobatan topikal Kortikosteroid Mempunyai peranan penting dalam system imun. Pemberian topical akan menghambat reaksi aferan dan eferen antifen dari dermatitis kontak alergika. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. pemberian steroid topical pada kulit menyebabkan hilangnya molkeul CD1 dan HLA-DR sel alngerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5%, halcinoid dan triasminolon astenoid. Efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit, dan erupsi akneiformis. Radiasi ultraviolet Paparan ultraviolet dikulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans, sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya dan dapat menekan reaksi peradangan dan imunitas. Antibiotika dan antimikroba Superinfeksi dapat diakibatkan oleh S, areus beta dan alfa hemolitikus candida spp. Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit, Pada keadaan superinfeksi dapat diberikan antibiotika (gentamicin) dan antimikroba (clotrimazole) dalam bentuk topikal. B. Pengobatan Sistemik 5

Antihistamin Tujuan pemberiasn antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya yaitu mengontrol rasa gatal. Kortikosteroid Diberikan pada kasus sedang atau berat, secara peroral, intarmuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednisone dan prednisolone. Kortikosteroid bekerja engan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat IL-1, TNF-a dan MCAF. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampinggnya terutama pertambahan berrat badan, gnagguan gastroinstentinal dan perubahan psikologis.

LAPORAN KASUS I. Identitas penderita Nama Umur Jenis kelamin Suku Agama Alamat No CM II. Anamnesis a. b. Keluhan utama : Bercak hitam disertai gatal di kaki kanan sejak 2 bulan yang lalu Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUZA dengan keluhan adanya bercak kehitaman disertai gatal pada kaki kanan sejak 2 bulan yang lalu. pasien mengaku bercak hitam tersebut timbul setelah operasi pengangkatan pen yang dilakukan 2 bulan yang lalu. Paien mengaku jika setahun yang lalu dilokasi yang sama pasien pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kaki kanannya patah, kemudian atas saran dokter ahli dilakukan tindakan pemasangan pen. 8 bulan setelah pemasangan pen tersebut, tidak ada keluhan kulit yang timbul dilokasi tersebut.. Keluhan timbul sejak 5 hari setelah pen dilepas, Awalnya bercak timbul pertama kali berwarna merah, namun perlahan-lahan ruam berubah menjadi hitam, diikuti bagian yang gatal hanya kecil, Gatal dirasakan terus-menerus. sehingga pasien sering menggaruk bercak yang gatal tersebut. Bercak hanya timbul di sekitar lokasi pemasangan pen tersebut. Pasien mengaku tidak mngetahui apa yang menyebabkan keluhan gatal ini. Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi, baik terhadap obat, makanan, maupun ketika menggunakan benda-benda seperti jam tangan, dan sebagainya. sebelumnya pasien pernah berobat ke : Tn. B : 72 tahun : laki-laki : aceh : islam : Neusu Jaya lr. Gembira no 88 : 75 57 71

Tanggal pemeriksaan: 13 juni 2012

dokter, dan hanya diberikan obat salap mikonazol dilokasi tersebut selama 2 bulan. c. d. e. III. Riwayat penyakit dahulu: pasien pernah mengalami patah kaki kanan Riwayat pemakaian obat: pasien pernah memakai obat salap mikonazol sejak 2 bulan yang lalu Riwayat penyakit keluarga: disangkal

Pemeriksaan fisik A. Keadaan umum a. Kesadaran b. GCS c. Tekanan darah d. Frekuensi jantung e. Frekuensi nafas f. Temperatur B. Status general a. Kulit b. Turgor c. Sianosis d. Edema C. Kepala a. Bentuk b. Rambut c. Mata d. T/H/M D. Leher a.Inspeksi b. Palpasi : Simetris : Pembesaran kelenjar KGB (-) : kesan normosefali : putih : Dbn : Dbn : sawomatang : kembali cepat : (-) : (-) : Compos mentis : E4M6V5=15 : tidak diperiksa : tidak diperiksa : 22x/menit : 36.5 0C

E.

Thorax Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan

F.

Ekstremitas : Superior Kanan Kiri Sianosis Oedema Fraktur Paresis Inferior Kanan Kiri -

G.

Status dermatologis :

Regio curris dextra tampak patch hiperpigmentasi batas tegas dengan tepi regular, bagian atas ditutupi squama kasar, terdapat erosi, scar single, asimetris, lokalisata

IV . RESUME Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUZA dengan keluhan adanya bercak kehitaman disertai gatal pada kaki kanan sejak 2 bulan yang lalu. pasien mengaku bercak hitam tersebut timbul pada saat setelah operasi pengangkatan pen yang dilakukan 2 bulan yang lalu. Paien mengaku jika setahun yang lalu dilokasi yang sama pasien pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kaki kanannya patah, kemudian atas saran dokter ahli dilakukan tindakan pemasangan pen. 8 bulan setelah pemasangan pen tersebut, tidak ada keluhan kulit yang timbul dilokasi tersebut.. Keluhan timbul sejak 5 hari setelah pen dilepas, Awalnya bercak timbul pertama kali berwarna merah, namun perlahan-lahan ruam berubah menjadi hitam, 10

diikuti bagian yang gatal hanya kecil, Gatal dirasakan terus-menerus. sehingga pasien sering menggaruk bercak yang gatal tersebut. Bercak hanya timbul di sekitar lokasi pemasangan pen tersebut. Pasien mengaku tidak mngetahui apa yang menyebabkan keluhan gatal ini. Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi, baik terhadap obat, makanan, maupun ketika menggunakan benda-benda seperti jam tangan, mikonazol dilokasi tersebut selama 2 bulan. V Diagnosis banding 1. 2. 3. Dermatitis kontak alergika et causa Metal Dermatitis Stasis Post inflammatory hiperpigmentasi dan sebagainya. sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter, dan hanya diberikan obat salap

VI. Diagnosis sementara Dermatitis kontak alergika et causa Metal VII. Planning therapy a. b. Sistemik Mehibdrolin napadisilat 50 mg 3x1 selama 5 hari Topical Tyamicin 2% digunakan pada pagi hari Asam salisilat 3% digunakan malam hari

VIII. Kontrol Poly Tanggal (20 juni 2012)

11

S/ Bercak-bercak kehitaman, diikuti rasa gatal ditemukan kaki kanan sejak 2 bulan yang lalu O/ Region Cruris dextra tampak patch hiperpigmentasi berbatas tegas, batas regular, terdapat erosi, scar, asimetris, single, lokalisata. A/ Dermatitis kontak alergika et causa metal

P/ Sistemik Mehibdrolin napadisilat 50 mg 3x1 selama 5 hari Topical Tyamicin 2% digunakan pada pagi hari Asam salisilat 3% digunakan malam hari 12

DISKUSI Pasien pada kasus ini kemungkinan besar terpapar nikel melalui pen (implant) yang dipasang oleh dokter ahli pada kaki kanan nya. Hal ini terlihat dari lesi yang hanya tampak pada daerah cruris dextra (lokalisata). Pen atau implant mengandung bahan allergen yang mengakibatkan timbulnya reaksi alergi 1. Hubungan Penggunaan Pen (Implant) dengan Reaksi Hipersensitivitas. Implant merupakan istilah yang digunakan untuk logam yang ditanamkan ke dalam tubuh untuk mengatasi tulang yang rusak atau patah. Logam yang digunakan ini haruslah memiliki sifat-sifat tertentu yang dapat mendukung ketika digunakan sebagai implant ke dalam tubuh. Sifat ini disebut biokompatibilitas logam implant. Artinya logam yang diimplankan ke dalam tubuh tidak mengalami reaksi penolakan, sehingga saat bahan ini dimasukkan ke dalam tulang, maka badan tidak menganggap sebagai bahan asing. Jadi tidak semua logam yang bisa dijadikan implant karena banyak hal yang harus dipertimbangkan demi keamanannya bagi tubuh pasien. Aman atau tidak amannya logam yang digunakan untuk menyambung tulang sangat ditentukan oleh sifat tersebut. Pemakaian alat implan di dalam tubuh harus memenuhi syarat mekanis dan non mekanis. Syarat mekanis berupa daya pakai yang lama dan kekuatan bahan implan, sedangkan syarat non mekanis, yaitu memiliki ketahanan korosi, ketahanan aus dan biokompatibilitas yang baik. Penggunaan alat implan yang berupa logam di dalam tubuh memiliki efek samping, yaitu menyebabkan pembengkakkan dan rasa sakit di sekitar tulang. Hal ini disebabkan oleh reaksi korosi logam dalam cairan tubuh.. Logam yang memiliki sifat biokompatibilitas adalah logam implan dalam tubuh tidak ditolak tubuh, tidak menimbulkan alergi, dan dapat menyatu dengan jaringan, seperti jaringan tulang. Nikel atau logam yang pada jalur ini berperan sebagai hapten, ketika kontak dengan kulit dan masuk melalui stratum korneum kemudian akan berikatan dengan protein karier untuk selanjutnya akan ditangkap oleh antigen precenting cell dan diproses sehingga menjadi fragmen peptida dan kemudian 13

dipresentasikan ke permukaan antigen precenting cell bersama-sama dengan MHC sehingga dikenali oleh limfosit T yang diinduksi nikel atau nickel-induced lymphocyte T yang akan berproliferasi dan mensekresikan sitokin, terutama sitokin IL-5 yang merupakan mediator spesifik pada dermatitis kontak nikel. Paparan nikel pada kulit dapat merangsang terjadinya respon imun yaitu yang terjadi pada saat terjadi kontak langsung antara nikel dan permukaan kulit dimana nikel-nikel tersebut akan berikatan dengan makromolekul-makromolekul endogen dan sel-sel sitotoksik yang mengakibatkan peningkatan regulasi molekulmolekul adhesi. Paparan dalam dosis yang rendah saja sudah dapat menyebabkan perubahan metabolisme limfosit, sehingga semakin lama dan seringnya paparan maka semakin besarnya perubahan metabolisme limfosit.3,7 Stainless steel, cobalt-chromium alloy, dan titanium (murni) serta titanium alloy (titanium campuran), adalah bahan logam yang sering digunakan. Bahan logam biokompatibel lain yang digunakan di klinik adalah tantalum dan nitinol (nickel-titanium alloy). Semua bahan yang ada memiliki sifat dasar mekanik, korosif, dan biokompatibilitas yang dapat diterima untuk penggunaan di klinik sebagai bahan implant. Namun berdasarkan penelitian, logam yang paling baik adalah titanium karena sifat biocompatible dan bioinner-nya yang paling baik serta resisten terhadap korosi (tidak berkarat). 2. Penyebab terjadinya hiperpigmentasi pada kulit. Merupakan bentuk dari dermatitis kontak alergi karena pen (implant). fase sensitisasi terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadil proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal 14

antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL- 2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik. Fase elisitasi, apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. 3. Penyeab rasa gatal Hal ini terjadi akibat respon mediator-mediator histamine, faktor2 kemotaktik, PGE2, PGD2, leukotrin B4 yang dilepaskan oleh sel mast dalam respon alergika.

Rangkuman Proses Terjadinya Manifestasi Klinis 15

Prosthesis (sensitizer) Berpenetrasi ke dalam kulit Berkonjugasi dengan protein kulit

Sensity phase

Membentuk hapten carrier complex (antigen lengkap) Antigen difagosit dan diproses oleh sel Langerhans/sel dendritik menjadi peptid

Mengaktifkan dan mematangkan sel Langerhans epidermis dan atau sel denrtitik dermis Sel Langerhans bermigrasi ke KGB regional dan di tempat tersebut antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang speifik terhadap antigen tersebut dari darah dan limfa
Sel T berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel Th effektor dan Th I memory sel Th effektor dan Th I memory kembali ke kulit dan aliran darah

Pajanan kedua

Peptid akan dikenal oleh sel Th1 memory dan Th1 effector melepas IL (IL1, IL 6, TNF alpha, IFN gamma, GMCSF) (24-48 jam)

Elisitasi phase

Semuanya mengaktivasi sel T dan IL 1 juga menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid


Eikosanoid mengaktifkan sel mast dan makrofagdan IL 1 juga menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid Sel mast yang berada d dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan histamine, faktor2 kemotaktik, PGE2, PGD2, leukotrin B4

Dilatasi vaskulardan

Rasa gatal

Leukotrine, PG merubah aktivitas dari melanosit Peningkatan produksi melanosit Hiperpigmentasi

mean permeabilitas shg molekul larut spt komplemen dan kinin mudah berdifusi kedalam dermis dan epidermisdan IL 1 juga menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid

Diagnosa banding pada pasien ini meliputi dermatitis stasis, dan juga post 16

inflammatory hiperpigmentasi, hal ini dididasarkan dari:

1.

Dermatitis Stasis Dermatitis stasis merupakan penyakit inflamasi kulit yang sering terjadi di

ekstremitas bawah (tungkai) pada pasien dengan insufiensi vena. Penyakit ini menyerang usia pertengahan dan usia lanjut. Salah satu penyebab keadaan inusufiensi vena adalah trauma, dan pembedahan (surgery). Pada keadaan insufiensi vena terjadi peningkatan hidrostastik pada vena sehingga terjadi kebocoran fibrinogen kedalam dermis. Fibrinogen ini akan berplomirasi membentuk selubung fibrinogen perikapiler dan interstitial sehingga menghalangi difus oksigen dan nutrisi ke kulit.akhirnya tejadi kematian sel. Pengkatan tekanan vena akan menyebabkan pelebaran vena, varises, dan edema. Lama kelamaan kulit berwarna kehitaman dan timbul purpura akibat ekstravasasi eritrosit ke dermis.serta hemosiderosis. Pada beberapa kasus, terjadinya dermatitis kontak baik alergika maupun iritan dapat bersamaan dengan dermatitis stasis.

Dermatitis Stasis 2. Post inflammatory hiperpigmentasi Postinflammatory hiperpigmentasi (PIH) adalah merupakan gejala sisa dari gangguan kulit serta berbagai intervensi terapeutik .Ini kelebihan yang diperoleh dari pigmen dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, cedera 17

mekanik, reaksi terhadap obat, fototoksik, trauma (misalnya, luka bakar), dan penyakit inflamasi (misalnya, lichen planus , lupus eritematosus , dermatitis atopik ). Distribusi dari lesi hypermelanotic tergantung pada lokasi inflamasi dermatosis asli. Warna lesi berkisar dari cahaya coklat sampai hitam, dengan penampilan cokelat lebih ringan jika pigmen berada dalam epidermis (yaitu, epidermis melanosis) dan penampilan yang lebih gelap abu-abu jika lesi mengandung melanin kulit (yaitu, melanosis dermal). Postinflammatory hiperpigmentasi dapat terjadi dengan proses berbagai penyakit yang mempengaruhi kulit. Proses ini meliputi reaksi alergi, infeksi, trauma, dan letusan fototoksik Photothermolysis laser fraksional sesekali menginduksi hiperpigmentasi postinflammatory.

Post Inflammatory Hiperpigmentasi Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ddidapatkan bercak hitam disertai gatal pada kaki kanan pasien, hal tersebut sesuai dengan teori, dimana biasanya pada dermatitis kronis ditemukan gambaran makula hiperpigmentasi. Pada pasien ini dicurigai penyebab terjadinya bercak hitam disebabkan oleh paparan bahan yang bersifat allergen, dalam hal ini pen (implant) yang pernah ada dikaki kanan pasien. Khusus untuk dermatitis kontak alergika, biasanya ruam hanya terkolisir pada daerah yang terkena bahan allergen saja, pada kasus ini bercakhanya terlokalisr pada lokasi dimana pernah dipasang pen ( kaki kanan). 18

Diagnosis dermatitis kontak alergika metal seharusnya ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemriksaan penunjang. Seharunsnya pemriksaaan penunjang yang dilakukan adalah dengan melakukan patch test (uji tempel) dengan menggunakan bahan yang dicurigai menjadi allergen. Namun pada pasien ini tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki pasien (pasien harus berobat ulang ke poly bedah). Diagnosa banding pada pasien salah satunya adalah dermatitis statis, hal ini didasarkan dari anamnesa, dimana pasien mempunyai riwayat trauma dan pernah dilakukan pembedahan (pemasangan pen) pada kaki kananya. Terdapat korelasi antara riwyat trauma dan pembedahan (surgery) dengan penyebab dermatitis statis salah satunya adalah trauma, dan pembedahan (surgery). Penulis berasumsi jika telah terjadi insufiensi vena yang menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi ekstremitas bawah, dimana gejala yang ditimbulkan oleh insufiensi vena (dermatitis stasis) sama, yaitu terbentuknya ruam hipopigmentasi pada lokasi pembedahan. Menjadikan Post inflammatory hyperpigmentation sebagai salah satu diagnosa banding pada kasus ini berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik, dimana ditemukan bentuk ruam makula hipopigmentasi. Secara teori terjadinya bentuk ruam hipopigmentasi adalah kelebihan pigmen dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit. Penatalaksanaan kasus ini, pasien diedukasikan untuk tidak melakukan tindakan invasive (menggaruk) karena hal ini dapat memperparah kondisi lesi serta dianjurkan untuk minum obat secara teratur. Pemberiaan obat antihistamin bertujuan untuk menghilangkan gejala simptomatis agar pasien merasa nyaman. Pengobatan secara topikal diberikan tyamicin (Thiamphenicol) dan asam salisilat 3 %.

19

Referensi 1. Djuanda, A dkk. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Trihapsoro, I. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran USU 3. Kazmi AH, Khan MS, Editorial Nickel dermatitis, Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2011; 21: 1-3. 4. Marist Ai. Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan Pada Logam Stainless Steel 316 Untuk Meningkatkan Ketahanan Korosi. Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor 2011:1 5. Hogan, 2010 6. Zug, KA et al. 2009. Patch-test results of the North American Contact Dermatitis Group 2005-2006. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19470301 7. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw Hill; 2005. 8. Baratawidjaja, Karen garna. 2006. Imunologi Dasar Edisi 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 9. Wolff, K et al. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. D. 2010. Allergic Contact Dermatitis. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1049216-overview. Last updated: 3 Juni

20

Anda mungkin juga menyukai