Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang dan Masalah

1. Latar Belakang Sampai saat ini lebih dari tiga puluh tahun Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

khususnya kesehatan masyarakat. Upaya-upaya berupa peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang efektif, efisien serta terjangkau oleh masyarakat pun telah diperkenalkan sehingga memunculkan intervensiintervensi untuk mengatasi masalah kesehatan khususnya ibu dan anak (Depkes RI, 2003).

Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, kematian bayi dan panjangnya umur harapan hidup. Sampai saat ini, kematian ibu masih merupakan masalah prioritas di Indonesia (Depkes RI, 2008)

Prioritas pembangunan kesehatan juga diarahkan pada upaya penurunan angka kematian bayi dan balita. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat secara mandiri dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, peningkatan sumber daya manusia dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan (Suswanti, 2004).

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan sedini mungkin, terutama sejak bayi masih dalam kandungan dan saat kelahiran yang harus dilakukan oleh seorang ibu yang disebut perawatan antenatal, dan ini berpengaruh erat dengan tingkat kematian bayi. Millenium Development Goals MDGs adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan (Saifudin, 2010).

Salah satu tujuan MDGs yaitu menurunkan Angka Kematian Balita sebesar dua pertiga dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2015. Indikator angka kematian balita yang paling penting adalah angka kematian bayi. Angka kematian bayi adalah salah satu indicator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat. Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah juga dapat dilihat dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup (Saifudin, 2010).

Pada beberapa decade belakangan ini, Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan dalam upaya penurunan angka kematian

bayi. Pada tahun 1990, Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 51 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini turun menjadi 57 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1995, dan menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005.(UNDP,2005)

Meskipun

angka

pencapaian

penurunan

kematian

telah

begitu

menggembirakan, namun tingkat kematian di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand. Oleh karena itu sampai saat ini, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita tetap merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan kesehatan. (UNDP,2005)

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003, angka kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi 35 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu alat untuk menilai keberhasilan program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan adalah dengan melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. WHO mengestimasi bahwa 5 juta anak berusia dibawah 1 bulan meninggal setiap tahunnya. Hal ini sering terjadi di negara berkembang. Penyebab neonatal ini sangat sulit dijelaskan, karena di negara berkembang para ibu enggan untuk memerikasakan kesehatan anaknya ke balai kesehatan masyarakat. Sebagian besar bayi yang lahir mati atau meninggal pada bulan pertama kehidupannya terjadi di Negara berkembang.

Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator sosial yang sangat penting untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan kematian bayi dan untuk melihat status kesehatan ibu dan anak (Kosim. M, 2003). Di seluruh dunia, 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama yang disebabkan komplikasi BBLR. Kurang lebih 99% kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini/deteksi dini dan pengobatan tepat pada antenatal (Leonardo, 2008).

Berdasarkan

organisasi

kesehatan

dunia

atau

World

Health

Organization (WHO) menyebutkan bahwa sekitar 23% seluruh kematian neonatus disebabkan oleh asfiksia neonatorum dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Asfiksia neonatorum merupakan penyebab ketiga kematian setelah prematur dan infeksi (Arixs, 2006).

Indonesia pada saat ini masih menghadapi berbagai kendala dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya dalam bidang kesehatan. Hal ini tampak dari masih tingginya angka kematian neonatal. Menurut data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menyebutkan penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia (27%) yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah BBLR. Berdasarkan penelitian di Kota Cirebon yang dilakukan oleh Ella tahun 2004-2005 di Puskesmas, bahwa dari 44.000 kelahiran hidup setiap tahunnya, 500 bayi (2,1%) diantaranya mengalami kematian neonatal dan sebanyak 260 (28,8% kematian tersebut diakibatkan oleh asfiksia (Depkes, 2004). Sama halnya dengan Sumatera Utara, angka kematian bayi 166.500

dan yang menderita Asfiksia sebanyak 43.956 bayi (26,4%) (Dinkes Medan, 2008).

Kematian neonatal dini lebih banyak disebabkan secara intrinsik dengan kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah persalinan. Demikian halnya dengan asfiksia neonatorum pada umumnya disebabkan oleh manajamen persalinan yang tidak sesuai dengan standar dan kurangnya kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. Kurangnya asupan kalori dan nutrisi pada saat masa kehamilan juga dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia. Hampir tiga per empat dari semua kematian bayi baru lahir dapat dicegah apabila ibu mendapatkan nutrisi yang cukup, pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga kesehatan yang profesional (Leonardo, 2008).

Angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan oleh asfiksia masih tinggi, oleh karena itu asfiksia memerlukan intervensi dan tindakan resusitasi segera setelah lahir untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Di negara maju ataupun negara berkembang tersedia sarana resusitasi dasar dan tenaga kesehatan yang kurang terampil melakukan resusitasi bayi. Padahal resusitasi dasar yang efektif dapat mencegah kematian bayi baru lahir dengan asfiksia sampai 3/4-nya (Wayan, 2006).

Di Indonesia dilakukan berbagai upaya dalam menurunkan angka kematian BBL diakibatkan asfiksia salah satunya dengan cara melakukan suatu pelatihan keterampilan resusitasi kepada para tenaga kesehatan agar lebih terampil dalam melakukan resusitasi dan menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan (Dinkes Medan, 2008).

Berdasarkan survey pendahuluan dari Medical Record RSU. Dr. F. L. Tobing Sibolga tahun 2008, bayi baru lahir dengan asfiksia sebanyak 130 bayi (22,76%) dari 571 persalinan spontan maupun sectio Caecarea dan sebanyak 30 bayi (23,1%) yang meninggal diakibatkan asfiksia berat terutama pada bayi yang lahir prematur.

Status kesehatan masyarakat di wilayah Puskesmas Tataan jika ditinjau melalui tolak ukur kasus kematian ibu selama 3 tahun terakhir mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil Audit Maternal Perinatal yang dilakukan oleh koordinator Kesga Puskesmas Tataan. Tahun 2009 tidak ada kasus kematian ibu , tahun 2010 terjadi 1 kematian ibu dari 1469 kelahiran hidup dan tahun 2011 kasus kematian ibu ada 2 dari 1.475 kelahiran. Indikator Indonesia sehat tahun 2010 yaitu 150/100.000 KH atau 15/10.000 KH, tahun 2009-2011 jumlah kematian ibu diwilayah Puskesmas Tataan dibawah indikator Indonesia Sehat tahun 2010.

Mortalitas umumnya digambarkan dengan indikator Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) serta kasus kematian balita. Pada tahun 2011 tidak terjadi kasus kematian ibu sedangkan kasus kematian bayi yang terjadi pada tahun 2011 adalah sebanyak delapan kasus, kematian bayi paling banyak disebabkan oleh kelainan bawaan dan Intra Uteri Faetal Death (IUFD) dan kelainan bawaan (kongenital) masingmasing sebanyak 3 kasus. Kasus kematian balita juga tidak dijumpaii sepanjang tahun 2011 (Profil puskesmas gedong tataan, 2011).

Kasus kematian bayi yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Gedong Tataan tahun 2011 sebanyak delapan kasus ini masih sama bila

dibandingkan tahun sebelumnya dimana pada tahun 2010 terjadi delapan kematian bayi. Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap program Kesehatan Ibu dan Anak khusunya tentang angka kematian bayi di Puskesmas Tataan.

2. Rumusan Permasalahan

Adanya Angka Kematian Bayi yang mengalami fluktuasi sejak tahun 2009 2011 dibarengi dengan ketidak pencapaian target Standar Pelayanan Minimal Program Kesga - KIA Puskesmas Tataan Januari 2012 Juli 2012, ada beberapa masalah kesenjangan dan ketidakmampuan yang menjadi sumber dampak terjadinya fluktuasi Angka Mortalitas Bayi ini.

B. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Tujuan umum Dipahaminya Program Kesga KIA, Kesehatan Ibu dan Anak dan derajat kesehatan Angka Mortalitas Bayi sebagai dampak dari Program KIA di Wilayah Kerja Puskesmas Tataan periode Januari 2012 Juli 2012 mulai dari perencanaan sampai evaluasi program, secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan pada masyarakat serta tercapainya derajat kesehatan yang optimal. b. Tujuan Khusus 1. Identifikasi masalah dari pelaksanaan Program Kesga KIA, Kesehatan Ibu dan Anak dan derajat kesehatan Angka Mortalitas Bayi sebagai dampak dari Program KIA di Wilayah Kerja Puskesmas Tataan periode Januari 2012 Juli 2012 2. Analisis penyebab masalah dengan metode fishbone pada input, proses dan lingkungan dari Program Kesga KIA, Kesehatan Ibu dan Anak dan derajat kesehatan Angka Mortalitas Bayi sebagai dampak dari Program KIA di Wilayah Kerja Puskesmas Tataan periode Januari 2012 Juli 2012.

3. Menentukan alternatif pemecahan masalah dari Program Kesga KIA, Kesehatan Ibu dan Anak dan derajat kesehatan Angka Mortalitas Bayi sebagai dampak dari Program KIA di Wilayah Kerja Puskesmas Tataan periode Januari 2012 Juli 2012

2. Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis dapat mengaplikasikan ilmu kedokteran komunitas mengenai evaluasi pelaksanaan Program Kesga KIA, Kesehatan Ibu dan Anak dan mengetahui derajat kesehatan Angka Mortalitas Bayi sebagai dampak negatifnya. 2. Bagi masyarakat dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian bayi. 3. Bagi Puskesmas Tataan dapat diketahuinya permasalahan yang ada pada pelaksanaan Program Kesga KIA, Kesehatan Ibu dan Anak yang berdampak pada peningkatan atau fluktuasi Angka Mortalitas Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Tataan periode Januari 2012 Juli 2012 serta dapat dicari alternatif pemecahan masalah. 4. Bagi pengambil kebijakan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran Lampung dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka penurunan angka mortalitas bayi melalui program KIA. 5. Bagi penulis selanjutnya dapat menjadi acuan penulisan dalam mengevaluasi pelaksanaan program yang dilakukan oleh puskesmas

Anda mungkin juga menyukai