Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud a. Mengetahui berbagai macam jenis wireline log seperti log gamma ray, log SP, log resistivitas, log neutron, log densitas, log caliper, dan log PEP. b. Mengetahui litologi dan formasi bawah permukaan suatu daerah cekungan sedimen. c. Mengetahui suatu zona reservoir yang mengandung potensi hidrokarbon. d. Mengetahui kandungan fluida pada suatu zona reservoir. e. Mengetahui lingkungan pengendapan serta geometri dari suatu formasi ataupun suatu reservoir. 1.1.2 Tujuan a. Dapat membaca berbagai macam jenis wireline log seperti log gamma ray, log SP, log resistivitas, log neutron, log densitas, log caliper, dan log PEP. b. Dapat menentukan litologi dan formasi bawah permukaan suatu daerah cekungan sedimen. c. Dapat menentukan suatu zona reservoir yang mengandung potensi hidrokarbon. d. Dapat menentukan kandungan fluida pada suatu zona reservoir. e. Dapat menentukan lingkungan pengendapan serta geometri dari suatu formasi ataupun suatu reservoir

BAB II DASAR TEORI


2.1 Pengertian Minyak bumi (Crude Oil) dan gas alam merupakan senyawa hidrokarbon. Rantai karbon yang menyusun minyak bumi dan gas alam memiliki jenis yang beragam dan tentunya dengan sifat dan karakteristik masing-masing. Sifat dan karakteristik dasar minyak bumi inilah yang menentukan perlakuan selanjutnya bagi minyak bumi itu sendiri pada pengolahannya. Hal ini juga akan mempengaruhi produk yang dihasilkan dari pengolahan minyak tersebut. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada periode jangka menengah (2002-2010) diperkirakan meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8% per tahun. Sedangkan pada periode berikutnya (2010-2020), permintaan naik menjadi 106 juta bph dengan pertumbuhan sebesar 17 juta bph. Pengetahuan tentang minyak bumi dan gas alam sangat penting untuk kita ketahui, mengingat minyak bumi dan gas alam adalah suatu sumber eneri yang tidak dapat diperbaharui, sedangkan penggunaan sumber energi ini dalam kehidupan kita sehari-hari cakupannya sangat luas dan cukup memegang peranan penting atau menguasai hajat hidup orang banyak. Sebagai contoh minyak bumi dan gas alam digunakan sebagai sumber energi yang banyak digunakan untuk memasak, kendaraan bermotor, dan industri, kedua bahan bakar tersebut berasal dari pelapukan sisa-sisa organisme sehingga disebut bahan bakar fosil. Minyak bumi ( bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin: petrus ) , dijuluki juga sebagai emas hitam adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi dan gas alam berasal dari 2

jasad renik lautan, tumbuhan dan hewan yang mati sekitar 150 juta tahun yang lalu. Sisa-sisa organisme tersebut mengendap di dasar lautan, kemudian ditutupi oleh lumpur. Lapisan lumpur tersebut lambat laun berubah menjadi batuan karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya. Sementara itu, dengan meningkatnya tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa jasad renik tersebut dan mengubahnya menjadi minyak dan gas. Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan tahun. Minyak dan gas yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori seperti air dalam batu karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke daerah lain, kemudian terkosentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap. Walupun minyak bumi dan gas alam terbentuk di dasar lautan, banyak sumber minyak bumi yang terdapat di daratan. Hal ini terjadi karena pergerakan kulit bumi, sehingga sebagian lautan menjadi daratan. 2.2 Teori Pembentukan Minyak Bumi 2.2.1. Teori Anorganik (Abiogenesis) Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali, yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan bersentuhan dengan CO2 membentuk asitilena. Kemudian Mandeleyev (1877) mengemukakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat adanya pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang lebih ekstrim lagi adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan bahwa minyak bumi mulai terbentuk sejak zaman prasejarah, jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses terbentuknya bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material hidrokarbon dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain. Berdasarkan teori anorganik, pembentukan minyak bumi didasarkan pada proses kimia, yaitu : 3

a. Teori alkalisasi panas dengan CO2 (Berthelot) Reaksi yang terjadi: alkali metal + CO2 karbida karbida + H2O ocetylena C2H2 C6H6 komponen-komponen lain Dengan kata lain bahwa didalam minyak bumi terdapat logam alkali dalam keadaan bebas dan bersuhu tinggi. Bila CO2 dari udara bersentuhan dengan alkali panas tadi maka akan terbentuk ocetylena. Ocetylena akan berubah menjadi benzena karena suhu tinggi. Kelemahan logam ini adalah logam alkali tidak terdapat bebas di kerak bumi. b. Teori karbida panas dengan air (Mendeleyef) Asumsi yang dipakai adalah ada karbida besi di dalam kerak bumi yang kemudian bersentuhan dengan air membentuk hidrokarbon, kelemahannya tidak cukup banyak karbida di alam. 2.2.2.Teori Organik (Biogenesis) Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran kecil yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan permukaan bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme fotosintetik darat dan laut. Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). P.G. Mackuire yang pertama kali mengemukakan pendapatnya bahwa minyak bumi berasal dari tumbuhan. Beberapa argumentasi telah dikemukakan untuk membuktikan bahwa minyak bumi berasal dari zat organik yaitu:

Minyak

bumi

memiliki

sifat

dapat

memutar

bidang

polarisasi,ini disebabkan oleh adanya kolesterol atau zat lemak yang terdapat dalam darah, sedangkan zat organik tidak terdapat dalam darah dan tidak dapat memutar bidang polarisasi. - Minyak bumi mengandung porfirin atau zat kompleks yang terdiri dari hidrokarbon dengan unsur vanadium, nikel, dsb. - Susunan hidrokarbon yang terdiri dari atom C dan H sangat mirip dengan zat organik, yang terdiri dari C, H dan O. Walaupun zat organik menggandung oksigen dan nitrogen. - Hidrokarbon terdapat di dalam lapisan sedimen dan merupakan bagian integral sedimentasi. 2.3 Macam Macam Log Log itu sendiri diartikan sebagai suatu grafik kedalaman (atau waktu) dari satu set yang menunjukkan parameter fisik, yang diukur secara berkesinambungan dalam sebuah sumur (harsono,1997). Data log yang ada pada pengamatan analisis kualitatif adalah Log SP ( Spontaneous potensial ), Log GR ( Gamma Ray ), Log resistivitas, Log RHOB ( Densitas ), dan Log NPHI ( Neutron ). Log SP mempunyai fungsi mengukur perbedaan potensial dari suatu elektroda yang berjalan ( dalam lubang bor ) dengan elektroda yang tetap di permukaan, keterangan elektroda melewati berbagai jenis batuan yang berbeda sifat serta isi kandungannya (Dewan,1983). Log GR digunakan untuk mengukur intensitas radiokaktif yang dipancarkan dari batuan yang didasarkan bahwa setiap batuan memiliki komposisi komponen radioaktif yang berbeda beda. Log SP dan Log GR mempunyai fungsi yang hampir sama, yaitu digunakan untuk membedakan antara batuan reservoir dengan batuan non reservoir serta penting dalam korelasi serta evaluasi kandungan serpih atau shale di dalam suatu formasi. Biasanya Log Sp dan Log GR terletak didalam satu

kolom dengan cara pembacaan memberi garis tengah pada tengah tengah skala ukuran Log SP dan GR tersebut. Bagian kurva yang terletak dibagian kiri dari garis tengah hingga skala terkecil dapat diinterpetasikan sebagai litologi batuan reservoir. Semakin ke kiri kurva tersebut maka nilai porositas serta permeabilitasnya semakin tinggi. Begitu sebaliknya bagian kurva yang terletak dibagian kanan dari garis tengah hingga skala terbesar Semakin dapat diinterpetasikan sebagai litologi batuan non reservoir. ke kanan kurva tersebut maka nilai porositas serta

permeabilitasnya semakin rendah.Log Sp serta Log GR ini juga memiliki fungsi sebagai intrepetasi lingkungan pengendapan. Bentuk kurva kedua log ini memiliki alur yang membentuk suatu bentukan (seperti silinder, irregular, bell shape, funnel shape, simetrikal). Dari bentukan ini dapat diintepetasikan tentang lingkungan pengendapan berdasar litologi yang telah diintrepetasikan tersebut. Log resistivitas mempunyai fungsi untuk mengukur kemampuan batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui batuan tersebut (Thomeer,1948). Resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk mengalirkan arus listrik dan resistivitas tinggi apabila batuan sulit untuk mengalirkan arus listrik. Dari Log resistivitas ini kita dapat mengetahui kandungan fluida yang terdapat pada batuan di bawah permukaan berdasarkan sifa resisitivitas batuan tersebut. Batuan yang mengandung fluida air tawar memiliki harga resistivitas tinggi, serta batuan yang mengandung fluida air asin memiliki harga resistivitas rendah. Log RHOB (densitas) serta Log NPHI (neutron) mempunyai fungsi yang hampir sama yaitu untuk mngetahui besarnya nilai porositas batuan yang ditembus oleh lubang bor serta dapat mendeteksi adanya kandungan hidrokarbon atau air pada suatu batuan. Biasanya Log Sp dan Log GR terletak didalam satu kolom dengan cara pembacaan Log NPHI (neutron) memiliki warna garis biru dengan pembacaan kurva dari kiri ke kanan adalah skala besar menuju ke skala kecil. Untuk Log RHOB 6

(densitas) memiliki warna garis merah dengan pembacaan kurva dari kiri ke kanan adalah skala kecil menuju ke skala besar. Penentuan zona hidrokarbon pada kedua log ini dilakukukan dengan cara penentuan persinggungan kedua Log dengan posisi Log RHOB menyinggung LOG NPHI hingga log RHOB menginggung Log NPHI kembali,Log RHOB berada di sebelah kiri log NPHI (garis merah menyinggung garis biru, serta posisi garis merah berada di sebelah kiri garis biru). Jika jarak garis singgungan Log RHOB dengan Log NPHI besar bisa diintrepetasikan litologi reservoir tersebut mengandung kandungan gas. Jika jarak garis singgungan Log RHOB dengan Log NPHI kecil bisa diintrepetasikan litologi reservoir tersebut mengandung kandungan minyak. 2.4 Fasies Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya. Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992). Menurut Silley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa

faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya : 1. Geometri : a) regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel) b) intra-reservoir dari wireline log ( ketebalan dan distribusi reservoir ) 2. Litologi : dari cutting, dan core ( glaukonit, carboneous detritus ) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP) 3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core. 4. Struktur sedimen : dari core 2.4.1 Model Fasies ( Facies Model ) Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker , 1992). Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagai ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak. Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah : a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework. 8

b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh waktu . c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses respon model. 2.4.2 Facies Sequence Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional ( sea level change ). Sekuen analog dengan litostratigrafi, hanya ada perbedaan sudut pandang. sekuen berdasarkan genetically unit. Ciri-ciri sequence boundary : 1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya. 2. terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun). 3. mempunyai suatu nilai dalam kronostratigrafi. 4. selaras yang berurutan dalam kronostratigrafi. 5. batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening upward. 2.4.3 Asosiasi Fasies Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang 9

membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk. Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi. Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas. Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream berenergi tinggi. a. Asosiasi fasies 1 Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme tidak dapat bertahan. b. Asosiasi fasies 2 Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit " bedded sandsheets"lapisan batu pasit yang membentuk litologi dominan fasies ini. Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka sebagai eolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity 10

tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih acara musiman, kadangkadang innundation didasarkan pada aliran kursus. c. Asosiasi fasies 3 Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, fining upward ( menjadi semakin halus ke arah atas ), berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Braided stream disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini. d. Asosiasi fasies 4 Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shale batu pasir dan batugamping juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut. 2.4.4 Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran ( channel ) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel. Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir ( floodplain ) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah 11 peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah

dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akarakar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah. Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan. Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi. Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu : 1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972]. 2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss, 1963]. 3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].

12

4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955]. Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan. 2.5 Geologi Regional Sumatera Selatan 2.5.1 Fisiografis Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.

13

Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)

2.5.2 Tektonik Regional Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung. Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier (Eosen Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia. Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio Plistosen. Episode pertama, endapan endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut tenggara yang berupa sesar sesar geser.

14

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan batuan Pra Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra Talang Akar. Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut barat daya dan barat laut tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut tenggara sebagai hasil orogenesa Plio Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara selatan dan barat laut tenggara serta pola muda yang berarah barat laut tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera . 2.5.3 Stratigrafi Regional Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan belakang busur ( back arc 15

basin) berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat. Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari batuserpih laut dalam. . Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini

16

berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan konglemerat. Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit. Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Formasi ini memiliki 3 anggota, yaitu : Anggota Tuf Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan lava. Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 800 m. Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding. Butiran didominasi oleh kuarsa. Anggota Tuf Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari 17

tuf dan batulempung tufan berselingan dengan endapan mirip lahar. Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal. Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m 850 m. Formasi Baturaja diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal. Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung 18

tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir Pliosen Awal. Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan ketebalan 850 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal. Sedimen Kuarter merupakan litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.

19

BAB III METODOLOGI


3.1 Tahapan Kerja a. Tahap Persiapan Tahapan yang dilakukan secara garis besar meliputi persiapan alat dan bahan yang berasal dari data lapangan suatu sumur pengeboran. b. Tahap Pengumpulan data Tahap ini merupakan mengumpulkan data dari berbagai macam Log (SP, GR, NPHI, RHOB, Resistivitas) sehingga memudahkan dalam tahap pengolahan data. c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data Merupakan suatu proses pengolahan data yang sudah terkumpul untuk menghasilkan suatu output berupa informasi yang diperlukan. Dalam penelitian ini, dihasilkan data tabel penampang Wireline Log. Dengan pengolahan data, dapat diketahui kondisi bawah permukaan sehingga dapat diketahui posisi reservoir hidrokarbon pada sampelsuatu sumur guna rekomendasi apakah kegiatan eksplorasi hidrokarbon pada lokasi tersebut layak atau tidak.. 3.2 Alat dan Bahan a) Data Wireline Log Berfungsi sebagai objek utama yang dideskripsi guna analisis lapisan batuan penentuan reservoir. b) Alat tulis Berfungsi untuk mengolah data yang diperlukan selama pengamatan. 20

3.3 Diagram Alir Mulai

Tahap Persiapan

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Selesai

21

BAB IV PENGOLAHAN DATA

4.1 Data sebelum Dinalisis

22

4.2 Data Setelah Dianalisis

23

BAB V PEMBAHASAN

Dari data log yang didapat lalu dilakukan analisis serta korelasi berdasarkan kronostratigrafi akan didapatkan data interpretasi litologi, potensi fluida dan hidrokarbon, jenis reservoir serta lingkungan pengendapan. 5.1. Reservoir Untuk penentuan zona reservoir dilakukan berdasarkan pembacaan log gamma ray dan log SP. Log gamma ray yang terletak di sebelah kanan dari batas cut off 9 shale base line merupakan ciri dari batuan yang mempunyai nilai porositas dan permeabilitas yang rendah. Hal ini didukung dengan pembacaan log SP yang mempunyai tidak menunjukkan defleksi dan hanya berbentuk garis lurus saja. Zona reservoir ditunjukkan oleh pembacaan log gamma ray yang berdefleksi ke arah kiri dari cut off ( shale base line ) yang menunjukkan batuan yang porous dan mempunyai nilai permeabilitas yang baik. Pada pembacaan log SP ditunjukkan oleh defleksi log SP yang berkembang ke arah positif untuk zona batuan yang porous dan mempunyai permeabilitas baik. Interpretasi zona reservoir hidrokarbon didasarkan pada pembacaan dari log neutron dan densitas yang menunjukkan adanya separasi akibat kandungan dari suatu fluida. Log neutron dan densitas juga menunjukkan besarnya dan kualitas suatu reservoir. Pada korelasi sumur PT 3, WPT 6, PTD 7, dan PT 2 zona reservoir hidrokarbon terletak pada formasi talang akar dan formasi baturaja. Pada sumur PT 3 reservoir pertama ditemukan di formasi talang akar pada kedalaman 4510 feet dengan litologi berupa

24

batupasir dan kedalaman 4450 dan 4500 dengan litologi berupa limetone pada formasi baturaja. Pada sumur WPT 6 reservoir hidrokarbon batupasir ditemukan pada kedalaman 4430 feet dan pada sumur PTD 7 zona reservoir hidrokarbon batupasir ditemukan pada kedalaman 4360 feet. Sedangkan pada sumur PT 2 zona reservoir hidrokarbon batupasir ditemukan pada kedalaman 4410 feet. 5.2. Lingkungan Pengendapan Interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan data wireline log dapat diketahui dengan bentuk kurva Log SP dan Log GR (Walker, 1992). Berdasarkan interpretasi litologi dan pembacaan log gamma ray dan log SP didapatkan beberapa formasi penyusun dari sumur yang dikorelasi. Litologi paling bawah yang didapatkan pada kedalaman 4800 feet pada sumur WPT 6 berupa granit yang telah terlapukkan. Granit ini juga menunjukkan kenampakan fracture atau rekahan akibat aktivitas tektonik. Pada sumur WPT 6 kedalaman 4410 feet hingga 4810 feet didapatkan litologi berupa shale, sandstone dan perselingan batugamping tipis. Litologi ini kemudian diinterpretasi sebagai bagian dari formasi talang akar sebagai salah satu penyusun cekungan Sumatera Selatan. Pada formasi talang akar ini diprediksi diendapkan pada 2 lingkungan pengendapan yang berbeda. Pada kedalaman 4700 hingga 4810 feet diendapkan di daerah fluvial possibly braided channel dengan anggota litologi yang didominasi berupa blocky sandstone dengan perselingan shale hingga shally sand. Sedangkan pada kedalaman 4410 hingga 4700 feet diprediksi diendapkan pada daerah shallow marine dengan litologi berupa perselingan shale, sandstone, dan limestone. Pada kedalaman 4205 hingga 4450 feet ditemukan formasi yang berbeda yaitu merupakan bagian dari formasi baturaja. Formasi ini dicirikan oleh dominasi batugamping terumbu, shale dan batupasir 25

tipis. Interpretasi formasi ini diperkuat setelah dilakukan korelasi pada sumur PTD 7 pada kedalaman 4230 hingga 4290 feet yang menunjukkan kenampakan batugamping yang tebal yang diprediksi sebagai batugamping terumbu. Formasi baturaja ini diprediksi diendapkan pada daerah laut dangkal dengan fasiesnya berupa reef atau terumbu. Formasi berikutnya yang ditemukan adalah Formasi Gumai. Formasi Gumai ini ditemukan pada kedalaman 4000 hingga 4205 feet pada sumur WPT 6. Formasi Gumai ini beranggotakan shale, dan sandstone serta limestone tipis. Formasi Gumai ini diprediksi diendapkan pada daerah marine terbuka yang dalam dicirikan dengan energi transport yang telah kecil dan energi pengendapan yang hanya mampu mengendapkan material berukuran halus seperti shale. 5.3 Geometri dan distribusi reservoir

Geometri reservoir dapat diprediksi dengan memperhatikan kedudukan sumur yang dikorelasi. Pada sumur PT 3 reservoir hidrokarbon terdapat pada formasi baturaja dan formasi talang akar. Pada formasi baturaja reservoir hidrokarbon terdapat pada 26

kedalaman 4450 dan 4500 feet. Sedangkan pada formasi talang akar berada pada kedalaman 4600 feet. Pada sumur WPT 6 reservoir hidrokarbon ditemukan pada formasi Baturaja dengan kedalaman 4210 feet dengan litologi berupa batugamping dan kedalaman 4440 feet dengan litologi reservoir berupa batupasir. Pada Sumur PTD 7 reservoir hidrokarbon ditemukan pada kedalaman 4540 feet di formasi talang akar dan pada kedalaman 4370 feet pada formasi baturaja dengan litologi berupa sandstone. Pada sumur WPT 2 reservoir hidrokarbon ditemukan pada kedalaman 4410 feet dengan litologi berupa batupasir pada formasi baturaja. Jika dilihat dari pola penyebaran reservoirnya setelah dilakukan korelasi maka dapat diketahui bahwa penyebarannya semakin menipis ke arah sumur PT 2 atau ke arah tenggara. Persebaran batuan dari sumur PT 3, WPT 6 hingga ke PTD 7 menunjukkan penyebaran semakin ke arah laut yaitu semakin ke arah barat daya. Hal ini diinterpretasi dari semakin menebalnya lapisan batugamping ke arah sumur PTD 7. Pada sumur WPT 2 litologi kembali didominasi oleh shale dan batupasir, hal ini disebabkan letak sumur WPT 2 berada lebih ke arah tenggara yang menunjukkan persebaran endapan darat.

27

BAB VI KESIMPULAN dan SARAN

6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum kali ini adalah: a. Hasil kondisi bawah permukaan pada lokasi X adalah pada sumur Juve 1 pada kedalaman 3500 6500 ft memiliki kondisi cadangan air sebanyak 3 zona (asin asin 2 zona,air tawar 1 zona), hidrokarbon gas bumi dengan 3 zona serta 3 zona posisi minyak bumi. b. Letak kandungan fluida berupa air asin pada kedalaman 4400 4600 ft, 5400 5600 ft dan air tawar pada kedalaman 5850 5900 ft. c. Letak kandungan hidrokarbon berupa gas bumi terletak pada kedalaman 3700 3900 ft, 4200 4300 ft, dan 4900 5100 ft d. . Letak kandungan hidrokarbon berupa minyak pada kedalaman 3900 4000 ft, 4300 4400 ft dan 5300 5400 ft. e. Rekomendasi tentang kedudukan yang strategis untuk penentuan titik eksplorasi minyak dan gas bumi adalah eksplorasi minyak pada zona 2 dan zona 3 pada kedalaman 4200 4600 ft serta 4900- 5600 ft

6.2 Saran 1. Dalam pengambilan contoh data yang akan diintrepetasikan sebaiknya data yang asli diambil dari salah satu perusahaan minyak. 2. Skala ukur yang terdapat pada data sebaiknya diperjelas. 3. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan praktikum kemudahan dan keselamatan. agar diberi

28

DAFTAR PUSTAKA
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Penerbit LPP dan Percetakan UNS : Surakarta. Chapman,Richard E.1976.Petroleum Geology a Concise Study.Elsevier Scientific Publishing Company.Amsterdam>Netherlands Dewan,Jhon T.1983. Modern Open-Hole Log Intrepetation.PennWell Publishing Company.Tulsa.Oklahoma. Koesoemadinata,R.P.1980.Geologi Minyak dan Gas Bumi .Edisi ke-2 Jilid 1.Institute Teknologi Bangung.Bandung Anonim.2010.http://mochijar.blogspot.com/2009/02/proses-pembentukanminyak-bumi.html Anonim.2010.http://arghainc.wordpress.com/2008/10/23/syarat-minyakbumi/

29

30

Anda mungkin juga menyukai