Anda di halaman 1dari 9

I. Tinjauan Pustaka 1. Kehamilan Ganda (Gemelli) A.

Definisi Kehamilan ganda (gemelli) adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. B. Etiologi Bangsa, hereditas, umur, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur. Obat klomid dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu tumbuh dan berkembang lebih dari satu. C. Jenis 1. Kehamilan kembar monozigotik Kehamilan kembar yang terjadi dari satu telur disebut kembar monozigotik atau disebut juga identil, homolog, atau uniovuler. Kira-kira sepertiga kehamilan kembar adalah monozigotik. Dan kira-kira sepertiga kehamilan kembar monozigotik mempunyai 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta; kadang-kadang 2 plasenta tersebut menjadi satu. Pada kehamilan kembar mono-amniotik kematian bayi sangat tinggi karena lilitan tali pusat, tapi kehamilan ini jarang terjadi. 2. Kehamilan kembar dizigotik Kira-kira dua pertiga kehamilan kembar adalah dizigotik yang berasal dari 2 telur; disebut juga heterolog, binovuler, atau fraternal. Jenis kelamin sama atau berbeda, mereka berbeda seperti anak-anak lain dalam

keluarga. Kembar dizigotik mempunyai 2 plasenta, 2 korion, dan 2 amnion. Kadang-kadang 2 plasenta menjadi satu. D. Letak dan Presentasi Janin Pada umumnya janin kembartidak besar dan cairan amnion lebih banyak daripada biasa, sehingga sering terjadi perubahan presentasi dan posisi janin. Yang paling sering ditemukan ialah kedua janin dalam letak memanjang dengan presentasi kepala, kemudian menyusul presentasi kepala dan bokong, keduanya presentasi bokong, presentais kepala dan bahu, presentasi bokong dan bahu, dan yang paling jarang keduanya presentasi bahu. E. Diagnosis Diagnosis kembar sering tidak dibuat bukan karena sukar, tetapi karena pemeriksa tidak memikirkan kemungkinan tentang hal tersebut. Untuk mempertinggi ketepatan diagnosis, haruslah difikirkan kemungkinan kehamilan kembar bila didapatkan hal-hal berikut: (1) besarnya uterus melebihi lamanya amenorea; (2) uterus tumbuh lebih cepat daripada bisanya pada pemeriksaan berulang; (3) penembahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau obesitas; (4) banyak bagian kecil teraba; (5) teraba 3 bagian besar janin; (6) teraba 2 balotemen. Diagnosis pasti dapat ditentukan dengan (1) terabanya 2 kepala, 2 bokong, dan satu/dua punggung; (2) terdengar dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit; (3) sonogram dapat membuat diagnosis kehamilan kembar pada triwulan pertama; (4) rontgen foto abdomen. F. Diagnosis Diferensial 1. Hidramnion 2. Kehamilan dengan mioma uteri atau kistoma ovarii (Hanafiah, 393).

G. Penanganan dalam Kehamilan Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklampsia dan eklampsia, partus prematurus, dan anemia. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dibuat diagnosis dini kehamilan kembar. Mulai akhir kehamilan trimester kedua pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu; sesudah kehamilan 36 minggu pemeriksaan dilakukan tiap minggu, sehingga tanda-tanda pre-eklampsia dapat diketahui dini dan penganan dapat dilakukan dengan segera. H. Penanganan dalam Persalinan Semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi prematur disediakan. Golongan darah ibu sudah ditentukan dan persediaan darah diadakan mengingat kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar. Episiotomi perlu dilakukan untuk memperpendek kala pengeluaran dan mengurangi tekanan pada kepala bayi. Setelah janin pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan vaginal untuk mengetahui letak dan keadaan janin kedua. Jarak anatara lahirnya janin pertama dan kedua adalah antara 5 sampai 15 menit. Kelahiran janin kedua kurang dari 5 menit setelah janin pertama lahir dapat menimbulkan trauma persalinan pada janin tersebut. Kelahiran janin kedua lebih dari 30 menit dapat menimbulkan insufisiensi uteroplasental, karena berkurangnya volume uterus dan juga dapat terjadi solusio plasenta sebelum janin kedua dilahirkan. Bila janin kedua dalam letak lintang, denyut jantung janin tidak teratur, terjadi prolapsus funikuli, atau solusio plasenta, atau bila persalinan spontan tidak terjadi dalam 15 menit, maka segera dilakukan versi ekstraksi tanpa narkosis. Pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. Seksio sesarea pada kehamilan kembar dilakukan atas indikasi janin pertama dalam letak lintang, prolapsus funikuli, palsenta previa, dan lain-lain.

Segera setelah janin kedua lahir, penderita disuntik 10 satuan oksitosin, dan tingginya fundus uteri diawasi. Bial tanda-tanda plasenta lepas tampak, maka palsenta dilahirkan dan diberi 0,2 methergin secara intravena. Kala IV diawasi secara cermat dan cukup lama, agar perdarahn postpartum dapat diketahui dini dan penanggulangannya dilakukan segera. I. Prognosis 1. Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar daripada kehamilan tunggal karena lebih seringnya terjadi anemia, pre-eklampsia dan eklampsia, sectio caesarea, dan perdarahan postpartum. 2. Kematian perinatal lebih tinggi daripada kehamilan tunggal karena prematuritas yang merupakan sebab utama. Selain itu, juga lebih sering terjadi pre-eklampsia dan eklampsia, hidramnion, kelainan letak, prolapsus funikuli, dan section caesarea, dan menyebabkan distress respirasi, trauma persalinan dengan perdarahan serebral dan kemungkinan adanya kelainan congenital pada bayi. 3. Kematian janin kedua lebih tinggi daripada yang pertama karena lebih sering terjadi gangguan sirkulasi plasenta setelah janin pertama lahir, lebih banyaknya terjadi prolapsus funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada janin kedua. 4. Kematian janin pada kehamilan monozigotik lebih besar daripada kehamilan dizigotik karena pada yang pertama dapat terjadi lilitan tali pusat antara janin pertama dan kedua. 2. Letak Lintang A. Etiologi Pada kehamilan kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi

letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Faktor-faktor lain yang memegang peranan dalm terjadinya letak lintang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-kadang letak lintang disebabkan oleh kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. B. Diagnosis Pada pemeriksaan luar, di bagin bawah uteru tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba di sis kanan/kiri perut Ibu. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Apabila diagnosis letak lintang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas bahu, akromion. C. Mekanisme Persalinan Seketika setelah bayi pertama lahir hendaknya segera dikosongkan kandung kencing kemudian lakukan VT, cari kulit ketuban, pecahkan/amniotomi dan segera lakukan versi ekstraksi yaitu dengan menarik salah satu kaki bayi, pada prinsipnya versi ekstraksi dilakukan agar posisi janin menjadi presentasi kaki atau presentasi bokong dan bukan presentasi kepala. Apabila dalam hal ini bokong masuk ke dalam rongga panggul dengan garis pangkal paha melintang atau miring. Setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran paksi dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul paha menempati diameter anteroposterior dan trokanter depan berada di bawah simfisis.

D. Penanganan dalam Kehamilan Bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak lintang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi luar menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan, kemungkinan besar besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar sulit untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Kontraindikasi lain untuk dilakukan versi luar ialah: 1) panggul sempit; 2) perdarahan antepartum; 3) hipertensi; 4) hamil kembar; 5) plasenta previa. Sebaiknya narkosis tidak digunakan dalam versi luar karena dapat mengakibatkan lepasnya plasenta akibat digunakannnya tenaga yang berlebihan karena penderita tidak merasakan sakit dibanding penderita dalam keadaan sadar. E. Penanganan dalam Persalinan Segera setelah bayi pertama lahir, bagian terbawah janin kedua, ukuran dan hubungan dengan jalan lahir harus ditentukan dengan pemeriksaan lebih dahulu dengan pemeriksaan abdominal, vaginal, atau dengan pemeriksaan intrauterine. Jika verteks atau bokong terfiksasi dijalan lahir, lakukan tekanan sedang pada fundus dan pecahkan selaput ketuban. Segera setelah itu, pemeriksaan diulang untuk mengidentifikasi prolaps tali pusat atau abnormalitas lainnya. Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam 10 menit, pemberian oksitosin dapat menstimulasi aktifitas miometrium. Jika oksiput atau bokong berada pada pintu atas panggung tetapi tidak terfiksir pada jalan lahir, bagian janin dapat diarahkan kedalam pelvis dengan tangan melalui vagina dan tangan yang lain pada fundus uteri dengan melakukan penekanan. Saat ini versi eksternal intrapartum pada janin kedua dengan presentasi verteks sering dikerjakan.

Dalam hal ini bayi dengan posisi letak lintang dapat dilahirkan secara pervaginam hanya apabila bayi sangat kecil dan jalan lahir relative lebar yaitu bayi akan terlahir secara terlipat (Konduplikasio Korpore) dan apabila persalinan diperkirakan dapat berlangsung pervaginam, hendaknya dilakukan pengawasan kemajuan persalinan dengan seksama, terutama kemajuan pembukaan serviks dan penurunan bagian terendahnya. Setelah bokong lahir, tidak boleh melakukan tarikan pada bokong maupun mengadakan dorongan Kristeller, karena kedua tindakan tersebut dapat mengakibatkan kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala terdorong turun di antara lengan sehingga menyulitkan kelahiran lengan dan bahu. Pada saat kepala masuk dalam rongga panggul tali pusat tertekan antara kepala janin dan panggul ibu. Dengan demikian lahirnya bahu dan kepala tidakboleh memakan waktu terlampau lama dan harus diusahakan supaya bayi sudah lahir seluruhnya dalam waktu 8 menit sesudah umbilikus lahir. Setelah umbilikus lahir, tali pusat ditarik sedikit sehingga kendor untuk mencegah teregangnya tali pusat dan tali pusat terjepit antara kepala dan panggul. Untuk melahirkan bahu dan kepala dapat dipilih perasat Bracht dimana bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan 2 tangan, kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin ke arah perut ibu, sehingga badan bagian atas, bahu, lengan, dan kepala janin dapat dilahirkan. Pada perasat Bracht ini penolong sama sekali tidak melakukan tarikan, dan hanya membantu. Tetapi perlu diingat bahwa dengan perasat Bracht tidak selalu bahu dan kepala barhasil dilahirkan, sehingga untuk mempercepat kelahiran bahu dan kepala dilakukan manual aid atau manual hilfe. Untuk melahirkan lengan dan bahu dapat dengan cara klasik, cara Mueller atau cara Loevset. Cara klasik terutama dilakukan apabila lengan depan menjungkit ke atas atau berada di belakang leher janin. Cara Mueller dilakukan dengan kedua tangan pada bokong dan pangkal paha, tubuh janin

ditarik ke bawah sampai bahu depan berada di bawah simfisis, kemudian lengan depan dikeluarkan, sesudah itu lengan belakang dilahirkan. Cara Loevset dilakukan dengan memutar bahu belakang ke dapan dangan sendirinya akan lahir di bawah simfisis. Setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran muka belakang, dengan kedua tangan pada bokong, tubuh janin ditarik ke bawah sampai ujung bawah scapula depan terlihat di bawah simfisis. Kemudian tubuh janin diputar dengan cara memegang dada dan punggung oleh dua tangan sampai bahu belakang terdapat di depan dan tampak di bawah simfisis, dengan demikian lengan depan dapat dikeluarkan dengan mudah. Bahu depan yang menjadi bahu belakang dilahirkan dengan memutar kembali tubuh janin ke arah yang berlawanan, sehingga bahu depan dan lengan dapat dilahirkan dengan mudah. Kepala janin dilahirkan dengan cara Mauriceau (Veit Smellie). Apabila terjadi kesukaran melahirkan kepala janin dengan cara Mauriceau dapat digunakan cunam Piper (Hariadi, 616-22). F. Prognosis Angka kematian perinatal pada persalinan letak lintang lebih tinggi dibandingkan dengan letak kepala. Sebab kematian perinatal yang terpenting adalah lahir terlipat dan penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan di dalam tengkorak. Sedangkan hipoksia terjadi akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya plasenta sebelum lahir. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat yang menumbung, hal ini sering dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.

DAFTAR PUSTAKA 1. Danorth David N. Obstetrics Gynecology, Thirth Edition, Harper & Row, 719721. 2. F. Gary Cunningham, M.D. williams Obstetrics, Eighteenth Edition, Appleton & Lange, California, 1989. 3. Melfiawati, S. Kapita Selekta Kedaruratan Obstretik dan Ginekologi, Edisi Pertama, EGC, 1994. 4. Prabowo R.P. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo, Jakarta, 1999 5. Saifuddin A. B. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi Pertama, Yayasan Bina Putaka Sarwono Prawiroraharjo, Jakarta, 2002. 6. Rachimhadi Trijatmo. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999 7. Wiknojosastro Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi Pertama, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2000

Anda mungkin juga menyukai