OLEH:
Muhammad Ibrahim P., S.Ked Reschita Adityanti, S. Ked Sofina Kusnadi, S. Ked Asih Novea K., S. Ked
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal Pemeriksaan No. RM : Ny. P : 49 tahun : Perempuan : Islam : Ibu rumah tangga : Nirbitan RT 2 RW 1 Tipes, Serengan, Surakarta : 30 Mei 2013 : 01188095
II.
ANAMNESIS A. KELUHAN UTAMA Mata kanan nyeri dan kabur B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang untuk kontrol ke-6 dengan keluhan mata kanan nyeri dan kabur sejak kurang lebih 1 bulan lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul. Keluhan pada mata kanan disertai mata berair, gatal, perih, sepet, pandangan kabur, serta rasa mengganjal. Pada mata kanan pasien juga terlihat bintik-bintik kelabu. Pada mata kanan tidak didapatkan keluhan mata merah, silau, blobok, cekot-cekot. Pada mata kiri tidak ada keluhan. Sekitar 1 bulan lalu pasien kelilipan di mata kanannya saat sedang bersih-bersih di rumahnya lalu menggosok-gosok matanya. Mata kanan pasien kemudian menjadi merah, gatal, kemeng, tanpa adanya kotoran di mata kanan maupun rasa pusing. Pasien kemudian memeriksakan diri ke puskesmas dan diberi obat tetes mata dan obat minum tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien kemudian dirujuk ke RSDM dan dinyatakan mengalami infeksi pada matanya. Pasien kemudian diberi obat tetes mata dan obat minum. Pasien rutin kontrol dan saaat ini merupakan kontrol yang keenam.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat Hipertensi Riwayat Diabetes Melitus Riwayat Alergi Riwayat Sakit Serupa Riwayat Pemakaian kacamata Riwayat Trauma Riwayat Operasi Mata : (+) sejak 1 tahun lalu, rutin berobat : disangkal : disangkal : (+) sejak April 2013 : (+) : disangkal : disangkal
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Riwayat sakit serupa Riwayat Hipertensi : disangkal : disangkal
E. KESIMPULAN ANAMNESIS OD Proses Lokalisasi Sebab Perjalanan : Infeksi : Kornea : Spontan : Kronis OS -
III. PEMERIKSAAN FISIK A. KESAN UMUM Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF OD Visus sentralis jauh Pinhole Koreksi Visus sentralis dekat Koreksi Visus perifer Konfrontasi test Proyeksi sinar Persepsi warna : : : tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan 6/10 tidak dilakukan tidak dilakukan 6/6 tidak dilakukan tidak dilakukan OS
C. PEMERIKSAAN OBYEKTIF OD 1. Sekitar Mata Tanda Radang Luka Sikatrik Kelainan Warna Kelainan Bentuk : tidak ada :tidak ada :tidak ada :tidak ada :tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada OS
2. Pasangan Bola Mata dalam Orbita Heteroforia Strabismus Exoftalmus Enoftalmus 3. Ukuran Bola Mata Mikroftalmus Makroftalmus Ptosis Bulbi :tidak ada :tidak ada :tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada :tidak ada :tidak ada :tidak ada :tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
Atrofi Bulbi 4. Gerakan Bola Mata Temporal Superior Temporal Inferior Temporal Nasal Nasal Superior Nasal Inferior 5. Kelopak Mata Gerakan Oedem Hiperemis Lebar Rima 6. Tekanan Intra Oculer Palpasi Tonometer Schiotz
:tidak ada
tidak ada
:dalam batas normal dalam batas normal :tidak ada :tidak ada :10 mm tidak ada tidak ada 10 mm
7. Konjungtiva Palpebra Superior Oedem Hiperemis Sekret 8. Konjungtiva Fornix Oedem Hiperemis Sekret :tidak ada :tidak ada :tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada :tidak ada :tidak ada :tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
9. Konjungtiva Palpebra Inferior Oedem Hiperemis Sekret 10. Konjungtiva Bulbi Oedem :tidak ada tidak ada :tidak ada :tidak ada :tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
Hiperemis Sekret Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar 11. Subkonjungtiva Oedem Hiperemis Hematom 12. Sklera Warna Penonjolan 13. Kornea Ukuran Limbus Permukaan Sensibilitas Keratoskop Flourescin Test Arcus Zenilis
:12 mm : jernih
12 mm jernih
:rata, terdapat infiltrat rata :normal :tidak dilakukan :tidak dilakukan :ada normal tidak dilakukan tidak dilakukan ada
14. Camera Oculi Anterior Isi Kedalaman 15. Iris Warna Sinekia Anterior Sinekia Posterior 16. Pupil Ukuran Letak Bentuk :3 mm :sentral :bulat 3 mm sentral bulat :coklat :tidak ada :tidak ada coklat tidak ada tidak ada :jernih :normal jernih normal
Reflek Dierct Reflek Indirect 17. Lensa Ada/tidak Kejernihan Letak Shadow test 18. Corpus Vitreum Kejernihan
: (+) : (+)
(+) (+)
:tidak dilakukan
tidak dilakukan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN OD Pupil Lensa Cornea Corpus vitreum bulat, sentral, 3mm jernih Infiltrat, difus superfisial tidak dievaluasi OS bulat, sentral,3 mm jernih jernih tidak dievaluasi
V.
VIII.PLANNING 1. Uji flouresin 2. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp), apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang terang.
IX. PROGNOSIS OD Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad cosmeticum X. GAMBAR Bonam Bonam Bonam Bonam OS -
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya.
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 3 Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas : 3,4 1. Epitel Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi 2. Membran bowman Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi 3. Stroma Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma 4. Membran Descemet Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain 5. Endotel Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
2. Fisiologi Kornea Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah jendela yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescence nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kada air sebanyak 78%.5,6 Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus seseorang.7 Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat lah sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.6 Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata
involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.8 Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :8 Difusi dari kapiler kapiler disekitarnya Difusi dari humor aquous Difusi dari film air mata Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.3
B. Etiologi Penyebab keratitis 90% adalah bakteri, dengan jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. 8
C. Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topikal maupun sistemik.8 Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.8 Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada
host yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.6 Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal yang akan terjadi, yaitu: 8 Lesi pada kornea Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) Patogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan menjadi lunak.
D. Klasifikasi Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma. Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah: 3
1. Keratitis punctata superfisialis Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak. 2. Keratitis flikten Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea. 3. Keratitis sika Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva. 4. Keratitis lepra Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik. 5. Keratitis nummularis Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani. Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah : 1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital 2. Keratitis sklerotikans.
E. Gejala Klinis Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma.3 Oleh karena korea memiliki banyak serat serat saraf, kebanyakan lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari palpebral (umunnya palpebral superior) terhadap kornea dan biasanya menetap hingga
terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian central.6 Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia multiple sebanyak 1 50 lesi (rata rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.9 Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.10 F. Diagnosa Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial terkait.5 Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat
berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea.6 Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.6 Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata epithelial atau Thygensons desease merupakan salah satu tipe inflamasi atau peradangan pada kornea mata dengan hilangnya epitel kornea. Lesinya berupa pungtata yang terlihat seperti titik titik meskipun dapat juga berupa dendritic dengan gambaran linier dan bercabang. Karateristik dengan tidak adanya jaringan parut sisa dan jarang menyisakan penglihatan.6 Keadaan yang meyebabkan penyakit ini dapat berupa infeksi mata (virus, bakteri) maupun noninfeksi seperti : Abnormalitas air mata Reaksi imun Denervasi Distrofi Trauma kimia ringan Lensa kontak Reaksi terhadap pengobatan sistemik, dll Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja
tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik titik abu abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini, tergantung faktor penyebabnya. Pengguna kortikosteroid topikal terbukti dapat mengurangi gejala.6 Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan menggunakan slit lamp ataupun dengan iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal tersebut dapat memberikan gambaran defek epithelial. Pola distribusi flouresensi yang spesifik dapat sebagai informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan etiologi dan keratitis pungtata superfisial.1 Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan watersoluble yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik (benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidoneiodine), maupun dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi yang tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.11
G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.1
H. Penatalaksanaan Terdapat beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis pungtata superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial seringkali adekuat pada kasus kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.11 Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi digunakan karena waktu retensinya yang panjang.6 Lensa kontak terapeutik yang lunak dapat digunakan sebagai lubrikasi alternatif pada beberapa kasus yang berat, walaupun komplikasi potensial (seperti keratitis mikrobial) dapat terjadi. Lensa kontak memperbaiki gejala dengan menutupi lesi kornea dan saraf yang secara konstan mengalami fraksi dengan konjungtiva selama berkedip.1 Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel yang tidak intak dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes sensitifitas diketahui. Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan ciprofloxacin 0,3% yang memberikan percepatan waktu rata rata penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.6 Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial dikarenakan penggunaannya pada infeksi virus dan jamur dikontraindikasikan. Akan
tetapi kortikosteroid sistemik dapat mencegah perforasi kornea dan pembentukan jaringan parut pada kornea.10 Antibiotik sistematik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai titik kenyamanan.3
I. Komplikasi Komplikasi keratitis dengan pengobatan yang paling sering adalah sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula, macula dan leukoma. 1. 2. 3. Leukoma : di stroma; dengan mata telanjang bisa dilihat Makula: di sub epitel; dengan senter bisa dilihat Nebula: di epitel; dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat Sedangkan pasien keratitis tanpa pengobatan komplikasi yang paling ditakutkan adalah ulkus kornea.3 J. Prognosis 11 Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis pungtata superfisial sangat baik. Parut ringan pada kornea dapat timbul pada kasus kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung lama. Progonosis ulkus kornea sembuh dengan bekas luka. Jika dalam pusat sumbu visual, pembiasan cahaya dipengaruhi. Jika ulkus kecil dan terletak di pinggiran kornea akan membawa prognosis yang baik. Hindari luka pada mata Kenakan kacamata pelindung saat bekerja .
untuk kepentingan kosmetik, dan untuk memperbaiki visus dapa dilakukan iridektomi optik dan keratoplasti, sehingga prognosis pasien keratitis yang sembuh dengan sikatriks adalah baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. G.Lang. Flexybook Ophtalmology. 2nd edition. New York. Thieme. 2006. p.115, 125, 130. 2. Oliver.J. Ophthalmology At a Glance. Blackwell Science. London. 2005. p.33 3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13 4. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005. p.62 5. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D. Manual of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins; 2002. p. 67-129 6. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 11941 7. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Clinical Approach to Immune-Related Disorders of the External Eye. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore : American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.205-41 8. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60 9. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2012 July]; [1 screen]. Available from http://bjo.bmj.com/cgi/pdf_extract 10. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. H 147-78
11. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eye dan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore : American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.5-14