Anda di halaman 1dari 42

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG MASALAH Seorang dokter dalam kesehariannya tidak lepas dari adanya kasus yang berhubungan dengan tindak kekerasan, sehingga dokter sebagai orang yang melakukan pemeriksaan, khususnya atas diri korban, perlu secara hati-hati, cermat dan teliti dalam menafsirkan hasil yang didapatnya. Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Dalam ilmu tanatologi akan dipelajari mengenai penentuan kematian, perubahanperubahan sesudah mati, saat kematian, dan kegunaan tanatologi. Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati batang otak, yang ditandai dengan tidak berespon terhadap semua rangsangan, tidak sadarnya pasien, hilangnya reflex pupil, hilangnya reflex kornea, tidak ada reflex menelan, tidak ada reflex vestibulokoklearis dan tidak adanya pernafasan spontan. Untuk menentukan saat kematian dapat dilihat dari perubahan pada mata, lambung, kuku, rambut, cairan serebrospinal, dan adanya reaksi supravital. Pada mata kita dapat melihat perubahan warna menjadi lebih keruh, pada lambung kita bisa melihat waktu pengosongan lambung meski tidak memberikan banyak arti, pada rambut kita dapat mengukur saat kematian dilihat dari pertambahan panjang rambut, begitu pula yang dapat kita liat pada kuku. Pada cairan serebrospinal saat kematian dapat dilihat dari kadar nitrogen yang menurun setelah 10 jam kematian, sedangkan reaksi supravital yaitu reaksi jaringan

tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup

1.2 SKENARIO MAYAT DI PARIT

Dijumpai sesosok mayat wanita di dalam parit dalam posisi telungkup, oleh masyarakat dilaporkan ke polisi dan seterusnya korban dibawa ke kamar mayat suatu rumah sakit. Pada tubuh mayat dokter menjumpailivor mortis dipunggung mayat dan tidak hilang pada penekanan, rigor mortis tidak dijumpai lagi, terdapat trauma tumpul di kepala, luka tikam, luka bacok disekujur tubuh korban, dan pada perut kanan bawah sudah mulai tampak kebiruan.

1.3 LEARNING OBJECTIVE Mampu mengetahui dan menjelaskan: Tanatologi Traumatologi

BAB II TRAUMATOLOGI

A. Definisi Di dalam ilmu kedokteran forensik traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera dalam hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan pengertian luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah gangguan kontinuitas dari jaringan tubuh seperti kulit, membran mukosa, kornea, dan sebagainya. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.

B. Klasifikasi O Berdasarkan sifat dan penyebabnya, trauma dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat : 1. Mekanik a. Benda tumpul b. Benda tajam c. Tembakan senjata api 2. Fisika a. Suhu b. Listrik dan petir
3

c. Perubahan tekanan udara d. Akustik e. Radiasi 3. Kimia a. Asam kuat b. Basa kuat O Berdasarkan etiologi luka dapat dikelompokkan: 1. Luka mekanik. 2. Luka termis. 3. Luka kimiawi. 4. Luka listrik. O Berdasarkan derajat kualifikasi luka dapat dikelompokkan: 1. Luka ringan. 2. Luka sedang. 3. Luka berat. O Berdasarkan bentuknya luka dapat dikelompokkan: 1. Teratur 1.a Luka bulat 1.b Luka lonjong 1.c Luka segitiga, dan lain-lain 2. Tidak teratur 2.a Luka robek 2.b Luka lecet 2.c Luka memar, dan lain-lain O Luka mekanik juga dapat dikelompokkan:

1. Luka memar (kontusio). 2. Luka lecet (abrasio). 3. Luka sayat (vulnus scissum). 4. Luka robek (vulnus laceratum). 5. Luka tusuk (vulnus punctum). 6. Luka tembak (vulnus sclopetorum). 7. Luka-luka yang mengenai struktur organ dalam tanpa kerusakan pada Permukaan kulit/ tubuh 8. Luka bakar (combustio) dan luka akibat air mendidih ataupun uap panas. 9. Luka-luka yang disebabkan oleh aliran listrik (kilat). O Berdasarkan waktu kematian terjadinya luka dapat dikelompokkan: 1. Ante-mortem 2. Post- mortem O Berdasarkan aspek medikolegal luka dapat dikelompokkan: 1. Perbuatan sendiri (bunuh diri). 2. Perbuatan orang lain (pembunuhan). 3. Kecelakaan. 4. Luka tangkis. 5.Dibuat (fabricated) C. Trauma Benda Tumpul Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, baik secara alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-

senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya. Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :

Tidak bermata tajam Konsistensi keras / kenyal Permukaan halus / kasar Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai

atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka karena kererasan tumpul dapat berbentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan. 1. Luka Akibat Trauma Tumpul Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah: 1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam. 2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni: a. Abrasi b. Laserasi c. Kontusio d. Fraktur e. Kompresi

a. Abrasi (Luka Lecet) Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas. b. Kontusio Superfisial (Luka Memear). Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik. Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga

kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam. Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. d. Laserasi (Luka Robek). Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port de entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari

sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat. e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi. Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan. f. Fraktur Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya. Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat

menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur. Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian. g. Kompresi Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara. h. Perdarahan Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah

10

sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan. Klasifikasi luka akibat benda tumpul menurut jaringan atau organ yang terkena adalah sebagai berikut : 1. Kulit 1. Luka Lecet 2. Luka Memar 3. Luka Robek

2. Kepala 1. Tengkorak 2. Jaringan Otak 3. Leher dan Tulang Belakang 4. Dada 1. Tulang 2. Organ dalam dada

11

5. Perut 1. Organ Parenchym 2. Organ berongga 6. Anggota Gerak 2. Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit a. Luka Lecet (Abrasion) Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang.. Contohnya :

Benda kasar : terseret di jalan aspal Tali tampar : gantung diri Benda runcing : duri, kuku Meninggalkan bekas : ban mobil

Ciri luka lecet : 1. Sebagian/seluruh epitel hilang 2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta) 3. Timbul reaksi radang (Sel PMN) 4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

12

Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem ANTE MORTEM 1. Coklat kemerahan 2. Terdapat sisa sisa-sisa epitel 1. Tanda intravital (+) 2. Sembarang tempat POST MORTEM 1. Kekuningan 2. Epidermis terpisah sempurna dari dermis 3. Tanda intravital (-) 4. Pada daerah yang ada penonjolan tulang

b. Luka Memar (Contusion) Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna merah kebiruan. Memperkirakan umur luka memar :

Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan Hari ke 2 3 : warna biru kehitaman Hari ke 4 6 : biru kehijauancoklat > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Perbedaan Luka Memar dan Lebam mayat Luka Memar 1. Di sembarang tempat Lebam mayat 1. Bagian tubuh yang terendah

13

2. Pembengkakan (+) 3. Tanda Intravital (+) 4. Ditekan tidak menghilang 5. Diiris : tidak menghilang

2. Pembengkakan (-) 3. Tanda Intravital (-) 4. Ditekan Menghilang 5. Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih

c. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration) Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit yang mudah terjadi pada kulit yang ada tulang di bawahnya dan biasanya pada penyembuhan meninggalkan jaringan parut Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala 1. Kulit

Luka Lecet Luka Memar Luka Robek

2. Tengkorak

Fraktur Basis Cranii Fraktur Calvaria

3. Otak

Contusio Cerebri Laceratio Cerebri Oedema Cerebri Commotio Cerebri

4. Selaput Otak

Epidural Haemorrhage Sub dural Haemorrhage

14

Sub arachnoid Haemorrhage

Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher Berakibat :


Patah tulang leher Robek pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx Kerusakan syaraf

Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada Berakibat :


Patah os costae, sternum, scapula, clavicula Robek organ jantung, paru, pericardium

Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut Berakibat :


Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung seni

Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra Dapat berakibat :

Fraktura, dislokasi os vertebrae

Dapat karena : 1. Trauma langsung 2. Tidak langsung karena tarikan / tekukan Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak Berakibat :

Patah tulang, dislokasi sendi Robek otot, P.darah, kerusakan saraf

15

D. Trauma Benda Tajam Disebabkan oleh benda-benda tajam : - Bisa untuk mengiris - Berujung runcing - Bisa untuk menusuk Luka akibat persentuhan dengan benda tajam , yaitu: Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Ciri Luka Akibat Benda Tajam: o Tepi luka rata o Sudut luka tajam o Rambut ikut terpotong o Jembatan jaringan ( - ) o Memar/lecet di sekitarnya ( - ) Cara melukis luka hendaknya ditentukan : 1. Lokalisasi : a. ordinat b. aksis 2. Ukuran 3. Jumlah luka 4. Bentuk luka 5. Benda asing 6. Terjadinya intravital/post mortal 7. Luka tersebut menyebabkan kematian/tidak 8. Cara kejadian luka:kecelakaan/bunuh diri/pembunuhan Sebab Kematian Luka Akibat Benda Tajam : 1. Sebab langsung:

16

- Perdarahan - Kerusakan organ vital - Emboli udara - Aspirasi darah 2. Sepsis / infeksi 3 Macam Luka Akibat Benda Tajam: o Luka Iris (Incisied Wound) o Luka Tusuk (Stab Wound) o Luka Bacok (Chop Wound)

1. Luka Iris Luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit. Ciri luka iris : o Pinggir luka rata

o Sudut luka tajam o Rambut ikut terpotong o Jembatan jaringan ( - )

o Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang Cara Kematian : o Bunuh diri ( tersering ) o Pembunuhan

17

o Kecelakaan Luka Iris harus dibedakan dengan luka retak Luka retak , yaitu : Luka yang terjadi pada daerah tubuh yang ada tulang di bawah kulitnya (misalnya : kepala/dahi) dan luka ini terjadi akibat kekerasan dengan benda tumpul yang mempunyai pinggiran (misalnya: tepi meja) Luka Iris pada bunuh diri: - Lokalisasi luka pada daerah tubuh yang dapat dicapai korban sendiri. o leher

o pergelangan tangan o lekuk siku, lekuk lutut o pelipatan paha

- Ditemukan Luka Iris Percobaan - Tidak ditemukan Luka Tangkisan - Pakaian disingkirkan dahulu/tidak ikut robek Luka Iris pada pembunuhan : Sebenarnya sukar membunuh seseorang dengan irisan, kecuali kalau fisik korban jauh lebih lemah dari pelaku atau korban dalam keadaan/dibuat tidak berdaya Luka di sembarang tempat, juga pada daerah tubuh yang tidak mungkin dicapai tangan korban sendiri Ditemukan luka tangkisan/tanda perlawanan Pakaian ikut koyak akibat senjata tajam tsb

18

2. Luka Tusuk Batasan : Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: Belati, bayonet, keris

Ciri Luka Tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) : Tepi luka rata Dalam luka lebih besar dari panjang luka Sudut luka tajam Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam Sering ada memar / echymosis di sekitarnya

3.

Luka Bacok Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang

terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal. Ciri-ciri luka bacok: Luka biasanya besar Pinggir luka rata Sudut luka tajam Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, abrasi
19

E. Pemeriksaan Forensik terhadap Luka Dalam hal pemeriksaan terhadap luka-luka pada korban kita harus hati-hati sekali berhubungan karena keterangan yang jelas akan dapat membantu kalangan penyidik dan penegak hukum lainnya untuk mengungkapkan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu di dalam pemeriksaan korban kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Jumlah luka 2. Lokalisasi luka 3. Arah luka 4. Ukuran luka (panjang, lebar, dalamnya). 5. Bersih dan kotornya luka 6. Luka baru atau luka lama 7. Luka antemortem atau post mortem 8. Sifat luka dan bentuknya 9. Letak dan posisi senjata 10. Adanya darah atau benda asing pada senjata 11. Letak dan sifat darah pada korban dan pada pakaian serta situasi tempat sekitar kejadian 12. Tanda perlawanan yang dapat dilihat dari pakaian ataupun tubuh dan situasi tempat kejadian Mengenai lokalisasi harus disebut sehubungan dengan daerah-daerah yang berdekatan misalnya terhadap garis tengah tubuh, pusat, papila mamae, dan lain-lain.

20

BAB III TANATOLOGI

A. Definisi Tanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu thanatos yang berarti mati dan logos yang berarti ilmu. Jadi arti sesungguhnya dari tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.1,2 Sebelum membahas definisi mati perlu dipahami lebih dahulu bahwa manusia menurut ilmu kedokteran memiliki dua dimensi, yaitu sebagai individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Oleh sebab itu kematian manusia juga dapat dilihat dari kedua dimensi tadi, dengan catatan bahwa kematian sel (cellular death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah kematian manusia sebagai individu (somatic death).1,3,4 Mati individu itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana sebagai berhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life). Hanya saja, untuk dapat memahami definisi tersebut perlu dipahami lebih dahulu tentang hidup. Mengenai hal ini nampaknya para ahli sependapat jika hidup didefinisikan sebagai berfungsinya berbagai organ vital (paru-paru, jantung, dan otak) sebagai satu kesatuan yang utuh, yang ditandai oleh adanya konsumsi oksigen. Dengan definisi hidup seperti itu maka definisi mati dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ-organ vital (paruparu, jantung, dan otak) sebagai satu kesatuan yang utuh, yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.1,3 Akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh maka satu demi satu sel yang merupakan elemen hidup terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian pula. Dimulai dari sel-sel yang paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.1,2,3

21

Selain kematian individu dan kematian sel, ada satu lagi istilah yang perlu dipahami yaitu mati suri (appearent death). Pengertian yang sebenarnya dari mati suri adalah suatu keadaan dimana proses vital turun ke tingkat yang paling minimal untuk mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda klinisnya tampak seperti sudah mati. Dengan perlatan yang sederhana maka tanda-tanda kehidupan tidak dapat dideteksi, walaupun sebenarnya yang bersangkutan masih dalam keadaan hidup. Keadaan ini sering ditemukan pada orang yang mengalami acute heart failure, tenggelam, kedinginan, anestesi yang terlalu dalam, sengatan listrik, atau sambaran petir.1,2,3 Dengan pertolongan yang cepat dan tepat atau kadang-kadang secara spontan kondisinya dapat pulih kembali seperti sebelumnya. Oleh orang awam, kembalinya ke kondisi normal secara spontan ini sering disalahartikan sebagai hidup kembali. Namun harus diyakini bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat hidup kembali sesudah mati.1,2 B. Penentuan Kematian Untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai individu (somatic death), diperlukan kriteria diagnostik yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kriteria diagnostik yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kriteria diagnostik pertama yang disusun oleh para ahli di bidang kedokteran adalah yang dirumuskan berdasarkan konsep permanent cessation of heart and respiration death. Namun dengan ditemukannya respirator (alat napas buatan) yang dapat mempertahankan fungsi paru-paru dan jantung maka criteria tradisional tidak dapat dilakukan terhadap pasien-pasien yang menggunakan alat itu. Karena itulah disusun Kriteria diagnostik baru yang berdasarkan pada konsep brain death is death. Terakhir konsep diagnostik ini diperbaiki lagi menjadi brain stem death is death.1,3,4

22

Perbaikan ini berangkat dari pemikiran bahwa:1 1. Mustahil dapat mendiagnosis brain death dengan memeriksa seluruh fungsi otak dalam keadaan koma, mengingat fungsi tertentu otak (melihat, mencium, mendengar, fungsi serebeler dann beberapa fungsi kortek) hanya dapat diperiksa dalam keadaan komposmentis. 2. Proses brain death tidak terjadi secara serentak, tetapi bertahap mengingat resistensi yang berbeda-beda dari berbagai bagian otak terhadap ketiadaan oksigen. Dalam hal ini brain stem (batang otak) merupakan bagian yang paling tahan dibandingan kortek dan thalamus. 3. Brain stem merupakan bagian dari otak yang mengatur fungsi vital, terutama pernafasan. Berdasarkan konsep tersebut, tidak kurang dari 30 buah set kriteria diagnostik telah disusun, namun kriteria yang paling banyak digunakan para dokter adalah kriteria diagnostik seperti dibawah ini, yaitu:1 1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando/perintah, taktil, dan sebagainya). 2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada dibawah pengaruh obat-obatan curare. 3. Tidak ada reflex pupil 4. Tidak ada reflex kornea 5. Tidak ada respon motorik dari saraf cranial terhadap rangsangan. 6. Tidak ada reflex menelan atau batuk ketika tuba endotrakeal didorong kedalam. 7. Tidak ada reflex vestibulookularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke dalam lubang telinga.

23

8. Tidak ada nafas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama walaupun pCO2 sudah melampaui nilai ambang rangsangan nafas (50 torr). Tes klinik tersebut diatas baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan EEG atau angiografi hanya dilakukan kalau tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika ada kekhawatiran akan adanya tuntutan dikemudian hari.1,3 Dengan adanya kriteria baru itu tidak berarti kriteria tradisional diagnostik tidak berlaku lagi. Kriteria tradisional tetap diperlukan bagi penentuan kematian pada kasus-kasus biasa, sedang kriteria baru hanya berlaku bagi kasus-kasus luar biasa (misalnya keracunan, sengatan listrik, gangguan metabolism, hipotermi, atau pasien-pasien yang dipersiapkan menjadi donor cadaver).1,3 Kriteria tradisional itu sendiri sebetulnya didasarkan pada konsep permanent cessation of heart beating and respiration death. Dikatakan berhenti secara permanen (permanent cessation) jika fungsi jantung dan paru-paru terhenti sekitar 10menit. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sel-sel otak akan mengalami kerusakan irreversible jika tidak mendapatkan suplai oksigen selama 10 menit. Di daerah yang suhunya dingin ketahanannya dapat mencapai 1 jam atau lebih.1,3 Secara terotiris, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paruparu sudah berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya sering kali terjadi kesalahan diagnosis sehingga diperlukan konfirmasi dengan cara mengamati selama waktu tertentu. Kebiasaan yang berlaku di Indonesia adalah mengamati selama 2 jam. Jika waktu tersebut telah terlewati, sedang tanda-tanda kehidupan tidak juga muncul barulah yang bersangkutan dapat dinyatakan mati berdasarkan kriteria diagnostik tradisional.1,3,5

24

Untuk menentukan apakah paru-paru sudah berhenti bernafas perlu dilakukan pemeriksaan:1,3 1. Auskultasi Tes ini perlu dilakukan secara hati-hari dan lama. Kalau perlu dilakukan juga auskultasi pada daerah laring. 2. Tes winslow Yaitu dengan meletakkan gelas berisi air di atas perut atau dadanya. Bila permukaan air bergoyang berarti masih ada gerakan nafas. 3. Tes cermin Yaitu dengan meletakkan kaca cermin di depan mulut dan hidung. Bila basah berarti masih bernafas 4. Tes bulu burung Yaitu dengan meletakkan bulu burung di depan hidung. Bila bergetar berarti masih bernafas. Untuk menentukan jantung masih berfungsi perlu dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:1,3 1. Auskultasi Auskultasi dilakukan di daerah prekordial selama 10 menit terus menerus 2. Tes magnus Yaitu dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanya aliran darah vena saja yang terhenti. Bila bendungan berwarna sianotik berarti masih ada sirkulasi. 3. Tes icard Yaitu dengan cara menyuntikkan larutan dari campuran 1 gram zat fluorescein dan 1 gram natrium bicarbonas didalam 8 ml air secara subkutan. Bila terjadi perubahan warna kuning kehijauan berarti masih ada sirkulasi darah.
25

4. Icisi arteria radialis Bila terpaksa dapat dilakukan pengirisan pada arteria radialis. Bila keluar darah secara pulsasif berarti masih ada sirkulasi darah. C. Perubahan-Perubahan Sesudah Mati Jika seseorang meninggal dunia maka pada tubuhnya akan mengalami berbagai perubahan, antara lain:1,3 1. Perubahan kulit muka Akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna raut muka Nampak menjadi lebih pucat. Pada mayat dari orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida), warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat. 2. Relaksasi otot Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium itu disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang bawah akan melorot menyebabkan mulut terbuka, dada kolap dan bila tidak ada yang menyangga anggota tubuh akan jatuh kebawah. Relaksasi yang terjadi pada otot-otot muka akan mengesankan lebih muda dari umur yang sebenarnya, sedang relaksasi otot polos akan mengakibatkan iris dan sfingter ani dilatasi. Oleh sebab itu jika ditemukan dilatasi pada anus, harus hati-hati untuk menyimpulkan sebagai akibat hubungan seks per ani.1 Sesudah relaksasi primer akan terjadi kaku mayat dan selanjutnya akan terjadi relaksasi lagi. Relaksasi terakhir ini disebut relaksasi sekunder.1

26

3. Perubahan pada mata Pada orang yang sudah mati pandangan matanya terlihat kosong, reflek cahaya dan reflek kornea menjadi negative. Vena-vena pada retina akan mengalami kerusakan dalam waktu 10 detik sesudah mati. Jika sesudah kematiannya keadaan mata tetap terbuka maka lapisan kornea yang paling luar akan mengalami kekeringan. Dalam waktu 10 sampai 12 jam sesudah mati kelopak mata, baik terbuka atau tertutup, akan berubah menjadi putih dan keruh. Perubahan lain yang terjadi ialah penurunan tekanan bola mata dan naikknya kadar potassium pada cairan mata.3 4. Penurunan suhu tubuh Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas.3 Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat karena masih adanya produksi panas dari proses glikogenolisis, tetapi sesudah itu penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Kalau proses penurunan tersebut digambarkan dalam bentuk grafik maka gambarannya akan seperti sigmoid atau huruf S terbalik. Jika rata-rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat Celsius atau sekitar 1,5 Farenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat celcius atau 98,4 derajat Farenheit. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan thermometer kiimia yang panjang (long chemical thermomether).1,3 Penurunan suhu tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:1 a. Suhu tubuh pada saat mati

27

Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati, seperti misalnya pada penderita infeksi atau perdarahan otak, akan mengakibatkan tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat. Sedangkan penderita dengan hipotermia tingkat penurunannya akan menjadi sebaliknya. b. Suhu medium Semakin rendah suhu medium tempat tubuh mayat berada akan semakin cepat tingkat penurunannya. Dengan kata lain semakin besar perbedaan suhu medium dengan suhu tubuh mayat, semakin besar tingkat penurunannya. c. Keadaan udara disekitarnya Pada udara yang lembab, tingkat penurunannya suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Pada udara yang terus berhembus (angin), tingkat penurunannya juga semakin cepat. d. Jenis medium Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor yang baik. e. Keadaan tubuh mayat Pada mayat bayi, tingkat penurunan suhu lebih cepat dibanding mayat orang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada bayi, luas permukaan tubuhnya relatip lebih besar. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannnya juga lebih cepat dibandingkan mayat yang tubuhnya gemuk. f. Pakaian mayat

28

Semakin tipis pakaian yang dipakai, semakin cepat tingkat penurunannya. Perlu diketahui bahwa estimasi saat kematian dengan memanfaatkan penurunan suhu mayat hanya bisa dilakukan pada kematian kurang dari 12 jam. Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor yang berpengaruh berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca dan iklim.1 Meskipun demikian dapat dikemukakan di sini formula Marshal dan Hoare (1962) yang dibuat dari hasil penelitian terhadpa mayat telenjang dengan suhu lingkungan 15,5 derajat Celcius, yaitu penurunan suhu dengan kecepatan 0,55 derajat Celsius tiap jam pada 3 jam pertama paska mati, 1,1 derajat Celsius tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0,8 derajat Celsius tiap jam pada periode selanjutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat berpakaian. Penggunaan formula ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat suhu lingkungan di Indonesia biasanya lebih tinggi. Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di tempat kejadian perkara (TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan di anggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat Celsius bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat Celsius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angkaangka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara

29

saat mati dan saat pemeriksaan. Saat ini, telah tersedia program komputer guna perhitungan saat mati dengan cara ini.1,3 5. Lebam mayat Nama lain dari lebam mayat ialah livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post mortum hypostasis atau vibices.1,3 Terjadinya karena adanya gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul pada bagian-bagian tubuh terendah. Mula-mula darah mengumpul pada vena-vena besar dan kemudian pada cabang-cabangnya sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi merah kebiruan. Pada awalnya warna tersebut hanya berupa bercak setempat-setempat yang kemudian berubah menjadi lebih lebar dan merata pada bagian tubuh terendah. Kadang-kadang cabang dari vena pecah sehingga terlihat bintik-bintik perdarahan yang disebut Tardius spot.1,3 Timbulnya lebam mayat antara 1 sampai 2 jam setelah mati. Pada orang yang menderita anemia atau perdarahan timbulnya lebam mayat menjadi lebih lama, sedang pada orang yang mati akibat sakit lama timbulnya lebam mayat menjadi lebih cepat.1,3,5 Lokalisasinya pada bagian yang terendah dari tubuh mayat, kecuali pada daerah-daerah yang tertekan. Pada posisi terlentang, lebam mayat akan dapat ditemukan pada leher bagian belakang, punggung, bokong, dan fleksor dari anggota bawah. Kadang-kadang ditemukan juga lebam mayat paradoksal yang terletak pada leher bagian depan, bahu dan dada sebelah atas. Pada posisi tengkurap lebam mayat dapat ditemukan pada dahi, pipi, dagu, dada, perut, dan bagian ekstensor dari anggota bawah. Kadang-kadang ditemukan darah keluar dari hidungnya, disebabkan pecahnya pembuluh darah hidung akibat stagnansi hebat
30

pada daerah tersebut. Pada posisi menggantung lebam mayat ditemukan pada ujung-ujung dari anggota badan dan alat kelamin laki-laki.1,3 Lebam mayat juga dapat ditemukan pada organ-organ dalam, sehingga perlu dibedakan pada proses patologik. Lebam mayat pada paru-paru misalnya, perlu dibedakan dengan proses perdarahan atau pneumonia.1 Setelah 4 jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayam pada daerah tersebut akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan sesudah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah karena darah sudah mengalami koagulasi.1 Warna lebam mayat biasanya merah kebiruan. Pada keracunan karbon monoksida (CO) lebam mayat berwarna merah cerah (cherry red), pada keracunan potassium chlorate berwatna coklat dan pada kematian karena asfiksia berwarna lebih gelap.1 6. Kaku mayat Kaku mayat yang sering disebut rigor mortis atau post mortum rigidity terjadi akibat proses biokimiawi, yaitu pemecahan ATP menjadi ADP. Selama masih ada P berenersi tinggi dari pemecahan glikogen otot maka ADP masih dapat diresintese menjadi ATP kembali. Jika persediaan glikogen oto habis maka resintese tidak terjadi sehingga terjadi penumpukan ADP yang akan menyebabkan otot menjadi kaku.1

31

Berdasarkan teori tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada otototot kecil, karena pada otot-otot yang kecil persendian glikogen sedikit. Otot-otot yang kecil itu antara lain otot-otot yang terdapat pada muka; misalnya otot palpebra, otot rahang dan sebagainya. Sesudah itu kaku mayat terjadi pada leher, anggota atas, dada, perut dan terakhir anggota bawah.1 Lebih kurang 6 jam sesudah mati, kaku mayat akan mulai terlihat dan lebih kurang 6 jam kemudian seluruh tubuh akan menjadi kaku. Kekakuan tersebut akan berlangsung selama 36 sampai 48 jam. Sesudah itu, tubuh mayat akan mengalami relaksasi kembali sebagai akibat dari proses degenerasi dan pembusukan. Relaksasi yang terjadi sesudah mayat mengalami kaku mayat disebut relaksasi sekunder.1 Urutan terjadinya relaksasi sekunder seperti urutan terjadinya kaku mayat; yaitu dimulai dari otot-otot pada daerah muka, leher, anggota atas, dada, perut dan terakhir anggota bawah.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain:1,3 a. Persediaan glikogen Pada mayat dari orang yang sebelum meninggalnya banyak makan makanan yang mengandung karbohidrat maka kaku mayat akan timbul lebih lambat. Pada mayat dengan gizi jelek, kaku mayat akan timbul lebih cepat. b. Kegiatan otot Pada orang yang melakukan aktifitas yang berlebihan sebelum kematiannya, kaku mayatnya akan menjadi lebih cepat. c. Suhu udara sekitarnya Pada udara yang suhunya tinggi kaku mayat terjadi lebih cepat dan berlangsung lebih singkat, sedang pada suhu rendah terjad lebih lambat dan

32

berlangsung lebih lama. Pada suhu 10 derajat Celcius di bawah nol kaku mayat tidak terjadi, sedang kekakuan yang terlihat disebabkan karena adanya freezing atau cold stiffening. d. Umur Pada anak-anak timbulnya kaku mayat lebih cepat daripada orang dewasa. Kekakuan pada tubuh jenazah akibat rigor mortis perlu dibedakan dengan kekakuan akibat proses lainnya, seperti misalnya: a. Cadaveric spasme atau instantaneous rigor Kekakuan yang terjadi di sini disebabkan oleh kekakuan serombongan otot akibat ketegangan jiwa atau ketakutan sebelum kematiannya. Keadaan seperti ini sering ditemukan pada orang yang melakukan bunuh diri, orang-orang yang mengalami kecelakaan atau yang megalami ketakutan yang sangat ketika akan dibunuh. Dalam perang Vietnam ditemukan mayat tentara Amerika dengan cadaveric spasme. Cadaveric spasme ini sebetulnya merupakan proses intravital, tidak dapat direkayasa dan akan hilang berkenaan dengan terjadinya proses pembusukan. b. Heat stiffening Pada mayat yang terbakar, akan mengalami kekakuan otot yang disebabkan karena proses koagulasi protein. Untuk membedakannya dengan kekakuan akibat rigor mortis tidaklah sulit, sebab pada heat stiffening pengaruh panas pada daerah kulit akan terlihat jelas. c. Freezing Kekakuan yang terjadi di sini disebabkan oleh pembekuan cairan di sendi atau di dalam sel-sel otot atau jaringan interstisiil. Pada perabaan terasa dingin dan bila digerakkan terasa adanya krepitasi. Freezing yang terjadi di dalam tengkorak dapat

33

menyebabkan sutura pada tulang tengkorak lepas karena adanya desakan es dari dalam. Jika mayat diletakkan pada suhu tinggi akan terjadi pelemasan otot. 7. Pembusukan atau Modifikasinya Pembusukan yang terjadi pada tubuh mayat disebabkan oleh proses otolisa dan aktifitas mikroorganisme.1 Proses otolisa terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang sudah mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan mengalami kehancuran dan akibatnya jaringan akan menjadi lunak atau mencair.1 Proses otolisa ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme dan oleh sebab itu pada mayat yang bebas hama, misalnya mayat bayi dalam kandungan, proses otolisa tetap berlangsung.1 Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat dan dengan sendirinya akan memperlambat otolisa, sedang pada suhu yang panas proses otolisa juga akan mengalami hambatan disebabkan rusaknya enzim oleh panas tersebut.1,3 Mengenai mikroorganisme penyebab pembusukan, yang paling utama adalah oleh kuman Clostridium Welchii yang biasanya ada pada usus besar. Karena pada orang yang sudah mati semua sistem pertahanan tubuh hilang maka kuman-kuman pembusuk tersebut dapat leluasa memasuki pembuluh darah dan menggunakan darah sebagai media untuk berkembang biak. Kuman itu akan menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan-bekuan darah yang terjadi sebelum atau sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas-gas pembusukan. Proses tersebut mulai tampak lebih kurang 48 jam sesudah mati.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembusukan antara lain:1 a. Faktor luar, yaitu:

34

1. Mikroorganisme Pada mayat bayi yang baru dilahirkan atau mayat yang tidak berpakaian proses pembusukkannya akan terhambat. Proses pembusukan yang lambat juga akan dialami oleh mayat yang dikuburkan di dalam tanah yang sangat padat. 2. Suhu disekitar mayat Proses pembusukan yang paling optimal terjadi pada suhu 70-100 derajat Fahrenheit. Pada suhu di bawah 50 derajat Fahrenheit atau di atas 100 derajat Fahrenheit, proses pembusukan menjadi lebih lambat akibat terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme. 3. Kelembaban udara Seperti diketahui bahwa proses pembusukan diperlukan kelembababn udara. Oleh karena itu semakin tinggi kelembaban semakin cepat pembusukannya. 4. Medium dimana mayat berada Pembusukan pada medium udara terjadi lebih cepat dibandingkan pada medium air lebih cepat dibandingkan pada medium tanah. b. Faktor dalam, yaitu:1 1. Umur Pada mayat dari orang-orang tua, proses pembusukannya lebih lambat disebabkan lemak tubuhnya relatif lebih sedikit. Pembusukan yang lambat juga terjadi pada mayat bayi yang baru lahir dan belum pernah diberi makan, sebab pada mayat tersebut belum kemasukkan kuman-kuman pembusuk. 2. Sebab kematian Mayat dari orang yang mati mendadak lebih lambat proses pembusukkannya daripada yang mati karena penyakit kronis. Demikian juga mayat dari orang yang mati karena keracuna khronis dari zat asam karbol, arsen, antimo dan zink klorida.

35

3. Keadaan mayat Proses pembusukan yang cepat terjadi pada tubuh mayat yang gemuk, edematus, luka-luka atau mayat wanita yang mati sesudah melahirkan. Sedang proses pembusukan yang lambat terjadi pada mayat yang ketika hidupnya mengalami dehidradsi. Pada keadaan tertentu, tanda-tanda pembusukan seperti yang disebutkan di atas tidak dijumpai. Yang ditemukan adalah modifikasinya, yaitu mumifikasi atau saponifikasi (adipocere).1 Mumifikasi dapat terjadi kalau keadaan disekitar mayat kering,

kelembabannya rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri.1 Terjadinya beberapa bulan setelah mati, dengan tanda-tanda sebagai berikut:1 - Mayat menjadi kecil - Kering - Mengkerut atau melisut - Warna coklat kehitaman - Kulit merekat erat dengan tulang di bawahnya - Tidak berbau - Keadaan anatominya masih utuh Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalam suasana hangat, lembab, dan basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak larut.1,3 Terjadinya saponifikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak, dengan tanda-tanda sebagai berikut:1 - Warna keputihan

36

- Bau tengik seperti bau minyak kelapa Jika pada mayat terjadi proses saponifikasi atau mumifikasi maka hal itu dapat dimanfaatkan guna kepentingan identifikasi ataupun pemeriksaan luka-luka, meskipun terjadinya kematian sudah lama. 8. Perubahan-Perubahan pada Darah Sesudah mati akan terjadi penurunan pH darah sebagai akibat dari penumpukan CO2 saat-saat akhir kehidupannya, glikogenolisis dan glikolisis. Penurunan pH juga dapat disebabkan oleh penumpukan asam laktat, pemecahan asam amino dan pemecahan asam lemak. Setelah 24 jam dari saat kematiannya, keadaan darah mulai berubah menjadi basa sebagai akibat dari pemecahan protein secara enzimatik. Pemecahan ini juga akan menyebabkan kenaikan non protein nitrogen. Proses proteolisis juga akan menyebabkan kenaikan ureum. Mengenai kadar gula darah, akan mengalami penurunan yang cepat sesudah mati. Tetapi kadar dekstrose darah pada vena cava inferior akan mengalami kenaikan sebagai akibat pemecahan glikogen di dalam hati. Kenaikan kadar dekstrose ini akan merembes sampai ke jantung sebelah kanan. Kadar dekstrose darah di tempat lain tidak mengalami kenaikan mengingat paru-paru merupakan barikade yang cukup baik terhadap perembesan. 9. Kematian Sel (cellulare Death/Moleculare Death) Jika seseorang sebagai individu telah meninggal dunia maka sel-sel yang membentuk tubuhnya akan tetap hidup secara sendiri-sendiri, meskipun sel-sel itu tidak mendapatkan supply oksigen. Ketahanan hidup sel tanpa oksigen ini berbeda-beda, seperti tersebut di bawah ini:

37

- Sel-sel usus mampu hidup sampai 2 jam sesudah mati. Dalam periode ini peristaltik usus sering dijumpai. - Sel-sel otot tertentu mampu hidup 3 jam sesudah mati. Dalam periode tersebut otot yang bersangkutan masih dapat mengalami kontraksi jika dirangsang dengan listrik. - Sel-sel jantung tidak segera mati dan masih dapat berdenyut secara lemah dn tidak sempurna. - Otot pupil masih dapat melebar jika diberi obat atropin. - Spermatozoa mampu hidup selama beberapa jam sesudah mati.

D. Perkiraan Saat Kematian Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati.1 1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kirikanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberpa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires scletiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam paska mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam paska mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca

38

mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah skitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskuler koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat ilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur, pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap. 2. Perubahan dalam lambung Kecepatan pengosongan lambung sangat berfariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun, keadaan lambung dan isinya dapat membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) menandakan bahwa korban setelah meninggal telah makan makanan tersebut. 3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm per hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat dipergunakan bagi pria yang

39

mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir dia mencukur. 4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat dipergunakan untuk memperkirkan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku. 5. Perubahan dalam cairan serebro spinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. 6. Dalam cairan vitreus. Terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati. 7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memebrikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta ganggun permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 8. Reaksi supravital. Yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati

40

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan Tanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu thanatos yang berarti mati dan logos yang berarti ilmu. Jadi arti sesungguhnya dari tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Ilmu tanatologi mempelajari mengenai penentuan kematian, perubahan-perubahan sesudah mati, saat kematian, dan kegunaan tanatologi. Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati batang otak, yang ditandai dengan tidak berespon terhadap semua rangsangan, tidak sadarnya pasien, hilangnya reflex pupil, hilangnya reflex kornea, tidak ada reflex menelan, tidak ada reflex vestibulokoklearis dan tidak adanya pernafasan spontan. 2. Saran Thanatologi merupakan hal yang penting bagi kedokteran forensik karena untuk membantu menentukan cara kematian, sebab kematian, saat kematian, dan diagnosis kematian. Oleh sebab itu perlu pelajaran lebih dalam lagi tentang ilmu ini dan saling melengkapi terhadap ilmu-ilmu yang telah ada.

41

DAFTAR PUSTAKA 1. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65. 2. http://kakumayat.blogspot.com/2008/11/tugas-kaku-mayat_3702.html 3. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35. 4. http://www.freewebs.com/forensicpathology/lebammayat.htm 5. Idris, M A Dr. Saat kematian. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina Rupa Aksara. 1997 : 53-77.

42

Anda mungkin juga menyukai