Anda di halaman 1dari 65

Fraktur Tertutup/ Terbuka Fraktur tertutup : terjadinya diskontuinitas dari jaringan tulang dimana tidak ada luka yang

menghubungkan tulang patah dengan udara luar Fraktur terbuka : terjadinya diskontuinitas dari jaringan tulang dimana terdapat luka yang menghubungkan tulang yang patah dengan dunia luar atau permukaan kulit Tatalaksana pertama Fraktur tertutup - Perhatikan keadaan umum pasien, kalau syok berikan RL atau NaCl 0,9% - Untuk mengurangi rasa nyeri pasang spalk pada daerah yang faraktur kemudian diinggikan - Pemasangan spalk harus melewati 2 buah sendi - Kalau nyeri sekali berikan obat analgetik - Buat rontgen foto minimal 2 posisi - Konsulkan Tatalaksana pertama Fraktur terbuka - Pasang IVFD RL/NaCl - Pasang spalk dan tinggikan - Beikan obat analgetik akalu nyeri sekali - Pada frakturnya perhatikan perdarahan dan gangguan neurovaskularisasi bagian distal/acral/ujung - Berikan ATS profilak : ATS 1500 unit untuk dewasa, anat separuhnya . TAT 0,5 cc - Berikan Antibiotik dosis tinggi - Buat Rontgen foto pada daerah yang fraktur - Konsulkan

Pertolongan cedera alat gerak Lakukan penilaian dini. Kenali dan atasi keadaan yang mengancam jiwa. Jangan terpancing oleh cedera yang terlihat berat. Lakukan pemeriksaan fisik. Stabilkan bagian yang patah secara manual, pegang sisi sebelah atas dan sebelah bawah cedera. Jangan sampai menambah rasa sakit penderita. Paparkan seluruh bagian yang diduga cedera. Atasi perdarahan dan rawat luka bila ada. Siapkan semua peralatan dan bahan untuk membidai. Lakukan pembidaian.

Kurangi rasa sakit dengan cara mengistirahatkan bagian yang cedera, mengompres es pada bagian yang cedera (khususnya pada patah tulang tertutup) dan membaringkan penderita pada posisi yang nyaman.

Prinsip pertolongan pertama pada patah tulang 1. Pertahankan posisi 2. Cegah infeksi 3. Atasi syok dan perdarahan 4. Imobilisasi (fiksasi dengan pembidaian) 5. Pengobatan : - Antibiotika - ATS (Anti Tetanus Serum) - Anti inflamasi (anti radang) - Analgetik/ pengurang rasa sakit

FRAKTUR CRURIS A. PENGERTIAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Bruner & sudarth, 2002). Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddart). Fraktur ada beberapa jenis : Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser pada posisi normal) Fraktur tidak komplit : patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah tulang Fraktur tetutup (frakur simple) : tidak terjadi robekan kulit Fraktur terbuka(fraktur komplikatal kompleks) : merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa ampai kepatahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I Grade II : dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif

Grade III : Yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat. C. ETIOLOGI Pukulan langsung Gaya meremuk Gerakan puntir mendadak Kontraksi otot eksterm Fraktur patologi keadaan penyakit menjadi lemah : misal kanker / osteoporosis E. TANDA DAN GEJALA Krepitasi pada daerah yang patah ( bunyi bila digerakan ) Deformity ( perubahan bentuk ) Nyeri Fungsionalisa Perdarahan Bengkak Fungsi rongten terlihat : 1) 2) Bentuk patah Posisi patah

F. KOMPLIKASI Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cidera Emboli lemak , yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih Sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Infeksi Tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cidera

Koagulopati intavaskuler diseminata ( KID ) G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan ronten : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma Scan tulang ,tomograf, scan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak Anteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma Kretinin : trauma otot meningkatnya beban kratinin untuk klirens ginjal Pofil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah , tranfusi multiple atau cidera hati. ( Doengoes, E.Marilyn ) H. PENATALAKSANAAN MEDIK Mobilisasi segera fraktur minimal dan penyangga fraktur yang memadai saat pemindahan dan merubah posisi merupakan upaya yang dapat mengurangi insiden emboli lemak Karena emboli lemak merupakan penyeban utama kematian pasien fratur dukungan pernafasan dilakukan dengan oksigen yang diberikan dengan konsentrasi tinggi. Obat vaksoaktif untuk mendukung fungsi kardiovaskuler diberikan untuk mencegah hipotensi, syok, dan edema paru interstisial. Pencatatan masukan dan haluaran yang akurat memungkinkan terapi penggantian cairan yang memadai. Morfin dapat diresepkan untuk mengurangi nyeri dan ansietas pasien yang di pasang ventilator. Untuk mengatasi rasa takut di berikan penenang. Respon pasien terhadap terapi di pantau ketat (Doengoes, E.Marilyn)

efinisi Fraktur Terbuka Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Dimana trauma langsung

menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin rasjad,2008). Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008). Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

2.3 Klasifikasi Fraktur Terbuka klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990) TIPE 1 Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2 trauma yang hebat

pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif. TIPE 2 Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur. TIPE 3 Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe: TIPE 3 a Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat TIPE 3 b Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat. TIPE 3 c Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

2.4 Diagnosis Fraktur Terbuka Anamnesis -Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen 3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis Pemeriksaan lokal 1. Inspeksi (Look) Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi 2. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri. Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai 3. Pergerakan (Move) -Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis -Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan radiologis -Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang.

PENGERTIAN Fraktur adalah hilangnya continuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. ETIOLOGI Trauma musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah ; 1. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 1. Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. KLASIFIKASI FRAKTUR 1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. 2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar). 3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang. FAKTOR PENYEMBUHAN FRAKTUR 1. Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang. 2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya

dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak. 3. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser. 4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union. 5. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur. 6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar. 7. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi. 8. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik berupa periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur. 1. Faktor adanya infeksi dan keganasan local. 2. Cairan synovial. Cairan synovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur. Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormonehormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan). KOMPLIKASI FRAKTUR Komplikasi Awal * Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. * Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh

darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. * Fat Embolism Syndrome (FES). Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Ditandai dengan gangguan pernafasan, tahikardi, hipertensi, tahipnea, dan demam. * Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat. * Nekrosis Avaskular. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekosis tulang. * Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. 1. Komplikasi Lama * Delayed Union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. * Non-union. Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi. * Mal-union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur tibia-fibula. PENATALAKSANAAN FRAKTUR 1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi. * Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. * Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. * Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan

gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. * Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi. Penatalaksanaan pembedahan. * Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari. * Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). * Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk). PROSES KEPERAWATAN KLIEN FRAKTUR * PENGKAJIAN 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga, dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau tidak. 2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. 3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak. 4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas, sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur. 5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur. 6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.

7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan gangguan citra diri. 8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur. 9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan. 10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif. 11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien. * PEMERIKSAAN FISIK 1. Gambaran umum 2. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien. * Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada keadaan klien. * Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut. * Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk. 1. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler. 1. Keadaan Lokal. 2. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain : * Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi) * Fistula * Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi * Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) * Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas) * Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)

1. Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). * Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. * Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar persendian. * Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal) * Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. 1. Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan aktif dan pasif. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah menggunakan sinar rontgen (Sinar-X) yang memerlukan dua proyeksi yaitu AP dan lateral. 2. Pemeriksaan Laboratorium * Kalsium dan Fosfor meningkat pada tahap penyembuhan tulang. * Alkali fosfatase meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. * Enzim otot seperti kreatinin kinase , laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amini transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 1. Pemeriksaan lain-lain. * Biopsi tulang dan otot. Lebih diindikasikan bila terjadi infeksi * Elektromiografi. Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur. * Artroskopi. Didapatkan jaringan ikat yang rusakatau sobek karena trauma yang berlebihan. * Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan infeksi pada tulang. * MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. * DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien fraktur adalah ; * Nyeri berhubungan dengan spasme otot, Gerakan fragmen tulang dan cedera

pada jaringan lunak, Alat traksi/imobilisasi * Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri. * Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan, Kemungkinan dilakukannya operasi. * Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan Fraktur terbuka, Pemasangan traksi/gips. * Resiko terhadap trauma berhubungan dengan Kehilangan integritas tulang (fraktur) * Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan primer, Prosedur invasive (traksi tulang). * INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN o Peredaan nyeri Nyeri dan nyeri tekan kemungkinan akan dirasakan pada fraktur dan kerusakan jaringan lunak, spasme otot terjadi sebagai respon terhadap cedera dan immobilisasi. Upaya pengontrilan nyeri dapat berupa membidai dan menyangga daerah yang cedera , melakukan perubahan posisi dengan perlahan, meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung, memberikan kompres es bila perlu, memantau pembengkakan dan status neurovaskuler, memberikan analgetik sesuai ketentuan seawal mungkin pasien merasakan nyeri, menganjurkan tehnik relaksasi. * Peningkatan mobilitas Mobilitas pasien dapat terganggu karena nyeri, pembengkakan dan alat immobilisasi (missal : bidai, gips, traksi). Ekstremitas yang bengkak ditinggikan dan disokong secukupnya dengan tangan dan bantal. Gerakan dalam batas-bats immobilitas terapeutik selalu dianjurkan. Bila alat bantu (missal : tongkat, walker, kursi roda) harus digunakan pada pasca operasi, pasien dianjurkan untuk berlatih menggunakannya sebelum operasi, agar mereka bias menggunakannya dengan aman dan memungkinkan mobilitas mandiri lebih awal. * Mengurangi kecemasan Sebelum pembedahan dilakukan, pasien harus diberi informasi mengenai prosedur, tujuan dan implikasinya. Berbincang dengan pasien mengenai apa yang akan dikerjakan, dan mengapa, dapat mengurangi ketakutan.Kunjungan perawat yang sering akan mengurangi perasaan isolasi. Keluarga dan kerabat dianjurkan untuk sering mengunjungi untu alasan yang sama. * Memelihara integritas kulit

Kaji terjadinya kerusakan kulit : Abrasi kulit, titik nyeri gips, keluarnya pus, sensasi iritasi. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala kerusakan kulit.Tekanan akibat gips dan peralatan dapat mengakibatkan kerusakan kulit. * Menghindari trauma/mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi diatas dan di bawah fraktur bila bergerak atau membalik. Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik. Kaji ulang foto. * Menghindari Infeksi Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan. Infeksi merupakan perhatian khusus terutama pada pasien pascaoperasi orthopedic karena tingginya resiko osteomielitis. Antibiotik sistemik profilaksis sering diberikan selama perioperatif dan segera pad periode pasca operasi. Saat mengganti balutan tehnik aseptic sangat penting. Perawat memantau tanda vital, menginspeksi luka, dan mencatat sifat cairan yang keluar . * EVALUASI Melaporkan berkurangnya kadar nyeri - Menggunakan banyak pendekatan untuk mengurangi nyeri - Menyatakan bahwa obat yang dipakai efektif dapat mengontrol nyeri - Dapat bergerak dengan rasa nyaman yang bertambah. Memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik - Meminta bantuan bila akan bergerak - Meninggikan ekstremitas yang bengkak setelah pemindahan - Menggunakan alat immobilisasi dan alat bantu sesuai kebutuhan Memperlihatkan berkurangnya kecemasan - Tampak relaks

- Menggunakan mekanisme koping efektif - Mengekspresikan keprihatinan dan perasaannya Tidak memperlihatkan bukti adanya kerusakan kulit. - Warna kulit sekitar luka atau pemasangan alat normal - Tidak ada oedema pada sekitar luka atau pemasangan alat * Trauma tidak terjadi - Menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur - Menunjukan pembentukan calus / mulai penyatuan fraktur dengan tepat * Menunjukan tidak ada tanda infeksi - Luka sembuh tanpa tanda infeksi - Cairan yang keluar dari luka tidak purulen

PENGERTIAN Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umunya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara menurut Doenges (2000) memberikan batasan, fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan.

B. PENYEBAB (ETIOLOGI)

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: 1. Fraktur akibat peristiwa trauma. Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba / mendadak dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan secara langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. 2. Fraktur akibat tekanan berulang. Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. 3. Fraktur patologik karena kelainan tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulangtulang tersebut sangat rapuh (osteoporosis).

C. KLASIFIKASI Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli: 1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks yang utuh). 2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi: Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melewati kulit. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu: 1. Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot. 2. Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot. 3. Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, otot dan kulit. 3. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu: Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan periosteum) / tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek. Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ). Longitudinal yaitu patah memanjang. Oblique yaitu garis patah miring. Spiral yaitu patah melingkar. Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil 4. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu: Tidak ada dislokasi. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi: a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut. b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.

c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang. d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan over lapp ( memendek ).

D. MANIFESTASI KLINIK Banyak sekali manifestasi klinik tentang fraktur. Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut: 1. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. 2. Bengkak / edema Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya. 3. Memar / ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. 4. Spame otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur. 5. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema. 6. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. 7. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. 8. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

9. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. 10. Gambaran X-ray menentukan fraktur Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur E. PATOFISIOLOGI Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,

sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma. Dan jenis fraktur. 2. Scan Tulang, tomogram, CT Scan / MRI : memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dapat umutk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vasskular. 4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma. 5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cedera hati. H. PENATALAKSANAAN MEDIK Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. 1. Reposisi / reduksi. Jenis-jenis fracture reduction ( reposisi ) yaitu: Manipulasi atau close reduction : Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum. Open reduction : Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan. sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM. Traksi : Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu: a) Skin Traksi : Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). b) Skeletal traksi : Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat ke dalam tulang. Immobilisasi : Setelah dilakukan reposisi dan posisi fragmen tulang sudah di pastikan pada posisi baik hendaknya di immobilisasi dan gerakkan anggota badan yang mengalami fraktur diminimalisir untuk mencegah fragmen tulang berubah posisi.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat- pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. 1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, fisiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosa fraktur terbuka.

1.3 Tujuan Penulisan Penulisan referat ini bertujuan untuk: 1. Memahami definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis fraktur terbuka. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran. 1. Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang. 1.4 Metode Penulisan Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Fraktur Terbuka Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin rasjad,2008). Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan

fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008). Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena 1. penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang. 2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

2.3 Klasifikasi Fraktur Terbuka klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990) TIPE 1 Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2 trauma yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif. TIPE 2 Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

TIPE 3 Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe: TIPE 3 a Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat TIPE 3 b Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat. TIPE 3 c Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

2.4 Diagnosis Fraktur Terbuka Anamnesis -Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia atau perdarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen 3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis Pemeriksaan lokal 1. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.

Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move) -Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis -Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan radiologis -Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

2.5 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka penanggulangan fraktur terbuka beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka: 1. obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan. 2. adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian. 3. berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.

4. segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik 5. ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya 6. stabilisasi fraktur. 7. biarkan luka tebuka antara 5-7 hari 8. lakukan bone graft autogenous secepatnya 9. rehabilitasi anggota gerak yang terkena

TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA 1. pembersihan luka pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. 2. eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen) semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas 3. pengobatan fraktur itu sendiri fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna. 4. penutupan kulit apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang. 5. pemberian antibiotic pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi

6. pencegahan tetanus semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia) 2.6 Komplikasi Fraktur Terbuka 1. perdarahan, syok septik sampai kematian 2. septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik 3. tetanus 4. gangrene 5. perdarahan sekunder 6. osteomielitis kronik 7. delayed union 8. non union dan malunion 9. kekakuan sendi 10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama (chairuddin rasjad,2008).

2.7 Prognosis Fraktur Terbuka Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelumgolden

periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. BAB III KESIMPULAN Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung.

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang atau Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit. Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periodeterlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai

DAFTAR PUSTAKA Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif Watampone, 2008. 332-334. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005. 840-841. Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org [diakses 14 Mei 2011]. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.346-370 Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001. 127-135.

Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2. Jakarta: EGC, 2000.284.

Fraktur
Fraktur yaitu terputusnya kontuinitas dari jaringan tulang dan tulang rawan yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat dibagi atas: 1. Fraktur tertutup, yaitu fraktur yang tidak terdapat adanya hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar. 2. Fraktur terbuka, yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

karena adanya permukaan di kulit 2.2. Patofisiologi Pada fraktur terbuka hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena: Penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan hinak dan tulang. Fragmen tulang merusak jaringan lunak yang luas dan menembus kulit. Secara klinis pembagian derajat patah tulang terbuka dipakai klasifikasi menurut Gustilo dan Anderson yaitu: o Patah tulang derajat I: garis patah sederhana dengan luka kurang atau sama dengan 1 cm bersih. o Patah tulang derajat II : garis patah sederhana dengan luka > 1 cm, bersih, tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas atau terjadi flap atau avulsi. o Patah tulang derajat III : patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak luas termasuk kulit, otot, syaraf, pembuluh darah. Patah tulang ini disebabkan oleh gaya dengan kecepatan tinggi. Masalah yang berkaitan dengan patah tulang derajat III: patah tulang segmental dengan tanpa memperhatikan besarnya luka. ini terjadi oleh karena gaya kecepatan tinggi, luka tembak, gangguan neurovaskular dan amputasi traumatika. Pembagian derajat patah tulang ini sangat penting untuk rencana penanganannya dan prediksi komplikasi dan hasil penanganannya (1,3) 2.3.Gejala Klinis Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah patah tulang 2.4. Diagnosis

1. Anamnesa Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma hams diperinci kapan terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Perlu diteliti kembali trauma lain secara sistematis dan kepala, muka, leher, dada dan perut. 2. Pemeriksaan Umum Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti stok pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi 3. Pemeriksaan status lokalis Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang: a. Look, cari apakah terdapat: Deformitas, terdiri dari benjolan yang abnormal, angulasi, rotasi dan pemendekkan. Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan. Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan. b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma. c. Move, untuk mencari: Krepitasi, tetras bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun gerakan pasif Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakkan-gerakkan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi) dan kekuatan. d. Pemeriksaan Penunjang Foto sinar X daerah fraktur yang diambil dalam beberapa bidang pandangan (1,3)

2.5. Komplikasi Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma atau pengobatan. Komplikasi yang terjadi akibat fraktur antara lain: 1. Shock-rasa nyeri yang timbul pada fraktur yang baru terjadi terutama bila

pengangkutan sepanjang perjalanan disertai pembidaian yang kurang baik selalu akan menimbulkan keadaan shock neurologik. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Luka-luka yang terjadi bersamaan Crush syndrome. Embol lemma. Trombosis venosa. Emboli pulmonam. Kerusakan syaraf. Kerusakan epiphyseal. Kerusakan tendon Komplikasi-komplikasi pada kulit 1,3

2.6. Penatalaksanaan 1. Harus ditegakkan dan ditangani lebih dahulu akibat trauma bersamaan yang

membahayakan jiwa. Untuk itu penting untuk melakukan pemeriksaan jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak 2. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat bedah.

Dengan terbuka barter jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dan segi prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas ke-6. Sasaran akhir yang dimaksud adalah: mencegah sepsis, penyembuhan tulang dan pulihnya fungsi. 3. Pemberian antibiotika yang tepat.

Mikroba yang ada dalam luka pada patah tulang terbuka sangat bervariasi, tergantung dimana patah tulang itu terjadi. Pemberian antibiotik yang tepat sukar untuk ditentukan, hanya saja sebagai pemikiran dasar, sebaiknya antibiotika dengan spektrum luas, untuk kuman gram positif maupun gram negatif. 4. Debridemen dan irigasi sempurna.

Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada daerah patah tulang terbuka, baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan. 5. Stabilisasi.

Untuk penyembuhan luka dan tulang, sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang. Cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbuka dan fasilitas yang ada. Pada derajat III, dianjurkan pemasangan fiksasi luar. 6. Penutupan luka.

Penutupan luka-luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang derajat I dan II, untuk derajat III sama sekali tidak dianjurkan penutupan luka primer, hanya saja, kalau memungkinkan, tulang yang tampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak untuk mempertahankan hidupnya.

1. Apakah pengertian dari patah tulang atau yang lebih sering disebut dengan fraktur? Jawab : Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( R. Sjamsuhidajat, Wimde Jong, 1997 ) Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang ( Seymor I. Schwartz, 2000 ). 1. Apa penyebab terjadinya frakur? Jawab : a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa

pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh. 1. Jelaskan patofisiolgi dari fraktur! Ketika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh truma, peristiwa tekanan ataupun patah tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement. 1. Sebutkan tanda dan gejala syndroma compartement! Jawab :

Tanda dan gejala dari Syndroma Compartement adalah : Nyeri pada keadaan istirahat ( pain ). Parestesia. Pucat ( pale ). Paresis atau paralisis. Denyut nadi hilan ( pulse ). Jari di posisi fleksi Gangguan diskriminasi dua titik ( two points discrimination test ). Tekanan tinggi di dalam komparrtemen ( pressure ).

1. Apa saja klasifikasi fraktur? Sebutkan dan jelaskan!

Jawab : 1. 2. 3. 4. 1. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut : Jenis : tranversal, spiral, oblik, segmental, kominutiva. Lokasi : diafise, metafise, epifise. Integritas kulit serta jaringan lunak yang mengelilinginya : terbuka/compound dan tertutup. kedudukan fragmen : tidak ada dislokasi dan adanya dislokasi.
Pergeseran fragmen ada 4, sebutkan!

Jawab : 1. Alignman : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut. 2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening). 3. Aposisi : hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya. 4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal 1. Dalam fraktur terbuka dapat dibedakan dalam 3 grade, sebutkan ! Jawab : Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu: a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit. 1. Apa gejala klinis yang ditimbulkan pada fraktur? Jawab : a. Nyeri b. Bengkak/edema c. Memar/ekimosis d. Spasme otot e. Penurunan sensasi f. Gangguan fungsi g. Mobilitas abnormal h. Krepitasi. i. Defirmitas j. Shock hipouolemik k. Gambaran X-ray menentukan fraktur
9. Sebutkan komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh fraktur!

Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain: a. Shock b. Infeksi c. Nekrosis divaskuler d. Cidera vaskuler dan saraf

e. Mal union f. Borok akibat tekanan g. Gangren 1. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan pada penderita fraktur? Jawab : a. RiwayatAnamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. b. Pemeriksaan Fisik - Inspeksi / LookDeformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengak. Pada fraktur terbuka klasifikasi Gustilo - Palpasi / Feel : Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. - Gerakan / Moving - Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. c. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. d. Radiologis untuk lokasi fraktur.
11. Bagaimana pertolongan awal yang diberikan pada penderita patah tulang?

Jawab : 1. Kenali ciri awal patah tulang dengan memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena; benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien mengalami patah tulang. Biasanya, pasien akan mengalami rasa nyeri yang amat sangat dan bengkak hingga terjadinya perubahan bentuk yang kelihatannya tidak wajar (seperti; membengkok atau memuntir). 2. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan usahakan untuk menghentikan pendarahan dengan dibebat atau ditekan dengan perban atau kain bersih. 3. Lakukan reposisi (pengembalian tulang yang berubah ke posisi semula) namun hal ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli atau yang sudah biasa melakukannya. 4. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai/ papan dari kedua sisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisinya tetap stabil.
12. Bagaimana penatalaksanaan fraktur?

Jawab : Penatalaksanaan fraktur terdapat Prinsip 4R (chairudin Rasjad)


1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur 2. Reduction : mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk

semula (anatomis ).

3. Retention : Immobilisasi 4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Sedangkan

penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
13. Sebutkan jenis jenis fraktur reduction! Jawab :

Jenis-jenis fraktur reduction yaitu: a. Manipulasi atau close red Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum. b. Open reduksi Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM. c. Traksi Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang.
14. Sebutkan macam macam traksi yang diberikan pada penderita frkatur!

Jawab : Ada 3 macam traksi yaitu: 1) Skin traksi Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). 2) Skeletal traksi Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang. 3) Maintenance traksi Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
15. Apa komplikasi diadakannya traksi pada penderita fraktur?

Jawab : 1. Gangguan sirkulasi darah : beban > 12 kg 2. Trauma saraf peroneus (kruris) : droop foot

3. Sindroma kompartemen 4. Infeksi : tempat masuknya pin


16.Apa tujuan diadakannya pengobatan pada penderita fraktur?

Jawab : 1.REPOSISI Tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. 2.IMOBILISASI / FIKSASI Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union 3.UNION ( penyatuan tulang kembali ). 4.REHABILITASI
17.Sebutkan stadium stadium yang terjadi pada waktu penyembuhan fraktur!

Jawab : Penyembuhan fraktur ada 5 Stadium :


1. Pembentukan Hematom : kerusakan jaringan lunak dan penimbunan darah. 2. Organisasi Hematom / InflamasiDalam beberapa jam post fraktur : fibroblast ke

hematom, beberapa hari terbentuk kapiler (jaringan granulasi).


3. Pembentukan kallus Fibroblast pada jaringan granulasi : kolagenoblast kondroblast,

partisipasi osteoblast sehat terbentuk kallus (Woven bone).


4. Konsolidasi : woven bone berubah menjadi lamellar bone. 5. Remodelling : Kalus berlebihan menjadi tulang normal. 18.Bagaimana proses penyembuhan fraktur? Jawab : Proses penyambuhan fraktur adalah :

1. Fase penyatuan : absorbsi energi pada tempat fraktur. 2. Fase inflamasi : hematoma, nekrosis tepi fraktur, pelepasan sitokin, jaringan granulasi dalam celah celah. Fase inflamasi berlangsung selama sekitar 2 minggu. 3. Fase reparatif : kartilago dan tulang berdiferensiasi dari potensial dan sel sel mesenkim. Kartilago mengalami klasifikasi endokondral, dan tulang membranosa yang dibentuk oleh osteoblas pada perifer dari kalus, secara bertahap mengganti kartilago yang berklasifikasi dengan tulang. Fase ini berlangsung selama satu sampai beberapa bulan. 4. Fase remodelling : Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur (McCormack,2000).
19.Bagimana prinsip terjadinya union ( penyatuan tulang ) pada penderia fraktur? Jawab :

a. b.

Dewasa : Kortikal 3 bulan, Kanselus 6 minggu Anak-anak : separuh dari orang dewasa

20.Prevalensi pada penderita fraktur adalah?

Jawab :

Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.

PENGERTIAN Fraktur adalah hilangnya continuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

ETIOLOGI Trauma musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah ;

1. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 2. Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. KLASIFIKASI FRAKTUR 1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar). 3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang.

FAKTOR PENYEMBUHAN FRAKTUR 1. Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang. 2. Lokasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.

Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak. 3. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser. 4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union. 5. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur. 6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.

7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik berupa periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur. 8. Faktor adanya infeksi dan keganasan local. 9. Cairan synovial. Cairan synovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur. 10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi. Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormone-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan).

KOMPLIKASI FRAKTUR 1. Komplikasi Awal Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini

disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Fat Embolism Syndrome (FES). Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Ditandai dengan gangguan pernafasan, tahikardi, hipertensi, tahipnea, dan demam.

Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat. Nekrosis Avaskular. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekosis tulang. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. 2. Komplikasi Lama Delayed Union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke

tulang menurun. Non-union. Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi. Mal-union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur tibia-fibula.

PENATALAKSANAAN FRAKTUR Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota

gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan

umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi. Penatalaksanaan pembedahan. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk).

ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga, dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau tidak. 2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. 3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak. 4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas, sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.

5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur. 6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap. 7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan gangguan citra diri. 8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur. 9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan. 10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif. 11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien. PEMERIKSAAN FISIK 1. Gambaran Umum a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien. Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk. b. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan

proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler. Keadaan Lokal. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :

Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi) Fistula Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi

Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas) Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).

Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar persendian. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau

distal) Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan aktif dan pasif.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah menggunakan sinar rontgen (Sinar-X) yang memerlukan dua proyeksi yaitu AP dan lateral.

2. Pemeriksaan Laboratorium Kalsium dan Fosfor meningkat pada tahap penyembuhan tulang. Alkali fosfatase meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti kreatinin kinase , laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amini transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang. Pemeriksaan lain-lain.

Biopsi tulang dan otot. Lebih diindikasikan bila terjadi infeksi Elektromiografi. Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur. Artroskopi. Didapatkan jaringan ikat yang rusakatau sobek karena trauma yang berlebihan. Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan infeksi pada tulang. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

DiSLOKASi
DEFINISI Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligmen ligmennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya. KLASIFIKASI 1. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi Patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi Traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. TANDA DAN GEJALA 1. Deformitas pada persendiaanKalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah. 2. Gangguan gerakanOtot otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut. 3. PembengkakanPembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas. 4. Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal. MACAM MACAM DISLOKASI 1. Dislokasi Sendi Rahang

Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena : Menguap atau terlalu lebar. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali. Tindakan Pertolongan : Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang Tekanan itu harus mantap tapi pelan pelan Bersamaan dengan penekanan itu jari jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras. Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.

2. Dislokasi Sendi Bahu

Definisi Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior) Macam-macam 1. Dislokasi anterior Dislokasi preglenoid subkorakoid, subklavikule 2. Dislokasi posterior Nyeri, benjolan dibagian belakang sendi pemeriksaan radiologis. Khas: light bulb karena rotasi internal humerus 3. Dislokasi inferior atau luksasi erecta Kaput humerus terjepit di bawah glenoid, dengan lengan arah ke atas pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi 4. Dislokasi dengan Fraktur Biasanya adalah dislokasi tipe anterior dengan fraktur 90 % kasus dislokasinya anterior (ke depan) Gejala klinis: aspek lateral bahu menjadi datar bukannya membulat dan dapat teraba depresi yang dalam antara caput humeri dan acromion di lateral. gerakan yang terbatas rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan. Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan Diagnosis Banding dislokasi akromioklavikula fraktur klavikula

fraktur kolumna humeri fraktur humerus proksimal Pemeriksaan tambahan X-Ray untuk menemukan fraktur terkait Pemeriksaan utk mencari adanya cedera plexus brachialis wajib dilakukan Raba denyut nadi radialis Tindakan Pertolongan Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati hati. Jangan sampai itu justru merusak jaringan jaringan penting lainnya. Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera. Reduksi Sejumlah teknik reduksi boleh digunakan, antara lain sbb: 1. Traksi pasif (teknik Stimson) Pasien diberi dosis analgesia yg cukup atau sedasi iv. Sbg alternatif, 20 ml lidokain 1% dapat disuntikkan ke dalam sendi sebelah inferior dan lateral akromion, sebelum penyuntikan lakukan aspirasi darah sebanyak mungkin (???). tunggu 15 menit untuk mendapatkan analgesia maksimum. Kemudian pasien dibaringkan tengkurap pada meja periksa dengan bahu terletak di tepi meja dan ekstrimitas yang mengalami dislokasi dalam keadaan bebas. Diikatkan beban 5-7.5 kg pada pergelangan tangan dg kasa balut. Dislokasi dapat direduksi setelah 10-15menit setelah traksi ini. 2. Rotasi Skapula Letakkan pasien pada posisi tengkurap di atas meja periksa dengan lengan menggantung di tepi meja, atau minta pasien duduk tegak dan minta assisten memasangkan traksi pada lengan Dorong ujung skapula ke medial dan aspek superior skapula ke arah lateral 3. Teknik Hennipen Secara perlahan dielevasikan sehingga bongkol sendi masuk kedalam mangkok sendi. Pasien duduk atau tidur dengan posisi 45o , siku pasien ditahan oleh tangan kanan penolong dan tangan kiri penolong melakukan rotasi arah keluar (eksterna) sampai 90o dengan lembut dan perlahan. Jika korban merasa nyeri, rotasi eksterna sementara dihentikan sampai terjadi relaksasi otot, kemudian dilanjutkan. Sesudah relaksasi eksterna mencapai 90o maka reposisi akan terjadi. Setelah dislokasi direduksi, lakukan imobilisasi extremitas dg memasang immobilizer bahu, misalnya dg bias-cut stockinette baik untuk pembalutan ini Selalu buat foto-foto pasca reduksi Indikasi Operasi: dislokasi bahu yg tidak berhasil direduksi secara tertutup dan dislokasi yg sudah neglected lebih dari 2 minggu Kontraindikasi operasi: Berhubung dengan kondisi medis/cedera penyerta yang tidak memungkinkan dilakukan tindakan pembiusan Komplikasi Kerusakan nervus aksilaris Kerusakan pembuluh darah Tidak dapat tereposisi Kaku sendi

Dislokasi rekuren, dilakukan tindakan operasi Putti-platt, Bristowdan bankart Rujuk pasien untuk mendapat follow up ortopedi Follow up : Daerah lipatan aksilla harus diperhatikan terjadinya mycosis, dan kondisi yang lembab harus dihindarkan dan diatasi. Latihan isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 3 minggu. 5. Dislokasi Sendi Siku Mekansme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Siku jelas berubah bentuk dg kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku. Mintakan pemeriksaan radiografi sebelum mencoba memanipulasi Periksa selalu cedera neurovaskuler yg terkait khususnya a.brachialis dan kerusakan n. ulnaris dan medianus. Reduksi dilakukan dg melakukan traksi longitudinal pd lengan bawah dg traksi lawan (counteraction) pada lengan atas. Reduksi mugkin sulit ducapai dan diperlukan anestesi umum. Setelah reduksi lakukan imobilisasi (membatasi gerakan) lengan dg bidai gips posterior dg posisi fleksi siku bersudut >90o selama 3 minggu. Periksa denyut nadi distal, dan amati sirkulasi tangan. 6. Dislokasi Sendi Jari Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan. Tindakan Pertolongan : Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar seolah olah membentuk huruf O dengan ibu jari. 7. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan InterPhalangeal Dislokasi disebabkan oleh hiperekstensi ekstensi persendian Direposisi secara hati hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit di antara permukaan sendi. 8. Dislokasi PangguL Definisi Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra) Etiologi Akibat ruda paksa berat, paling banyak kecelakaan mobil Patofisiologi Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya diakibatkan oleh abdukasi. Ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul. Indikasi operasi gagal reposisi tertutup kedudukan caput femur tidak stabil

terjadi fraktur koolum femoris adanya lesi N. Ischiadikus

Kontra Indikasi reduksi tertutup (tidak ada)

Diagnosis Banding fraktur acetabulum fraktur collum femur Pemeriksaan Penunjang X-ray dan CT-scan Klasifikasi 1. Dislokasi posterior Definisi Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan adduksi. Arah trauma dan lutut ditransmisikan sepanjang batang femur dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury) atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu Gejala Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi Tungkai tampak lebih pendek Teraba caput femur pada panggul X-Ray Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi dan internal rotasi Tatalaksana Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum dengan disertai relaksasi yang cukup. Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan 90 dan kemudian dilakukan tarikan pada pada secara vertikal Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise Weight bearing dilakukan minimal sesudah 12 minggu. b. Dislokasi anterior Definisi Dislokasi anterior ter adi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung bongkok arah ke depan dan ada puntiranke balakang. Gejala Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi Tak ada pemendekan tungkai Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah Sendi panggul sulit digerakkan X-Ray Caput femur terlihat di depan acetabulum Tatalaksana Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat fleksi dan tarikan pada dislokasi posterior dilakukan adduksi pada dislokasi anterior

c. Dislokasi sentral Definisi Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping sehingga trauma ditransmisikan lewat trokanter mayor mendesak terjadi fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga pelvis. Gejala Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral Gerakan sendi panggul terbatas Biomekanik Diperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil) Dalam posisi duduk terjadi benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulang femur mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dari acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal Dislokasi panggul X-Ray Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul Tatalaksana Dilakukan reposisi dengan skietal traksi sehingga self reposisi pada fraktur acetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam panggul. Dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6 minggu Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur. Komplikasi dislokasi panggul Komplikasi dini Kelumpuhan N.ischiadikus Biasa terjadi pada dislokasi posterior karena internal rotasi yang hebat atau tekanan langsung oleh fragmen fraktur acetabulum. Kerusakan pembuluh darah (A.Glutea superior) Biasanya terjadi pada dislokasi anterior Kerusakan kaput femur Komplikasi lanjut Nekrosis avaskular Miositis ossifikans Rekurent dislokasi Osteoarthritis Perawatan Pasca Reduksi

Pasien tirah baring dan diimobilisasi dengan skin traksi selama 2 minggu, kemudian mobilisasi non weight bearing selama 3 bulan atau tirah baring hingga nyeri sendi panggul menghilang, kemudian segera mobilisasi partial weight bearing. Follow up Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi netral bila diimobilisasi dengan traksi kulit. Latihan isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 2 minggu. Atau pemantauan hilangnya nyeri sendi panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.

9. Dislokasi Patella

Paling sering terjadi ke arah lateral. Gadis muda dan wanita muda paling sering mengalaminya Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah

PENEGAKAN DIAGNOSIS DISLOKASI

I. Anamnesis a. Ada trauma b. Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu c. Ada rasa sendi keluar d. Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual II. Pemeriksaan fisik a. Deformitas b. Nyeri c. Functio lasea, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu III. Pemeriksaan penunjang a. Radiologi onLy!!!

PENATALAKSANAAN UMUM

1. Lakukan reposisi segera 2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari (pada fase syok). Dislokasi bahu, siku, atau jari dapat direposisi dengan anestesi lokal dan obat penenang misalnya valium. 3. Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum. KOMPLIKASI DISLOKASI 1. Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain : o Fraktur. o Kontraktur.

o Trauma jaringan. 2. Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi : o Dekubitus o Kongesti paru dan pneumonia o Konstipasi o Anoreksia o Stasis dan infeksi kemih o Trombosis vena dalam

Pengertian Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. 2.2 Etiologi Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya: 1. Cedera olah raga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakankompenen vital penghubung tulang

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

2.4 Manifestasi klinis Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. Nyeri perubahan kontur sendi perubahan panjang ekstremitas kehilangan mobilitas normal perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi deformitas kekakuan

2.5 Klasifikasi Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut 1. Dislokasi congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan 2. Dislokasi patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang 3. Dislokasi traumatic. Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi 1. Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi 2. Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. 2.6 Komplikasi 1. Komplikasi dini

2. 1.

2. 3. 4.

Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak Fraktur disloksi Komplikasi lanjut Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid Kelemahan otot

2.7 Pemeriksaan Diagnostik 1. foto X-ray untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur 2. foto rontgen Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi 3. Pemeriksaan radiologi Tampak tulang lepas dari sendi 111m 4. Pemeriksaan laboratorium Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit 2.8 Penatalaksanaan 1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat 2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi 3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabi. 4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi 5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan BAB IV PENUTUP Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain

macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang. Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). 1.2 Saran Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya

engertian Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth). Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000). Dislokasi adalah patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138). Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). 2.2 Etiologi Dislokasi disebabkan oleh : 1. Cedera olahraga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang. 2.3 Manifestasi Klinik 1. Deformitas pada persendiaan Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah. 2. Gangguan gerakan Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut. 3. Pembengkakan Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas. 4. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal. 5. Kekakuan. 2.4 Patofisiologi Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamenligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. 2.5 Klasifikasi Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Dislokasi congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi traumatik Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi : 1). Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. 2). Dislokasi Kronik 3). Dislokasi Berulang Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Berdasarkan tempat terjadinya : 1. Dislokasi Sendi Rahang Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena : a. Menguap atau terlalu lebar. b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali. 2. Dislokasi Sendi Bahu Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior). 3. Dislokasi Sendi Siku Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku. 4. Dislokasi Sendi Jari Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan. 5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian. 6. Dislokasi Panggul Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra). 7. Dislokasi Patella a. Paling sering terjadi ke arah lateral. b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. 2.6 Komplikasi Dini 1). Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot

deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut. 2). Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak. 3). Fraktur disloksi. Komplikasi lanjut 1). Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi. 2). Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid. 3). Kelemahan otot. 2.7 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Dengan cara pemeriksaan Sinar-X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi serta Radiologi (CT Scan). 2.8 Penatalaksanaan a). Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat. b). Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. c). Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi, harus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi. d). Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

DEFINISI Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk. 2000). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).

B. ETIOLOGI 1. Cedera olah raga Olah raga yang biasanya yang menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin Tidak diketahui Faktor predisposisi(pengaturan posisi) akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir. Trauma akibat kecelakaan. Trauma akibat pembedahan ortopedi (ilmu yang mempelajarin tentang tulang) Terjadi infeksi disekitar sendi. C. TANDA DAN GEJALA Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. Nyeri perubahan kontur sendi perubahan panjang ekstremitas kehilangan mobilitas normal perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi Deformitas Kekakuan

D. PATOFISIOLOGI Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). E. PENATALAKSANAAN

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

F. KOMPLIKASI 1. Dini Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak Fraktur disloksi 2. Komplikasi lanjut. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid Kelemahan otot

A.

Definisi

Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi. Menurut Brunner & Suddarth (2002), dislokasi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. Keluarnya atau bercerainya kepala sendi dari magkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segara. (Arif mansyur,dkk, 2000). B. Klasifikasi Klasifikasi dislokasi menurut penyebab dikelompokkan menjadi : 1. Dislokasi kongenital,

yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir,akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terjadi pada sendi pinggul. 2. Dislokasi spontan atau patologik Yaitu dislokasi akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi. 3. Dislokasi traumatik Yaitu dislokasi akibat cidera dimana sendi mengalami kerusakan akibat kekerasan atau trauma. C. Manifestasi Klinik 1. nyeri 2. Perubahan kontur sendi 3. perubahan panjang ekstremitas 4. kehilangan mobilitas normal 5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi D. Tanda-tanda Dislokasi
1. Dislokasi sendi rahang Terjadi karena menguap atau tertawa terlalu lebar, terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka. Penatalakasanaan : Rahang ditekan kebawah dengan mempergunakan ibu jari yang sudah dilindungi balutan Ibu jari tersebut diletakkan pada geraham paling belakang Tekanan tersebut harus mantap tetapi pelan-pelan bersamaan dengan penekanan jari-jari yang lain mengangkat dagu penderita keatas Tindakan dikatakan berhasil bila rahang tersebut menutup dengan cepat dan keras Untuk beberapa saat penderita tidak boleh membuka mulut lebar 2. Dislokasi sendi bahu Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu: Sendi bahu tidak dapat digerakakkan Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya 3. Dislokasi sendi panggul Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul: Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi Kaput femur dapat diraba pada tanggul Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri

E.

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan rontgen didapatkan adanya perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi dan memperlihatkan kemungkinan adanya fraktur yang terjadi. F. Penatalaksanaan

1. 2. 3. 4.

Jika mendapatkan pasien dislokasi, sendi yang mengalami harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan. Dislokasi reduksi, kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi di kembalikan ketempat semula ( biasanya dibawah anestesi) Setelah dalam posisi normal, kemudian diimobilisasi dengan balutan, bidai, gips atau traksi dan dijaga tetap dalam posisi stabil. Perhatikan kenyamanan pasien dan evaluasi status neurovaskuler dan hemodinamik bagian distal Setelah beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan gerakan aktif lembut 3-4 kali sehari agar dapat mengembalikan kisaran gerak sendi. G. Patway

GANGG. PERFUSI JARINGAN KEKAKUAN

CEMAS

H.

Asuhan Keperawatan

1.

Fokus Pengkajian a.Primary Survey Airway : Lihat jalan nafas, adakah sumbatan, gargling, snoring Breathing : Kaji pernafasan, adakah penggunaan otot bantu nafas, apakah ventilasi pasien normal Circulalation : Kaji tekanan darah, nadi Disability : Kaji tingkat kesadaran. b. Secundary Survay 1. Identitas dan keluhan utama 2. Riwayat perawatan dahulu 3. Riwayat perawatan sekarang 4. Riwayat masa pertumbuhan 5. Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri deformitas, fungsiolesa

Anda mungkin juga menyukai