Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu kedokteran terus berkembang, salah satu perkembangan yang terjadi adalah terbentuknya percabangan ilmu kedokteran. Jika ilmu kedokteran sebelumnya merupakan seni menyembuhkan penyakit yang dilakukan oleh dokter yang mampu melayani pasien yang menderita berbagai penyakit maka kemudian sesuai kebutuhan. Kesehatan mempunyai peranan penting dalam memingkatkan derajat hidup masyarakat maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Oleh sebab itu sebagai mahasiswa/I Fakultas Kedokteran harus memahami tentang kelainan refraksi dan retina agar kami mengerti dan mempunyai pemahaman

tentang hal tersebut, yang pada dasarnya akan membantu kami dalam memhami bermacam-macam kelainan refraksi dan retina. Disamping itu didalam perkembangan ilmu kedoteran yang sangat dinamis sehingga menuntut mahasiswa terus belajar dan menggali ilmu tanpa mengenal waktu. Jadi dengan konsep keilmuan yang baik maka lahirlah seorang dokter yang kompeten dan dipercaya oleh masyarakat, itulah yang merupakan salah satu latar belakang kami dalam menyusun makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH Adapaun rumusan masalah yang kami dapatkan adalah : 1. Apa penyebab terjadinya sakit kepala dan rabun jauh? 2. Bagaimana cara mendiagnosanya? 3. Apa saja terapi yang dapat diberikan?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN Dalam menyusun makalah ini tentunya memilki tujuan yang diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini sebagai berikut: 1) Mengetahui Definisi dan Klasifikasi Kelainan Refraksi dan Retina 2) Mengetahui Etiologi Kelainan Refraksi dan Retina 3) Mengetahui Patofisiologi Kelainan Refraksi dan Retina 4) Mengetahui Tanda dan Gejala Kelainan Refraksi dan Retina 5) Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Kelainan Refraksi dan Retina 6) Mengetahui Penatalaksanaan Kelainan Refraksi dan Retina 7) Mengetahui Komplikasi Kelainan Refraksi dan Retina

8) Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis 9) Melengkapi tugas small group discussion

1.4 MANFAAT Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah: 1) Mengetahui Definisi dan Klasifikasi Kelainan Refraksi dan Retina 2) Mengetahui Etiologi Kelainan Refraksi dan Retina 3) Mengetahui Patofisiologi Kelainan Refraksi dan Retina 4) Mengetahui Tanda dan Gejala Kelainan Refraksi dan Retina 5) Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Kelainan Refraksi dan Retina 6) Mengetahui Penatalaksanaan Kelainan Refraksi dan Retina 7) Mengetahui Komplikasi Kelainan Refraksi dan Retina

1.5 METODE DAN TEKNIK Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering digunakan dalam pembahsan makalah sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehingga diperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO
RABUN JAUH Si Ucok 9 tahun, dimarahi orang tuanya gara-gara nilai rapotnya rendah. Di sekolah Ucok duduk dibangku paling belakang, sering mengeluh sakit kepala dan tulisan di papan tulis tidak dapat dibaca. Guru menganjurkan kepada orang tuanya agar membawa anaknya ke dokter ahli mata. Setelah diperiksa dokter ahli mata dinyatakan adanya gangguan refraksi dan retina.

2.2 LEARNING OBJECTIVE Learning objective yang kami dapatkan, adalah: Definisi dan Klasifikasi Kelainan Refraksi dan Retina Etiologi Kelainan Refraksi dan Retina Patofisiologi Kelainan Refraksi dan Retina Tanda dan Gejala Kelainan Refraksi dan Retina Pemeriksaan Penunjang Kelainan Refraksi dan Retina Penatalaksanaan Kelainan Refraksi dan Retina Komplikasi Kelainan Refraksi dan Retina

BAB III PEMBAHASAN

3.1 KELAINAN RETINA ABLASI RETINA Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut san sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama kan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal 3 bentuk ablasi retina: ablasi retina regmatogenosa ablasi retina eksudatif ablasi retina traksi

Ablasi retina regmatogenosa Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi perdorongan retina oleh badan kaca cair yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasi terjadi pada mata yang mempunyai faktor predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Trauma hanya merupakan faktor pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang berbakat. Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama. Ablasi retina memberikan gejala terdapatnya gangguan pemglihatan yang kadangkadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api pada lapangan penglihatan. Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara mendadak pada ablas retina bila lepasnya retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca, pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasi yang telah lama. Pengobatan pada ablasi retina adalah pembedahan. Sebelum pemvedahan pasien dirawat dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya antara 1-2 hari. Pengobatan ditujukan untuk melekatkan kembali bagian retina yang lepas dengan krioterapi atau laser. Hal ini dapat dilakukan dengan/tanpa mengeluarkan cairan subretina. Pengeluaran dilakukan di luar reseksi dan terutama di daerah ablasi paling tinggi.

Ablasi retina eksudatif Ablasi retina eksudatif ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid. Hal ini disebabkan penyakit epitel pigmen retina, koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin.

Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

Ablasi retina traksi Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Pengobatan akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut vitrektomi

RETINOPATI Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. Akan dibicarakan kelainan retina yang berhubungan dengan penurunan penglihatan seperti retinopati akibat diabetes melitus dan hipertensi. Cotton woll patches merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri prepapil sehingga terjadi daerah nonperfusi di dalam retina.

Retinopati diabetes nelitus Retinopati diabetes melitus adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabtes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus merupakan penyulit diabetes yang paling penting. Hal ini disebabkan karena insidensinya yang cukup tinggi dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan. Retinopati merupakan gejala diabetes melitus utama pada mata, dimana ditemukan pada retina: 1. Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. 2. Perdarahan dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurismta di polus posterior. 3. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya iregular dan berkelokkelok, bentuk ini seakan-akan dapat meberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dab kadangkadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma. 4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusu yaitu oregular, kekuning-kuningan. Pada permukaan eksudat pungtata membesar dan bergabug 5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. 6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan.
9

7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat menganggu tajam penglihatan pasien. 8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberikan pengobatan.

Retinopati diabetis biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif, dengan 3 bentuk: 1. Back ground : mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata 2. Makulopati : edema retina dan gangguan fungsi makula 3. Proliferasi : vaskularisasi retina dan badan kaca.

Keadaan-keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes: 1. Pada diabetes juvenilis yang inuslin dependent dan kehamilan dapat merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi 2. Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah

memperburuk prognosis 3. Hiperlipoproteinemi diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas kelainan dengan cara mempengaruhi arteriosklerois dan kelainan

hemobiologik 4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua.

10

5. Hipoglikemi atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.

Klasifikasi retinopati diabetes menurut Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Derajat I. Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli. Derajat II. Terdapat mikroaneurismta , perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli. Derajat III. Terdapat mikroaneurismata, perdarahan binti dan bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.

Pengobatan dengan mengontrol diabetes melitus dengan diet dab obat-obat antidiabetes. Fotokoagulasi dilakukan pada daerah retina iskemia dengan laser dan xenon. Penyulit yang dapat timbul adalah ablasi retina traksi dan perdarahan badan kaca.

Retinopati hipertensi Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan

11

kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sclerose pembuluh darah. Penyempitan (spasme pembuluh darah) tampak sebagai : Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau iregular (karena spasme lokal) percabangan arteriol yang tajam

Bila kelainan berupa sklerosis dapat tampak sebagai : 1. Refleks copper wire 2. Refleks silver wire 3. Sheating 4. Lumen pembuluh darah yang iregular 5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut: a. Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada di bawahnya b. Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil c. Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

12

Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang. Eksudat retina tersebut dapat berbentuk: Cotton wool patches yang merupakan edema serat saraf retina akibat mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2 3 diameter papil di dekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil. Eksudat pungtata yang tersebar Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas

Perdarahan retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau sekunder akibat arterioklerose yang mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi yang berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan vena akibat diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api.

3.2 KELAINAN REFRAKSI Emetropia Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea,

13

lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

Ametropia Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang
14

(lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisme.

MIOPIA Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia. Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat (lebih dari -10 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat

kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf optik. Dapt dikenal beberapa bentuk miopia seperti: 1. Axial miopi: Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini penyebab yang paling banyak. 2. Kurvatural miopi

15

Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa. 3. Index myopia Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear sclerosis. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling.

HIPERMETROPIA Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Hipermetropia dapat disebabkan: a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina

16

Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi: a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas: Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun kacamata positif. b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia. Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau dan kadang-kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat dan memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam.

17

Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal. Bila terdapat juling ke dalam atau estropia diberikan kacamata koreksi

hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.

ASTIGMATISMA Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Bentuk Astigmatisma 1. Astigmatisma Reguler Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
18

Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple

hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism.

b.

Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang

jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.

c.

Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan

retina dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.

2. Astigmatisma irregular Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan.
19

Pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan efek permukaan yang iregular. Pada pasien plasidoskopi terdapat gambaran yang iregular. Koreksi dan pemeriksaan astigmat, pemeriksaan mata dengan sentris pada permukaan kornea.

PRESBIOPIA Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: Kelemahan otot akomodasi Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur biasanya: 40 tahun + 1.0 dioptri 45 tahun + 1.5 dioptri 50 tahun + 2.0 dioptri 55 tahun + 2.5 dioptri 60 tahun + 3.0 dioptri

20

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50 Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 1. kacamata baca untuk melihat dekat saja 2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain 3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah
4.

kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

21

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea) Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic ada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan

panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmat.

4.2 SARAN
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya. Pembahasan yang lebih mendalam mengenai metode penelitian .
Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihakpihak yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca

22

khususunya mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU semester V / 2012dalam penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai