Anda di halaman 1dari 40

BAB I STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien Nama : By. Ny. D No. Rekam Medis : 37 29 83 TTL/umur : Jakarta, 16/05/2011 Jenis Kelamin : laki laki Alamat : Jl. Belimbing RT 12/01 Jagakarsa JAKSEL Tanggal masuk : 17/05/2011 Pukul : 17:26:32 Identitas Orang Tua Data Orang Tua Nama Usia Pendidikan Terakhir Pekerjaan Agama

II.

Ayah Tn. F 30 SMA swata Islam

Ibu Ny. D 32 SMA Ibu rumah tangga Islam

III.

Anamnesa Dilakukan pada tanggal 23 Juni 2011/alloanamnesa dengan ibu pasien Keluhan utama : Tidak terdapat lubang anus Keluhan tambahan : Tidak ada Riwayat penyakit sekarang : Pasien bayi laki-laki berusia 2 hari datang dengan rujukan dari puskesmas jagakarsa (saat ini pasien berusia 36 hari). Bayi lahir spontan dengan pertolongan bidan, bayi normal cukup bulan dan sesuai dengan masa kehamilan, bayi menangis kuat segera setelah lahir dan bergerak aktif. Berat badan lahir 2950 gr dan panjang lahir 47 cm. Tidak ada riwayat air ketuban pecah dini. Pada hari pertama bayi sudah diberi ASI. Saat ibu memandikan bayi ibu menyadari tidak terdapatnya lubang anus dan ibu membawanya ke puskesmas jagakarsa. Kemudian dari puskesmas jagakarsa bayi di rujuk ke RSPAD. Bayi sudah tidak diberikan ASI lagi setalah ibu mengetahui tidak adanya lubang anus. Bayi belum pernah buang air besar. Hari saat datang ke rumah sakit bayi muntah sebanyak satu kali isi cairan jernih. Kembung tidak ada. Saat sampai di RSPAD, bayi dirawat di lantai I IKA, lalu dilakukan pemeriksaan anus pada bayi dan hasilnya anus negatif tanpa disertai fistel. Kemudian bayi dikonsulkan ke bagian bedah anak dan diputuskan untuk 1

dilakukan operasi kolostomi pada tanggal 18 mei 2011. Sebelumnya bayi dipuasakan, dilakukan pemasangan NGT dan diberikan antibiotik (ceftazidim 2x150 mg IV). Operasi kolostomi berjalan baik dan dilakukan pemantauan luka. Satu hari setelah operasi, dilakukan pemeriksaan lab dan didapatkan hasi yang abnormal antara lain kadar bilirubin total dan gula darah sewaktu meningkat serta kadar albumin yang turun. Dilakukan terapi dengan satu lampu, antibiotik dan dilakukan koreksi albumin. Dua hari setelah operasi pasien dipindah perawatan ke ruang perinatologi dan dicoba untuk diberikan ASI. Pada hari ke 3 setelah operasi pasien sudah buang air besar melalui kolostomi. Pada hari ke-4 setelah operasi keadaan umum pasien menjadi kurang aktif dan menangis lemah serta muncul sklerema pada tubuh pasien. Bayi dimasukan ke dalam inkubator dan diberikan oksigen dan diberikan dua macam antibiotik. Hari ke5 setelah operasi perut kembung dan pasien mengalami demam, hasil lab pada hari itu menunjukan adanya penurunan kadar leukosit dan terjadi asidosis respiratorik, pada hari itu pasien dinyatakan menderita sepsis neonatorum. Pasien dipuasakan, diberikan PRC, TC, FFP, cryopresipitate, antibiotik injeksi (amikin dan ceftazidim) dan dilakukan pemasangan CPAP dan dilakukan transfuse tukar. Keesokan harinya bayi sudah menangis kuat dan bergerak aktif. Setelah itu dialkukan pemeriksaan kultur darah dan hasilnya positif bakteri alkaligenes fekalis. Pasien sudah dapat minum ASI/PASI sesuai kebutuhan setelah 2 minggu operasi, kulit disekitar luka masih belum tampak pertumbuhan kulit baru, luka masih terbuka dan kadang berdarah. Pada tanggal 19 juni luka bekas operasi mengalami iritasi, feses keluar dari kolostomi dan juga luka operasi. Sampai tanggal 23 juni pasien masih dirawat di perinatologi dan direncanakan untuk dipindahkan ke IKA LT I. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien Riwayat Kehamilan : Ibu tidak teratur memeriksakan kehamilannya di bidan, hanya 3x ibu memeriksakan kandungan selama kehamilan ke bidan. Riwayat Kelahiran : pasien lahir spontan, dengan pertolongan bidan, bayi langsung menangis, berat lahir :2950 dan panjang badan 47cm. Riwayat perkembangan 2

Pertumbuhan gigi I Psikomotor Tengkurap Merangkak Duduk Bicara Berdiri Berjalan

: belum tumbuh

: belum bisa : belum bisa : belum bisa : belum bisa : belum bisa : belum bisa

Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan anak belum tampak Riwayat Makanan


Umur 0 2 bulan 2 4 bulan 4 6 bulan 6 8 bulan 8 10 bulan ASI/PASI ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

Kesan : ASI masih diberikan sampai sekarang Riwayat Imunisasi


Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis B I II III

Kesan : imunisasi dasar belum dilakukan. IV. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal 23 Juni 2011 di Perina Keadaan Umum : tampak sakit berat Bayi terlihat lemah* M Kenaikan Berat Badan per trimester: Status Mental : tenang Trimester I = 25 X 30 = 750 Pernafasan : normal Trimester II = 6 X 20 = 120+ Panjang badan : 47 cm 870 Berat badan seharusnya = 2950 + 870 = 3820g Berat badan : 2700gr Pasien ini megalami gizi kurang. Tanda tanda Vital : Tekanan darah : tidak diukur Frekuensi jantung : 145 kali/menit 3

Kepala

Frekuensi Nafas : 70 kali/menit* Suhu : 36,0oC* : normocephal, daerah berambut normal dan tidak mudah dicabut UUB masih terbuka datar, sutura tidak melebar. Wajah : Simetris Mata : kelopak mata tidak ada kelainan Konjunctiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Kornea dan lensa jernih Refleks cahaya +/+, pupil isokor, bulat Telinga : bentuk simetris, sekret tidak ada, membran timpani sulit dinilai Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret -/Mulut : mukosa bibir lembab, tidak sianosis. Tenggorokan: Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula di tengah Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Toraks : normochest, bentuk simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi Paru Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis Palpasi : fremitus vokal dan taktil sama diseluruh lapang paru Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur dan gallop tidak ada Abdomen : Inspeksi : datar, supel, tidak ada venektasi. Auskultasi : bising usus + normal Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen Status lokalis : kulit derah operasi teriritasi, feses keluar dari luka operasi dan kolostomi, luka belum mengering. Ekstremitas :
Penilaian Bentuk Tangan kanan simetris Tangan kiri simetris Tungkai kanan simetris Tungkai kiri Simetris

Panjang Gerakan Suhu akral Sianosis Edema Jari tabuh

simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Refleks : Refleks Fisiologis : Refleks biseps Refleks triseps Refleks Patologis : : +/+ : +/+ Refleks patella Refleks Achilles Refleks Oppenheim Refleks Gordon : +/+ : +/+ : -/-

Refleks babinski : +/+ Refleks Chaddoks : -/: -/ Laseque : -/Rangsang Meningeal : Kaku kuduk Brudzinsky I ::-

Brudzinsky II Kernig

::-

V.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah


Hasil 17/05/11 18/05/11 19/05/11 22/05/11 Nilai Rujukan

Jenis Pemeriksaan Hematologi Darah Rutin Hb Hct Eritrosit Leukosit (bayi 1bln) Trombosit Reshus Gol. Darah MCV MCH MCHC Hematologi IT-Ratio Immuno serologi CRP semi kuantitatif Kimia

0-

15,9 49* 4,5 10200 256000

14,3 41 4,1* 5400 196000 +/POS O 100* 35* 35

9,9* 28* 2,9* 1300* 3000*

15 24 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 juta/L 5000-19500/ L 150000-400000/L

107 35* 33

97* 35* 36

80 96 fL 27 32 pg 32 36 g/dL

0,001 <6,0

0 <6,0 mg/L

Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Analisa gas darah PH pCO2 pO2 Base exces O2 saturas Glukosa Sewaktu

2,6* 11,6*

2,0* 10,1* 7,302* 36,4 18,2* -6,8*

6 8.5 g/dL 3.5 5.0 g/dL 2.5 3.5 g/dL < 1.5 mg/dL 7,37-7,4 32 46 mmHg 71 104 mmHg 21 29 mEq/L -2 - +2 mEq/L 94 98% <140 mg/dL

242*

99

Jenis Pemeriksaan 24/05/11 Hematologi Darah Rutin Hb Hct Eritrosit Leukosit (bayi 1bln) Trombosit Protrombin time APTT MCV MCH MCHC Hematologi IT-Ratio Immuno serologi CRP semi kuantitatif Kimia Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin direct Bilirubin indirect Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit

Hasil 26/05/11 30/05/11 02/06/11

Nilai Rujukan

013k12 38k36

10,5* 32* 3,3* 5400 7000*

9,2* 2,9* 2,9* 10800 47000

15 24 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 juta/L 5000-19500/ L 150000-400000/L 9,8 12,6 detik 31,0 47,0 detik 80 96 fL 27 32 pg 32 36 g/dL

97* 32 33

98* 31 32

0 <6,0 mg/L 6 8.5 g/dL 3.5 5.0 g/dL 2.5 3.5 g/dL < 1.5 mg/dL <0,3 mg/dL <1,1 mg/dL 0 1% 1 3% 2 6% 50 70% 20 40%

2,7* 19,0* 13,4* 2,5* 11,4* 0 1 2 58 35 12,6*

Monosit Analisa gas darah PH pCO2 pO2 HCO3 Base exces O2 saturas Glukosa Sewaktu Jenis Pemeriksaan 08/06/11 Hematologi Darah Rutin Hb Hct Eritrosit Leukosit (bayi 1bln) Trombosit Protrombin time APTT MCV MCH MCHC Hematologi IT-Ratio Immuno serologi CRP semi kuantitatif Kimia Natrium Kalium Klorida Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin direct Bilirubin indirect Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Hasil 14/06/11

2 8% 7,37-7,4 32 46 mmHg 71 104 mmHg 21 29 mEq/L -2 - +2 mEq/L 94 98% <140 mg/dL

Nilai Rujukan

18/06/11

0-

8,0* 22* 2,6* 4200* 5000*

8,1* 25* 2,7* 2400* 6000*

14* 43 5,1 2100* 18000*

15 24 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 juta/L 5000-19500/ L 150000-400000/L 9,8 12,6 detik 31,0 47,0 detik 80 96 fL 27 32 pg 32 36 g/dL

85 30 36

91 30 33

86 28 32

0 <6,0 mg/L 131* 4,0 1,2 135 145 mEq/L 3,5 5,3 mEq/L 97 107 mEq/L 6 8.5 g/dL 3.5 5.0 g/dL 2.5 3.5 g/dL < 1.5 mg/dL <0,3 mg/dL <1,1 mg/dL 0 1% 1 3% 2 6% 50 70% 20 40% 2 8%

20,8* 4,1* 16,7* 0 3 3 35* 52* 7

25,8* 5,4* 20,4* 0 0* 2 10* 78* 10*

Monosit Analisa gas darah PH pCO2 pO2 HCO3 Base exces O2 saturas Glukosa Sewaktu

7,37-7,4 32 46 mmHg 71 104 mmHg 21 29 mEq/L -2 - +2 mEq/L 94 98% 66 <140 mg/dL

IV.

Resume Pasien bayi berusia 36 hari datang dengan rujukan dari puskesmas jagakarsa saat berusia 2 hari. Berat badan lahir 2950 gr dan panjang lahir 47 cm. Pada hari pertama bayi diberi ASI, lalu saat ibu memandikan bayi ibu menyadari tidak terdapatnya lubang anus dan ibu membawanya ke puskesmas jagakarsa. Kemudian dirujuk ke RSPAD. Bayi sudah tidak diberikan ASI lagi setelah itu. Bayi belum pernah buang air besar. Hari saat datang ke rumah sakit bayi muntah sebanyak satu kali isi cairan jernih. Kembung tidak ada.di RSPAD pasien menjalani operasi colostomi. Setelah operasi keadaan bayi sempat memburuk. Satu hari setelah operasi, dilakukan pemeriksaan lab dan didapatkan hasil yang abnormal antara lain kadar bilirubin total dan gula darah sewaktu meningkat serta kadar albumin yang turun. Dilakukan terapi dengan satu lampu, antibiotik dan dilakukan koreksi albumin. Pada hari ke-4 setelah operasi keadaan umum pasien menjadi kurang aktif dan menangis lemah serta muncul sklerema pada tubuh pasien. Bayi dimasukan ke dalam inkubator, diberikan oksigen dan diberikan dua macam antibiotik dan dilakukan transfusi tukar. Hari ke-5 setelah operasi perut kembung dan pasien mengalami demam, hasil lab pada hari itu menunjukan adanya penurunan kadar leukosit dan terjadi asidosis respiratorik, pada hari itu pasien dinyatakan menderita sepsis neonatorum. Dilakukan pemeriksaan kultur dan hasilnya positif ditemukan alkaligenes fekalis. Luka operasi lama sembuh dan sempat teriritasi, keluar feses dari kolostomi dan luka operasi. Status generalisata : Keadaan umum tampak lemah, suhu :360c, frekuensi napas : 70x/menit nadi 145x/menit. Status lokalis : luka bekas operasi memburuk, teriritasi, feses keluar dari kolostomi dan luka bekas operasi. Pemeriksaan lab : GDS (19/05/2011)245mg/dl, hematologi (22/05/2011) Hb(9,9*g/dl), hct(28%), eritrosit(2,9 juta/l), leukosit(bayi 0-1bulan ; 1300/l), trombosit (1300/l). Bilirubin total (19/05/2011) 11,6mg/dl, bilirubin total (14/06/2011) 25,8*mg/dl, bilirubin direct 5,4 mg/dl, bilirubin indirect (20,4mg/dl). Gol. Darah O, RH (+).

V. Diagnosis Kerja - Bayi normal cukup bulan sesuai masa kehamilan - Post colostomi e.c atresia ani - Sepsis neonatorum - Hiperbilirubinemia. VI. Diagnosis Banding Tidak ada
VII. Penatalaksanaan - kebutuhan cairan 200 cc/kg BB/hari: IVFD D 10% : NaCl 0,5% = 4:1 + 1meq Kcl 50cc ASI / pregestimil 8x15cc Aminofusin pack 2,5 gr/kgBB/hari = 145 cc / hari - Koreksi albumin 10cc/hari sebanyak 3x. - Antibiotik : Injeksi ceftazidim 100mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis Amikasin 15mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis Injeksi meropenem 3x75 mg IV - PRC 25cc/hari - TC 30cc/hari - FFP 30cc/hari - Cryo 25cc/hari. - Injeksi flagyl 2x22,5 mg - O2 2 lt/menit (inkubator) - Fototerapi 1 lampu - Perawatan luka Post kolostomi Rencana Pemeriksaan - Darah lengkap - CRP - I/T rasio - Kultur darah - AGD - Bilirubin total, direk, indirek

VIII.

IX. Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam X. Follow Up

: dubia ad bonam : dubia : dubia ad bonam

Tanggal 24 Juni 2011


S O A Bayi minum 10cc habis, tidak muntah, kembung negative, BAB (+), BAK (+) KU : tampak sakit sedang T : 36,5oC H.R : 130 x/menit RR : 50 x/menit Status lokalis : luka operasi belum menutup. NCB - SMK Atresia ani post colostomy Hiperbilirubinemia Sepsis neonatorum Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Hematologi Darah Rutin 11,0* 15 24 g/dL Hb 34* 37 47 % Hct 4,2* 4.3 6.0 juta/L Eritrosit 3500* 5000-19500/ L Leukosit (bayi 0-1bln) 17.000* 150000-400000/L Trombosit 0,8 0 1% Retikulosit Hitung Jenis 0 1 3% Basofil 1 2 6% 2 Eosinofil 50 70% 42* Batang 20 40% 51* Segmen 2 8% 4 Limfosit 80 96 fL Monosit 82 27 32 pg MCV 26 32 36 g/dL MCH 32 MCHC

kebutuhan cairan 250 cc/kg BB/hari: Injeksi meropenem 3x75 g IV Injeksi Flgyl 22,5 g IV O2 2 lt/menit (inkubator) Perawatan luka Post kolostomi

Tanggal 25 juni 2011


S O Bayi minum asi 4x2cc residu (-), muntah (-), BAB (+) KU : tampak sakit sedang T : 37,1oC H.R : 136x/menit RR : 60x/menit Status lokalis : dari luka bekas operasi keluar feses kehijauan Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Kimia darah Natrium 135 135 145 mEq/L Kalium 3,8 3,5 5,3 mEq/L Klorida 102 97 107 mEq/L Analisa gas darah 7,434 7,37-7,4 PH

10

pCO2 pO2 HCO3 Base exces O2 saturas

32,8 142,5* 22,2 -0,2 99,3*

32 46 mmHg 71 104 mmHg 21 29 mEq/L -2 - +2 mEq/L 94 98%

NCB-SMK Post colostomy e.c atresia ani Sepsis neonatorum Kebutuhan cairan 200cc/hari FFP3x35 cc Trombosit 3x35 cc Cryo presipitat 3x35 cc O2 4L /min (head box)

Tanggal 28 Juni 2011


S O Bayi minum asi 4x2cc residu (-), muntah (-), BAB (+) KU : tampak sakit sedang T : 37oC H.R : 144x/menit Mulut : terdapat bercak putih Status lokalis : luka bekas operasi mengalami perbaikan NCB-SMK Post colostomy e.c atresia ani Sepsis neonatorum Kebutuhan cairan 200cc/hari Cryo presipitat 35 cc Inj. Meropenem 3x75 mg iv Flagyl 22,5 IV Fluconazole 16 mg/48 jam selang 1 hari setelahnya Fluconazole 8 mg/48 jam O2 3L /min (head box) RR : 44x/menit

Tanggal 29 juni 2011


S O A Bayi menangis kuat dan bergerak aktif, diberi minum persendok habis, muntah (-), sesak (-), BAK (+), BAB(+), IVFD lancar. KU : tampak sakit sedang T : 37oC H.R : 146x/menit RR : 48x/menit Status lokalis : luka mulai mongering. NCB-SMK Post colostomy e.c atresia ani Sepsis neonatorum Kebutuhan cairan 200cc/kgBB/hari Cryopresipiate stop Inj.meropenem 3x75 g IV O2 3lt head box

Tanggal 30 Juni 2011


S O Bayi menangis kuat, bergerak aktif, BAK (+), BAB(+), bayi diberikan minum susu persendok 8x30cc, muntah (-), sesak (-). KU : tampak sakit sedang T : 36,7oC H.R: 139 x/menit RR : 49 x/menit

11

Status lokalis luka bekas operasi mulai mengering. NCB-SMK Post colostomy e.c atresia ani Sepsis neonatorum Luka diabdomen mulai mnering Kebutuhan cairan 200cc/hari Inj. Meropenem 3x75 g IV Fluconazole 8mg IV tiap 48jam O2 3L/min (head box) Perawatan luka

Tanggal 1 juli 2011


S O A Bayi menangis kuat, bergerak aktif, BAK (+), BAB(+), muntah (-), sesak (-) KU : tampak sakit sedang T : 37oC R.R :140 x/menit RR : 40 x/menit Status lokalis : luka pasca operasi colostomy mulai mengering NCB-SMK Post colostomy e.c atresia ani Sepsis neonatorum Luka diabdomen mulai mnering Kebutuhan cairan 200cc/hari Inj. Meropenem 3x75 g IV O2 3L/min (head box) Toleransi minum susu dan perawatan luka

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. ATRESIA ANI Definisi Atresia ani/anus imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.9 Embriologi dan patogenesis Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan ke dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran kencing di sebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke 7. Pada saat yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna, sedang bagian anus tertutup oleh membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke 8. Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian genitourinaria dan bagian rektum kloaka menimbulkan fistula.10 Etiologi Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. 13

Kelainan bawaan.9

Klasifikasi Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna : a) Fistula perineum adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat sfingter eksterna, di dekat skrotum pada pria atau vulva pada perempuan. Tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, dan cacat ini dapat diperbaiki tanpa kolostomi protekstif. b) Fistula rektouretra rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra prostat). Kebanyakan penderita ini mempunyai bentuk lekukan garis tengah perineum dan lesung anus yang baik. Penderita ini membutuhkan kolostomi protektif selama masa neonatus. Paling sering pada penderita lai-laki. c) Fistula rektovesika rektum berhubungan dengan saluran kensing pada setinggi leher vesika urinaria. Kolostomi diharuskan selama masa neonatus yang disertai dengan operasi perbaikan korektif di kemudian hari. d) Fistula vestibular cacat yang paling sering di temukan pada perempuan. Rektum bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit di luar selaput dara. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi koreksi. e) Kloaka persisten rektum, vagina dan saluran kencing bertemu dan menyatu dalam suatu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris. f) Fistula retrovagina memiliki cacat yang sangat luar biasa. Hal ini menjadi nyata setelah munculnya cara pendekatan operasi sagital posterior, yang memungkinkan ahli bedah langsung melihat anatominya. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja cacat ini mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin. Rektum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum. Sakrum dan mekanisme sfingter biasanya berkembang baik. Prognosis fungsional biasanya baik, kolostomi terindikasi selama masa neonatus.9,10

14

Tanda dan gejala


Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996) Bayi muntahmuntah pada usia 2448 jam setelah lahir.9

Diagnosis Gejala klinik dan pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologis : Sinar X terhadap abdomen Ultrasound terhadap abdomen CT Scan Pyelografi intra vena Pemeriksaan fisik rectum Rontgenogram abdomen dan pelvis

Penatalaksanaan Penanganan secara preventif antara lain: 1) Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan berpengawet dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani. 2) Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya. 3) Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi. Tindakan yang dapat dilakukan :

15

1) Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital. 2) Colostomi sementara (anus buatan).9 B. KOLOSTOMI Pendahuluan Kolostomi (colostomy) berasal dari kata colon dan stomy. Colon (kolon) merupakan bagian dari usus besar yang memanjang dari sekum sampai rektum dan stomy (dalam bahasa Yunani stoma berarti mulut). Kolostomi dapat diartikan sebagai suatu pembedahan dimana suatu pembukaan dilakukan dari kolon (atau usus besar) ke luar dari abdomen. Feses keluar melalui saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung yang diletakkan pada abdomen. Kolostomi merupakan prosedur pembedahan yang membawa porsio dari usus besar melewati dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Kolostomi adalah kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap. Pembedahan kolostomi biasanya memakan waktu dua hingga empat jam, tergantung dari tingkat kesulitan, adanya infeksi, atau beratnya trauma misalnya apabila penyebabnya adalah trauma kolon. Kolostomi dapat dibuat sementara ataupun permanen. Kolostomi sementara dapat digunakan ketika bagian kolon perlu diperbaiki/disembuhkan, misalnya setelah trauma atau pembedahan. Setelah kolon membaik/sembuh, kolostomi dapat ditutup, dan fungsi usus dapat kembali normal. Kolostomi permanen (disebut juga end colostomy) biasanya diperlukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar 15% kasus kanker kolon. Jenis kolostomi ini biasanya digunakan saat rectum perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker. Tindakan kolostomi dilakukan untuk mengalirkan feses dari kolon ke kantung kolostomi. Sebagian besar feses akan lebih lunak dan lebih encer dibandingkan feses yang keluar secara normal lewat anus. Konsistensi feses tergantung dari letak segmen usus yang dipakai pada tindakan kolostomi. Letak kolostomi pada abdomen bisa dimana saja sepanjang letak kolon, namun biasanya dilakukan pada bagian kiri bawah, di daerah kolon sigmoid. Namun dapat pula dibuat dilokasi kolon asendens, transversum, dan desendens. Letak kolostomi sebaiknya dipilih dengan hati-hati sebelum tindakan operasi. Sebaiknya hindari lokasi yang memiliki jaringan lemak yang tebal dan terdapat skar.

Tujuan kolostomi Umumnya kolostomi dilakukan pada pembedahan kanker, namun kadangkadang diperlukan pada penyakit infeksi usus dan penyakit divertikulum, dan pada pembedahan yang darurat untuk perforasi atau obstruksi pada usus atau tidak terdapatnyalubang anus. Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal. 16

Pembagian kolostomi 1) Berdasarkan Penggunaannya : Kolostomi Permanen Kolostomi permanen diperlukan ketika tidak terdapat lagi segmen usus bagian distal setelah dilakukan reseksi atau untuk alasan tertentu usus tidak dapat disambung lagi. Kolostomi dibuat untuk menggantikan fungsi anus bila anus dan rectum harus diangkat. Kolostomi permanen harus hati-hati ditempatkan untuk memudahkan dalam penanganan jangka panjang. Kolostomi permanen biasanya dibuat pada kolon kiri pada fossa iliaka kiri. Kolostomi permanen dilakukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar 15% oleh karena kasus kanker kolon. Kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker. Kolostomi Sementara sering dilakukan untuk mengalihkan aliran feses dari daerah distal usus. Setelah masalah pada usus bagian distal telah teratasi, maka kolostomi dapat ditutup kembali. Kolostomi sementara berguna untuk: Mengatasi obstruksi pada operasi elektif maupun tindakan darurat. Kolostomi dilakukan untuk mencegah obstruksi komplit usus besar bagian distal yang menyebabkan dilatasi bagian proksimal. Melakukan proteksi terhadap anastomosis kolon setelah reseksi. Kolostomi sementara dibuat, misalnya pada penderita gawat abdomen dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani anastomosis baru dengan pasase feses merupakan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk pengamanan anastomosis, aliran feses dialihkan sementara melalui kolostomi dua stoma yang disebut stoma double barrel. Dengan cara Hartman, pembuatan anastomosis ditunda sampai radang di perut telah reda. Kolostomi sementara dapat berguna untuk mengistirahatkan segmen usus bagian distal yang terlibat pada proses inflamasi misalnya abses perikolik, fistula anorektal.

2) Tipe Kolostomi Kolostomi loop jenis kolostomi ini didesain sehingga baik segmen distal maupun proksimal usus terdapat pada permukaan kulit. Kolostomi double barrel Pada kolostomi double barrel, dibuat dua stoma yang terpisah pada dinding abdomen. Stoma bagian proksimal berhubungan dengan traktus gastrointestinal yang lebih atas dan akan menjadi saluran pengeluaran feses. Stoma bagian distal berhubungan dengan rectum. Kolostomi double barrel termasuk jenis kolostomi sementara. Kolostomi double barrel mudah dan aman digunakan pada neonatus dan bayi. 17

Kolostomi devided Kolostomi ini sering dibuat pada sigmoid pada karsinoma rektum yang tak dapat diangkat, sehingga karsinoma tersebut tidak teriritasi oleh tinja. Kolostomi terminal Tipe ini dilakukan bila diperlukan untuk membuang kolon karena terlalu membahayakan bila dilakukan anastomosis yang memudahkan timbulnya sepsis. Kontinuitas dapat diperbaiki kemudian hari bila sepsis telah dapat diatasi dan kondisi penderita lebih baik. Sekostomi dengan pipa (tube) Sekostomi merupakan kolostomi sementara. Berguna untuk dekompresi gas dalam usus. Sekostomi tidak cocok untuk diversi aliran feses. Saat ini sekostomi jarang digunakan karena stoma sering tersumbat oleh feses dan seringkali diperlukan irigasi untuk kembali melancarkan. Komplikasi Nekrosis kolostomi Hal ini diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat 12-24 jam setelah pembedahan dan biasa diperlukan pembedahan tambahan untuk menanganinya. Kolostomi retraksi Disebabkan karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini dapat ditangani dengan menyediakan kantong khusus. Memperbaiki stoma dapat pula menjadi pilihan penanganan. Parastomal hernia Keadaan ini dapat timbul akibat letak stoma pada dinding abdomen yang lemah atau dibuat terbuka terlalu besar pada dinding abdomen. Prolaps Keadaan ini sering diakibatkan pembukaan yang terlalu besar pada dinding abdomen atau fiksasi usus yang tidak cukup kuat pada dinding abdomen. Pembedahan ulang untuk mengatasi prolaps dengan mengambil vaskularisasi yang melampaui segmen usus yang disuplai. Obstruksi Obstruksi dapat terjadi akibat udem ataupun timbunan feses.11 C. SEPSIS NEONATORUM Pendahuluan Sepsis BBL (neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Di negara berkembang, hampir sebagian besar BBL yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan di daerah maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif BBL. Disamping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Spesial Report : Reducing Perinatal and neonatal mortality (1999) 18

dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Di samping tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi pada sepsis neonatal. Hal ini karena terjadi banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi.1 Angka kejadian/insidensi sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1,8 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran. Pada bayi laki-laki risiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada BKB dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 g) kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000-2000 g yang angka kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula risiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.1 Definisi Infeksi merupakan suatu keadaan yang mana ditemukan adanya mikroorganisme dan respon imun, tetapi belum disertai adanya gejala klinis. Sepsis atau septikemia adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit infeksi yang berat, disertai dengan ditemukannya respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, takikardia, hiperventlasi, dan letargi. 2 Sepsis neonatal dapat disebabkan oleh bakteri (memegang peran penting), virus, jamur, dan protoazoa.3 Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).1 Syok septik adalah sindrom sepsis yang telah disertai dengan hipotensi tetapi masih memberikan respon terhadap pengobatan cairan dan farmakologi.2 Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada BKB, BBLR, Bayi dengan Sindrom Gangguan Napas atau bayi yang lahir dari ibu berisiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok, sepsis awitan dini dan awitan lambat. Pada awitan dini, kelainan ditemukan pada hari hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal krena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Berlainan dengan kelompok awitan dini, penderita awitan lambat terjadi disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk di dalamnya infeksi karena kuman nosokomial. Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam kuman penyebab infeksi.1 Pada masa nonatus E.coli, S.aureus, Streptokokus B dan L.monositogenes merupakan penyebab tersering.2 Patofisiologi dan Patogenesis 19

Selama dalam kandungan bayi relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu : 1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin memlaui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, triponema palidum dan listeria. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi korion atau amniosintesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban pacah lebih dari 18-24 jam.1

2.

3.

Setelah lahir kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapatkan prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat. Pasien yang terpapar setelah lahir ini dikelompokan pasien sepsis dengan awitan lambat sedang yang sebelumnya dikelompokan pada kelompok awitan dini. Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah maka akan terjadi respon tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda, karena penatalaksanaan penderita selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit. Awitan dini respons sistemik pada BBL mungkin terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflamatory response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena penjalaran infeksi kuman vagina ~ ascending infection atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeksi. Jadi pada infeksi awitan dini, perjalanan penyakit bermula dari FIRS kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan septik, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.1

20

Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan definisi pada anak. Definisi sepsis neonatal ditegakan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi ataupun terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis BBL ditegakan bila ditemukan satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinik sepsis.1 Gambaran klinik sepsis BBL bervariasi, karena itu kriteria diagnostik harus pula mencakup pemeriksaan penunjang baik pmeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokan dalam berbagai variabel antara lain variabel klinik (seperti suhu tubuh, laju nadi, dll), variabel hemodinamik (tekanan darah), variabel perfusi aringan (capillary refill) dan variabel inflamasi (gambaran leukosit, trombosit, IT ratio, sitokin dll).1 Dalam sistem imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien SIRS/FIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Sebagian sitokin (pro inflamatory cytokin seperti 1L-1, IL-2 dan TNF-) dapat memperburuk keadaan penyakit, tetapi sebagian lainnya (anti-inflamatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak meredam infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Selain berperan dalam regulasi proses inflamasi, pembentukan sitokin dapat pula digunakan sebagai penunjang diagnostik sepsis neonatal. Kuster dkk (1998) melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul. Pelaporan ini bermanfaat dalam manajemen pasien karena pada bayi berisiko tata laksana sepsis dapat dilakukan dengan lebih efisien.1 Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada sistem koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor (TF) yang bersama dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF alpha). Demikian pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAF 1) yaitu faktor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang yang dapat menimbulkan mikrotrombi pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sisrkulasi. Gangguan tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala sidrom distres pernafasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri dengan kematian pasien.1

21

Diagnosis Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain : Faktor risiko Gambaran klinik Pemeriksaan penunjang

Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien. Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi terdapat dalam lingkungan pasien.1 Faktor risiko sepsis tahap awal : Pecah ketuban lama > 18 jam Maternal korioamnionitis. Cairan katuban berbau busuk Penanganan oleh bidan tidak terlatih Infeksi saluran kencing ibu Persalinan prematur. Faktor risiko sepsis tahap lanjut : Prematuritas/BBLR Perawatan di rumah sakit Prosedur invasif ventilator, alat infus, central line, kateter urin, selang dada Kontak dengan penyakit infeksi dokter, perawat, bayi dengan infeksi ASI tidak diberikan Buruknya kebersihan di NICU.3

Gambaran klinik yang dapat dijumpai pada bayi dengan sepsis neonatorum antara lain : 22

1. Keadaan umum : suhu tubuh tidak normal (hipo/hipertermi), letargi, mengantuk, aktivitas berkurang, malas minum, padahal sebelumnya minum baik, iritabel atau rewel, kondisi memburuk secara cepat dan dramatis. 2. Gastrointestinal : muntah, diare, perut kembung, hepatomegali (muncul setelah hari keempat) 3. Kulit : perfusi buruk, sianosis, pucat, ptekie, ruam, sklerema, ikterus. 4. Kardiopulmoner : takhipnu, gangguan napas, takikardia, hipotensi. 5. Neurologis : iritabel, penurunan membonjol, kaku kuduk.3 kesadaran, kejang, ubun-ubun

Kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum dapat dikelompokan menjadi kategori A dan kategori B.3 1) Kategori A Kesulitan bernapas (apnea, napas <40x/menit, retraksi dinding thoraks, grunting saat ekspirasi, sianosis sentral) Kejang Tidak sadar Suhu tubuh tidak normal (tidak normal sejak lahir & tidak respon terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran tiga kali atau lebih, menyokong ke arah sepsis) Persalinan dilingkungan yang kurang higienis (menyokong ke arah sepsis) Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong ke arah sepsis) Kategori B 1) Tremor 2) Letargi atau lunglai 3) Mengantuk atau aktivitas berkurang 4) Iritabel atau rewel 5) Muntah (menyokong ke arah sepsis) 6) Perut kembung (menyokong ke arah sepsis) 7) Tanda-tanda mulai muncul sesudah hari ke empat (menyokong ke arah sepsis) 8) Air ketuban bercampur mekonium 9) Malas minum, sebelumnya dapat minum dengan baik (menyokong ke arah sepsis)

2) 3) 4)

5) 6)

Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sistemik sulit ditegakkan apabila hanya berdasarkan riwayat pasien dan gambaran klinik saja. Untuk hal tersebut perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berbentuk pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya. Langkah tadi disebut septic workup dan termasuk dalam hal ini pemeriksaan biakan darah. Hasil biakan sampai saat ini masih menjadi baku emas dalam menentukan diagnosis, tetapi hasil pemeriksaan membutuhkan waktu minimal 2-5 hari. 1 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan : 23

1. Jumlah leukosit dan hitung jenis trombosit* Total jumlah WBC <5000 / L.3 Hitung rasio neutrofil absolut < 1500/L.3 Jumlah trombosit biasanya < 100.000/L (terjadi 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakan).1

2. Kadar gula darah dapat terjadi hiperglikemia/hipoglikemia. 3. Analisa gas darah 4. Kadar bilirubin total, direk, indirek 5. CRP (C Reaktif Protein)* Protein yang timbul pada fase akut sintesis dalam waktu 6 sampai 12 jam. Normal : <6 mg/dl pada hari ke -1. Meningkat palsu dengan adanya asfiksia, aspirasi mekonium, KPD Mungkin tidak positif pada awalnya (sensitivitasnya hanya 60%) Tes berulang akan lebih berguna (sensitivitas hingga 84%).3

6. I/T rasio* rasio neutrofil imatur terhadap total neutrofil > 0,2 Dari riwayat penyakit, gejala klinik dan pemeriksaan penunjang ataupun pemeriksaan laboratorium tampaknya belum ada informasi tunggal yang dapat dipakai sebagai indikator sepsis sehingga perlu dipertimbangkan kombinasi berbagai informasi dalam menentukan diagnosis.1 Manejemen 1. Manajemen umum.3 Dugaan sepsis : Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uterin Ditemukan satu kategori A dan satu atau dua kategori B (pont A dan B kelola penemuan khusus, misalnya kejang dan lakukan pemantauan). Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan besar sepsis

24

Kecurigaan besar sepsis : a) Pada bayi usia sampai 3 hari : o o o Bila ada riwayat ibu infeksi rahim, demam, kecurigaan infeksi berat Bayi mempunyai 2 atau lebih kategori A Atau bayi mempunyai 3 atau lebih kategori B

b) Pada bayi umur lebih dari 3 hari : o o Bila bayi mempunyai 2 atau lebih temuan kategori A Atau bayi mempunyai 3 atau lebih temuan kategori B.

Antibiotik

Cara Pemberian

Dosis dalam mg Hari 1-7 Hari 8+

Ampisilin Sefotaksim Gentamisin

IV, IM IV, IM IV, IM

50 mg/ kg setiap 12 jam 50mg/kg setiap 8 jam 50 mg/kg setiap 12 jam 50mg/kg setiap 8 jam < 2 kg 4 mg/kg sekali sehari 2 kg 5 mg/kg sekali sehari 3,5/kg setiap 12 jam. 3,5 mg/kd setiap 12 jam

Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Gram Positif, pemberian antibiotik dianjurkan selama 10 14 hari, sedangkan penderita dengan kuman Gram Negatif pengobatan dapat diteruskan sampai 2-3 minggu.1 2) pengobatan tambahan 1. Pemberian Imunoglobulin secara Intravena (Intravenous Immunoglobulin ~ IVIG) Dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. Manfaat pemerian IVIG ini masih kontroversial, dalam suatu studi metaanalisa yang dilakukan terhadap 4933 bayi yang mendapat profilaksis IVIG dan 110 bayi menerima IVIG sebagai terapi sepsis dilaporkan bahwa pemberian IVIG tersebut lebih bermanfaat sebagai profilaksis sepsis neonatal (khususnya pada bayi BBLR) dibandingkan bila dipakai sebagai terapi standar sepsis. 25

2. Pemberian fresh frozen plasma (FFP) Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien. Selain mengandung faktor koagulasi FFP juga mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C~reaktive protein dan fibronectin. Walaupun FFP mengandung antibodi protektif tertentu namun pemberian FFP dengan tujuan meningkatkan kadar proteksi bayi, tidak akan banyak berfaedah. Dalam suatu studi bahkan dilaporkan bahwa FFP pada kenyataannya hanya meningkatkan IgA dan IgM bayi tanpa meningkatkan kadar IgG, selanjutnya dikemukakan dengan tersediannya gammaglobulin intravena, pemberian IVIG ini akan jauh lebih aman dalam menghindarkan efek samping pemberian FFP. 3. Tindakan trasfusi tukar Bertujuan untuk : o Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediatormediator penyebab sepsis. o Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningktkan kapasitas oksigen dalam darah. o Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor. 4. Pemberian pack red blood cell Bertujuan untuk mengatasi kadaan anemia dan menjamin oksigenasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.1 D. IKTERUS NEONATORUM Definisi Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh perawatan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5 7 mg/dl. Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar defiasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari percentil 90.4 o o Ikterus fisiologis Timbul setelah 24 jam Kadar tertinggi pada hari ke 5 pada neonatus cukup bulan ; pada hari ke 7 pada neonatus kurang bulan Hilang dalam 14 hari Hilang tanpa perlu pengobatan o o o o o Ikterus patologis Timbul dalam 24 jam pertama Kenaikan kadar bilirubin > 5 mg/dl/hari Bilirubin serum >15 mg/dl Ikterus berlangsung lebih dari 14 hari Warna feses dempul dan urin kuning tua 26

o o

o Bilirubin girek >2mg/dl Metabolisme bilirubin Bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin di sistem retikuloendotelial. Hemoglobin akan dipecah menjadi heme dan globin. Globin akan didegradasi menjadi asam amino dan akan kembali ke sirkulasi, sedangkan heme akan dioksidasi oleh enzim heme oksigenase menjadi biliverdin, Fe dan karbon monoksida. Kemudian biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin indirek oleh biliverdin reduktase. Semua proses tersebut terjadi di limpa. Bilirubin indirek kemudian dibawa ke hati melalui darah karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka dibutuhkan ikatan dengan albumin. Di hati bilirubin indirek di uptek oleh protein Y yang ada di hepatosit kemudian dikonjugasikan dengan asam glukoronat oleh enzim glukoronil transferase sehingga terbentuk bilirubin direk yang bersifat larut dalam air. Bilirubin direk kemudian di ekskresikan ke usus melalui sistem bilier. Oleh bakteri usus, bilirubin direk diubah menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen akan dioksidasi menjadi sterkobilin dan dikeluarkan bersama feses. Sisanya direabsorbsi oleh sel-sel usus kemudian dibawa ke hepar kemudian direkskresi lagi ke dalam usus, yang dikenal sebagai siklus enterohepatik serta dibawa ke ginjal dan dioksidasi menjadi urobilin yang kemudian diekskresiakan bersama urin.5 Etiologi6 24 jam pertama Penyakit hemolitik BBLinkompatibiitas Rh, ABO Infeksi : TORCH, malaria, bakteri Defisiensi enzim G6PD Diagnosis Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dl. Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan dan bukti adanya dehidrasi. 27 24 72 jam Fisiologik Sepsis Polisitemia Perdarahan tertutup Perdarahan intraventrikular Peningkatan sirkulasi entero hepatik Setelah 72 jam Sepsis Hematoma sefal Hepatitis neonatal Atresia biliaris Breastmilk jaundice Kelainan metabolik

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.

Nomogram penentuan risiko hiperbilirubinemia pada bayi sehat usia 36 minggu atau lebih dengan berat badan 2000 gram atau lebih atau usia kehamilan 35 minggu atau lebih dan berat badan 2500 gram atau lebih berdasarkan jam observasi kadar bilirubin serum.4 Manajemen Tujuan mencegah keracunan oleh biirubin Cara : 1) Pencegahan hiperbilirubinemia: Pemberian makanan dini Hidrasi adekuat farmakoterapi

2) Penurunan kadar bilirubin : Terapi sinar Transfusi tukar.6

Farmakoterapi Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi ganti.

28

Fenobarbital telah memperlihatkan hasil efektif, merangsang aktifitas, dan konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna, hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatibilitas Rh untuk mrngurangi jumlah transfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau transfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah diteliti. Zat ini adalah analog sintesis heme. Protoporphyrin telah terbukti sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh di dalam empedu.4 Fototerapi Bayi yang mendapat fototerapi intensif dilakukan pemberian minum setiap 2-3 jam Bila bilirubin total 25mg/dL, pemeriksaan ulangan dilakukan 2-3 jam Bila bilirubin total 20-25mg/dL, pemeriksaan dilakukan dalam 3-4 jam, bila <20mg/dL diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa ulang dalam 8-12 jam Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar tranfusi tukar atau perbandingan bilirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi ganti. Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14mg/dl foto terapi dihentikan Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin ulang boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat kemungkinan terjadinya rebound.4 Efek samping terapi sinar : Meningkatkan kehilangan cairan insensibel Defekasi encer Warna kemerahan pada kulit Bronze baby sindrome Hipertemia.7 Usia (jam) Kadar bilirubin total serum (mg/dl [mol/L]) Pertimbangkan fototerapi Transfusi Transfusi fototerapi tukar jika tukar & fototerapi fototerapi intensif gagal intensif 12 (170) 15 (260) 20 (340) 25 (430) 29

25 48

49 72 >72

15 (260) 18 (310) 25 (430) 30 (510) 17 (290) 20 (340) 25 (430) 30 (510) Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan American Academy of Pediatric(IDAI hiperbilirubinemia)7

Transfusi tukar indikasi : 1) Hiperbilirubinemia (indirect bilirubin) karena seab apapun, jikakadar bilirubin berisiko untuk menimbulkan gangguan di susunan saraf pusat (kern ikterik). Transfusi tukar yang dilakukan adalh double volume exchange selama 50 70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi tukar dilakukan perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan intravaskular mencapai keseimbangan. 2) Hemolytic disease of newborn (HDN) pada kelainan ini terjadi pemecahan eritrosit bayi karena antibodi maternal, sehingga bayi akan mengalami anemia dan hiperbilirubinemia sebagai hasil metabolisme heme. Transfusi tukar akan membuang sel eritrosit bayi yang telah tersensitisasi dengan antibodi maternal (antibody coated RBC), menurunkan kadar bilirubin sekaligus melakukan koreksi terhadap enemia yang ditimbulkan oleh HDN. Dilakukan transfusi tukar double volume, kalau perlu diulang, jika terjadi pemecahan eritrosit yang cepat. 3) Sepsis neonatal transfusi tukar akan membantu membuang bakteri, toksin, produk pemecahan fibrin serta akumulasi asam laktat dari bayi dan di saat bersamaan memberikan komplemen, faktor-faktor koagulasi dan imunoglobulin dari darah yang baru. 4) Pembekuan intravaskular menyeluruh (PIM) karena berbagai sebab. Transfusi tukar membantu peningkatan faktor-faktor koagulasi dan mengurangi penyebab KID, walaupun ini masih merupakan kontroversi. 5) Asidosis serta gangguan cairan dan elektrolit berat seperti hiperkalemia, hipernatremia atau kelebihan cairan. Pada kasus seperti ini dilakukan transfusi tukar parsial isovolumetrik. 6) Pengaturan kadar hemoglobin pada polisitemia dilakukan transfusi tukar parsial dengan garam fisiologis atau plasma untuk menurunkan kadar heoglobin, sedangkan pada anemia berat yang potensial menimbulkan gagal jantung, seperti pada hydrops fetalis, dilakukan transfusi tukar parsial dengan packed red cells (PRC). Tipe darah 1) Inkompatibilitas Rh gunakan darah tipe O-Rh negatif, dengan titer anti A dan anti B rendah. Harus di cross-matched dulu dengan darah ibu. Pada bayi dengan inkompatibilitas rhesus berat (seperti gydrops fetalis), darah harus tersedia sebelum kelahiran. 2) Inkompatibilitas ABO gunakan darah tipr O-Rh sesuai dengan ibu dan bayi atau Rh negatif, dengan titer anti A dan anti B rendah, darah harus di cross matched dengan darah ibu dan bayi. 30

3) Inkompatibilitas golongan darah minor (seperti anti-kell, anti-dufffy) gunakan golongan darah yang sesuai dan darah harus di cross-matched dengan darah ibu. 4) Hiperbilirubinemia karena sebab lain sepsis, gangguan metabolik ataupun hemolisis lain yang tidak disebabkan oleh kelainan isoimunitas, gunakan golongan darah yang sesuai dan darah harus di cross matched dengan darah bayi. Jumlah darah yang dibutuhkan 1) Double volume darah yang ditransfusi tukar sebanyak dua kali lipat volume darah bayi. Bayi cukup bulan mempuya volume darah 80 ml/kgBB sedangkan bayi prematur 95 ml/kgBB. Jumlah ini dikali dua, menjadi jumlah darah yang harus ditransfusi tukar. 2) Transfusi tukar parsial pada polisitemia, dilakukan transfusi tukar dengan NaCl 0,9% atau plasma, sedangkan pada anemia digunakan PRC. Volume darah yang dibutuhkan pada polisitemia Volume darah transfusi (ml) = Perkilraan jumlah darah bayi (ml) x BB (kg) x (Ht bayi Ht target) Ht bayi Sedangkan untuk anemia, dihitung dengan rumus Volume darah transfusi (ml) = Perkiraan jumlah darah bayi (ml) x BB (kg) x (Hb target Hb bayi) (Hb PRC Hb bayi) Teknik transfusi tukar 1) Simple double volume (push pull method), untuk keluar masuk darah hanya diperlukan satu jalur transfusi (biasanya dari vena besar, seperti vena umbilikal). Teknik ini digunakan untuk hiperbilirubinemia tanpa komplikasi (seperti anemia, sepsis dll). Waktu rata-rata perkali untuk keluar masuk kirakira 3-5 menit, sehingga total transfusi akan barlangsung selama 90-120 menit. 2) Isovolumetrik double volume pada teknik ini, dilakukan pemasangan 2 jalur, bisa arteri dan vena (pada umbilikal atau perifer) ataupun vena dan vena, dibutuhkan dua operator untuk memasukan dan mengeluarkan darah. Jika dipakai jalur arteri dan vena, darah dimasukan dari vena serta dikeluarkan dari arteri. Keuntungan dari metode ini adalh proses masuk dan keluar darah bisa dilakukan pada waktu bersamaan sehingga gangguan hemodinamik minimal, disamping itu waktu pelaksanaan transfusi tukar juga lebih singkat (45-60 menit). Waktu pelaksanaan bisa diperpanjang sampai 4 jam untuk memungkinkan ekuilibrasi bilirubin di darah dan jaringan, hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin yang bisa dihilangkan. Pada kasus hydrops fetalis berat, teknik ini merupakan pilihan, karena fluktuasi volume minimal, sehingga gangguan miokardium juga minimal. 3) Transfusi tukar parsial dilakukan transfusi dengan plasma atau PRC, sesuai indikasi (polisitemia atau anemia berat).

31

Direkomendasikan transfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut, hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila kadar bilirubin total 5mg/dL diatas garis patokan Faktor risiko : penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis. Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-27 minggu (risiko sedang) transfusi tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya. Komplikasi transfusi tukar : 1. Hipokalsemia dan hipomagnesia 2. Hipoglikemia 3. Gangguan keseimbangan asam basa 4. Hiperkalemia 5. Gangguan kardiovaskular : Perforasi pembuluh darah Emboli Infark Aritmia Volume overload Arrest 6. Pendarahan : Trombositopenia Defisiensi faktor pembekuan 7. Infeksi 8. Hemolisis 9. Graft-versus host diseases 10. Lain-lain : hipotermia, hipertermia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekrotikans.8

BAB III ANALISA KASUS


Pasien bayi laki-laki, usia 36 hari, berat badan 2700gr dan panjang 47cm, rujukan dari puskesmas jagakarsa, datang dengan keluhan tidak terdapatnya lubang anus yang baru disadari ibu saat bayi berumur 2 hari. Pasien dirujuk ke RSPAD dan dilakukan operasi kolostomi. Selama perawatan pasien didiagnosa hiperbilirubinemia dan sepsis neonatorum. 1. Atresia ani tanpa fistel Anamnesa Saat ibu memandikan bayi ibu menyadari tidak terdapatnya lubang anus. Bayi belum pernah buang air besar sampai usia dua hari. Hari saat datang ke rumah sakit bayi muntah sebanyak satu kali isi cairan jernih.

32

Pemeriksaan fisik anus negative saat di lakukan colok dubur dengan termometer. Tidak terdapatnya mekonium yang keluar dari lubang vagina, dari fistel di sekitar perineum dan dari uretra.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik terlihat jelas bahwa bayi tidak memiliki lubang anus dan tidak terdapat fistel karena tidak adanya mekonium yang keluar dari tubuh bayi yang seharusnya sudah keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

Pada bayi ini terjadinya atresia ani disebabkan oleh kelainan pada proses embriologi pembentukan rektum dan saluran kencing yang terjadi pada kehamilan minggu ke 7-8. Pada pasien untuk menangani atresia ani dilakukan operasi kolostomi yang bertujuan sebagai stoma sementara untuk mengeluarkan feses. 2. Sepsis neonatorum Perjalanan penyakit : Pada hari ke-4 setelah operasi keadaan umum pasien menjadi kurang aktif dan menangis lemah serta muncul sklerema pada tubuh pasien. Hari ke-5 setelah operasi perut kembung dan pasien mengalami demam, hasil lab pada hari itu menunjukan adanya penurunan kadar leukosit dan terjadi asidosis respiratorik Pemeriksaan fisik : (bayi terlihat lemah, pernapasan :70 kali/menit* Suhu : 36,0oC*) pemeriksaan lab : Pemeriksaan lab : GDS (19/05/2011)245mg/dl, hematologi (22/05/2011) Hb(9,9*g/dl), hct(28%), eritrosit(2,9 juta/l), leukosit(bayi 0-1bulan ; 1300/l), trombosit (1300/l), tgl 14/06/2011(WBC 2100, trombosit 18.000).

Sepsis atau septikemia adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit infeksi yang berat, disertai dengan ditemukannya respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, takikardia, hiperventlasi, dan letargi.

Sepsis pada pasien termasuk ke dalam sepsis awitan lambat/tahap lanjut, karena : Terjadi pada usia >72 jam usia bayi Didapatkan dari lingkungan (post operasi dengan luka yang buruk) 33

Didapatkan secara nosokomial atau dari rumah sakit (perawatan yang lama).

Serta terdapatnya factor risiko berupa (factor risiko sepsis tahap lanjut) Prematuritas/BBLR Perawatan di rumah sakit Prosedur invasif ventilator, alat infus, central line, kateter urin, selang dada Kontak dengan penyakit infeksi dokter, perawat, bayi dengan infeksi ASI tidak diberikan Buruknya kebersihan di NICU.3

Saya tidak setuju dengan diagnosis sepsis pada pasien ini, karena dari kepustakaan yang ada pasien ini masih termasuk ke dalam kategori kecurigaan besar sepsis ditandai dengan ditemukannya 2 kategori A (suhu tubuh tidak normal, kondisi memburuk secara cepat dan dramatis) dan 2 kategori B (mengantuk atau aktivitas berkurang, perut kembung). 3. Hiperbilirubinemia Berdasarkan pemeriksaan lab : Bilirubin total (19/05/2011) 11,6mg/dl, bilirubin total (14/06/2011) 25,8*mg/dl, bilirubin direct 5,4 mg/dl, bilirubin indirect (20,4mg/dl). Gol. Darah O, RH (+).

Menurut kepustakaan Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar defiasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari percentil 90.

Hiperbilirubinemia pada pasien muncul setelah usia 3 hari. Berdasarkan kepustakaan hiperbilirubinemia yang terjadi setelah 72 jam dapat disebabkan oleh : sepsis, hematoma sefal, hepatitis neonatal, atresia biliaris, breastmilk jaundice, kelainan metabolik.

Pada pasien ini kemungkinan terjadi hiperbilirubinemia disebabkan oleh adanya infeksi yang terjadi setelah dilakukannya operasi kolostomi, karena terjadinya peningkatan bilirubin diikuti oleh keadaan hiperglikemia, dan diikuti oleh penurunan kadar trombosit dan leukosit. 34

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tgl 23 juni sudah tidak ditemukan kulit berwarna kuning dang sclera yang ikterik, hal itu dikarenakan pada pasien sudah dilakukan fototerapi dan transfusi tukar.

Kadar bilirubin total serum (mg/dl [mol/L]) Usia (jam) Pertimbangkan fototerapi Transfusi Transfusi fototerapi tukar jika tukar & fototerapi fototerapi intensif gagal intensif 25 48 12 (170) 15 (260) 20 (340) 25 (430) 49 72 15 (260) 18 (310) 25 (430) 30 (510) >72 17 (290) 20 (340) 25 (430) 30 (510) Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan American Academy of Pediatric(IDAI hiperbilirubinemia)7

Rencana Pemeriksaan : Darah Lengkap diperiksa untuk memantau kadar trombosit, leukosit (septic marker) CRP dilakukan pemeriksaan ulang CRP karena pada pasien pemeriksaan CRP dilakukan sebelum masuk fase akut. (dilakukan sebelum operasi kolostomi) I/T rasio dilakukan pemeriksaan ulang I/T rasio karena pada pasien pemeriksaan I/T rasio dilakukan sebelum masuk fase akut. (dilakukan sebelum operasi kolostomi) Kultur darah berdasarkan kepustakaan kultur darah adalah golden diagnosis untuk sepsis. AGD dipantau untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa. Bilirubin total, direk, indirek untuk memonitor kadar bilirubin pada pasien.

35

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah :


kebutuhan cairan 200 cc/kg BB/hari: IVFD D 10% : NaCl 0,5% = 4:1 + 1meq Kcl 50cc ASI / pregestimil 8x15cc Aminofusin pack 2,5 gr/kgBB/hari = 145 cc / hari Koreksi albumin 10cc/hari sebanyak 3x. Antibiotik : Injeksi ceftazidim 100mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis Amikasin 15mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis Injeksi meropenem 3x75 mg IV O2 2lt/menit inkubator PRC 25cc/hari TC 30cc/hari FFP 30cc/hari Cryo 25cc/hari. Injeksi flagyl 2x22,5 mg Fototerapi 1 lampu Perawatan luka Post kolostomi

Saya setuju dengan pemberian terapi tersebut karena menurut kepustakaan: 1. Kebutuhan cairan adalah pemenuhan jumlah air, elektrolit (natrium, kalium dan klorida), serta glukosa yang dibutuhkan untuk pasien-pasien yang tidak bisa memilih asupan mereka sendiri (misal, seseorang yang akan menjalani operasi, penurunan kesadaran atau anoreksia, sakit berat, dll). IVFD D10% : NaCL 0,9% adalah Cairan bisa bersifat hipertonis (contohnya; Dekstrosa 10 % dalam NaCl, Dektrosa 10 % dalam air, Dektrosa 20 % dalam air). Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, mengurangi edema, dan digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Aminofusin packed adalah larutan asam amino 5% bebas karbohidrat, mengandung elektrolit dan vitamin, terutama untuk anak-anak dan bayi. Indikasi : Untuk nutrisi parenteral parsial bagi bayi baru lahir dan bayi prematur, pada kasus yang disertai dengan kebutuhan protein yang meningkat,defisiensi protein, katabolisme protein. Pada bayi ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan yang adekuat dan merupakan salah satu penanganan hiperbilirubinemia (hidrasi adekuat). 4. albumin x 0,8 x pada pasien diberikan Dilakukan koreksi albumin 10cc dalam 3x pemberian. BB Pada bayi ini dilakukan koreksi albumin 36

2.

3.

secepatnya dikarenakan kadar bilirubin indirek yang tinggi, dikarenakan albumin berfungsi untuk membawa bilirubin indirek ke hati untuk dikonjugasi. Bila kadar albumin tidak cepat dikoreksi bisa terjadi kern ikterus. 5. Antibiotik : Injeksi ceftazidim 100mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis termasuk ke dalam gol.sefalosporin generasi 3. Merupakan lini pertama pada infeksi neonatorum. Baik untuk gram (+). Amikasin 15mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis golongan aminoglikosida dan merupakan antibiotic yang baik untuk gram (+). Pada pasien ini diberikan kombinasi ke dua obat tersebut karena pada neonatus penyebab infeksi tersering adalah E. Coli bakteri gram (-), S.Aureus bakteri gram (+) dan streptococcus B bakeri gram (+). Injeksi meropenem 3x75 mg IV golongan antibiotika beta laktam jenis lain. Termasuk ke dalam broad spectrum antibakteri. Indikasi pemberiannya adalah pengobatan untuk infeksi berat oleh kuman sensitive nosokomial yang resisten terhadap antibiotic lain contonya : pada infeksi saluran napas dan saluran cerna. Pada pasien dilakukan penggantian antibiotic karena dari hasil lab setelah pemberian seftazidoim dan amikasin belum mengalami perbaikan (kadar trombosit dan leukosit masih rendah, diff.count shift to the right). 6. O2 indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : a. Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah. b. Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan. c. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 diberikan kepada pasien dengan keadaan / penyakit : Hypoxemia / hypoxia, Selama dan setelah operasi, Anemia berat, Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. 7. PRC dosis (10-20ml/kgBB) dengan kecepatan 3-5ml/jam, pada pasien diberikan sebanyak 25cc/hari. Saya setuju untuk pemberian PRC karena berdasarkan literature PRC pada pasien sepsis berfungsi untuk mengatasi kadaan anemia dan menjamin oksigenasi jaringan yang optimal pada pasien. 37

8. 9.

TC dosis (10-20ml/kgBB) pada pasien diberikan 30cc/hari. Pada pasien diberikan dikarenakan kadar trombositnya yang rendah. FFP 10-20 ml/kgBB) pada pasien ini diberikan 30cc/hari. Indikasi pemberian pada pasien ini adalah diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien. Selain mengandung faktor koagulasi FFP juga mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C~reaktive protein dan fibronectin Cryo dosis (20-25 unit/kgBB/12 jam) pada pasien diberikan 25cc/hari. Indikasi pemberiannya pada pasien ini adalah untuk menambah factor pembekuan untuk mencegah perdarahan. Injeksi flagyl (metronidazole) 2x22,5mg pemberian metronidazole pada pasien ini digunakan sebagai profilaksis pasca bedah abdomen. Dan digunkan untuk mencegah infeksi mikroorganisme lain akibat penggunaan antibiotik lama. Foto terapi satu lampu. Setuju untuk dilakukan fototerapi pada pasien ini karena fototerapi berfungsi sebagai fotoisomerisasi dan fotooksidasi sehingga dapat membantu menurunkan kadar bilirubin. Kadar bilirubin total serum (mg/dl [mol/L]) Pertimbangkan fototerapi Transfusi Transfusi fototerapi tukar jika tukar & fototerapi fototerapi intensif gagal intensif 12 (170) 15 (260) 20 (340) 25 (430) 15 (260) 18 (310) 25 (430) 30 (510) 17 (290) 20 (340) 25 (430) 30 (510)

10.

11.

12.

Usia (jam)

25 48 49 72 >72

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim, M Sholeh dkk. Sepsis Neonatorum. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. 2. Soedarman SSp, Hendry G, Sri RSH, Hindra IS. Dalam buku ajar infeksi dan pediatri tropis :Edisi kedua. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2008
3. Seminar Divisi Neonatologi Depatemen Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto, 2011.

4.

Kosim, M Sholeh dkk. Hiperbilirubinemia. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

5. 6.

Sherwood. Fisiologi manusia. Edisi 6. Jakarta EGC. 2001 Dr. Elsye Souvriyanti, Sp.A. Handout Ikterus Neonatorum. Jakarta, 2010.

7.

Kosim, M Sholeh dkk. Foto terapi. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

8.

Kosim, M Sholeh dkk. Transfuse tukar. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. 39

9.

Dr. Yuda, SpBa. Hand out atresia ani, Jakarta.2010 Philadelphia:W.B Saunders; 2004.

10. Behrman RE, Kliegman R, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics 17 th ed. 11. Kolostomi, diunduh dari : www.infobedah.com

40

Anda mungkin juga menyukai