Anda di halaman 1dari 10

www.sinopaxsinica.blogspot.

com

“Harga China” Sebagai Soft Power China di Bidang


Perekonomian dan Karakteristik-karakteristik Dasarnya
"[Soft power] is the ability to get what you want through attraction rather than
coercion or payments. It arises from the attractiveness of a country's culture, political
ideals, and policies. When our policies are seen as legitimate in the eyes of others,
our soft power is enhanced." 1
- Joseph S. Nye, JR.
oleh: Denis L. Toruan

I. Kebangkitan Asia Timur

Asia merupakan salah satu benua dengan pertumbuhan ekonomi yang termasuk

paling cepat di dunia dalam tiga dekade terakhir, dan memiliki prospek yang sangat
baik untuk melanjutkan pertumbuhan ekonominya dalam jangka panjang. 2 Dimulai
pada tahun 1996, negara-negara dengan perekonomian termakmur di Asia, yakni
Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan yang mengalami krisis
keuangan sangat parah dengan puncak keambrukan pada pasar saham Asia. Kebijakan
uang ketat, naiknya nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika (USD), dan
penurunan laju ekspor ikut menambah parah krisis keuangan itu. Betapa pun parahnya
pergeseran ekonomi waktu itu, prediksi International Monetary Fund/IMF yang
melaporkan pada tahun 1993, menyatakan bahwa perekonomian Asia menyumbang
29 persen produksi dunia pada tahun 2000, dan ternyata laporan itu sesuai dengan
kenyataannya. Sebagai sumber baru produk dan teknologi, dan sebagai pasar
konsumen yang sangat besar, negara-negara Asia, termasuk China sebagai salah satu
dari Empat Macan (atau Empat Naga) Asia 3 mulai mengalami kemajuan yang sangat
pesat.4

1
Joseph S. Nye, JR., Soft Power: The Means to Success in World Politics, (New York: Public Affairs,
2004), hlm. x.
2
Untuk informasi terbaru mengenai negara-negara di Asia lih. www.asiaweek.com
3
Terminologi “Empat Macan/Empat Naga” Asia mengacu pada Hongkong, Korea Selatan, Singapura,
dan Taiwan yang masing-masing mampu mengangkut statusnya dari negara berkembang menjadi
negara industri baru, dan menjadi pesaing-pesaing baru industri barat dalam bidang elektronik,
pembangunan kapal, mesin berat, dan beragam produk lainnya.
4
Salah satu literatur yang secara optimistis membahas kemajuan China ini lih. misalnya, Laurence J.
Brahm, China’s Century: The Awakening of the Next Economy Powerhouse, (Singapore: John
Wiley&Sons, 2001). Dalam buku ini dikatakan bahwa tidak lama lagi China akan menjelma menjadi
“economic powerhouse”, di samping beberapa kelemahan yang diakui masih dimiliki China.

© Denis L. Toruan, November 2008 -1-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

Selama dua dekade terakhir, terutama sejak era Reformasi Pintu Terbuka
(gaige kaifang pada tahun 1978), China mengalami perkembangan yang sangat pesat.5
Kemajuan China tersebut juga dibarengi partisipasi aktif China ke dalam integrasi
masyarakat internasional (WTO, World Bank, ARF, Six Party Talk, ASEM, dll).
Dalam langkah-langkah strategisnya di kancah politik global, di satu sisi China terus
membenahi kekuatan militernya, sekaligus juga memfokuskan diri pada soft power-
nya.
Soft power, seperti yang dikemukakan oleh Joseph Nye, merupakan salah satu
cara selain kekerasan militer dalam usaha memengaruhi negara/aktor-aktor lain agar
tunduk/mengikuti kemauan si negara/aktor terkait. Dalam lingkup Asia-Pasifik,
pesona China sebagai ‘the emerging market’ dan jangkar regionalisme6 begitu terasa,
terutama untuk negara-negara ASEAN. Untuk pertama kalinya setelah era perang
dingin usai, negara-negara ASEAN akan menghadapi ‘bahaya kapitalisme China’,
bukan ‘bahaya komunisme China’ yang dulu sangat ditakuti itu.7 Apabila beberapa
dekade lalu China menggunakan politik luar negeri komunisme militan secara agresif
untuk menggalang solidaritas dunia ketiga melawan kapitalisme global, kini China
justru beralih dengan politik nasionalis pragmatisnya yang memfokuskan diri pada
perkembangan ekonominya. 8
Pilihan kata ‘bahaya kapitalisme’ China dalam tulisan singkat ini mengacu
pada perkembangan pesat China di bidang perekonomian dan implikasinya terhadap
negara-negara lain. China yang kita amati sekarang adalah ‘one of the giant market’9
yang memiliki pengaruh tidak kecil bagi politik global, terutama negara-negara
tetangga terdekatnya. Tulisan singkat ini secara khusus bermaksud untuk membahas
karakteristik utama soft power China dalam bidang perekonomian, beserta
karakteristik-karakteristik dasarnya.

5
Ada banyak literatur yang membahas ‘keajaiban’ perkembangan China pada era 1980-an hingga
1990-an, salah satunya yang cukup komperehensif dan akurat lih. William J. Overholt, The Rise of
China, (New York: Norton, 1993).
6
Kompas, 19 Desember 2005.
7
China sudah berubah menjadi kapitalis? lih. I. Wibowo, Belajar dari China, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2004), terutama bab III.
8
Partai Komunis China beralih menganut teori economic growth untuk mempertahankan legitimasinya
lih. I. Wibowo, ibid., hlm. 167-170, dan pembahasan lengkap tentang economic legitimation dalam
Juergen Habermas, Legitimation Crisis, (London: Heinemann, 1976).
9
Zaenudin Djafar, Indonesia, ASEAN, dan Dinamika Asia Timur, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2008), hlm.
111.

© Denis L. Toruan, November 2008 -2-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

II. Pesona China dan “Harga China”


Sejak periode krisis finansial Asia pada tahun 1997, persepsi China di kawasan Asia
Tenggara berubah total. Beberapa dekade lalu, negara yang sering dicap sebagai
negeri “tirai bambu” ini merupakan momok yang menakutkan, apalagi terkait ideologi
10
komunisme-sosialisme yang dianutnya. Para decision-makers dan masyarakat
ASEAN kini memandang China sebagai salah satu kekuatan utama regional yang
penting bagi pertumbuhan ekonomi dan lain-lain. 11 Citra baru China ini tidak
berlebihan jika kita bisa bersikap kritis saat menyaksikan prestasi China yang baru
saja sukses melangsungkan even olimpiade termahal sepanjang sejarah 12 hingga
pengiriman astronotnya untuk melakukan space-walk (2008); Pada momen waktu
yang berdekatan, kontras sekali keadaannya dibandingkan AS dan negara-negara
barat lain yang sibuk menggelontorkan dana hingga miliaran dollar USD untuk
menyelamatkan sistem finansialnya. 13 Dalam isu yang sama, tidak heran jika China
yang berhasil mengumpulkan cadangan devisa sebanyak 1,81 trilyun USD hingga
Oktober 2008 diminta berkontribusi untuk penanganan krisis finansial global yang
terjadi baru-baru ini.14
China juga aktif dalam organisasi kerja sama regional seperti ASEAN
Regional Forum (ARF), ASEM, Six Party Talk, SCO, maupun berhubungan langsung
dengan negara-negara yang bersangkutan. Ekspor produk dan jasa China yang
terkenal sangat murah dan cukup berkualitas itu mencapai berbagai penjuru dunia
sehingga gangguan (distortion&abusement) sekecil apa pun terhadap produksi China
dapat menimbulkan guncangan yang tidak kecil bagi masyarakat internasional. 15
Dalam konteks ini, salah satu pertanyaan kritis yang dapat kita ajukan adalah
bagaimana para investor dunia begitu tertarik untuk menanamkan investasi bahkan
merelokasi pabrik-pabriknya ke China?
10
China sebelum era tahun 1977 adalah China di bawah kepemimpinan Mao Zedong. Dalam
kepemerintahannya, ketua Mao mengadopsi pemikiran Marxisme-Leninisme plus pemikirannya sendiri
yang dikenal sebagai “Mao Zedong sixiang”. Salah satu buah pemikiran revolusioner Mao bagi
perkembangan politik China adalah gerakan proletariat “wenhua geming” atau Revolusi Kebudayaan
(1966-1976).
11
Kompas, 19 Desember 2005.
12
45 milyar USD, bahkan ada yang memperkirakan mencapai 70 milyar USD lih.
http://financialexpress.com/news/beijing-olympics-have-been-most-expensive-so-far/348024
13
http://kompas.com/read/xml2008/10/08/13240127/waspada.bailout.tak.efektif.krisis.di.as.berlanjut
14
“Peran China Dinantikan untuk Mengatasi Krisis”, Kompas, 9 Oktober 2008, hlm. 15.
15
Salah satu kasus besar dan terjadi baru-baru ini saja adalah kasus susu bermelamin asal China.
Negara-negara di dunia beramai-ramai ‘menertibkan’ produk susu China. Salah satu beritanya dapat
disimak di
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/27/15400821/bpom.soal.susu.china.seluruh.dunia.kecolong
an

© Denis L. Toruan, November 2008 -3-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

Dalam beberapa penelusuran pustaka seperti buku-buku dan berita dari media
cetak maupun website, “harga China” adalah salah satu apek yang sering kita dengar
terkait soft power China ini. 16 “Harga China” merujuk pada kenyataan bahwa
produsen barang China dapat secara besar-besaran mengalahkan harga yang
ditawarkan oleh para pesaing luar negeri untuk banyak jenis produk dan jasa yang
sangat beragam.17 Implikasinya dalam bidang bisnis, para investor dunia berlomba-
lomba menanamkan sahamnya ke China karena (sangat) rendahnya cost yang
dikeluarkan demi laba atau margin yang semaksimal mungkin dibanding wilayah-
wilayah bisnis lainnya di dunia. 18 Strategi ini juga ‘dipersenjatai’ dengan program
pembukaan daerah-daerah kantong bisnis China yang menawarkan beragam
kemudahan dan fasilitas terbaik.19 Kantong bisnis semacam ini dikenal dengan Zona
Ekonomi Khusus (SEZ). Dewasa ini, dengan strategi tersebut China memproduksi
lebih dari 70% DVD dan mainan dunia; lebih setengah produksi sepeda dunia, kamera,
sepatu, dan telepon. dan lebih dari sepertiga pendingin udara, TV berwarna, layar
komputer, koper, dan microwave dunia. China juga telah menetapkan posisi pasar
dominan dalam segala hal seperti mebel, kulkas mesin cuci, jins, hingga celana
dalam.20
Mengingat kemampuan China yang telah terbukti dalam menaklukkan pasar
ekspor dunia satu demi satu, ini kembali pada pertanyaan dasar kita: Bagaimana
pengaruh China sehingga bisa muncul sebagai “pusat pabrikan” (factory floor) dunia?
Jawabannya terletak dalam “harga China” tadi. Kesembilan “penggerak” utama harga
China adalah sebagai berikut:21
1. Pekerja/buruh berupah rendah dan berkualitas tinggi yang sangat disiplin,
berpendidikan cukup, dan tidak ada serikat buruh;
2. Peraturan kesehatan dan keselamatan kerja yang belum maksimal;
3. Penegakan dan (kesadaran hukum) lingkungan yang masih longgar;
4. Peran FDI;
5. “Gugus jaringan (network clustering) yang sangat efisien dalam proses
industri;
6. Kampanye melawan pembajakan yang masih rendah;

16
Untuk penjelasan lebih mendalam lih. Ted C. Fishman, China Inc., – (terjemahan), (Jakarta: Elex
Media Komputindo, cetakan ke-4 Januari 2007), bab VII, dan Peter Navarro, Letupan-letupan Perang
China Mendatang, - (terjemahan), (Jakarta: Elex Media Komputindo, Januari 2008), bab I.
17
Peter Navarro, ibid., hlm. 2.
18
Ted C. Fishman, ibid., hlm. 231-232.
19
SEZ China tersebut antara lain mencakup Hongkong, Macau, daerah sepanjang delta sungai Yangzi,
dan kota-kota pesisir di daerah selatan dan timur China. Untuk lebih lengkapnya lih. Zaenudin Djafar,
op.cit., hlm. 100-105.
20
Peter Navarro, ibid.
21
Dirangkum dari Peter Navarro, ibid. hlm. 2-21.

© Denis L. Toruan, November 2008 -4-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

7. Devaluasi mata uang yuan secara terus-menerus;


8. Subsidi pemerintah secara besar-besaran terhadap beberapa industri yang
ditentukan; dan
9. Hambatan perdagangan proteksionis “Tembok Besar”.

II.I. Pekerja/Buruh Berupah Rendah dan Berkualitas Tinggi yang Sangat


Disiplin, Berpendidikan Cukup, dan tidak ada Serikat Buruh
Upah buruh di China per jamnya kira-kira di bawah 1 USD. 22 Angka ini sama
rendahnya bahkan relatif lebih tinggi dibanding negara-negara lain seperti Republik
Dominika, Nikaragua, Bangladesh, Pakistan, Birma, Kamboja, dan Vietnam.
Walaupun tingkat upahnya lebih rendah dan kondisi pekerjaannya sama buruknya,
tidak satu pun di antara negara-negara tersebut yang dapat bersaing secara efektif
dengan China. Para pekerja China mempunyai pendidikan yang relatif lebih baik dan
berdisiplin tinggi.23 Di samping itu, China memiliki buruh yang menganggur penuh
dan setengah menganggur yang jumlahnya hampir sebanyak orang yang dipekerjakan
seluruh Amerika. 24 Kenyataan itu ditambah dengan fakta bahwa keberadaan serikat
buruh memang dilarang di China.25 Dalam perspektif yang benar, ini berarti bahwa
dalam tingkat global produktivitas tinggi dan “pasukan cadangan” pekerja China
tersebut menawarkan segudang peluang bagi para investor dan industrialis dunia.

II.II. Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang Belum Maksimal, serta
Kesadaran Hukum Lingkungan yang Masih Rendah
Pemerintah China hanya memberlakukan beberapa peraturan kesehatan dan
keselamatan kerja terhadap BUMN-BUMN yang masih tersisa. Bahkan aturan-aturan
yang sudah dibuat hanya ditegakkan dengan lemah, dihindari, diabaikan, dan bersifat
26
simbolik semata (sekadar formalitas). Perlindungan hak buruh yang
diimplementasikan melalui produk hukum jumlahnya sudah cukup komperehensif,

22
Pete Engardio, Dexter Roberts, dan Brian Bremner di Beijing, dan laporan biro, “The China Price”,
Business Week, 6 Desember 2004 lih.
http://www.businessweek.com/magazine/content/04_49/b3911401.htm
23
Ted Fishman, op.cit., hlm. 251-254.
24
Angkatan kerja sipil AS jumlahnya sekitar 150 juta jiwa.
25
Sesuai dengan keputusan pemerintah China, serikat buruh satu-satunya yang boleh ada di China
adalah Partai Komunis China. Ini sesuai dengan prinsip dasar politik China di mana PKC adalah
penguasa tunggal atas hajat hidup rakyatnya.
26
Peter Navarro, op.cit., hlm 12.

© Denis L. Toruan, November 2008 -5-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

akan tetapi sangat kontras dengan praktik konkretnya. Buruh di China cenderung pasif
terhadap politik (politically passive), dan tunduk pada “hegemoni pasar”.27
Maka, tidaklah mengherankan jika minimnya penegakan sistem peraturan dan
hukum dasar seperti ini dipandang sebagai keuntungan besar oleh MNC dunia yang
selama ini tunduk pada aturan hukum yang sangat ketat di negeri asalnya. Kepakan
sayap laissez faire China yang dalam konteks ini cenderung berkarakteristik negatif,
menarik modal asing datang berbondong-bondong ke pesisir pantai China. Dengan
cara ini, negara-negara tetangganya seperti Korea, Jepang, dan Taiwan hingga AS
bisa “mengekspor” polusi dan risiko di tempat kerjanya menuju China.

II.III. Peran FDI


Sejak tahun 1983, FDI yang masuk ke China kurang dari 1 miliar USD per tahun
sebelum meningkat menjadi 55 miliar USD, dan diproyeksikan mencapai 100 miliar
USD setiap tahunnya. Sebagian besar dana itu bersumber dari Hongkong, AS, Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Virgin Islands, Cayman Islands, Jerman, dan
Inggris.28
FDI yang masuk ke China itu memungkinkan kelangsungan proses produksi
sekaligus alih teknologi tercanggih bagi perkembangan industri China. Dalam bidang
SDM, perkembangan pesat di China juga berarti mengundang masuk para manajer
kelas dunia, yang secara langsung atau tidak langsung menyinergikan lead
advantages buruh murah tapi berproduktivitas tinggi dengan crème de la crème
manajerial asing.

II.IV. “Network Clustering” ala China


Untuk memproduksi berbagai jenis produk ekspor China, perusahaan-perusahaan
yang berlokasi berdekatan secara fisik membentuk jaringan yang sangat sinergis, dan
gugus aktivitas yang menghasilkan ekonomi skala (economy of scale) serta ekonomi
lingkup (economy of scope) yang sangat penting. Dalam praktiknya, gugus-gugus
jaringan industri itu menjadi penjelmaan modern pabrik peniti Adam Smith yang
terkenal itu, di mana pembagian tugas (division of labor) yang ekstrem dan efisiensi
hiper-ekonomi sama-sama memegang kendali proses industri. Berikut sebuah contoh

27
Topik mengenai buruh ini dibahas secara komperehensif dlm I. Wibowo, op.cit., bab XII, “Buruh di
China: Tercengkeram dalam Hegemoni Pasar”, hlm. 187-203.
28
Diolah dari Peter Navarro, op.cit., hlm. 14, dan Wu Jinglian, Understanding and Interpreting
Chinese Economic Reform, (Singapore: Textere Publisher, 2005), hlm. 301.

© Denis L. Toruan, November 2008 -6-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

gambar yang dikutip dari buku Regional Powerhouse untuk menggambarkan gugus
jaringan tersebut:

pencetakan cat suku cadang


nama/merek plastik
pengemasan
cetakan injeksi
plastik
kertas

Mainan komponen
elektronik
kain&hiasan

produk yang
isi berbahan dikendalikan radio
lembut

bulu sintetis per


sekrup&mur

Sumber: Michael Enright, Edith Scott, dan Ka-Mun Chang, Regional Powerhouse:
The Greater Pearl River Delta and the Rise of China, (Singapore: John Wiley&Sons,
2005), hlm. 57.

Dengan model seperti ini, banyak daerah, kota, dan puluhan ribu hektar tanah
di China yang disulap menjadi tempat-tempat produksi industri. Terjadi penghematan
yang sangat besar dalam biaya transportasi, dan sekaligus mempercepat penyebaran
pengetahuan dan informasi.

II.V. Pembajakan di China


Masalah pembajakan produk dan penghargaan terhadap hak kekayaan intelektual/hak
cipta (HAKI) di China merupakan masalah yang sangat kompleks. Meskipun
pemerintah China sudah berulang-ulang kali ditekan dunia internasional agar patuh
terhadap standar-standar WTO, China tetap dianggap uneven and incomplete,29 salah
satunya terkait isu HAKI ini. Dalam kenyataan di lapangan, praktik pembajakan
masih merajalela di China. Salah satu variabel yang bisa menjelaskan masalah ini

29
Untuk pembahasan lebih lanjut lih. “The One-Two Punch”, Far Eastern Economic Review (2
Oktober 2003), hlm. 26-28.

© Denis L. Toruan, November 2008 -7-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

adalah pesatnya pertumbuhan UKM di China dan kurangnya kontrol pemerintah


terhadap aktivitas UKM yang jumlahnya menjamur itu.

II.VI. Devaluasi yuan secara terus-menerus


Negara-negara seperti AS, Jepang, dan Uni Eropa tunduk pada sistem “nilai tukar
mengambang” di mana dollar, yen, dan euro ditentukan oleh pasar bebas. Dengan
demikian, ketika suatu negara seperti AS melihat defisit perdagangannya dengan
Jepang atau Uni Eropa mengalami kenaikan, nilai dollar akan cenderung jatuh
terhadap yen dan euro karena dollar menumpuk di bank-bank luar negeri. 30 Dollar
yang melemah ini menyebabkan impor AS menjadi lebih mahal dan ekspor AS lebih
bersaing. Menurut teori Neoliberalisme dalam ilmu ekonomi, dengan cara seperti
inilah kekuatan-kekuatan pasar bebas dalam pasar mata uang dunia dapat membantu
aliran perdagangan global kembali seimbang.
China menganut sistem “nilai tukar tetap” di mana dia mematok nilai mata
uangnya (yuan) terhadap nilai dollar AS (US$). 31 Ini berarti bahwa tidak peduli
seberapa besar defisit perdagangan yang dialami AS dengan China, dollar tidak dapat
jatuh terhadap yuan.32 Pematokan tetap ini merupakan salah satu mesin pertumbuhan
China yang memberikannya keuntungan besar terhadap negara-negara lain.

II.VII. Subsidi Pemerintah dan Tembok Besar Proteksionisme China


Beberapa bidang usaha yang masih disubsidi pemerintah China, antara lain: 33
1. Perusahaan listrik dan air;
2. Perusahaan pengolah bahan mentah;
3. Perusahaan transportasi; dan
4. Perusahaan jasa telekomunikasi.
Dengan program subsidi seperti itu, komponen-komponen dasar yang melandasi
kegiatan utama industri biayanya sangat murah. Bagi BUMN China yang merupakan
sektor-sektor utama perekonomian seperti minyak dan baja, keuntungan tersebut juga
masih ditambah oleh adanya lahan gratis yang memang disediakan pemerintah. Selain
itu, bank-bank BUMN China juga menyediakan modal dan kredit yang tidak sedikit

30
Menurut pakar ekonomi klasik, konsep “memegang kepemilikan hal-hal lain secara terus-menerus”
berpengaruh terhadap fluktuasi harga dan permintaan.
31
Praktik ini terus berlangsung hingga sekarang.
32
Peter Navarro, op.cit., hlm. 19.
33
Peter Navarro, ibid., hlm. 19-21.

© Denis L. Toruan, November 2008 -8-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

untuk perusahaan-perusahaan domestik, seperti bidang bioteknologi, elektronik,


komputer, mobil, hingga pesawat terbang. Meskipun China sudah masuk ke dalam
keanggotaan WTO secara resmi pada tahun 2001, perjalanan menuju China yang
benar-benar mematuhi aturan perdagangan bebas masih panjang. 34

III. Kesimpulan
“Harga China” merupakan salah satu soft power China dalam bidang perekonomian.
Di satu sisi, kekuatannya menarik para investor dunia sehingga mereka berlomba-
lomba menginvestasikan modalnya ke China. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi
China melesat pesat. Ketika China semakin terintegrasi dalam dunia internasional,
implikasinya pun semakin ‘internasional’ juga. Ini mengantarkan kita pada sisi
lainnya, soft power China dengan segala daya pikatnya juga mengandung
karakteristik-karakteristik yang boleh dibilang “tidak selalu positif”.
Daya pikat soft power China, terutama dalam perekonomian ini membutuhkan
pemahaman yang lebih mendalam dan kritis: Apakah kerja sama yang hendak kita
langsungkan dengan China setidaknya akan menguntungkan kedua belah pihak atau
tidak? Ini berpulang pada masing-masing pihak untuk mengenali segala macam
karakteristik daya pikat China ini, lalu mempertimbangkannya secara rasional.
Dalam jangka panjangnya, China masih memiliki potensi yang lebih besar
dibandingkan perekonomian AS atau pun Jepang karena China diuntungkan oleh
besarnya entitas pasar domestik yang dapat terus memacu pertumbuhan
ekonominya, 35 apalagi ketika ekonomi global sedang lesu karena krisis finansial
global yang terjadi baru-baru ini. Jadi, apakah Anda tertarik dengan “harga China”?
Atau “harga China” malah memenangkan persaingan sengit dengan usaha Anda
ataupun competition among states itu sendiri?

34
Ada beberapa literatur yang membahas tentang keanggotaan China dalam WTO. Salah satunya yang
komperehensif lih. misalnya, Laurence J. Brahm - (ed), China After WTO, (Beijing: China
Intercontinental Press, 2002).
35
N. Mark Lam dan John L. Graham, China Now – (terjemahan), (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2007), hlm. 69.

© Denis L. Toruan, November 2008 -9-


www.sinopaxsinica.blogspot.com

DAFTAR PUSTAKA

Austin, Ian. Pragmatism and Public Policy in East Asia: Origins, Adaptations and
Developments. Singapore: Fairmont International Private Limited. (2001).
Brahm, Laurence J – (ed). China After WTO. Beijing: China Intercontinental Press.
(2002).
Brahm, Laurence J. China’s Century: The Awakening of the Next Economy
Powerhouse. Singapore: John Wiley&Sons. (2001).
Djafar, Zaenudin. Indonesia, ASEAN, dan Dinamika Asia Timur. Jakarta: Pustaka
Jaya. (2008).
Enright, Michael dan Scott, Edith dan Ka, Mun Chang. Regional Powerhouse: The
Greater Pearl River Delta and the Rise of China. Singapore: John
Wiley&Sons. (2005).
Far Eastern Economic Review, 2 Oktober 2003.
Fishman, Ted C. China Inc. – (terjemahan). Jakarta: Elex Media Komputindo.
(Cetakan ke-4 Januari 2007).
Habermas, Juergen. Legitimation Crisis. London: Heinemann. (1976).
Lam, N. Mark dan Graham, John L. China Now – (terjemahan). Jakarta: Elex Media
Komputindo. (2007).
Navarro, Peter. Letupan-letupan Perang China Mendatang – (terjemahan). Jakarta:
Elex Media Komputindo. (2008).
Nye, Joseph S. Jr. Soft Power: The Means To Success in World Politics. New York:
Public Affairs. (2004).
Overholt, William J. The Rise of China. New York: Norton. (1993).
Wibowo, I. Belajar dari China. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. (2004).
Wu, Jinglian. Understanding and Interpreting Chinese Economic Reform. Singapore:
Textere Publisher. (2005).

Daftar Pustaka Web

http://www.asiaweek.com
http://www.financialexpress.com
http://www.kompas.com

© Denis L. Toruan, November 2008 -10-

Anda mungkin juga menyukai