Anda di halaman 1dari 10

Artikel asli PERBANDINGAN TEKNIK ENDOSCOPIC THIRD VENTRICULOSTOMY (ETV) DENGAN VENTRICULOPERITONEAL SHUNTING (VP shunting) PADA HIDROSEFALUS

OBSTRUKTIF: PERBAIKAN KLINIS DAN PERUBAHAN INTERLEUKIN-1, INTERLEUKIN-6, DAN NEURAL GROWTH FACTOR CAIRAN SEREBROSPINALIS *Sri Maliawan, *Tjokorda Mahadewa, **Andi Asadul Islam, ***I Made Bakta *Sub Bag/SMF Bedah Saraf FK Unud/RSUP Sanglah-Denpasar ** Sub Bag/SMF Bedah Saraf FK Unhas/RSUD Wahidin Sudiro Husodo, Makasar *** Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah-Denpasar. ABSTRACT COMPARISON OF ENDOSCOPIC THIRD VENTRICULOSTOMY (ETV) AND VENTRICULOPERITONEAL SHUNTING (VP shunting) TECHNIQUES IN OBSTRUCTIVE HYDROCEPHALUS: THE SIGNIFICANCE OF CLINICAL FINDING AND CEREBROSPINAL FLUID INTERLEUKIN-1, INTERLEUKIN-6, AND NEURAL GROWTH FACTOR The purpose of this study is to compare the efficacy of surgery techniques for obstructive hydrocephalus based on clinical findings and cerebrospinal fluid (CSF) IL-1 , IL-6 and NGF between ETV to VP shunting techniques. This was an experimental study, with the use of randomized pretest-posttest control group design. 40 patients with obstructive hydrocephalus, aged between 1-72 months fulfilled the researchs inclusion criteria. From the 40 patients, 20 patients (50%) were operated by ETV, the remains using VP shunting. The level of CSF IL-1 , IL-6 and NGF preoperative and postoperative were measured by ELISA. The results of the study revealed that the reducing level preoperative and 7 days postoperative of IL-1 with VP shunting technique was 4.49 1.54 pg/ml, and with ETV technique the reducing level of IL-1 was 6.95 3.54 pg/ml. There was a significant difference between those two IL-1 reducing levels with p<0.05. The study had shown there were reducing level of IL-6 with VP shunting technique 13.71 8.94 pg/ ml and 25.61 14.28 pg/ ml with ETV technique. The difference was statistically significant with p< 0.05. For The NGF levels in these two groups, there were a difference reduction of NGF between VP shunting technique 35.93 20.68 pg/ml, and ETV 47.51 23.20 pg/ ml. These differences were statistically significant with p<0.05. In this study those CSF IL-1 , IL-6, and NGF reduction with ETV technique were all statistically significant with p < 0.05 compared to VP shunting technique. Clinical outcomes such as diplopia (strabismus convergent), sunset phenomena, eyes opening,

Perbandingan Teknik Endoscopic Third Ventriculostomy (Etv) dengan Ventriculoperitoneal Shunting (Vp Shunting) pada Hidrosefalus Obstruktif: Perbaikan Klinis dan Perubahan Interleukin-1, Interleukin-6, dan Neural Growth Factor Cairan Serebrospinalis Sri Maliawan, Tjokorda Mahadewa, Andi Asadul Islam, I Made Bakta

muscular spasticity and verbal response were evaluated within 6 months period postoperatively. The results of the study for those five parameters were significantly better in the ETV technique group compared to VP shunting technique with p < 0.05. Revision of VP shunting group after 6 months, were 40% while ETV none. ETV technique had been proven, in this study, to have better results than VP shunting technique as far as clinical outcomes, and reduction of CSF IL-1 , IL-6, and NGF. ETV had a lower revision rate and lower cost, so that ETV technique should be considered as the first choice for obstructive hydrocephalus therapy. Keywords: ETV, VP shunting, biomarker, clinical outcomes

PENDAHULUAN Hidrosefalus merupakan suatu kondisi dimana meningkatnya tekanan intrakranial akibat akumulasi cairan serebro spinalis (CSS) pada sistem ventrikel otak karena tidak seimbangnya produksi dan absorbsi CSS.1,2 Hidrosefalus dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrosefalus obstruktif (HO) dan hidrosefalus komunikan (HK).3 Prevalensi hidrosefalus di dunia cukup tinggi, di Belanda dilaporkan terjadi kasus sekitar 0,65 permil pertahun dan di Amerika sekitar 2 permil pertahun.4 Sedangkan di Indonesia 5,6 mencapai 10 permil. Terapi definitif hidrosefalus gold standar adalah VP shunting menggunakan kateter silikon dipasang dari ventrikel otak ke peritonium. Kateter dilengkapi klep pengatur tekanan dan mengalirkan CSS satu arah yang kemudian diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran darah. Bisa terjadi bermacam-macam komplikasi, seperti; diskoneksi komponen alat, alat yang putus, erosi alat ke kulit atau organ perut, over shunting, under shunting, buntu di proksimal atau distal, letak alat tidak pas, perdarahan subdural, dan infeksi.7 Komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%, setelah itu, pertahun 4-5% dan setiap komplikasi berarti harus dilakukan revisi.8 Setiap

VP shunting memiliki kemungkinan risiko revisi sekitar 3 kali dalam 10 tahun pasca operasi.1,2,4 Operasi dengan teknik ETV prinsipnya adalah pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna basalis yaitu ruang subarakhnoid di belakang sela tursika. Pada teknik ETV tidak ada alat yang dipasang, sehingga aliran CSS dibuat hampir mendekati aliran fisiologis menuju sistem penyerapan pada vili arakhnoid. Teknik ETV hanya dilakukan pada hidrosefalus obstruktif (HO). Para peneliti mendapatkan angka keberhasilan yang berbeda-beda dari 40 100%.8-10 Pada penderita HO yang berumur di bawah 2 tahun dengan ETV didapatkan perbaikan klinis 70% dan perbaikan radiologis 63%, sedangkan yang berumur di atas 2 tahun didapatkan perbaikan klinis 100 % dan perbaikan radiologis 73%.11-14 Pada infantil hidrosefalus keberhasilan mencapai 46%, sedangkan untuk penderita dengan usia di atas 2 tahun keberhasilannya mencapai 64 74%. Di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya masalah utama adalah harga alat yang relatif mahal apalagi kalau terjadi penggantian waktu revisi, akan sangat membebani keluarga penderita. Keuntungan teknik ETV lainnya adalah sekali tindakan saja, berarti tidak memerlukan perawatan lebih lanjut, biaya murah dan sederhana,

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008

sangat ideal untuk penderita di Indonesia. Di Rumah Sakit Sanglah Bali teknik ETV dilakukan pertama kali pada tanggal 7 Maret 2005 dan juga merupakan yang pertama di Indonesia.5,6 Oleh karena itu bila dari kedua teknik ini tidak mendapatkan perhatian yang serius, maka para klinikus sangat sulit untuk menentukan metode mana yang lebih aman digunakan pada penanggulangan penderita HO. Berdasarkan pemikiran tersebut maka peneliti berupaya untuk menentukan efektivitas kedua teknik tersebut, sehingga teknik yang lebih efektif dapat digunakan pada penanggulangan penderita hidrosefalus obstruktif atau dapat digunakan sebagai gold standard penatalaksanaan hidrosefalus obstruktif. Untuk itu diperlukan data yang valid tentang bagaimana luaran klinik kedua tehnik tersebut, bagaimana kadar sitokin proinflamasi (IL-1, Il-6 dan NGF) CSS. Penderita hidrosefalus yang dioperasi dengan teknik ETV maupun VP shunting berakibat terjadi penurunan tekanan CSS dan mengalami reperfusi oksigen. Kondisi ini akan menurunkan pelepasan sitokin proinflamasi dan NGF CSS. Penurunan NGF CSS ini dapat digunakan sebagai parameter pertumbuhan sel neuron otak.12 Hari kedua sampai hari ke empat setelah ETV absorbsi CSS oleh vili arakhnoid sudah memadai. Dengan teknik ETV memungkinkan membuka sistim drainase dan kalau vili arakhnoid masih berfungsi memerlukan waktu antara 2-4 hari untuk kembalinya sistem drainage CSS yang fisiologis, dan pada hari ke 7 sistem drainase sudah boleh dikatakan optimal.14,15

BAHAN DAN CARA Penelitian ini merupakan penelitian experimental dengan rancangan randomized pre test post test control group design. Besar sampel dihitung dengan rumus Pocock. Dilakukan di SMF Bedah Saraf RSUP Sanglah Denpasar, selama 1 tahun dari Januari 2007 sampai Desember 2007. Sebanyak 40 orang penderita hidrosefalus obstruktif umur antara 1 72 bulan memenuhi kriteria inklusi penelitian. Dari ke-40 orang penderita tersebut, sebanyak 20 orang (50%) dioperasi menggunakan teknik ETV, sedangkan sisanya 20 orang (50%) menggunakan teknik VP shunting. Pemeriksaan IL-1, dan IL-6 CSS dilakukan sebelum dan 7 hari pasca operasi sesuai prosedur standar. Pemeriksaan menggunakan teknik elaborasi ELISA menggunakan kit yang dibeli dari R&D (USA). Pemeriksaan NGF CSS dilakukan menggunakan prinsip tes capture ELISA yang dibeli dari R&D (USA). Pemeriksaan luaran klinis dilakukan sampai 6 bulan pasca operasi. Pemeriksaan berupa diplopia, sunset phenomena, membuka mata, spastisitas otot, respon motorik, dan respon verbal, yang diberi skor. Untuk menganalisis perbedaan penurunan kadar IL-1, IL-6 dan NGF CSS akibat perlakuan teknik operasi VP shunting dan ETV, dilakukan analisis statistik; uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk pada = 0,05, analisis komparabilitas; dilakukan terhadap nilai pre-test kelompok ETV dan kelompok VP shunting menggunakan uji-t group ( = 0,05). Analisis equality of variance menggunakan Levenes Test untuk Equality of Variance pada = 0,05. Analisis perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran IL-1, IL-6 dan NGF CSS pada kelompok ETV dengan

Perbandingan Teknik Endoscopic Third Ventriculostomy (Etv) dengan Ventriculoperitoneal Shunting (Vp Shunting) pada Hidrosefalus Obstruktif: Perbaikan Klinis dan Perubahan Interleukin-1, Interleukin-6, dan Neural Growth Factor Cairan Serebrospinalis Sri Maliawan, Tjokorda Mahadewa, Andi Asadul Islam, I Made Bakta

kelompok VP shunting yang ditentukan berdasarkan nilai post-test antara kedua kelompok tersebut dianalisis dengan uji-t dependent sample atau uji-t group (dua sampel bebas) pada tingkat kemaknaan = 0,05. Analisis perbedaan rata-rata data luaran klinis menggunakan uji nonparametrik karena besaran yang didapat berupa besaran skala ordinal, menggunakan uji Mann-Whitney atau u-test. HASIL P ENELITIAN

Penurunan kadar IL-1, IL-6 Dan NGF CSS Rata-rata kadar IL-1 pra operasi VP shunting 17,50 1,87pg/ml dan pada ETV 16,40 3,52 pg/ml (p>0,05). Rata-rata penurunan kadar IL1 pra-operasi dan paska operasi pada kelompok VP shunting 4,49 1,54 pg/ml, lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ETV 6,95 3,54pg/ml (p<0,05). pra-operasi
Rata-rata kadar IL-1beta (pg/ml) 20 15 10 5 0 VP Shunting Teknik operasi ETV
17.5

pos-operasi
16.4

Jumlah sampel penelitian ini adalah 40 orang, dimana 19 bayi laki-laki (47,5%) dan 21 perempuan. (52,5%) Rerata umur 11,05 15,09 bulan, rerata berat badan 6,6 2,76 kg dan rerata Rasio Evan 64,20 17,03. Umur penderita hidrosefalus kelompok yang dioperasi dengan teknik VP shunting adalah 13,85 18,53 bulan dengan kisaran 1-72 bulan, dan pada kelompok ETV adalah 8,25 10,36 bulan dengan kisaran 1 36 bulan. Pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan pada kelompok VP shunting adalah berturut-turut 11 orang (55 %) dan 9 orang (45%), sedangkan pada kelompok ETV adalah 8 orang (40 %) dan 12 orang (60 %).
Tabel 1. Karakteristik penderita
Karakteristik Umur (bulan) Kisaran (bulan) Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan Berat Badan (kg) Rasio Evan 19 (47,5 %) 21 (52,5 %) 6,6 2,76 64,20 17,03 11 (55 %) 9 (45 %) 6,79 3,15 68,10 18,16 8 (40 %) 12 (60 %) 6,41 2,36 60,30 15,90 < 0,05 < 0,05 Semua kelompok VP -shunting 13,85 18,53 1 72 ETV 8,25 10,36 1 36 p < 0,05

13.01 9.46

Grafik 1. Kadar rerata IL-1 CSS pra dan paska operasi pada kelompok VP shunting dan ETV Rata-rata kadar IL-6 pra-operasi VP shunting 36,22 11,53 pg/ml dan pada ETV 41,28 18,61 pg/ml (p>0,05). Rata-rata penurunan kadar IL-6 pra-operasi dan paska operasi pada kelompok VP shunting 13718,94 pg/ml, lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ETV 25,61 14,28pg/ml (p<0,05).

11,05 15,09 1 - 72

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008

Pra-operasi
60 50 40 36.22 22.64

Pos-operasi

PEMBAHASAN
41.28

30 20 10 0

15.67

VP Sunting

Teknik operasi

ET V

Grafik 2. Kadar rerata IL-6 CSS pra dan paska operasi pada VP shunting dan ETV Rata-rata kadar NGF pra-operasi VP shunting 72,21 16,60pg/ml dan pada ETV 72,40 26,03pg/ml (p>0,05). Rata-rata penurunan kadar NGF pra-operasi dan paska operasi pada kelompok VP shunting 35,93 20,68pg/ml, lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ETV 47,51 23,20pg/ml (p<0,01).
pra-operasi
100 75
72.21 72.24

pos-operasi

50
36.27

25 0 VP Shunting

24.89

ETV

teknik operasi

Grafik 3. Kadar rerata NGF CSS pra dan paska operasi pada VP shunting dan ETV

Interleukin-1 (IL-1), IL-6, Neural Growth Factor (NGF) CSS, dan Hidrosefalus Pada hidosefalus berat dengan evan rasio > 60% dan sudah mendekati arrested hydocephalus terjadi kerusakan atau kematian neuron dan mikroglia yang banyak, maka inflamasi dan biomarker akan menurun, sesuai dengan penelitian Tarnaris dan Watkins tahun 2006. Pada hidrosefalus berat dengan sublethal ischemia setelah shunt akan terjadi poliferasi astrosit dan pebaikan sel neuron, tetapi kalau sudah tejadi kematian sel yang permanen kortek serebri tipis maka pebaikan sel setelah shunt tidak sebaik shunt dini.8,11 Pada keadaan normal produksi IL-1 adalah melalui siklus sekresi protein nonclassical. Agonis toll-like receptor (TLRa) seperti endotoksin menginisiasi sintesis prekursor IL-1 yang tidak aktif. Walaupun kebanyakan prekursor IL-1 berada di dalam sitosol, ada sebagian yang berpindah ke dalam sekresi khusus lisosom. Pada lisosom ini prekursor IL-1 berkoloni dengan prokaspase-1. Langkah berikutnya adalah konversi prokaspase-1 yang tidak aktif menjadi kaspase-1 aktif melalui suatu kompleks protein yang disebut IL-1 inflammasome. Selama inisiasi sintesis IL-1, terjadi aktivasi kaspase-1 menghasilkan prekursor IL-1 yang sudah matang untuk disekresikan. Peptida LL37 yang dilepaskan dari pengaktifan neutrofil dan sel epitel juga menstimulasi pelepasan pembentukan IL-1 melalui reseptor P2X7. Efflux ion kalium memberi sinyal untuk terjadinya influx ion kalsium, kejadian sebaliknya akan mengaktifkan fosfolipase. Ini menunjukkan bahwa fosfolipase A2 yang bergantung pada kalsium diperlukan untuk pemrosesan kaspase-1 dalam lisosom, sedangkan

rata-rata kadar NGF (pg/ml)

Rata-rata kadar IL-6 (pg/ml)

Perbandingan Teknik Endoscopic Third Ventriculostomy (Etv) dengan Ventriculoperitoneal Shunting (Vp Shunting) pada Hidrosefalus Obstruktif: Perbaikan Klinis dan Perubahan Interleukin-1, Interleukin-6, dan Neural Growth Factor Cairan Serebrospinalis Sri Maliawan, Tjokorda Mahadewa, Andi Asadul Islam, I Made Bakta

fosfolipase C fosfatidilkolin diperlukan untuk pelepasan dan eksositosis lisosom. Apabila terjadi gangguan pada masing-masing langkah ini misalnya pada kasus hidrosefalus dapat mengakibatkan peningkatan sekresi IL-1.16-18 Peneliti sebelumnya juga mendapatkan bahwa pada traumatic brain injury terjadi peningkatan IL-1 dibandingkan dengan keadaan normal yang dapat dideteksi pada CSS. Pada dasarnya penderita hidrosefalus selalu mengalami keadaan iskemia yang akan memicu pelepasan radikal bebas yang dapat merusak sel neuron dan neuroglia, nantinya sel-sel yang rusak ini akan dihancurkan oleh makrofag. Adanya aktvitas lisosom merupakan tanda aktivasi makrofag, yang melepaskan beberapa sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8) dan TNF , yang akan menginduksi peningkatan pembentukan growth factor seperti neural growth factor (NGF). Telah dibuktikan pula bahwa semakin kronis hidrosepalus maka semakin tinggi kadar sitokin proinflamasi dan makin tinggi pula kadar NGF CSS. Memperhatikan hal ini, maka tinggi rendahnya kadar IL-1, IL-6, dan NGF CSS sangat dipengaruhi oleh tingkat kronis hidrosefalus.12,16 Kosmann, dkk pada tahun 1997, melaporkan bahwa pada iskemia kronis terjadi pelepasan sitokin (TNF , IL-1, IL-6, dan IL-8) berkisar antara 3800 7900 pg/ml dan akan menginduksi NGF (astrosit) sebesar 202 434 pg/ml. Sementara pada penelitian ini didapatkan bahwa sekresi IL-1 dan IL-6 CSS pra-operasi pada teknik VP shunting masing-masing sebesar 17,50 1,87 dan 36,22 11,53 pg/ml. Sedangkan sekresi IL-1 dan IL-6 pra-operasi pada teknik ETV didapatkan masing-masing sebesar 16,40 3,52 dan 41,28 18,61 pg/ml. Hal ini

mengimplikasikan bahwa memang benar adanya IL1 menstimuli terbentuknya IL-6. Kecendrungan yang serupa juga ditemukan pada sekresi IL-1 dan IL-6 paska operasi baik pada teknik VP shunting maupun ETV. 9,15 Pada anak yang menderita hidrosefalus, NGF diekspresikan ke CSS oleh sel neuroglia akibat hipoksia yang disebabkan oleh kenaikan tekanan intrakranial kronis dan pada hidrosefalus terjadi kenaikan NGF 50 kali dibandingkan dengan pada orang normal, dengan rata-rata kadar NGF CSS pada hidrosefalus (evans ratio 39-43%) adalah 225 pg/ml dibandingkan dengan 4 pg/ml pada orang normal.1,8,12 Seperti telah diuraikan di atas bahwa sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8) dan TNF dapat menginduksi peningkatan pembentukan growth factor seperti NGF. Pada dasarnya jumlah IL-1 di dalam otak adalah sedikit, namun konsentrasinya meningkat apabila terjadi cedera iskemik. Memperhatikan hal ini dalam penelitian ini didapatkan bahwa besarnya kadar IL-1 baik pada pra maupun paska operasi pada teknik VP shunting dan ETV dapat menstimuli terbentuknya sitokin proinflamasi IL-6. Selanjutnya IL-6 dapat menginduksi terbentuknya NGF CSS. Sebagai contoh pada penelitin ini ditemukan rata-rata kadar IL-1 sebesar 13,01 2,20 pg/ml dapat menginduksi pembentukan IL-6 sebesar 22,64 9,70 pg/ml pada paska operasi menggunakan teknik VP shunting. Kedua sitokin yang didapatkan ini selanjutnya menstimuli induksi terentuknya NGF CSS yang pada penelitian ini didapatkan sebesar 36,27 7,61 pg/ml. Demikian juga hal yang serupa didapatkan pada teknik ETV paska operasi, yaitu kadar IL-1 adalah 9,46 3,12 pg/ml dapat

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008

menginduksi pembetukan IL-6 sebesar 15,67 5,26 pg/ml. Selajutnya kedua sitokin ini dapat menginduksi NGF CSS sebanyak 24,89 4,15 pg/ml. Kemungkinan mekanisme stimuli IL-1 menghasilkan IL-6 yang diteruskan dengan stimuli induksi NGF adalah IL-1 dapat berperan sebagai aktivator sel-sel astroglial, di samping juga sebagai mediator stimuli inflamasi lainnya, seperti fosfolipase A2, siklooksigenase-2 (Cox-2), prostaglandin, nitrit oksida, matriks metalloproteinase, dan kolagenase. Kemudian IL-1 juga dapat memicu produksi molekul adesi dan menginduksi produksi sitokin termasuk IL-6 dan TNF-. Selanjutnya IL-6 yang dihasilkan dapat menginduksi terbentuknya NGF CSS sampai dihasilkan tingkat NGF yang optimal serta aktivasi NGF dalam menjaga kelestarian sistem saraf pusat.16 Penurunan kadar IL-1, IL-6, dan NGF CSS pada Teknik VP shunting dan ETV Pada penelitian ini didapatkan bahwa data kadar IL-1, IL-6, dan NGF CSS pra-operasi pada kedua teknik VP shunting dan ETV adalah komparabel ditunjukkan dengan niai p > 0,05. Berdasarkan hasil analisis statistika uji-t didapatkan bahwa perbedaan data biomarker IL-1, IL-6, dan NGF CSS paska operasi pada kedua teknik VP shunting dan EV adalah berbeda secara bermakna dengan nilaip < 0,05. Ini berarti kedua teknik tersebut memang memberikan hasil analisis biomarker yang berbeda. Selanjutnya, berdasarkan uji beda mean menggunakan uji-t didapatkan pula bahwa penurunan kadar IL-1, IL-6, dan NGF CSS antara teknik VP shunting dengan ETV adalah berbeda secara bermakna dengan nilai p < 0,05. Data juga menunjukan bahwa rata-rata penurunan

kadar IL-1, IL-6, dan NGF CSS dengan teknik ETV lebih tinggi dibandingkan teknik VP shunting. Sebagai contoh rata-rata penurunan kadar IL-1 CSS dengan teknik VP shunting didapatkan sebesar 4,49 1,54 pg/ml bandingkan dengan teknik ETV rata-rata penurunannya mencapai 6,95 3,54 pg/ml dengan nilai p = 0,01. Demikian juga untuk rata-rata penurunan kadar IL-6 dan NGF CSS. Hal ini berimplikasi bahwa teknik operasi ETV untuk penanganan hidrosefalus obstruktif memberikan peningkatan penurunan biomarker yang lebih baik dibandingkan dengan teknik VP shunting yang juga berimplikasi pada perbaikan luaran klinis yang lebih baik. Memahami anatomi membran Liliquest adalah sangat penting dalam menangani hidrosefalus, khususnya dengan menggunakan teknik ETV. Dengan teknik ETV diciptakan hubungan langsung antara ventrikel III dengan ruang subarakhnoid melalui sisterna interpenduncularis dan sisterna pre-pontin. Pengaliran pintas ini dapat mengalirkan CSS ke ruang subaraknoid menuju sitim penyerapannya. 14,15 Pada penelitian ini dari 20 orang sampel penderita hidrosefalus yang dioperasi dengan teknik VP shunting sebanyak 8 orang (40%) merupakan operasi ulang, dengan rincian seorang mengalami infeksi dan exposed, 4 orang mengalami kateter buntu, seorang mengalami proksimal buntu, seorang mengalami infeksi kateter peritoneal, dan seorang mengalami revisi disertai infeksi kulit. Kecendrungan terjadinya inflamasi ataupun infeksi pada operasi menggunakan teknik VP shunting dibandingkan dengan teknik ETV merupakan salah satu penyebab terjadi penurunan kadar IL-1, IL-6, dan NGF CSS yang lebih tinggi pada teknik ETV.

Perbandingan Teknik Endoscopic Third Ventriculostomy (Etv) dengan Ventriculoperitoneal Shunting (Vp Shunting) pada Hidrosefalus Obstruktif: Perbaikan Klinis dan Perubahan Interleukin-1, Interleukin-6, dan Neural Growth Factor Cairan Serebrospinalis Sri Maliawan, Tjokorda Mahadewa, Andi Asadul Islam, I Made Bakta

Miele, dkk pada tahun 2004, juga mendapatkan terjadi disfungsi atau malfungsi VP shunting. Disfungsi dapat terjadi pada distal, proksimal, dan bahkan pada keduanya. Dilaporkan disfungsi berupa komplikasi abdominal distal mencapai 25%. Hal serupa juga dilaporkan bahwa terjadi infeksi akibat komplikasi ventrikel intrakranial pada operasi dengan teknik VP shunting, dengan kasus infeksi berkisar antara 1,5 38 % pasien. Dilaporkan pula bahwa terjadinya infeksi tidak hanya disebabkan oleh adanya slang inflan yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh sehingga memicu munculnya respon terhadap benda inflan tersebut. Disamping juga kemungkinan adanya bakteri komensal yang menempel pada slang inflan yang akhirnya terjadi adesi bakteri terhadap lingkungannya sehingga menimbulkan kolonisasi bakteri yang pada akhirnya menstimuli infeksi. Secara umum kegagalan VP shunting 31,3% pada tahun petama dan bertambah 4,5% setiap tahun. 7,10 Luaran Klinis Pada penelitian ini luaran klinis diamati dalam kurun waktu setelah operasi, enam bulan pasca-operasi dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas juga dilakukan pengamatan saat praoperasi. Didapatkan bahwa luaran klinis; diplopia, sunset phenomena, membuka mata, spastisitas otot, respon motorik dan verbal paska operasi pada teknik VP shunting dan ETV tidak memberikan perbedaan yang bermakna. Hal ini terlihat dari hasil uji Mann Whitney untuk semua parameter luaran klinis tersebut memberikan nilai p > 0,05. Tidak demikian halnya dengan luaran klinis: diplopia, sunset phenomena, spastisitas otot, respon motorik dan verbal enam bulan pasca operasi pada teknik

VP shunting berbeda secara bermakna dibandingkan dengan teknik ETV, ditunjukkan dengan nilai p < 0,05 untuk kelima parameter tersebut. Luaran klinis diplopia dan sunset phenomena atau secara umum dikatakan fungsi visual yang abnormal ditemukan pada kasus hidrosefalus yang telah mengalami operasi baik dengan teknik VP shunting dan ETV. Hasil temuan dalam penelitian ini, diplopia dan sunset phenomena memberikan hasil luaran klinis yang berbeda antara ke dua teknik operasi yang digunakan, hal ini adalah akibat terjadi abnormalitas ophthalmologic mencakup hyperopia, strabismus (asotopia dan exotopia) sehingga untuk mengatasi hal ini sangat diperlukan peran serta akhli ophthalmologi. Teknik ETV memberikan luaran klinis yang lebih baik dibandingkan dengan teknik VP shunting utamanya untuk longterm outcome klinis. Hal ini akibat dari teknik VP shunting selalu diikuti revisi sebagai konsekuensi dari tidak berfungsinya implan. Hal ini juga telah dibuktikan dalam penelitian ini, luaran klinik paska operasi baik dengan teknik VP shunting maupun ETV kesemuanya tidak memberikan perbedaan yang bermakna. Namun, 6 bulan pasca operasi luaran klinis dengan teknik ETV didapatkan berbeda secara bermakna dengan VP shunting pada p < 0,05.16 Komplikasi Pada kontrol setelah 6 bulan, ada revisi sebanyak 8 kasus (40%) pada kelompok VP shunting, bahkan pada 1 kasus dilakukan 3 kali revisi selama 6 bulan. Terjadi infeksi pada 3 kasus (15%). Tidak ada revisi maupun infeksi pada ETV.

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Rata-rata penurunan kadar IL-1 CSS operasi HO dengan ETV lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata penurunan kadar IL-1 dengan teknik VP shunting (p < 0,05). 2. Rata-rata penurunan kadar IL-6 CSS pada operasi HO dengan metode ETV lebih tinggi dibandingkan dengan operasi VP shunting (p < 0,05). 3. Rata-rata penurunan kadar NGF CSS pada operasi HO dengan metode ETV lebih tinggi dibandingkan dengan metode VP shunting (p < 0,05). 4. Perbaikan luaran klinis pada operasi hidrosefalus obstruktif dengan metode ETV lebih baik dibandingkan dengan metode VP shunting (p < 0,05). Rendahnya angka komplikasi dan adanya perbaikan klinis yang lebih baik dan penurunan kadar IL-1, L-6, NGF CSS yang lebih baik pada ETV dibandingkan VP shunting, maka ETV harus dijadikan pilihan pertama pada penanganan hidrosefalus obstruksi. Perlu penelitian lebih lanjut tentang biomarkers lainnya dan jumlah sample yang lebih besar. Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada Antonio Pieri (Pediatric Neurosurgeon) dari Italy yang dengan penuh dedikasi mensupervisi saya dalam penangan penderita ini menggunakan tehnik ETV, juga kepada Idanna Pucci yang telah menyumbangkan alat endoskopi ke pada RSUP Sanglah sehingga

penelitian ini bisa dilakukan. Sampai saat ini saya telah mengerjakan 132 kasus ETV. DAFTAR RUJUKAN 1. Piatt JH Jr, Carlson CV. A search for determinants of cerebrospinal fluid shunt survival: retrospective analysis of a 14 year institutional experience. Pediatr Neurosurg 1993;19:233-42. 2. Piatt JH Jr. About Hydrocephalus: for parents and patients. Drexel University College of Medicine 2003. 3. Suny. Suny Upstete Medical University, Last Modified: 2003;March 26. 4. Platenkamp M, Hanlo PW, Fischer K, Gooskens. Outcome in pediatric hydrocephalus: a comparison between previously used outcome measures and the hydrocephalus outcome questionnaire. J Neurosurg 2007;107(1 Suppl Pediatrics):26-31. 5. Maliawan S, Golden N, dan Mahadewa TG. Endoscopic 3rd Ventriculostomy versus vp shunt in: annual scientific meeting of indonesian society of neurological surgeons in conjunction with the world federation of neurological societies (WFNS); 2006, Nusa Dua, Bali Indonesia. 6. Maliawan S, Asadul A.I, Mahadewa T. The clinical improvement between ventriculoperitoneal shunt and endoscopic third ventriculostomy. World Federation of Neurosurgical Societies, 13th Interim Meeting/The 12th Asian- Australian Congress of Neurological Surgeons; November 2007.

Perbandingan Teknik Endoscopic Third Ventriculostomy (Etv) dengan Ventriculoperitoneal Shunting (Vp Shunting) pada Hidrosefalus Obstruktif: Perbaikan Klinis dan Perubahan Interleukin-1, Interleukin-6, dan Neural Growth Factor Cairan Serebrospinalis Sri Maliawan, Tjokorda Mahadewa, Andi Asadul Islam, I Made Bakta

7. Sherman CS, Wensheng Guo. A mathematical model of survival in a newly inserted venticular shunt. J Neurosug 2007;107(6 Suppl. Pediatics):448-54. 8. Bergsneider M, Egnor MR, Johnston M, Kranz D, Madsen JR, McAllister II, et al. What We dont (but should) know about hydrocephalus. J Neurosurg 2006;104(3 Suppl Pediatrics):157-9. 9. OBrien DF, Hayhurst C, Pizer B, Mallucci CL. Outcomes in patients undergoing singletrajectory endoscopic third ventriculostomy and endoscopic biopsy for midline tumors presenting with obstructive hydrocephalus. J Neurosurg 2006;105 (3 Suppl Pediatrics):21926. 10. Van-Gelder J, Florida D, Vonau M, Teo C, Stening W, Kwok B. Long term reliability of endoscopic third ventriculostomy. J Neurosurg 2005;56:1271-8. 11. Decq P, Le Guerinel C, Palfi S, Djindjian M, Keravel Y, Nyuyen JP. A new device for endoscopic third ventriculostomy. technical note. J Neurosurg 2000; 93:509-12. 12. Ishimaru H, Takahashi A, Ikarashi Y, MaruyamaY. NGF delays rather than prevents the cholinergic terminal damage and delayed neuronal death in the hippocampus after ischemia. Brain. Res 1998;789:194-200. 13. Singh D, Gupta V, Goyal A, Singh H, Sinha S, Singh A., Kumar S. Endoscopic third ventriculostomy in obstructed hydrocephalus. Neurol India 2003;51:39-42.

14. Van-Aalst J, Beuls EAM., Van Nie FA, Vles JSH, Cornips EMJ. acute distortion of the anatomy of the third ventricle during third ventriculostomy report of four cases. J Neurosurg 2002;96:597-9. 15. Nishiyama K, Mori H, Tanaka R. Changes in cerebrospinal fluid hydrodynamics following endoscopic third ventriculostomy for shuntdependent noncommmunicating hydrocephalus. J Neurosurg 2003;98:1027-31. 16. Kossmann T, Stahel PF, Lenzlinger PM, Heinz R, Rolf WD, Otmar T, Guenter S, MorgantiKossmann MC. Interleukin-8 released into the cerebrospinal fluid after brain injury is associated with blood-brain barrier dysfunction and nerve growth factor production. Journal of Cerebral Blood Flow and Metabolism1997;17: 280-9. 17. Andersson S, Persson EK, Aring E, Hrd AL, Uvebrant P, Dutton G, Hellstrm A. Abnormal visual functions in children with hydrocephalus. Cerebrospinal Fluid Research. 2004;I(Suppl I):S9. 18. Gaab MR, Schroeder HWS. Neuroendoscopic approach to intraventricular lesions. J Neurosurg 1998;88:496-505.

10

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008

Anda mungkin juga menyukai