Anda di halaman 1dari 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Keluarga : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Palmaceae

Sub keluarga : Cocoideae Genus Spesies : Elaeis : Elaeis guineensis Jacq Pohon Kelapa Sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili Palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon kelapa sawit afrika, Elaeis guineensis Jacq, berasal dari Afrika Barat di antara Angola dan Gambia, manakala pohon kelapa sawit amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandungi minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang (Anonim a, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benarbenar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifatsifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, residu pestisida dan ukuran pemucatan (Anonim a, 2007). Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masingmasing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, cemaran maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan (Anonim a, 2007).

2.3 Pestisida Telah disadari bahwa pada umumnya pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Namun demikian, pestisida juga dapat memberikan manfaat, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pembangunan di berbagai sektor, termasuk pertanian. Memperhatikan manfaat dan dampak negatifnya, maka pestisida harus dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecilkecilnya (Anonim b, 2010). Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO 1986) mendefinisikan pestisida adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vector terhadap manusia atau penyakit pada binatang, dan tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan kerusakan selama atau dalam proses pencampuran dengan produksi, penyimpanan atau pemasaran makanan, komiditi pertanian, kayu dan produksi kayu, atau bahan makanan binatang, atau yang dapat dilakukan pada binatang sebagai kontrol terhadap serangga, arachnoid, atau hama lain di dalam atau pada tubuh binatang tersebut (Sari, 2002). Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur,

perkembangbiakan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi kesehatan. Pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya revolusi hijau, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada tahun 1986 (Setyono, 2009). Sebagai produk perlindungan tanaman, pestisida pertanan meliputi semua zat kimia, campuran zat kimia, atau abhan lain (ekstrak tumbuhan, mikroorganisme, dan hasil fermentasi) yang digunakan untuk keperluan :

Universitas Sumatera Utara

Mengendalikan atau membunuh organisme pengganggu tanaman (OPT). sebagai contoh insektisida, akarisida, fungisida, nematisida, moluskisida, dan herbisida.

Mengatur pertumbuhan tanaman, dalam arti merangsang atau menghambat pertumbuhan dan mengeringkan tanaman. Sebagai contoh obat pengatur tumbuh, defoliant (senyawa kimia untuk merontokkan daun), dan dessicant (senyawa untuk mengeringkan daun) (Djojosumarto, 2006).

2.3.1 Bahaya Pencemaran Pestisida Penggunaan pestisida pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pengguna, konsumen, lingkungan, serta dampak sosial ekonomi. Oleh karena itu, penggunaan pestisida harus digunakan hati-hati. Penggunan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Keracunan tersebut dapat bersifat akut ringan, akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan akut bert menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Dapat juga mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan

mengakibatkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal, dan pernafasen (Djojosumarto, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Residu beberapa pestisida tetap tinggal dalam tanah dalam waktu yang lama (persistent) dan dapat terbawa atau berpindah ke tempat lain

bahkan masuk kedalam rantai makanan. Contoh: DDT, Endrin, Lindane, Endosulfan, klorpirifos Pestisida tidak hanya membunuh serangga hama perusak, tetapi juga akan membunuh serangga lain yang menguntungkan manusia (musuh alami hama). Residu pestisida yang masih tertinggal di dalam buah, daun atau batang, bila tidak hilang tercuci dapat ikut masuk termakan oleh manusia dan berbahaya bagi kesehatan tubuh kita (Setyono, 2009). 2.3.2 Residu Pestisida Pengertian residu adalah sisa insektisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwaperistiwa khemis dan fisis mulai bekerja. Ini untuk membedakan pengertian residu dengan deposit. Deposit adalah bahan insektisida yang ditinggalkan segera sesudah perlakuan. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah dtinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mendeteksi atau menganalisisnya, menggunakan metode-metode tertentu yang umumnya telah dibakukan (Martono, 2009). 2.3.2.1 Klorpirifos Rumus Bangun :

Universitas Sumatera Utara

Struktur Molekul Nama Kimia Nama Dagang Densitas Titik Uap Berat Massa

: C9H11Cl3NO3PS : O,O-diethyl O-3,5,6-trichloro-2-pyridyl phosphorothioate : Dursban : 1,398 g/cm3 (43,5 0C) : 160 oC : 350,59 g/mol (WHO, 2004)

Klorpirifos merupakan insektisida selektif, diperkenalka tahun 1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. Mengendalikan serangga hama dari ordo Coleoptera, Diptera, Homoptera, dan Lepidoptera baik di daun maupun di dalam tanah (Djojosumarto, 2006). 2.3.2.2 Cara kerja klorpirifos Klorpirifos bekerja sebagai penghambat asetil kolin esterase (acetyl cholin esterase inhibitor), bekerja dengan menghambat enzim kolin esterase pada sinaps saraf sehingga aktivitas saraf tidak terkendali (Djojosumarto, 2006). 2.3.3 Proses Analisis Residu Pestisida Ekstraksi atau pemisahan residu pestisida dari bahan utama yang dianalisis (bagian tumbuhan, tanah, air dll.) dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut atau campuran pelarut. Pelarut harus mampu mengekstraksi residu dalam jumlah maksimum dengan bahan-bahan sertaan yang minimal, supaya tidak mengganggu hasil dan proses analisis. Komponen utama yang sering mengganggu adalah lemak, pigmen dan gula. Pelarut yang sering dipergunakan: asetonitril, dimetilsulfoksida, aseton, air (untuk pestisida polar); petroleum eter, dietil eter, nheksan, atau kombinasi dari pelarut-pelarut tersebut (Martono, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Pemurnian

ekstrak

dilakukan

untuk

menyingkirkan

bahan-bahan

sisa/pengganggu seperti misalnya lemak, lilin, dan pigmen. Residu kemudian dapat juga difraksinasi. Hasil fraksinasi kemudian dianalisis dengan metodemetode kromatografi.. Metode-metode kromatografi dilakukan dengan

memperhatikan mekanismenya (adsorpsi, pertukaran ion) atau kedudukan alatnya (vertikal/kolom, horisontal atau datar) (Martono, 2009).

2.4 Analisis Kualitatif/Kuantitatif Analisis dengan metode kromatografi antara lain : Kromatografi Cairan-Gas (KCG) atau Gas Liquid Chromatography (GLC) Merupakan metode yang paling umum dipakai, proses pemisahannya berdasar pada partisi senyawa yang diuapkan melalui suatu fase stasioner (cairan non-volatil pada suatu bahan padat pendukung) dengan fase gerak berupa gas inert/gas mulia. Fase diam terdapat di dalam kolom dengan diameter 2 - 4 mm, panjang 1000 - 2000 mm (baja tahan karat, gelas atau teflon), terdapat juga kolom kapiler (dapat mencapai panjang 5-60 m). Bahan penyangga fase diam harus memiliki sifat adsorpsi minimum, luas permukaan besar, stabilitas yang baik (tanah diatom, teflon). Dalam menentukan fase cair harus diperhatikan polaritas senyawa yang dipisahkan. Setelah komponen yang dipisahkan melewati kolom, dilakukan deteksi dengan detektor. Respon detektor dicatat dalam bentuk kromatogram, kemudian dapat dihitung secara kuantitatif. Perhitungan kualitatif dilakukan dengan membandingkan puncak kromatogram terhadap puncak baku suatu senyawa yang telah diketahui.

Universitas Sumatera Utara

Kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatography, HPLC) Metode pemisahannya didasarkan pada perbedaan keseimbangan distribusi komponen sampel antara dua fase: diam (kolom) dan gerak (sistem pelarut yang mengalir).

Spektrofotometri Antara lain absorpsi cahaya UV dan tampak. Sesuai dengan hukum Lambert-Beer : A = log Io/I = (.c)/d A adalah absorbansi, Io dan I adalah intensitas cahaya sebelum dan sesudah melalui sampel, adalah koefisien ekstinsi, c konsentrasi dan d adalah jarak tempuh cahaya dalam substansi sampel. Absorbansi merupakan fungsi konsentrasi dari senyawa yang dianalisis (Martono, 2009).

2.5 Kromatografi gas Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah penyebaran cuplikan diantara dua fase, yaitu fase diam yang permukaannya luas dan fase lain berupa gas yang melewati fase diam. Kromatografi gas ialah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus gas melalui fase diam berupa zat padat (Kromatografi gas padat). Jika fase diam berupa zat cair, cara tadi disebut Kromatografi gas cair. Fase cair diselaputkan berupa lapisan tipis pada zat padat yang lembam dan pemisahan didasarkan pada partisi cuplikan yang masuk dan keluar dari lapisan zat cair ini (Bonelli, 1988).

Universitas Sumatera Utara

Kromatografi gas cairan mekanisme pemisahan dengan partisi, teknik kolom dan nama alat GLC dan kromatografi gas padat dengan mekanisme pemisahan absorbsi, teknik kolom dan nama alat GSC. Namun GSC jarang digunakan sehingga pada umumnya yang disebut dengan GC saat ini adalah GLC (Madbardo, 2010). Pada prinsipnya pemisahan dalam GC adalah disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan distribusi analit diantara fase gerak dan fase diam di dalam kolom pada kecepatan dan waktu yang berbeda (Madbardo, 2010). Dalam kromatografi gas, fase gerak berupa gas lembam seperti helium, nitrogen, argon, atau bahkan hydrogen yang digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Untuk pemisahan secara kromatografi, fase diam cair berada sebagai lapisan tipis yang diserap atau diikat secara kimia oleh penyangga padat yang dikemas di dalam pipa logam, kaca, atau plastic yang berdiameter kecil (2-8 mm) dan panjangnya sedang (1-10 m). Ini disebut kolom kemas. Dalam sistem lain disebut kolom kapiler atau pipa terbuka fase diam berupa film tipis (0,1-2 um) yang melekat pada dinding dalam pipa logam kapiler atau pipa kaca kapiler berdiameter sangat kecil (0,2-1 mm) dan sangat panjang (10-100 m) (Gritter, 1991). Alat GLC atau GC terdiri atas 7 bagian, yaitu: 1. Silinder tempat gas pembawa/pengangkut 2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan 3. Tempat injeksi cuplikan 4. Kolom 5. Detector

Universitas Sumatera Utara

6. Pencatat 7. Terminal untuk 3, 4 dan 5

Gambar 1. Diagram Blok Kromatografi Gas Bagian-bagian dari kromatografi gas : 1. Gas pengangkut/pemasok gas Gas pengangkut (carrier gas) ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Biasanya tekanan dari silinder sebesar 150 atm. Tetapi tekanan ini sangat besar untuk digunakan secara Iangsung (Madbardo, 2010). Gas pengangkut harus memenuhi persyaratan : Harus inert, tidak bereaksi dengan cuplikan, cuplikan-pelarut, dan material dalam kolom. Murni dan mudah diperoleh, serta murah. Sesuai/cocok untuk detektor. Harus mengurangi difusi gas (Madbardo, 2010).. Gas-gas yang sering dipakai adalah : helium, argon, nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Gas helium dan argon sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H2 mudah terbakar, sehingga harus berhati-

Universitas Sumatera Utara

hati dalam pemakaiannya. Kadang-kadang digunakan juga CO2 (Madbardo, 2010). Pemilihan gas pengangkut atau pembawa ditentukan oleh detektor yang digunakan. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan pengukur tekanan. Sebelum masuk ke kromatografi, ada pengukur kecepatan aliran gas serta sistem penapis molekuler untuk memisahkan air dan pengotor gas lainnya. Pada dasarnya kecepatan alir gas diatur melalui pengatur tekanan dua tingkat yaitu pengatur kasar (coarse) pada tabung gas dan pengatur halus (fine) pada sistem kromatograf. Tekanan gas masuk ke kromatograf (yaitu tekanan dari tabung gas) diatur pada 10 s.d 50 psi (di atas tekanan ruangan) untuk memungkinkan aliran gas 25 s.d 150 mL/menit pada kolom terpaket dan 1 s.d 25 mL/menit untuk kolom kapiler (Madbardo, 2010). 2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan Ini disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan untuk mengalirkan cuplikan masuk ke dalam kolom. Ini disebabkan, kenyataan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfir biasa. Suhu kolom adalah tetap, yang diatur oleh termostat, maka aliran gas tetap yang masuk kolom akan tetap juga. Demikian juga komponen-komponen akan dielusikan pada waktu yang tetap yang disebut waktu penahanan (the retention time), tR. Karena kecepatan gas tetap, maka komponen juga mempunyai volume karakteristik terhadap gas

Universitas Sumatera Utara

pengangkut sama dengan volume penahanan (the retention volume), vr. Kecepatan gas akan mempengaruhi effisiensi kolom (Madbardo, 2010). 3. Tempat injeksi (The injection port) Dalam pemisahan dengan GLC cuplikan harus dalam bentuk fase uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung. Tetapi kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan dan padatan. Hingga dengan demikian senyawa yang berbentuk cairan dan padatan pertama-tama harus diuapkan. Ini membutuhkan pemanasan sebelum masuk dalam kolom (Madbardo, 2010). Tempat injeksi dari alat GLC selalu dipanaskan. Dalam kebanyakan alat, suhu dari tempat injeksi dapat diatur. Aturan pertama untuk pengaturan suhu ini adalah suhu tempat injeksi sekitar 50C lebih tinggi dari titik didih campuran dari cuplikan yang mempunyai titik didih yang paling tinggi. Bila kita tidak mengetahui titik didih komponen dari cuplikan maka kita harus mencoba-coba. Sebagai tindak lanjut suhu dari tempat injeksi dinaikkan. Jika puncak-puncak yang diperoleh lebih baik, ini berarti bahwa suhu percobaan pertama terlalu rendah. Namun demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisis (Madbardo, 2010). Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan cara menginjeksikan melalui tempat injeksi. Hal ini dapat dilakukan dengan pertolongan jarum injeksi yang sering disebut "a gas tight syringe" (Madbardo, 2010). Perlu diperhatikan bahwa kita tidak boleh menginjeksikan cuplikan terlalu banyak, karena GC sangat sensitif. Biasanya jumlah cuplikan yang

Universitas Sumatera Utara

diinjeksikan pada waktu kita mengadakan analisa 0,5 -50 ml gas dan 0,2 20 ml untuk cairan seperti pada gambar di bawah (Madbardo, 2010).

Gambar 2. Bagan Injektor dalam Kromatografi Gas 4. Kolom Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Bentuk dari kolom dapat lurus, bengkok, misal berbentuk V atau W, dan kumparan/spiral. Biasanya bentuk dari kolom adalah kumparan. Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Tabung ini dapat terbuat dari : Tembaga (murah dan mudah diperoleh) Plastik (teflon), dipakai pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Baja (stainless steel), (mahal) Alumunium Gelas (Madbardo, 2010). Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemasdan kolom kapiler. Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan

Universitas Sumatera Utara

penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3 mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (diameter dalam 0,10-,53 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembamu untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif. Tabung terbuat dari Silika (SiO3) dengan kemurnian yang sangat tinggi. Panjang kolom 5-60 m dengan tebal lapisan film 0,05-1 mikron (Rohman, 2007).

Gambar 3. Jenis Kolom Kromatografi Gas 5. Detektor Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi. Detektor harus dapat dipercaya dan mudah digunakan. Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram. Detektor yang umum digunakan :

Universitas Sumatera Utara

Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector) Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector) Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector) Detektor fotometrik nyala (Falame Photomertic Detector) Detektor nyala alkali Detektor spektroskopi massa Detektor yang peka terhadap senyawa organik yang mengandung fosfor

adalah FID, ECD, dan FPD (Madbardo, 2010). 6. Oven kolom Kolom terletak didalam sebuah oven dalam instrumen. Suhu oven harus diatur dan sedikit dibawah titik didih sampel. Jika suhu diset terlalu tinggi, cairan fase diam bisa teruapkan, juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah (Madbardo, 2010). 7. Rekorder Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram. Sinyal analitik elektronik yang dihasilkan detektor dikuatkan oleh rangkaian

agar bisa diolah oleh rekorder atau sistem data. Sebuah

rekorder bekerja dengan menggerakkan kertas dengan kecepatan tertentu. Di atas kertas tersebut dipasangkan pena yang digerakkan oleh sinyal keluaran

Universitas Sumatera Utara

detektor sehingga posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran penguat sinyal detektor. Hasil rekorder adalah sebuah

kromatogram berbentuk pik-pik dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan. Rekorder biasanya dihubungkan dengan sebuah elektrometer yang dihubungkan dengan sirkuit pengintregrasi yang bekerja dengan menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik yang dihasilkan oleh detektor. Elektrometer akan melengkapi puncak-puncak kromatogram dengan data luas puncak atau tinggi puncak lengkap dengan biasnya (Madbardo, 2010). Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari rekorder dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan elektrometer ke sebuah unit pengolah pusat (CPU, Central Processing Unit) (Madbardo, 2010). 2.5.1 Detektor ECD (Electron Capture Detector) Detektor ECD merupakan modifikasi dari FID yaitu pada bagian tabung ionisasi. Dasar dari ECD ialah terjadinya absorbsi e- oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap e- bebas (senyawa-senyawa elektronegatif). Dalam detektor gas terionisasi oleh partikel yang dihasilkan dari 3H atau
63

Ni. Detektor

ini mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil terkoyugasi, nitril, nitro, dan organo logam, namun tidak peka terhadap hidrokarbon, keton, dan alkohol (Madbardo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kromatografi Kolom Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas penyaring di dalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985). 2.6.1 Pengisian kolom Pengisian kolom harus menggunakan teknik yang tepat dan berhati-hati. Pengisian yang tidak teratur dari penyerap akan mengakibatkan merusak batasbatas pita kromatografi karena terdapat gelembung udara selama pengisian. Untuk mencegah hal tersebut zat penyerap dibuat menjadi bubur dengan pelarut kemudian dituangkan perlahan-lahan dalam kolom. Jika penyerap dibiarkan turun perlahan-lahan dapat ditolong dengan mengguncang perlahan-lahan sisi kolom maka akan diperoleh pengisian yang homogen (Sastrohamidjojo, 1985). 2.6.2 Penyerap Ukuran partikel dan tingkat keaktifan dari penyerap berperan penting dalam pengembangan sistem kromatografi. Alumina (Al2O3) adalah salah satu penyerap yang banyak dipakai dalam beberapa bentuk modifikasi. Alumina mempunyai titik aktif Al+, Al-OH, Al-, Al-OH+, dan bergantung pada pembuatannya (Gritter, 1991). Suatu pengertian yang digunakan dalam hubungannya dengan penyerappenyerap ialah aktifasi. Kadang-kadang dihubungkan dengan luas permukaan spesifik dari zat padat, yaitu luas pemukaan yang diukur dalam meter persegi tiap gram. Alumina dapat dibuat menjadi aktif dalam luas permukaan beratus-ratus meter persegi.Penyerap yang diperoleh dalam perdagangan memerlukan aktifasi

Universitas Sumatera Utara

sebelum dipakai. Hal ini dapat dikerjakan dengan pemanasan, mungkin dengan pengurangan tekanan. Untuk kebanyakan zat-zat padat, dengan tidak ada keterangan lebih lanjut aktifasi dapat dilakukan dengan pemanasan pada suhu 200
o

C selama 2 jam (Sastrohamidjojo, 1985).

2.7 Validasi Data Analisis Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992). Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode telah sesuai dengan penggunaannya. Validasi biasanya

diperuntukkan untuk metode analisis yang baru dibuat dan dikembangkan (Riyadi, 2009). Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan reabilitas hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer, 2005) Validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya (Bliesner, 2006). Data validasi mencakup pemaparan karakteristik metode yang dipakai, faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik tersebut dan membuktikan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki (MacNeil, 2000). 2.7.1 Akurasi/kecermatan Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan

Universitas Sumatera Utara

baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (WHO, 1992). % Perolehan kembali =

CF x 100% CA

Keterangan : CF = konsentrasi analit yang diperoleh setelah penambahan larutan baku CA = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan (Harmita, 2004) 2.7.2 Presisi/keseksamaan Presisi/keseksamaan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari jumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Rohman, 2007). Berdasarkan rekomendasi ICH (the International Conference on the

Harmonisation), karakteristik presisi dilakukan pada 3 tingkatan, yakni keterulangan (repeatability), reprodusibilitas presisi antara (intermediate precision) Keterulangan dilakukan dengan dan cara

(reproducibility).

menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda (pshtein, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.7.3 Batas Deteksi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Harmita, 2004). Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko (Harmita, 2004). Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas Deteksi =

3SB (WHO, 1992). Slope

2.7.4 Batas Kuantitasi Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi (Rohman, 2007). Batas Kuantitasi =

10 SB (WHO, 1992) Slope

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai