Anda di halaman 1dari 3

HASIL PENELITIAN

Gangguan Indra Pengecap dan Penghidu Pasca-terapi Karsinoma Nasofaring


Erlangga Eka Gautama, Bambang Hariwiyanto, Bambang Udji Djoko Rianto, Anton Christanto
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Department, Faculty of Medicine Gadjah Mada University / Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta, Indonesia

Latar Belakang Karsinoma Nasofaring (KNF) atau Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) adalah salah satu keganasan tersering di bidang ilmu penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher (THT-KL) yang banyak ditemukan di Indonesia. 1 Penelitian di RS Dr Sardjito antara tahun 1991 sd. 1995 menunjukkan karsinoma nasofaring menduduki urutan pertama tumor ganas THT. Frekuensinya pada periode tersebut adalah 45,35% disusul tumor di kavum oris (22,67%), laring (14,88%), kavum nasi (9,09%) dan sinus paranasal (7,99%). Penelitian di beberapa rumah sakit di Indonesia juga menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menempati urutan pertama keganasan kepala dan leher. Laki-laki lebih sering dengan perbandingan 2 - 3 : 1 dan frekuensi tertinggi pada kelompok umur 30 - 60 tahun. Penelitian retrospektif di RS Dr Sardjito Yogyakarta antara tahun 1992-1994 menunjukkan kecenderungan peningkatan frekuensi setiap tahun : 48 kasus di tahun 1992, tahun 1993 sebanyak 59 kasus, dan tahun 1994 sebanyak 63 kasus.2 Di dunia, insidens tertinggi karsinoma nasofaring adalah di propinsi Guangdong Cina Selatan, yaitu 40 - 50 per 10.000 penduduk pertahun. Insiden yang tinggi juga dijumpai di daerah yang banyak ditempati imigran China.3 Radioterapi merupakan terapi utama dan penting karena masih sensitif untuk jenis histopatologi karsinoma tak terdiferensiasi (WHO III). Radioterapi juga efektif untuk terapi paliatif pasien dengan metastasis jauh. Radioterapi eksternal diberikan dengan dosis 1 fraksi 1,8 sampai 2 Gy/hari, seminggu 5 fraksi sampai mencapai 66-70 Gy dalam waktu 6-7 minggu untuk tumor primer dan untuk radiasi kelenjar leher yang membesar sampai 60 Gy. Lin dan Jan (1999) mendapatkan dari 179 pasien dengan radioterapi konvensional 73,7% mengalami respons lengkap, 19,6% respons sebagian; sisanya

satu orang tidak respons, dua orang progresif, dan sembilan tidak bisa dievaluasi. Reaksi awal radiasi berupa pembengkakan kelenjar ludah seperti parotis, mukositis, gangguan sensasi citarasa, dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi secara konservatif. Dapat terjadi reaksi lanjut berupa reaksi kulit, udem submental, dan perasaan tebal di kulit fasial; keadaan ini memerlukan waktu beberapa bulan untuk pulih.6 Efek akut antara lain pada pendengaran, batuk, dehidrasi, disfagia. Fatigue, febrile netropenia, fistula faringeal, perubahan hematologi, perdarahan, infeksi, keadaan laboratorium (contoh kreatinin), mukositis, dermatitis, perubahan kelenjar air liur, stomatitis, juga dapat disebabkan radiasi. Kemoterapi dapat menimbulkan gangguan penghidu, perubahan suara, vomitus, mulut kering, dan kehilangan berat badan.6 Perubahan fungsi pengecap dan penghidu sering terjadi setelah terapi radiasi dan kemoradiasi pada penderita karsinoma kepala termasuk karsinoma nasofaring. Radiasi menginduksi perubahan kemosensori yang disebabkan oleh efek lokal dan sistemik, berupa kerusakan sel, gangguan reseptor, perubahan saraf, atau perubahan reseptor rasa. Kemoterapi dapat mengganggu reseptor kemosensori melalui induksi terhadap mukosa dan menyebabkan kerusakan langsung reseptor serta koneksi saraf. Gangguan lain yang dapat timbul berupa superinfeksi saluran napas atas baik oleh bakteri maupun jamur.6,8 Perubahan fungsi pengecap dan penghidu dinilai dengan ChemoSensory Questionnaire (CSQ). Validasi oleh Goldberg et al. (2005) untuk pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher menggunakan desain potong lintang memperoleh konsistensi internal sangat baik dengan nilai Cronbach's alpha 0,89 untuk skala penghidu dan 0,78 untuk skala pengecap7. Korelasi dengan alat ukur lain, Short Form-12 (SF-12) dan Head and

Neck Quality of Life Questionnaire (HNQOL) didapatkan berkisar antara 0,20 sampai 0,64 untuk skala rasa dan 0,10 sampai 0,33 untuk skala penghidu.7 Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan gangguan fungsi indra penghidu dan pengecap pada penderita karsinoma nasofaring dibandingkan karsinoma kepala dan leher non nasofaring, yang mendapat terapi radiasi. Metode Rancangan penelitian ini adalah analytic cross sectional yang membandingkan kejadian gangguan indra pengecap dan penghidu pasca-terapi antara karsinoma nasofaring dan karsinoma kepala leher non-nasofaring; untuk mengkaji efek atau pengaruh radioterapi pada status pengecap dan penghidu penderita karsinoma nasofaring. Populasi target adalah penderita karsinoma kepala leher. Populasi terjangkau adalah penderita karsinoma kepala leher yang berkunjung di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Kriteria inklusi : a. Penderita karsinoma kepala leher yang telah ditegakkan diagnosisnya berdasarkan biopsi dan hasil histopatologi. b. Pernah menjalani radioterapi. Kriteria eksklusi: a. Tidak menandatangani informed consent. b.Tidak komunikatif. Sampel penelitian didapat secara consecutive dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia mengikuti penelitan. Besar sampel dihitung dengan rumus uji hipotesis satu sisi, perbedaan 2 proporsi populasi dengan kesalahan tipe I atau a = 0,05 maka diperoleh Za = 1,64; dan kesalahan tipe II atau b =0,20 sehingga Zb = 0,84. Hipotesis satu sisi dipilih karena dianggap terapi radiasi akan menurunkan kemampuan indera pengecap dan penghidu. Diperlukan 37 sampel untuk tiap kelompok, sehingga total dua kelompok membutuhkan 74 sampel.

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

435

HASIL PENELITIAN
Pada kelompok karsinoma nasofaring ditemukan stadium II 8 (21,6%) kasus; 9 2 (24,3%) kasus stadium III; dan 20 (54,1%) karakteristik kedua kelompok dan uji c kasus stadium IV. Kelompok kontrol terdiri Mantel-Haenszel untuk stratifikasi pengaruh dari 4 (10,8%) kasus stadium II; 28 (75,7%) variabel pengganggu. Analisis regresi kasus stadium III; serta 5 (13,5%) kasus logistik ganda digunakan untuk menilai stadium IV. variabel-variabel yang berpengaruh pada respons terapi. Uji t digunakan untuk Kelompok karsinoma nasofaring dan karsimenghitung perbedaan rerata variabel noma kepala leher lain cenderung terdiagtergantung (skala kontinu, yaitu skor CSQ) nosis dan diterapi pada stadium lanjut, tidak menurut variabel bebasnya (skala nominal, didapatkan penderita stadium I. Kelompok yaitu terapi). karsinoma nasofaring sebagian besar memulai terapi pada stadium IV, kelompok Hasil Dan Pembahasan karsinoma kepala leher lain terutama pada Subyek penelitian adalah 74 penderita stadium III. karsinoma sel skuamosa kepala leher di RSUP Dr Sardjito yang memenuhi kriteria Jenis histopatologi WHO3 atau tipe karsiinklusi dan eksklusi. (tabel 1). noma tak terdiferensisasi merupakan jenis terbanyak (89,2%). Jenis WHO2 8,1% dan Proporsi kelompok penderita karsinoma 2,7% jenis WHO1. Karsinoma kepala leher nasofaring dibandingkan karsinoma kepala non-nasofaring semua berjenis histopatoleher non-nasofaring berimbang dan karaklogi karsinoma sel skuamosa. Pada kelompok teristiknya tidak berbeda bermakna. Pendekarsinoma kepala leher lain kebanyakan rita laki-laki lebih banyak dibanding peremtidak disebut klasifikasi histopatologinya. puan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini seDidapatkan perbedaan bermakna homosuai dengan penelitian-penelitian sebelumgenitas kedua kelompok (uji X2 p=0,001). nya dengan perbandingan berkisar 2 - 3 : 1. Penelitian ini menggunakan analisis statistik
2 uji c untuk menghitung perbedaan

nasofaring (14,86) berbeda bermakna (p = 0,001) dibandingkan karsinoma kepala leher lain (16,70) dengan rasio prevalensi 4,31 (95% CI 2,38-7,80). Tabel 3. Jenis keganasan kepala leher
Kelompok
Karsinoma nasofaring Karsinoma Kepala leher lain

Histopatologi
Ca nasofaring Ca laring Ca sinonasal Ca lidah Ca palatum Ca orofaring

Jumlah (%)
37 (100) 13 (35,1) 18 (48,6) 3 (8,1) 1 (2,7) 2 (5,4)

Selanjutnya rerata skor CSQ dipilah sesuai kelompok karsinoma nasofaring dan karsinoma kepala leher non-nasofaring dan klinis (lokasi tumor,T, N, M, serta stadium) (tabel 4).
Variabel Lokasi tumor : Nasofaring Sinonasal Laring Lidah Palatum Orofaring Besar tumor : T1 T2 T3 T4 Status N : N0 15,79 1,101 15,00 1,113 14,64 1,286 14,06 0,900 14,00 1,000 15,14 1,243 16,58 1,505 15,17 0,775 14,28 0,980 16,50 1,478 16,05 1,214 15,18 1,328 14,25 0,754 14,00 1 15,87 1,474 17,42 0,669 16,14 1,150 14,52 1,194 N1 14,75 1,485 15,47 1,611 15,14 0,970 14,79 0,893 15,17 1,586 16,32 1,493 15,89 1,397 15,43 1,505 14,51 1,193 15,76 0,831 15,85 1,281 15 1 15,5 0,707 15 14,86 1,378 16,76 0,752 16,92 1,115 16,00 1 16,50 0,707 17 Skor CSQ penghidu pengecap

Tabel 1. Karakteristik demografi berdasarkan kelompok


No 1 Variabel Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan 2 Umur : < 30 tahun 30 - 40 tahun 40 - 50 tahun 50 - 60 tahun > 60 tahun 1 7 13 10 6 3 4 9 9 13 0,634 23 14 26 11 0,464 Karsinoma Karsinoma Nilai p Nasofaring Kepala Leher lain

Tabel 2. Karakteristik klinis berdasarkan kelompok


No Variabel Karsinoma Karsinoma Nilai p Nasofaring Kepala Leher lain n % n % 10 10 12 5 8 12 7 10 2 35 0 8 9 20 27,0 27,0 32,4 13,5 21,6 32,4 18,9 27,0 5,4 94,6 0 21,6 24,3 54,1 2 9 17 9 20 10 4 2 1 36 0 4 28 5 5,4 24,3 45,9 24,3 55,6 27,8 11,1 5,6 2,7 97,3 0 10,8 75,7 13,5 0,001 0,556 0,09 0,06

Besar tumor : T1 T2 T3 T4

N2 N3 Metastasis : Ada Tidak Stadium : II III IV Jenis terapi : Operasi + Radiasi Kemoradiasi

Status N : N0 N1 N2 N3

Kelompok karsinoma nasofaring sebagian besar berusia 30 - 60 tahun. Hal ini sesuai penelitian-penelitian sebelumnya dengan puncak pada kelompok usia tersebut dan turun di kelompok usia di atas 60 tahun.1,2,16 Terdapat 1 kasus karsinoma nasofaring usia 14 tahun. Karsinoma nasofaring tercatat 37 kasus, dan karsinoma kepala leher lain 37 kasus (Ca sinonasal 18 kasus, Ca laring 13 kasus, Ca lidah 3 kasus, Ca palatum 2 kasus, dan 1 kasus Ca orofaring). Distribusi klinis sesuai besar tumor (T), pembesaran limfonodi (N), dan metastasis jauh (M) terangkum dalam tabel 3.

Metastasis : Ada (M1) Tidak (M0)

Stadium : I II III IV

15,74 1,064 14,62 1,168

16,84 1,860 15,02 1,405

Tabel 5. Rerata skor CSQ pada kedua kelompok


Karsinoma Nilai p Kepala Leher lain 14,51 1,193 15,68 1,002 0,001 Karsinoma Nasofaring 14,86 1,378 16,70 1,378 0,001

Kelompok karsinoma nasofaring mempunyai rerata skor CSQ pengecap dan penghidu lebih rendah dibandingkan karsinoma kepala leher lain. (14,51 vs. 15,68, p=0,001) dengan rasio prevalensi 3,10 (95%CI 2,044,71). Skor CSQ pengecap karsinoma

Indra penghidu Indra pengecap

Uji t tidak berpasangan

436

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

HASIL PENELITIAN
Tabel 6. Hasil regresi logistik pengaruh variabel terhadap skor CSQ penghidu
No 1 2 3 4 5 6 Variabel Besar tumor Status N Metastasis Lokasi tumor Stadium Jenis terapi Exponen Beta () 0,011 -0,003 -0,178 -0,051 -0,463 0,258 Nilai p 0,938 0,978 0,134 0,581 0,001 0,082

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. Hutagalung M, Cakra IGM, Dhaeng SY. Tinjauan lima besar tumor ganas THT di RSUP Dr Sardjito selama lima tahun (1991-1995). Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Ilmiah Tahunan PERHATI, Batu, Malang 1996: 952-63. Sastrowijoto S, Losin K, Setiamika M. Tinjauan retrospektif karsinoma nasofarings di RSUP dr Sardjito selama tiga tahun (1992-1994). Kumpulan Naskah KONAS XI PERHATI,Yogyakarta 1995: 1221-7. Wei WI, Sham JST. Cancer of the nasopharynx. In: Myers EN, Suen JY eds. Cancer of the head and neck. 3rd ed. Philadelphia-London-Toronto-Montreal-Sydney-Tokyo: WB Saunders Co. 1996: 277-93. Prasad U, Wahid MIA, Jalaludin MA, Abdullah BJJ, Paramsothy M, Abdul-Kareem S. Long-term survival of nasopharyngeal carcinoma patients treated with adjuvant chemotherapy subsequent to conventional radical radiotherapy. Int J Radiat Oncol Bio Phys 2002; 53: 648-55. Trotti A, Johnson DJ, Gwede C, Casey L, Sauder B, Cantor A, et al. Development of a head and neck companion module for the quality of life radiation therapy instrument (QOL-RTI). Int J Radiat Oncol Bio Phys 2002; 42: 25761. Dickson RI, Flores AD. Nasopharyngeal carcinoma: an evaluation of 134 patients treated between 1971-1980. Laryngoscope 1985; 95: 276-83. Goldberg AN, Shae JA, Deems DA, Doty RL. A ChemoSensory questionnaire for patient treated for cancer of the head and neck. Laryngoscope 2006; 115:2077-86. Armstrong RW, Armstrong MJ, Lye MS. Social impact of nasopharyngeal carcinoma on chinese households in Selangor, Malaysia. Sing Med J 2000; 41: 582-87. Chan ATC,Teo PML, Johnson PJ. Nasopharyngeal carcinoma. Ann Oncol 2002; 13: 1007-15. Chia KS, Lee HP. Epidemiologi. In: Chong VHF and Tsao SY, eds. Nasopharyngeal carcinoma. Armour Publ. Pte Ltd, Singapore 1997: 1-5. Hunt SM, McKenna SP, McEwen J. The Nottingham Health Profile: subjective health status and medical consultations. Soc Sci Med 1981; 15: 221-6. Soetjipto D. Karsinoma nasofarings. Dalam : Iskandar N, Munir M, Soetjipto D, eds. Tumor telinga hidung dan tenggorok. Diagnosis & penatalaksanaannya. Jakarta: FKUI. 1989: 71-84. Wei WI, Sham JST. Present status of management of nasopharyngeal carcinoma. Expert Rev Anticancer Ther 2001; 1: 134-41. Yu CL, Fielding R, Chan CL, Sham JS. Chinese nasopharyngeal carcinoma patients treated with radiotherapy: association between satisfaction with information provided and quality of life. Cancer 2001; 15;92(8):212635. Wang CC. Radiation therapy for head and neck neoplasm. New York-Chichester-Brisbane-Toronto-SingaporeWeinheim. A John Wiley & Sons, Inc Publ. 1997:257-80. Shanmugaratnam K, Chan SH, de-Th G. Histopathology of nasopharyngeal carcinoma. Correlations with epidemiology, survival rates and other biological characteristics. Cancer 1979; 44: 1029-44. Kamal MF, Sammarai SM. Presentation and epidemiology of nasopharyngeal carcinoma in Jordan. J Laryngol Otol 1999; 113: 422-6. Skinner DW, van Hasselt CA, Tsao SY. Nasopharyngeal carcinoma: modes of presentation. Ann Otol Rhinol Laryngol 1991; 100: 544-51. American Joint of Committee on Cancer. Manual for Staging of Cancer, 4th ed, Philadelphia: JB Lippincott, 1998. Upang W, Lusy ILP, Samodra E. Pola epidemiologi klinis karsinoma nasofarings di poliklinik THT RSUP Dr Sardjito th. 2000.Makalah bebas pada PIT PERHATI Palembang 2001.

5.

Tabel 7. Hasil regresi logistik pengaruh variabel terhadap skor CSQ pengecap
No 1 2 3 4 5 6 Variabel Besar tumor Status N Metastasis Lokasi tumor Stadium Jenis terapi Exponen Beta () 0,103 0,021 -0,140 -0,105 -0,508 0,346 Nilai p 0,333 0,785 0,123 0,140 0,001 0,003

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Uji analisis regresi logistik klasifikasi TNM dan macam tumor kepala leher untuk kategori skor CSQ penghidu mendapatkan hasil bermakna pada stadium (p = 0,001). Skor CSQ kategori pengecap bermakna pada stadium (p = 0,001) dan jenis terapi (p = 0,003). Terapi kemoradiasi karsinoma nasofaring stadium III-IV menginduksi perubahan kemosensori akibat efek lokal dan sistemik, berupa kerusakan sel, gangguan reseptor, perubahan saraf, atau perubahan reseptor rasa. Kemoterapi tidak menyebabkan kerusakan reseptor serta koneksi saraf secara langsung. Perubahan fungsi pengecap dan penghidu sering terjadi setelah pengobatan radiasi pada penderita karsinoma kepala leher termasuk karsinoma nasofaring.7 Kesimpulan Terdapat perbedaan gangguan indera pengecap dan penghidu pada penderita karsinoma nasofaring dibandingkan karsinoma kepala leher lain yang mendapat terapi radiasi. Saran Penelitian longitudinal diperlukan untuk melihat perubahan kualitas hidup penderita karsinoma kepala leher. Disarankan tindakan antisipasi pengamanan terhadap dampak terapi radiasi pada karsinoma nasofaring.

15. 16. 17. 18. 19. 20.

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

437

Anda mungkin juga menyukai